laporan, artikel, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.
3. Bahan Hukum Tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan
yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer, skunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah, serta
bahan-bahan diluar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian.
72
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitan tesis ini menggunakan teknik studi dokumen, artinya data yang diperoleh melalui penelurusan kepustakaan berupa data
sekunder ditabulasi yang kemudian disistematisasikan dengan memilih perangkat- perangkat hukum yang relevan dengan objek penelitian. Di samping itu untuk
melengkapi data pustaka, juga dilakukan wawancara dengan menggunakan tabel wawancara terhadap informan yang dianggap memahami permasalahan penerapan
prinsip kemitraan dalam pengelolaan hak atas tanah usaha perkebunan berdasarkan program revitalisasi perkebunan dengan mengunjungi langsung objek penelitian
berupa perusahaan perkebunan yang telah menerapkan program revitalisasi berdasarkan prinsip kemitraan usaha perkebunan yaitu PT. Anugerah Langkat
Makmur PT.ALAM dan KUD Berkat Anugerah Jaya KUD BAJA. Informan
72
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998, hlm. 195, sebagaimana dikutip dari Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif
Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali Press, 1990, hlm. 41
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
dimaksud adalah pimpinan dan staff perkebunan PT. Anugerah Langkat Makmur dan anggota pengurus koperasi KUD Berkat Anugerah Jaya. Data wawancara pada
metode pengumpulan data ini digunakan sebagai data pelengkap dari data pustaka. Dengan kerangka teoritis merupakan alat untuk menganalisis data yang diperoleh
baik berupa bahan hukum sekunder, pendapat-pendapat atau tulisan para ahli atau pihak lain berupa informasi baik dalam bentuk formal maupun melalui naskah resmi
yang dijadikan sebagai landasan teoritis.
4. Analisis Data
Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan ditelaah dan dianalisis. Analisis untuk data kualitatif dilakukan dengan cara pemilihan pasal-
pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang penerapan penerapan prinsip kemitraan dalam pengelolaan hak atas tanah usaha perkebunan berdasarkan
program revitalisasi perkebunan dan kewajiban-kewajiban perusahaan dalam penerapan prinsip corporate social responsibility, kemudian membuat sistematika
dari pasal-pasal tersebut sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Data yang dianalisis secara
kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian yang sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data, selanjutnya semua data diseleksi
dan diolah kemudian dianalisi secara deskriptif sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam
penelitian ini.
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
BAB II KETENTUAN-KETENTUAN KERJASAMA ANTARA PETANI
PESERTAKOPERASI DENGAN MITRA USAHA PERUSAHAAN PERKEBUNAN BERDASARKAN PROGRAM REVITALISASI
PERKEBUNAN
A. Program Revitalisasi Bertujuan Untuk Membangun Perkebunan Rakyat
Pelaksanaan pengembangan perkebunan melalui Program Revitalisasi Perkebunan ditujukan untuk membangun perkebunan rakyat dengan pola pendekatan
pengembangan sebagai berikut:
73
a. Pengembangan perkebunan rakyat yang dilakukan adalah melalui kemitraan, baik
pola PIR Perkebunan Inti Rakyat maupun kemitraan lainnya. Untuk wilayah yang tidak tersedia mitranya, dimungkinkan pengembangan dilakukan langsung
oleh pekebun atau melalui Koperasi dengan pembinaan oleh jajaran Departemen Pertanian dan Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi dan Kabupaten;
b. Setiap lokasi pengembangan diarahkan untuk terwujudnya hamparan yang
kompak serta memenuhi skala ekonomi; c.
Luas lahan maksimum untuk masing-masing petani peserta yang ikut dalam Program Revitalisasi Perkebunan adalah 4 ha per KK, kecuali untuk wilayah
khusus yang pengaturannya ditetapkan oleh Menteri Pertanian;
d. Untuk memberikan jaminan kepastian dan keberlanjutan usaha, pengembangan
perkebunan yang melibatkan mitra usaha dapat dilakukan melalui pengelolaan kebun dalam satu manajemen minimal 1 satu siklus tanaman;
e. Bunga kredit yang diberikan kepada petani peserta sebesar 10, dengan subsidi
bunga menjadi beban pemerintah sebesar selisih antara bunga pasar yang berlaku untuk kredit sejenis dengan bunga yang dibayar petani peserta. Subsidi bunga
diberikan selama masa pembangunan yaitu sampai dengan tanaman menghasilkan maksimal 5 tahun untuk kelapa sawit dan kakao, dan 7 tahun untuk karet.
Besarnya suku bunga yang dibayar pekebun setelah masa tenggang adalah sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bank tanpa subsidi bunga;
f. Untuk meningkatkan dan memperkuat kesinambungan kemitraan usaha, setiap
unit pengembangan diarahkan terintegrasi dengan unit pengolahan, dan secara bertahap petani pesertakoperasi petani dimungkinkan memiliki saham
perusahaan mitra.
73
Pedoman Umum Program Revitalisasi Perkebunan Kelapa Sawit, Karet, Kakao, Op.cit, hlm. 12
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
g. Petani peserta yang belum memiliki mitra usaha, secara bertahap akan didorong
melakukan kemitraan dengan perusahaan yang memiliki industri pengolahan dibidang perkebunan;
h. Untuk mengawal pelaksanaan program ini akan memanfaatkan tenaga sarjana
pertanian sistem kontrak dan diutamakan dari perguruan tinggi setempat sebagai petugas pendamping.
Kegiatan penanaman pada pengembangan Revitalisasi Perkebunan direncanakan dilaksanakan mulai tahun 2007 sampai dengan tahun 2010. Target
pengembangan revitalisasi perkebunan adalah seperti tabel 1 berikut.
Tabel 1. Target Pengembangan Revitalisasi Perkebunan 1.000 Ha No
Tanaman Kegiatan
2007 2008 2009 2010 Jumlah
Perluasan 354
350 350
321 1.375
1. Kelapa
sawit Peremajaan
19 50
39 17
125 Perluasan
10 15
15 10
50 2.
Karet Peremajaan
50 70
70 60
250 Perluasan
23 29
29 29
110 Peremajaan
10 15
16 13
54 3.
Kakao Rehabilitasi
7 10
10 9
36 Perluasan
387 394
394 360
1.535 Peremajaan
79 135
125 90
429
Jumlah
Rehabilitasi 7 10
10 9 36 TOTAL
473 539
529 459
2.000
Sumber : Pedoman Umum Program Revitalisasi Perkebunan: Kelapa Sawit, Karet, Kakao.
Dari tabel 1 diatas dapat disampaikan bahwa program Revitalisasi Perkebunan akan mencakup areal pengembangan seluas 2 juta ha, meliputi kelapa sawit 1.500
ribu ha 1.375 ribu ha perluasan dan 125 ribu ha peremajaan, karet 300 ribu ha perluasan 50 ribu ha, dan peremajaan 250 ribu ha, dan kakao 200 ribu ha perluasan
110 ribu ha, peremajaan 54 ribu ha dan rehabilitasi 36 ribu ha. Dalam
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
pelaksanaannya, target Program Revitalisasi Perkebunan akan di evaluasi secara berkala sesuai realisasi penanaman tahun sebelumnya. Dengan pertimbangan
perlunya kesiapan di lapangan, baik menyangkut kesiapan bibit, calon pekebun, calon lahan dan perusahaan mitra, maka target fisik pengembangan tanaman dalam program
Revitalisasi Perkebunan untuk tahun 2007 termasuk tanaman yang telah ada maksimal tanaman yang berumur satu tahuntanaman belum menghasilkan TBM I
sepanjang tanaman tersebut tidak didanai oleh anggaran pemerintah APBNAPBD. Selanjutnya, revitalisasi Perkebunan adalah merupakan suatu paket
pengembangan perkebunan yang terdiri dari: a Komponen utama, meliputi: perluasan perkebunan rakyat; peremajaan perkebunan rakyat; dan rehabilitasi
perkebunan rakyat, b Komponen penunjang, meliputi: unit pengolahan, infrastruktur, sarana dan prasarana umum serta pembinaan dan pengawalan.
Komponen utama akan dibiayai dari dana perbankan serta subsidi bunga dari pemerintah. Untuk komponen penunjang dibiayai oleh unit fungsional terkait. Semua
komponen tersebut harus terjamin keterpaduannya, baik dalam tahap persiapan, pelaksanaan, maupun lanjutan pembinaannya. Prasarana dan sarana umum
dipergunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
74
Komoditi yang dikembangkan dalam program Revitalisasi Perkebunan adalah kelapa sawit, karet dan kakao, dengan kegiatan yang dilakukan adalah perluasan,
74
Ibid
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
peremajaan dan rehabilitasi perkebunan rakyat. Gambaran ruang lingkup kegiatan menurut komoditi yang dikembangkan adalah seperti Tabel 2 berikut:
Tabel 2. Ruang Lingkup Kegiatan Program Revitalisasi Perkebunan No Tanaman
Perluasan PeremajaanRehabilitasi
1. Kelapa
sawit a. Perkebunan Rakyat
sekitar Perkebunan Besar . b. IUP Pusat tidak aktif
c. IUP Daerah d. Lahan TRANS
Eks proyek PIR
2. Karet
a. Perkebunan Rakyat b. Lahan TRANS
a. Eks proyek PIR b. Eks proyek Non PIR
c. Swadaya Masyarakat 3.
Kakao a. Integrasi dengan kelapa
b. Perkebunan Rakyat c. Lahan TRANS
a. Peremajaan Perkebunan Rakyat
b. Rehabilitasi Perkebunan Rakyat
Sumber : Pedoman Umum Program Revitalisasi Perkebunan: Kelapa Sawit,
Karet, Kakao.
Dari tabel diatas dapat disampaikan bahwa untuk perluasan dilakukan pada lahan perkebunan rakyat yang sudah ada atau wilayah pengembangan baru yang telah
mendapat Ijin Usaha Perkebunan IUP dan lahan transmigrasi yang belum terbangun. Seperti dimaklumi sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada saat
pemberian IUP didalamnya terdapat areal untuk pembangunan perkebunan rakyat.
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
Untuk kegiatan peremajaanrehabilitasi adalah pada perkebunan rakyat yang sudah ada, baik eks proyek-proyek pembangunan perkebunan maupun areal swadaya petani.
Pelaksanaan Program Revitalisasi Perkebunan pada dasarnya ditujukan untuk pengembangan perkebunan rakyat yang dalam pelaksanaannya dapat atau tidak
melibatkan perusahaan mitra, hal ini tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan pola PIR Perkebunan Inti Rakyat sehingga dapat dikatakan bahwa program revitalisasi
perkebunan hanya bersifat tambal sulam pola PIR yang selama ini dianggap gagal dalam pelaksanaannya oleh pemerintah. Untuk melihat keterkaitan antara program
revitalisasi perkebunan dengan pola PIR dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel : 3 Perbedaan Menyangkut Keterkaitan Pola PIR dengan Program Revitalisasi Perkebunan
PIR REVITALISASI
1. Perkebunan inti rakyat merupakan
perkebunan negara yang dimaksudkan untuk menjadi
perkebunan inti bagi rakyat sekitarnya PIR-LOK TRANS.
2. Surat Keputusan Menteri Pertanian
Nomor 668KptsKB510101985 bahwa PIR-BUN adalah suatu pola
untuk mewujudkan perpaduan usaha dengan sasaran perbaikan keadaan
ekonomi dan sosial peserta, didukung oleh suatu sistem pengelolaan usaha
dengan memadukan berbagai kegiatan produksi, pengolahan dan
pemasaran hasil dengan menggunakan perkebunan besar
sebagai inti dalam suatu sistem kerjasama yang saling
menguntungkan. 1.
Revitalisasi lebih menekankan pada kemitraan sebagai kerjasama
usaha antara usaha kecilpekebun dengan usaha menengah danatau
usaha besar sebagai mitra usaha disertai dengan pembinaan dan
pengembangan usaha oleh usaha menengah dan usaha besar dengan
memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat
dan saling menguntungkan.
2. Peraturan Menteri Pertanian
Nomor: 33PermentanOT.14072006
bahwa program revitalisasi perkebunan adalah upaya
percepatan pengembangan perkebunan rakyat melalui
perluasan, peremajaan dan rehabilitasi tanamana perkebunan
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
Lanjutan Tabel 3.
PIR REVITALISASI
3. pendekatan patrial yakni bantuan
yang diberikan pada perkebunan dalam bentuk penyediaan sebagaian
dari faktor produksi yang umumnya bahan tanaman serta pembinaan.
4. pendekatan integrited adalah
pemberian bantuan seluruh produksi sampai ketahapan pemasarannya
yang didukung kredit investasi perbankan dan subsidi bunga oleh
pemerintah dengan melibatkan perusahaan dibidang usaha
perkebunan sebagai mitra dengan pengembangan perkebunan,
pengolahan dan pemasaran hasil.
3. Tujuan program revitalisasi
perkebunan adalah: Pertama, meningkatkan kesempatan kerja
dan pendapatan masyarakat melalui pengembangan
perkebunan. Kedua, meningkatkan daya saing melalui peningkatan
produktivitas dan pengembangan industri hilir berbasis perkebunan.
Ketiga, meningkatkan penguasaan ekonomi nasiona dengan
mengikutsertakan masyarakat dan pengusaha lokal. Keempat,
mendukung pengembangan wilayah.
Sumber :
Surat Kepmen Pertanian Nomor 668KptsKB510101985 dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 33PermentanOT.1407 2006
Dalam rangka implementasi program revitalisasi BupatiWalikota menetapkan calon petani peserta yang kemudian Bank Pelaksana menetapkan calon petani peserta
yang memenuhi syarat bank teknis sebagai petani peserta untuk menerima fasilitas
kredit program Revitalisasi Perkebunan.
Adapun Persyaratan sebagai calon petani peserta Program Revitalisasi Perkebunan adalah sebagai berikut:
75
a. Petani peserta terdiri atas pekebun dan atau penduduk setempat yang
dibuktikan dengan identitas lengkap seperti KTP dan KK; b.
Berusia 21 tahun atau lebih atau sudah menikah; c.
Petani peserta tidak mempunyai tunggakan kredit;
75
Ibid
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
d. Calon petani peserta harus terdaftar dalam daftar nominatif yang ditetapkan
oleh BupatiWalikota; e.
Memiliki lahan yang luasnya memenuhi persyaratan untuk diikutkan sebagai petani peserta Program Revitalisasi Perkebunan;
Calon petani yang akan menjadi peserta dalam pengembangan perkebunan melalui program revitalisasi perkebunan dengan melibatkan mitra usaha melalui
proses sebagai berikut:
76
a. Calon perusahaan mitra bersama-sama dengan Dinas yang membidangi
perkebunan KabupatenKota melakukan pendataan dan seleksi calon petani dan calon lahan;
b. Dinas yang membidangi perkebunan kabupatenkota bersama mitra usaha
mengusulkan calon petani peserta kepada BupatiWalikota; c.
BupatiWalikota menetapkan calon petani peserta yang telah memenuhi persyaratan selambat-lambatnya 14 empat belas hari kerja sejak pengajuan
calon petani diterima oleh BupatiWalikota dan disampaikan kepada mitra usaha untuk selanjutnya digunakan oleh mitra usaha dalam proses untuk
menjadi mitra usaha program Revitalisasi Perkebunan.
Sedangkan calon petani yang akan menjadi peserta dalam pengembangan perkebunan melalui program Revitalisasi Perkebunan melalui proses sebagai
berikut:
77
a. Dinas yang membidangi perkebunan KabupatenKota melakukan pendataan
dan seleksi calon petani dan calon lahan; b.
Dinas Perkebunan kabupatenkota mengusulkan calon petani peserta kepada BupatiWalikota;
c. BupatiWalikota menetapkan calon petani peserta yang telah memenuhi
persyaratan selambat-lambatnya 14 empat belas hari kerja sejak pengajuan calon petani diterima oleh BupatiWalikota;
d. Selanjutnya calon petani peserta yang telah ditetapkan oleh BupatiWalikota
disampaikan kepada Bank pelaksana dengan tembusan kepada Dinas yang membidangi perkebunan provinsi untuk proses penetapan menjadi peserta
program Revitalisasi Perkebunan.
76
Ibid
77
Ibid
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
Dalam pelaksanaan program revitalisasi perkebunan maka petani peserta Program Revitalisasi Perkebunan mempunyai hak sebagai berikut:
78
a. Memperoleh bimbingan teknis dan non teknis dari dinas yang
membidangi perkebunan dan mitra usaha; b.
Memperoleh kredit investasi Program Revitalisasi Perkebunan untuk pengembanganperemajaanrehabilitasi kebun maksimal seluas 4 ha untuk
1satu kegiatan dan 1satu komoditi;
c. Memperoleh subsidi bunga kredit dari pemerintah;
d. Memperoleh jaminan pemasaran produksi dari mitra usaha;
e. Memperoleh upah sebagai tenaga kerja dikebun dari mitra usaha.
Selanjutnya petani sebagai peserta program Revitalisasi Perkebunan, petani peserta mempunyai kewajiban untuk:
79
a. 伊Melaksanakan pengusahaan kebunnya sesuai standar teknis dengan
bimbingan dari mitra usaha dan atau instansi yang membidangi perkebunan;
b. Sanggup melakukan Pembukaan lahan tanpa bakar Surat Keputusan
Dirjen Perkebunan Nomor 38KB.110SKDJ.BUN0595 tanggal 30 Mei 1995, tentang Pedoman Teknis Pembukaan Lahan Tanpa Bakar;
c. Membayar biaya pengembangan kebun, jasa manajemen 5, termasuk
bunganya setelah masa tenggang Grace period; d.
伊Menjual hasil kebunnya kepada mitra usaha dengan harga sesuai ketentuan yang berlaku dan atau kesepakatan bersama antar mitra usaha
dan petani peserta;
e. Untuk pengembangan yang melibatkan mitra usaha dan pengelolaan
kebun dalam satu manejemen, setelah konversi kredit, menjual hasil kebunnnya kepada mitra usaha sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau
kesepakatan bersama antar mitra usaha dengan petani peserta.
Dalam proses penyaluran kredit investasi, petani dapat mengkuasakan kepada koperasi petani untuk mendukung pengembangan kebun petani peserta. Syarat
koperasi sebagai kuasa petani peserta adalah sebagai berikut:
80
78
Ibid
79
Ibid
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
a. Koperasi Primer sudah berbadan hukum akte pendirian dan
perubahannya; dan bukan merupakan Koperasi Karyawan; b.
Tidak termasuk dalam Daftar Hitam dan Daftar Pinjaman Macet Bank Indonesia;
c. Koperasi tidak mempunyai tunggakan kredit;
d. Koperasi telah mengadakan Perjanjian Kerjasama dengan mitra usaha;
e. Koperasi harus memiliki rekening simpanan di Bank Pelaksana.
Selanjutnya mitra usaha pengembangan perkebunan rakyat adalah perusahaan besar swasta, BUMN, BUMD maupun koperasi yang berbadan hukum dan bergerak
dibidang perkebunan yang telah memiliki Izin Usaha Perkebunan IUP atau Izin Usaha Industri yang telah dikeluarkan oleh Menteri Pertanian atau Bupati, dan atau
Perusahaan yang memiliki HGU atau dalam proses. Mitra usaha dalam pelaksanaan Program Revitalisasi Perkebunan melakukan kerjasama kemitraan dengan
koperasikelompok tani dan atau petani peserta. Kerjasama kemitraan dibuat dalam bentuk perjanjian yang diketahui oleh BupatiWalikota. Syarat sebagai mitra usaha
adalah sebagai berikut:
81
a. Perijinan Usaha dan legalitas di bidang perkebunan, pengurus dan usaha
sesuai dengan ketentuan yang berlaku SIUP, IUP, TDP, NPWP, dll; b.
Perusahaanmanajemen perusahaan berpengalaman di bidang usaha perkebunan;
c. Perusahaan atau pengurus telah memiliki pengalaman dibidang usaha
perkebunan yang akan dibiayai termasuk group usahanya; d.
Mitra usaha harus menjadi Avalis Penjamin pinjaman petani pesertakoperasi sebagai salah satu persyaratan perbankan;
e. Mitra usaha harus memenuhi persyaratan Bank Teknis;
f. Mitra Usaha telah memiliki perjanjian kerjasama dengan koperasi yang
mewakili petani pesertakelompok tani yang diketahui oleh BupatiWalikota; g.
Studi kelayakanProposal kegiatan pembangunan perkebunan yang akan dilaksanakan;
80
Ibid
81
Ibid
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
Bagi perusahaan yang akan menjadi mitra usaha dalam pengembangan kebun dalam mendukung Program Revitalisasi Perkebunan melalui proses sebagai berikut:
82
a. 伊Mitra usaha mengusulkan permohonan kepada Gubernur cq Dinas yang
membidangi Perkebunan provinsi, dengan dilampiri rekomendasi BupatiWalikota cq. Dinas yang membidangi Perkebunan dan tembusan
kepada Direktur Jenderal Perkebunan;
b. 伊Gubernur cq Dinas yang membidangi perkebunan provinsi menetapkan calon
mitra usaha, selambat-lambatnya 14empat belas hari kerja sejak permohonan diterima dan selanjutnya diteruskan kepada Direktur Jenderal Perkebunan.
c. 伊Selambat-lambatnya dalam waktu 14empat belas hari kerja setelah
permohonan diterima, Direktur Jenderal Perkebunan menginformasikan kepada calon bank pelaksana untuk mendapatkan rekomendasi Bank teknis.
d. 伊Setelah Direktur Jenderal Perkebunan menerima rekomendasi dari bank
pelaksana, selambat-lambatnya dalam waktu 7 tujuh hari kerja menyampaikan kepada pemohon penetapanpenolakan sebagai mitra usaha.
Permohonan dan Penarikan dana program Revitalisasi Perkebunan KPEN- RP dapat dilakukan oleh mitra usaha atas dasar kuasa dari masing-masing petani
melalui koperasi yang dituangkan dalam perjanjian kerjasama atau langsung oleh petani bagi yang tidak mempunyai perusahaan mitra khususnya petani karet dan
kakao. Adapun alur Proses Pelaksanaan Program Revitalisasi Perkebunan dengan Mitra Usaha sebagai berikut:
83
a. Bupati cq. Kadisbun Kabupatenkota menunjuk calon petani peserta.
b. Pembuatan Kerjasama antara antara calon petani peserta dengan calon
perusahaan. Dalam hal melibatkan koperasi, kerjasama tersebut melibatkan tiga pihak, yaitu calon petani peserta, koperasi petani dan
calon mitra usaha.
c. Permohonan sebagai mitra usaha dilakukan secara berjenjang oleh calon
mitra kepada Bupati cq Kadisbun Kabupaten, kepada Gubernur cq Kadisbun Provinsi.
82
Ibid
83
Hasil wawancara dengan Chairuddin Harahap, Corporate Secretary PT. Anugerah Langkat Makmur, tanggal 17 Desember 2008
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
d. Selanjutnya permohonan dimintakan kepada Direktur Jenderal
Perkebunan dengan tembusan kepada Bank Pelaksana. e.
Setelah Bank Pelaksana menerima Calon Mitra Usaha dari Direktur Jenderal Perkebunan, Bank Pelaksana akan memutuskan menerima atau
menolak sebagai perusahaan mitra.
f. Dari hasil persetujuan Bank Pelaksana, Direktur Jenderal Perkebunan akan
menerbitkan surat penunjukkan sebagai mitra yang kemudian ditindak lanjuti dengan persetujuan pembiayaan dengan perusahaan mitra. Apabila
secara bank teknis memungkinkan dan setelah mendapatkan jaminan dari perusahaan mitra, persetujuan pembiayaan dapat melalui koperasi petani.
g. Bank pelaksana mengajukan usulan pembiayaan kepada Departemen
Keuangan. Selanjutnya apabaila disetujui, Departemen Keuangan cq Direktur Jenderal Perbendahaan akan memberikan subsidi bunganya.
Sebagai mitra usaha program Revitalisasi Perkebunan, mempunyai hak memperoleh management fee dan mendapatkan jaminan bahan baku sepenuhnya dari
kebun petani binaannya. Selanjutnya mitra usaha berkewajiban untuk:
84
a. Melaksanakan pembangunan kebun petani peserta sesuai dengan petunjuk
stándar teknis yang ditetapkan oleh Departemen Pertanian cq. Direktur Jenderal Perkebunan;
b. Mengikutsertakan petani peserta secara aktif dalam proses pembangunan
kebun; c.
伊Membina secara teknis dan manajemen para petani peserta agar mampu mengusahakan kebunnya, baik selama masa pembangunan maupun selama
tanaman menghasilkan serta memfasilitasi peremajaan tanaman;
d. 伊Membeli hasil kebun dengan harga sesuai ketentuan yang berlaku danatau
kesepakatan bersama antara mitra usaha dan pekebun; e.
伊Menyelenggarakan proses pelaksanaan dan menjamin pengembalian kredit petani peserta.
f. 伊Melaksanakan penyuluhan kepada para pekebun yang menjadi mitra usaha.
Bagi perusahaan yang telah ditetapkan sebagai mitra usaha, bersama-sama dengan Dinas KabupatenKota dan Propinsi yang membidangi Perkebunan menyusun
Rencana Operasional Tahunan untuk tahun berikutnya sebagai usulan pengajuan
84
Ibid
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
subsidi bunga dan kredit investasi selambat-lambatnya pada awal Pebruari tahun berjalan kepada Direktur Jenderal Perkebunan. Rencana Operasional Tahunan
dimaksud meliputi : a Rencana kegiatan penanaman, pemeliharaan menurut umur tanaman, peremajaan, perluasan, rehabilitasi untuk tahun berikutnya; b Rencana
kebutuhan biaya investasi tanaman; c Rencana jumlah petani peserta yang akan menerima kredit.
85
B. Kepemilikan Lahan Sebagai Persyaratan Program Revitalisasi Perkebunan
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa
non migas bagi Indonesia. Komoditi minyak sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah untuk memacu pengembangan areal perkebunan
kelapa sawit. Selama 14 tahun terakhir peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit sebesar 2,35 juta ha, yaitu dari 606.780 pada tahun 1996 menjadi hampir 3 juta
ha pertahun 1999.
86
Menurut data dari Direktorat Jenderal Inventarisasi dan Tata Guna Hutan sd Maret 1998 hutan yang dikonversi untuk tujuan pembangunan
perkebunan tahap persetujuan pelepasan seluas 8.204.524 ha dan yang sudah mendapat SK Pelepasan seluas 4.012.946 ha meliputi kawasan hutan produksi
terbatas seluas 166.532 ha, hutan produksi tetap seluas 455.009 ha.
87
85
Pedoman Umum Program Revitalisasi Perkebunan, Lo.cit
86
E. G. Togu Manurung, Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia, http:www.yahoo.co.id
, diakses tanggal 15 Desember 2008
87
Ibid
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
Dengan demikian, kegiatan konversi hutan untuk pembangunan areal perkebunan kelapa sawit menjadi salah satu sumber pengrusakan hutan alam
Indonesia dan sekaligus merupakan ancaman hilangnya kekayaan keanekaragaman hayati yang terdapat dalam ekosistem hutan hujan tropis Indonesia, serta
menyebabkan berkurangnya habitat satwa liar. Permasalahan lainnya, pembangunan areal perkebunan kelapa sawit skala
besar juga telah menyebabkan dipindahkannya masyarakat lokal yang tinggal atau berada di dalam wilayah perkebunan kelapa sawit tersebut. Ganti rugi tanah pada
areal pengembangan kelapa sawit seringkali menimbulkan permasalahan karena tidak dibayar dengan harga yang adil, di samping itu sering terjadi penyerobotan lahan
masyarakat adat oleh perkebunan kelapa sawit padahal di atas tanah tersebut masih terdapat tanaman pertanian milik masyarakat. Tindakan penyerobotan tanah milik
masyarakat adat ini dilakukan baik dengan cara wajar maupun dengan cara paksaan, misalnya dengan cara pembakaran lahan yang telah diorganisir oleh pihak
perusahaan.
88
Sebagai akibatnya, seringkali timbul permasalahan oleh masyarakat setempat terhadap areal perkebunan kelapa sawit.
Berbagai permasalahan ini telah menyulut permasalahan konflik sosial yang berkepanjangan yang merugikan semua pihak, terutama bagi masyarakat yang
mengalami dampak negatif dari pembangunan perkebunan kelapa sawit, sehingga biaya sosial yang harus dibayar menjadi konflik sosial yang terjadi akhirnya menjadi
88
Potter, L and Lee, 1998b, Oil Palm in Indonesia, its role in forest conversion and the fires of 199798, A report for WWF Indonesia Programme, Jakarta Indonesia
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
sumber resiko dan ketidakpastian bagi perusahaan kelapa sawit dalam melakukan bisnis usahanya secara berkelanjutan. Contoh kasus: Penerapan pola perkebunan
kelapa sawit di Kalimantan Barat hanya merupakan bagian dari proses pemiskinan masyarakat adat.
89
Pola itu mengharuskan rakyat pemilik tanah menyerahkan lahan disertai kewajiban mengembalikan cicilan kredit secara periodik atas kebun seluas 2,5
hektar, masyarakat adat rugi dua kali karena mesti menyerahkan lahan lebih 2,5 hektar, dan begitu akad kredit dimulai, masyarakat adat sebagai petani harus
mengembalikan cicilan utang kebun sawit. Selama ini yang terjadi begitu proyek perkebunan kelapa sawit masuk, masyarakat adat secara otomatis kehilangan lahan,
tanpa diberi ganti rugi secara memadai. Mereka akhirnya semata-mata menggantungkan hidupnya dari perusahaan perkebunan dengan penerimaan
maksimal Rp. 400.000 per bulan dari penghasilan lahan 2,5 hektar.
90
Selanjutnya menyangkut persyaratan lahan pada pelaksanaan program revitalisasi yang berasal dari tanah adat dapat dijadikan sebagai kepemilikan tanah
bagi petani plasma. Hal ini sebagaimana termuat pada Pasal 17 ayat 2 Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 33PermentanOT.14072006 yang menyatakan bahwa:
“Tanah untuk pengembangan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berasal dari tanah petani, tanah adatulayat, tanah negara termasuk hutan
konversi serta tanah lainnya yang dimungkinkan untuk pengembangan perkebunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”
89
Yohanes Cyprianus Thambun Anyang, Kedudukan dan Penggunaan Tanah Adat di Kalimantan, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Hukum Adat Universitas Tanjungpura, 9-3-2003
90
Ibid
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
Dalam melaksanakan Revitalisasi Perkebunan untuk mendukung operasional di lapangan diperlukan persyaratan lahan sebagai berikut:
91
a. Luasan lahan per hamparan diarahkan untuk memenuhi skala ekonomi sesuai
dengan jenis komoditasnya. b.
Maksimal lahan yang dapat dibiayai 4 empat ha per petani peserta; c.
Kelas kesesuaian lahan untuk masing-masing komoditi adalah S1, S2 dan S3; d.
Lokasi lahan dapat dijangkau oleh petani dari pemukimannya; e.
Lahan tidak bermasalah atau diokupasi oleh pihak lain; f.
Mempunyai ijin pelepasan kawasan hutan bagi yang berasal dari kawasan hutan.
Untuk menghindari konflik sosial dengan masyarakat menyangkut kepemilikan lahan pada program revitalisasi perkebunan sebaiknya perusahaan inti
harus memperhatikan acuan yang termuat pada Keppres Nomor 97 Tahun 1993 tentang Tata Cara Penanaman Modal sebagaimana diubah dengan Keppres Nomor
115 Tahun 1998 dan Nomor 117 Tahun 1999, untuk itu Kepala BPN wajib menyesuaikan serta mengatur kembali mengenai tata cara memperoleh izin lokasi dan
hak atas tanah bagi perusahaan dalam rangka penanaman modal, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri negara Agrariakepala BPN No.2 Tahun 1993.
Peraturan ini sekaligus mencabut Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 1992 tentang Tata Cara bagi Perusahaan untuk memperoleh Pencadangan Tanah, Izin lokasi,
Pemberian, Perpanjangan, dan Pembaharuan Hak atas Tanah serta penerbitan
91
Pedoman Umum Program Revitalisasi Perkebunan, Loc.cit
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
sertifikatnya. Izin lokasi yang dimasudkan dalam Peraturan Kepala BPN ini adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah sesuai dengan Tata
Ruang Wilayah, yang berlaku sebagai izin pemindahan hak. Untuk mendapatkan izin lokasi, perusahaan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pertanahan
dengan melampirkan rekaman surat persetujuan penanaman modal bagi PMDN atau surat pemberitahuan Persetujuan Presiden bagi PMA.
Dalam mempersiapkan Izin Lokasi, Kepala Kantor Pertanahan mengadakan koordinasi dengan instansi terkait. Keputusan Kepala Kantor Pertanahan atas
permohonan izin lokasi sudah harus keluar dalam waktu selambat-lambatnya 12 hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan secara lengkap. Berdasarkan Surat
Keputusan Izin Lokasi tersebut perusahaan dapat memulai kegiatan perolehan tanah. Tanah yang diperoleh dari tanah yang dikuasai negara, pemohon terlebih
dahulu harus membebaskan garapan atau penguasaan lainnya atas tanah, tersebut sebelum mengajukan permohonan haknya. Setelah memperoleh izin lokasi dan
kegiatan perolehan tanah selesai, perusahaan wajib mengajukan permohonan untuk mendapatkan hak atas tanahnya. Untuk HGU permohonan diajukan kepada Kepala
Kantor Wilayah setempat dengan dilampiri rekaman, izin lokasi, bukti-bukti perolehan tanah, jari diri pemohonakte pendirian perusahaan yang telah memperoleh
pengesahan sebagai badan hukum, Keputusan pelepasan kawasan hutan dari menteri Kehutanan dalam hal tanahnya diperoleh dari hutan konversi, Gambar situasi hasil
pengukuran kadasteral oleh Kantor Pertanahan setempat.
C. Hubungan Hukum Antara Perusahaan Inti Dengan Plasma Pada Program Revitalisasi Perkebunan
Program Revitalisasi Perkebunan adalah upaya percepatan, pengembangan perkebunan rakyat melalui perluasan, peremajaan dan rehabilitasi tanaman
perkebunan yang didukung kredit investasi perbankan dan subsidi bunga oleh pemerintah dengan melibatkan perusahaan dibidang usaha perkebunan sebagai mitra
pengembangan dalam pembangunan kebun, pengolahan dan pemasaran hasil. Komoditi yang dikembangkan adalah kelapa sawit, karet dan kakao serta kegiatan
mencakup perluasan, peremajaan dan rehabilitasi tanaman, seluas 2 juta ha. Untuk pelaksanaan Program Revitalisasi tersebut telah terbit Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 33Permentan0506 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 117PMK1206
Upaya yang akan dicapai berupa percepatan dan pengembangan perkebunan rakyat sebagai tujuan dari program revitalisasi tentunya memerlukan terciptanya
hubungan yang harmonis antara perusahaan inti dengan petani plasma. Hubungan inti dan plasma pada hakekatnya diatur dalam sebuah kontrak tertulis perjanjian inti
plasma. Kontrak tersebut secara spesifik menjabarkan hak dan kewajiban masing- masing pihak menurut Ernawati Chotim, secara umum perusahaan inti mempunyai
kewajiban untuk:
92
1. Menyediakan dan menyalurkan sarana produksi kepada plasma.
2. Membina dan membimbing plasma.
92
Ernawati Chotim, Disharmoni Inti Plasma Dalam Pola PIR, Bandung: Yayasan Akatiga, 1996, hlm. 63
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
3. Mengusahakan pinjaman kredit untuk plasma.
4. Mengolah hasil plasma.
5. Menjamin dan menampung hasil plasma sesuai dengan kesepakatan.
Secara umum kewajiban petani plasma untuk mengikuti semua petunjuk inti dan menjual hasil produknya kepada inti plasma. Adapun kewajiban perusahaan inti
plasma sebagai berikut: 1.
Membeli dan mengolah produksi petani plasma. 2.
Membimbing petani plasma. 3.
Menetapkan harga pembelian TBS, dengan mengacu pada Keputusan Dirjenbun. 4.
Membantu Bank dalam penyaluran kredit. Kewajiban petani plasma antara lain :
1. Menandatangani akad kredit.
2. Melunasi kredit sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh pihak inti.
3. Menjual TBS kepada pihak inti.
Mengenai hak perusahaan inti antara lain: 1.
Menilai dan menentukan calon petani. 2.
Melakukan pemotongan 30 hasil TBS. 3.
Menetapkan rendemen minyak sawit. Mengenai hak petani plasma antara lain :
1. Memperoleh kebun 2 Ha.
2. Memperoleh salinan Sertifikat Hak Milik asli sebagai anggunan di Bank
3. Memperoleh bimbingan teknis.
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
4. Memperoleh 70 hasil dari Penjualan TBS.
Untuk lebih jelasnya mengenai hak dan kewajiban perusahaan inti dan petani plasma ini dapat dilihat dalam pedoman pelaksanaan keterkaitan kemitraan di bidang
industri kecil yang menyatakan: 1.
Pengusaha besar inti dalam pola PIR berkewajiban untuk menampung seluruh hasil produksi plasma.
2. Perusahaan besar sebagai inti, berkewajiban membuka lahan baru dan
memelihara lahan baru. 3.
Membimbing petani, memberikan layanan saprodi. 4.
Menjamin pemasaran hasil petani. Kewajiban petani plasma sebagai berikut:
1. Petani plasma wajib menyetor seluruh hasil panennya kepada perusahaan inti.
2. Petani plasma berkewajiban melakukan usahatani sesuai dengan petunjuk
perusahaan inti. Mengenai hak perusahaan inti antara lain :
1. Membeli seluruh hasil petani plasma
2. Mengolah hasil petani plasma
3. Memasarkan hasil petani plasma
Hak petani plasma antara lain : 1.
Menerima hasil penjualan panennya berupa uang tunai.
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
2. Memperoleh sarana dan lahan pekarangan secara cuma-cuma dari perusahaan inti
yang tergantung kondisi dan jenis PIR.
3. Memiliki kebun plasma setelah melunasi kreditnya.
Dalam hal tidak terpenuhinya hak dan kewajiban sebagaimana tertuang dalam perjanjian inti plasma sebagai hubungan hukum para pihak maka pihak yang
menerbitkan kerugian dapat dikategorikan sebagai perbuatan wanprestasi. Pengertian yang umum mengenai wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat
waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Sehingga seorang debitur disebutkan dan berada dalam keadaan wanprestasi, apabila ia dalam melakukan
pelaksanaan prestasi perjanjian terlambat dari jadwal waktu yang ditentukan atau
dalam melaksanakan tidak menurut sepatutnya dan selayaknya.
Perlu diketahui dalam perjanjian inti plasma yang dibuat perusahaan inti dengan petani plasma adalah perjanjian jual beli hasil Tandan Buah Segar TBS
Kelapa Sawit. Menurut jenisnya perjanjian jual beli tersebut termasuk perjanjian timbal balik. Artinya perjanjian tersebut menampilkan hak dan kewajiban kepada
kedua belah pihak, baik kepada perusahaan inti, maupun kepada petani plasma, maka dengan demikian wanprestasi tersebut dapat terjadi baik dari pihak petani maupun
dari pihak perusahaan inti.
Oleh karena perusahaan inti sebagai kreditur dan petani plasma sebagai
debitur, maka terhadap kelalaian atau kealpaan si debitur dapat diancam beberapa sanksi atau hukuman antara lain:
1. Membayar kerugian yang diderita kreditur atau ganti rugi.
2. Pembatalan perjanjian.
3. Peralihan risiko.
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
4. Membayar perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim.
Dengan demikian, apabila petani tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian. maka pihak kreditur dapat menuntut pihak debitur
untuk melakukan salah satu dari sanksi yang disebutkan di atas. Jika wanprestasi itu
benar-benar menimbulkan kerugian kepada kreditur, maka debitur wajib mengganti kerugian yang timbul. Akan tetapi untuk itu harus ada hubungan sebab akibat atau
causal verband antara wanprestasi dengan kerugian.
93
Dalam perjanjian inti
plasma, apabila petani plasma sebagai debitur terlambat menyerahkan hasil panennya berupa TBS Kelapa Sawit, maka pihak perusahaan inti sebagai kreditur, menetapkan
prosentase rendemen dari TBS Kelapa Sawit, sesuai dengan peraturan teknis yang ada pada perusahaan inti. Sebagai
contoh terhadap kelalaian penggangkutan TBS oleh Petani plasma ke Pabrik perusahaan inti, maka perusahaan inti telah menetapkan
antara lain:
94
1. Apabila TBS menginap satu malam dibayar dengan harga 98 dan harga pokok.
2. Apabila TBS menginap dua malam dibayar dengan harga 95 dari harga pokok.
3. Apabila TBS menginap tiga malam dibayar dengan harga 90 dari harga pokok.
4. Apabila TBS menginap lebih dari tiga malam, maka TBS tersebut tidak lagi
diterima oleh pihak perusahaan inti.
93
Pasal 1243 KUH Perdata yang menyatakan bahwa penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah
dinyatakan lalai memenuhi perkatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.
94
Hasil wawancara dengan Abdul Khobir, Kasi Pemasaran PT. Anugerah Langkat Makmur, tanggal 17 Desember 2008
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
Ganti kerugian sering dirinci dalam tiga unsur: biaya , rugi dan bunga. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh
satu pihak. Istilah rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian debitur, sedangkan bunga adalah kerugian
yang berupa kehilangan keuntungan, yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh
kreditur.
Dalam perjanjian inti plasma, mengenai ganti kerugian ini lebih dititikberatkan kepada kerugian perusahaan inti yang disebabkan oleh kelalaian petani plasma. Oleh
karena yang menanam Kelapa Sawit, pada Proyek PIR-BUN adalah petani plasma. Artinya petani plasmalah yang menghasilkan TBS tersebut, bukannya perusahaan
inti. Pada prinsipnya berakhirnya perjanjian inti plasma, sama dengan berakhirnya perjanjian. Apabila memperhatikan perjanjian inti plasma yang termaktub dalam
perjanjian produksi dan jual beli Tandan Buah Segar TBS Kelapa Sawit antara petani plasma dengan perusahaan inti dapat disimpulkan bahwa perjanjian inti plasma
tersebut berakhir apabila pinjaman petani plasma tersebut telah lunas, yang ditandai dengan pemberian sertifikat hak milik kepada petani plasma.
D. Contract Farming Melalui Pola Hubungan Perusahaan Inti Plasma
Hubungan perusahaan inti plasma dengan petani plasma dalam lingkup industri perusahaan perkebunan berskala besar dengan usaha kecil pada dasarnya
dilandasi oleh suatu hubungan kerjasama yang termuat dalam sistem sub-contracting dengan tujuan usaha kecil diberikan kesempatan yang lebih luas untuk ikut berperan
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
serta dalam bisnis dengan cara bekerjasama dengan perusahaan perkebunan, namun dalam pelaksanaan kerjasama melalui sistem sub-contracting di Indonesia terhadap
perusahaan industri besar dan industri kecil masih terdapat tantangan-tantangan atau hambatan-hambatan berupa landasan hukum yang mengaturnya belum tuntas dan
keuntungan yang diperoleh dari pengembangan industri melalui sub-contracting dengan perusahaan besar.
95
Dalam pelaksanaan sub contracting itu masih dijumpai kegiatan yang tidak mendukung pengembangan bisnis industri kecil itu sendiri karena
industri kecil masih dianggap sebagai komplementer dalam sistem sub-contracting. Kurangnya keuntungan dalam pengembangan bisnis industri kecil dalam sub-
contracting disebabkan karena kurangnya inisiatif dan pengertian perusahaan industri besar terhadap makna pelaksanaan sub contracting ini yang hasilnya pada dasarnya
dapat memberikan manfaat kedua belah pihak.
96
Manfaat sub-contracting dalam pelaksanaan kerjasama antara industri besar
dan usaha kecil adalah lebih kompetitif karena dapat menekan ongkos dan menghindari ketidakefesiensian produksi yang menempatkan perusahaan besar
sebagai perusahaan induk dengan perusahaan kecil sebagai pemasok tidak sebagai
95
Bismar Nasution, 1, Op.cit, , hlm. 100
96
Ibid, hlm. 101 bahwa jika pelaksanaan sub-contracting mempunyai penekanan terhadap pengembangan pengusaha industri kecil dengan cara keterkaitan bisnis antara kedua usaha bisnis
tersebut sebagai sarana baru pembangunan ekonomi dan perlakukan baru untuk mewujudkan pemerataan maka perkembangan aspek pelaksanaan sub contracting itu adalah berupa kebijaksanaan
yang mempunyai arti penting untuk mewujudkan hubungan hukum antara perusahaan industri besar dan pengusaha industri kecil yaitu antara hukum yang berkaitan dengan sub-contracting dan hukum
yang secara nyata berlaku, serta pelaksanaanpenegakan hukum sub-contracting yang memberikan perlindungan adil dan wajar bagi pengusaha industri kecil.
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
komplemeter dari perusahaan industri besar. Hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaan sub-contracting yang tumbuh dan berkembang di negara Jepang sebagai berikut:
97
“Di Jepang setiap perusahaan besar atau perusahaan induk dipasok oleh sejumlah pemasok bagian komponen-komponen. Misalnya Toyota Motor
menerapkan hubungan pemasok sub-contracting dengan lebih kurang 2.000 sub-contractor utama, untuk memasok bagian-bagian dan komponen bagian
perakitan mobil Toyota. Kebanyakan dari sub-contractor adalah usaha-usaha industri menengah dan kecil. Di Indonesia praktik sistem sub-contracting
telah diterapkan oleh grup Astra untuk dalam memasok bagian-bagian komponen bagi perakitan mesin Toyota. Dengan ini perkembangan sistem
sub-contracting di Jepangperusahaan Toyota memperlihatkan bahwa usaha industri kecil mempunyai kedudukan yang strategis yang tidak lagi sebagai
komplementer bagi perusahaan industri besar”.
Selanjutnya, pola hubungan kerjasama dalam perusahaan inti plasama perusahaan induk dengan petani plasma pemasok secara teoritis digolongkan ke
dalam jenis usaha dengan kontrak atau biasa disebut dengan contract farming. Pola ini diterapkan dengan harapan dapat meningkatkan produktivitas pertanian yang
selama ini dikelola oleh rakyat, salah satunya dikembangkan melalui argoindustri. Secara normatif, peningkatan produktivitas bertujuan untuk meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan petani, memperluas kesempatan kerja, membuka akses pada transfer teknologi, melibatkan modal swasta dalam pembangunan pertanian,
meningkatkan ekspor dan memperbesar devisa negara. Harapan tersebut muncul berkaitan dengan peluang positif yang ditawarkan
dalam konsep contract farming berupa bentuk hubungan kerjasama yang saling menguntungkan antara perusahaan yang bertindak sebagai perusahaan pembimbing
97
Ibid, hlm. 103
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
dengan petani sekitarnya sebagai plasma. Perusahaan pembimbing diartikan sebagai perusahaan inti dalam program revitalisasi perkebunan yang dapat diklasifikasi
sebagai perusahaan yang melaksanakan fungsi bimbingan, pelayanan sarana produksi, kredit, pengolahan. pemasaran sambil mengusahakan usaha tani yang
dimilikidikuasainya, termasuk bila diperlukan membuka kebunlahan untuk plasma. Sedangka perusahaan pengelola, yaitu perusahaan yang melaksanakan fungsi bimbingan,
pelayanan, sarana produksi, kredit pengolahan, pemasaran hasil tetapi tidak menyelenggarakan usaha tani sendiri disamping perusahaan yang melaksanakan fungsi
bimbingan dan pemasaran tanpa melayani sarana produksi, kredit dan juga tidak mengusahakan usaha tani sendiri.
98
Sedangkan yang dimaksud petani plasma yaitu petani yang melakukan fungsi usaha tani dan memungkinkan untuk mengadakan kerjasama dengan perusahaan
pembimbing. Pengembangan komoditas pangan melalui pola perusahaan inti pada kenyataannya memiliki beberapa persoalan yang berkaitan dengan sifat tanaman pangan
itu sendiri yang mengandung berbagai resiko. Apabila ditelaah lebih jauh, secara prinsip merupakan mekanisme pendistribusian resiko, yaitu suatu hubungan kemitraan dilakukan
untuk mengurangi resiko yang dihadapi oleh kedua belah pihak. Kontrak akan mengurangi resiko yang dihadapi oleh pihak inti jika harus mengandalkan pengadaan
bahan baku sepenuhnya dari pasar terbuka. Perusahaan inti juga akan memperoleh keuntungan lain karena mereka tidak harus menanamkan investasi atas tanah dan
98
Hasil wawancara dengan Chairuddin Harahap, Corporate Secretary PT. Anugerah Langkat Makmur, tanggal 17 Desember 2008
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
mengelola pertanian yang sangat luas. Bagi pihak petani sendiri, contract farming akan mengatasi persoalan-persoalan yang umum mereka hadapi dalam proses pengalihan
resiko, antara lain masalah kompetensi dengan produksi lain. Melalui perusahaan inti maka perusahaan bisa mengalihkan atau mendelegasikan
proses produksi primer kepada pihak plasma, dengan demikian perusahaan bebas dari kontrol terhadap proses produksi, namun tetap memperoleh pasokan bahan baku dari
plasma sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian perusahaan tidak perlu mengeluarkan investasi lahan serta upah tenaga kerja.
Di sisi lain dengan penerapan pola perusahaan inti, perusahaan memperoleh kemudahan dalam hal perizinan dan penggunaan lahan tidur milik negara. Harapan untuk
memperoleh modal kerja merupakan motivasi terbesar yang melatarbelakangi petani lahan sempit dan menengah masuk sebagai peserta plasma. Motivasi lainnya adalah kepastian
pasar untuk komoditas pasar yang dihasilkannya. Sedangkan bagi petani berlahan luas, perolehan modal kerja bukanlah motivator utama, namun kepastian pasar dan
kemungkinan alih teknologilah yang menjadi motivasi utama mereka. Contract farming diartikan sebagai suatu cara mengatur produksi pertanian dimana petani-petani
kecil atau outgrowers diberi kontrak untuk menyediakan produk-produk pertanian untuk sebuah usaha sentral sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam
sebuah perjanjian contract. Badan sentral yang membeli hasil tersebut dapat
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
menyediakan nasihat teknis, kredit, serta masukan-masukan lainnya dan juga menangani pengolahan dan pemasaran.
99
Contract Farming ini adalah salah satu cara dalam hubungan produksi yang hanya bisa dipraktekkan apabila paling tidak ada dua pihak yang melakukan
kerjasama untuk satu satuan waktu tertentu yang diatur dalam satu kesepakatan tertulis maupun lisan.
100
Dalam hubungan mi masing-masing pihak menggunakan sumber daya yang mereka kuasai.
Pihak pertama dalam hubungan tersebut bisa berupa unit pengolah atau unit pemasaran. Untuk pengolah atau pemasar ini berdasarkan status kepemilikannya bisa
merupakan perusahaan negara, perusahaan swasta atau patungan antara negara dengan swasta atau swasta dengan swasta, baik asing maupun domestik. Unit ini
kemudian akan bertindak sebagai satelit atau inti. Sumber daya yang dikuasai pihak perusahaan ini adalah modal , kadang-kadang juga namamerek dan jaminan pasar,
sedangkan sumber daya yang dikuasai petani umumnya adalah lahan dan tenaga kerja. Agak berbeda dengan hubungan jual beli biasa, dalam contract farming beberapa
hal baik yang berkaitan dengan produksi maupun pemasaran sudah ditentukan di depan. Penentuan dalam aspek produksi menyangkut komoditas, kuantitas dan kualitas
komoditas, teknologi produksi serta penggunaan input produksi. Sementara pemasarannya menyangkut harga dan jaminan pihak inti dalam pembelian output produksi yang
dihasilkan petani. Selain jaminan dibelinya produk yang dihasilkan pihak inti
99
Ermawati Chotim, Op.cit, hlm. 18
100
Frida Rustiani, Op.cit, hlm. 6
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
umumnya menyediakan fasilitas supervisi, kredit, input produksi, peninjauan atau penyewaan mesin dan bantuannasehat teknis lainnya.
Dalam contract farming perusahaan besar berhubungan dengan petani bukan lagi
dalam hubungan antara buruh dan majikan, tetapi lebih pada hubungan relasi bisnis antara pihak pemberi dan penerima kontrak. Dengan demikian hubungan itu
diasumsikan bahwa posisi kedua belah pihak bisa setara. Adapun hubungan hukum dalam contract farming ini sebagai berikut:
1. Hubungan Hukum Para Pihak
Contract Fanning merupakan jalan keluar yang potensial dari persoalan- persoalan bagi perusahaan besar maupun petani. Dalam prakteknya contract farming
dilaksanakan dalam 3 tiga cara yaitu kontrak pemasaran marketing contract, kontrak produksi production contract dan kontrak integrasi vertical vertical integration
contract.
101
101
Ibid, hlm. 12 bahwa dalam kontrak pemasaran perusahaan inti hanya menentukan jenis dan jumlah produksi pertanian yang hams diserahkan. Kontrak ini biasanya pihak inti tidak
memperkenalkan cara atau teknik tertentu dalam proses produksi, disamping itu pihak inti tidak hams memberikan sarana penunjang bagi petani. Kontrak ini lebih merupakan perjanjian untuk membeli
hasil produksi petani kelak Dalam kontrak seperti ini petani lebih bebas bekerja sesuai dengan keinginannya. Dalam kontrak produksi pihak inti lebih jauh berperan dalam proses produksi, selain
menentukan jenis dan komoditas yang harus diberikan, pihak inti juga menentukan jenis varietas dan proses produksi. Untuk itu inti pemberi kontrak biasanya memberi bantuan teknis dan menyediakan
sarana produksi saprodi. Sedangkan pada kontrak integrasi vertical semua proses produksi berada dalam kendali perusahaan inti. Perusahaan inti menguasai seluruh alat produksi dan hasil produksi,
kecuali tenaga kerja.
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
2. Hubungan Hukum antara Petani dengan Perusahaan