pendidikan dan atau pelatihan, bantuan peningkatan kesehatan, bantuan pengembangan sarana dan prasarana umum, bantuan sarana ibadah, bantuan
pelestarian alam serta tatacaramekanisme penyaluran, kriteria untuk menjadi mitra BUMN dan pelaporan telah diatur dalam peraturan ini.
148
Selanjutnya peraturan perundang-undangan yang juga telah mengatur tentang tanggungjawab sosial yakni Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal yakni Pasal 15 butir b jo Pasal 34 yang menyatakan bahwa: “setiap penanaman modal berkewajiban menerapkan prinsip tata kelola
perusahaan yang baik dan melaksanakan tanggungjawab sosial perusahaan untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan
lingkungan, nilai, norma dan budaya setempat”.
B. Pengadaan Plasma Sebagai Kewajiban Tanggungjawab Sosial Perusahaan
Perusahaan perkebunan, sebagai salah satu perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumberdaya alam, dan biasanya berbentuk perseroan
terbatas, terikat pada ketentuan UU Perseroan Terbatas PT yang baru, yaitu UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, mengenai “Tanggung-Jawab
Sosial dan Lingkungan.”Di lain pihak, sejak lama perusahaan-perusahaan perkebunan telah mengembangkan berbagai program pengadaan plasma yang melibatkan
masyarakat pekebun setempat, hal mana dikukuhkan dalam Peraturan Menteri
148
Ibid
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
Pertanian Nomor: 33PermentanOT.14072006 tentang Pengembangan Perkebunan Melalui Program Revitalisasi Perkebunan.
Kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan diatur dalam UU PT Pasal 74 Ayat 1. Dalam ayat tersebut ditentukan bahwa perseroan yang
menjalankan kegiatan usahanya di bidang danatau berkaitan dengan sumberdaya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Pembiayaan bagi
pelaksanaan kewajiban tersebut ditanggung sendiri oleh perseroan bersangkutan, sebagaimana tercantum dalam Ayat 2-nya yang berbunyi: “Tanggung Jawab Sosial
dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang
pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.”
Kewajiban tentang tanggungjawab sosial dan lingkungan perusahaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 74 ayat 1 UUPT saat ini terjadinya berbagai
perdebatan oleh berbagai kalangan pelaku usaha dengan melakukan tindakan berupakan gugatan hukum ke Mahkamah Konstitusi menyangkut Pasal 74 ayat 1
UUPT telah bertentangan dengan konstitusi. Beberapa argumen hukum mengapa ketentuan mengenai CSR ini dinilai bertentangan dengan konstitusi. Pertama, Pasal
74 dan penjelasannya ini dianggap menabrak kepastian hukum yang diatur dalam Pasal 28D UUD 1945. Menurutnya, John Pieter Nazar bahwa CSR yang harusnya
bersifat sukarela, di Pasal ini menjadi wajib dan memaksa “contradictio in
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
terminis”.
149
Selain itu, lanjutnya, pasal ini dinilai sering salah ditafsirkan sehingga pengusaha menjadi korban atas pungutan-pungutan yang tak berkaitan dengan bidang
usahanya dengan mengatasnamakan Pasal ini, selanjutnya dapat berpotensi melahirkan Peraturan Daerah Perda di sejumlah daerah yang bernuansa pungutan-
pungutan kepada pengusaha. Kedua, Pasal ini sangat diskriminatif sehingga bertentangan dengan Pasal 28I ayat 2 UUD45. Pasal 74 ayat 1 UUPT menganut
perbedaan tentang adanya perusahaan yang terkena kewajiban CSR dan ada yang tidak wajib. Selain mengajukan uji materil maka uji formil terhadap Pasal 74 juga
dilakukan dengan dasar pembentukan Pasal 74 ini bertentangan dengan kaidah pembentukan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 22A UUD’45
dan UU No. 10 Tahun 204 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Pasal 74 ini juga dianggap muncul tiba-tiba dalam UU PT tanpa melewati uji
akademis.
150
Selanjutnya, sampai dengan saat ini peraturan pemerintah tentang tanggung- jawab sosial dan lingkungan belum juga dikeluarkan sehingga bentuk konkrit dari
kewajiban ini belum jelas, terutama mengenai bentuk, batasan jumlah, perlakuan keuangan maupun sanksi hukum kepada yang tidak melaksanakan. Ketentuan
mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan ini diberlakukan dalam rangka mendorong perusahaan-perusahaan agar dalam mengambil keputusan usaha dengan
149
John Pieter Nazar, Perdebatan mengenai perlu atau tidaknya Corporate Social
Responsibility, http:www.hukumonline.co.id
, diakses tanggal, 20 Februari 2009
150
Ibid
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan terkait, termasuk lingkungan hidup. Perusahaan diharuskan menjaga keseimbangan
antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.
151
Tanggung-jawab sosial dan lingkungan tidak dimaknai sebagai sekadar kegiatan amal, tetapi semacam memberikan “nurani” kepada suatu entitas yang pada
awalnya didirikan dengan satu-satunya tujuan yaitu mendapatkan profit sebesar- besarnya. World Business Council for Sustainable Development WBCSD, suatu
asosiasi global yang terdiri dari sekitar 200 perusahaan yang khusus bergerak di bidang pembangunan berkelanjutan, memberikan suatu definisi yang sangat luas
terhadap istilah tanggung-jawab sosial dan lingkungan, atau dalam istilah aslinya corporate social responsibility CSR, sebagai suatu komitmen berkelanjutan oleh
dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan
peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarganya.
152
Sementara itu, Perusahaan-perusahaan perkebunan berkewajiban untuk melakukan kerjasama
dengan pola kemitraan inti-plasma, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 33PermentanOT.14072006, dengan rincian sebagai
berikut:
151
Pengadaan plasma ini dianggap sebagai pelaksanaan kewajiban tanggung-jawab sosial, httpwww.google.com, diakses tanggal 17 Desember 2008
152
Ibid
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
1. Memiliki perkebunan danatau fasilitas pengolahan yang dapat menampung
hasil perkebunan; 2.
Melaksanakan pengembangan perkebunan petani peserta sesuai dengan petunjuk operasional dan standar teknis yang ditetapkan oleh Departemen
Pertanian cq. Direktur Jenderal Perkebunan; 3.
Bertindak sebagai avalis untuk pembiayaan pengembangan perkebunan; 4.
Mengikutsertakan pekebun secara aktif dalam proses pengembangan perkebunan;
5. Membina secara teknis dan manajemen para pekebun agar mampu
mengusahakan kebunnya, baik selama masa pengembangan maupun selama tanaman menghasilkan serta memfasilitasi peremajaan tanaman;
6. Membeli hasil kebun dengan harga sesuai ketentuan yang berlaku danatau
kesepakatan bersama antara mitra usaha dan pekebun; 7.
Menyelenggarakan proses pelaksanaan dan pengembalian kredit pekebun.
Kewajiban-kewajiban tersebut dibebankan pada perusahaan perkebunan jelas dengan tujuan membuka kesempatan kerja bagi masyarakat pekebun setempat yang
pada gilirannya akan meningkatkan taraf hidupnya secara umum. Apabila sebuah perusahaan perkebunan dengan sungguh-sungguh melaksanakan kewajiban-
kewajibannya itu, dan sebagai akibatnya masyarakat setempat menjadi lebih baik dalam banyak hal, maka sebenarnya perusahaan itu sudah dapat dikatakan memenuhi
kewajibannya dalam melaksanakan tanggung-jawab sosial dan lingkungan. Jika kelak
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
diberlakukan peraturan pemerintah tentang tanggung-jawab sosial dan lingkungan, yang juga berlaku terhadap perusahaan-perusahaan perkebunan, tidakkah perusahaan
perkebunan akan menanggung kewajiban yang berganda-ganda. Belum lagi jika pelaksanaannya harus diawasi, apakah akan dibentuk badan tersendiri yang besar
kemungkinannya menimbulkan tumpang-tindih wewenang dan inefisiensi anggaran publik.
Terlepas dari motif pemerintah untuk mengukuhkan permasalahan tanggung- jawab sosial dan lingkungan perusahaan dalam tataran regulasi, ada baiknya jika
pendefinisian dan perumusan mekanisme pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan, yang akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah tersendiri,
dilakukan dengan kajian yang memadai secara akademik. Terutama dalam sektor pengolahan sumberdaya alam, perusahaan-perusahaan pada umumnya sudah
mengembangkan atau memfasilitasi pola-pola kemitraan yang terintegrasi dengan kegiatan usahanya, dengan masyarakat setempat yang melakukan juga usaha serupa
tetapi dalam skala yang jauh lebih kecil dan teknologi yang lebih sederhana. Pola- pola kemitraan ini, baik yang berupa inisiatif mandiri perusahaan maupun
pelaksanaan kewajiban hukum, harus dipetimbangkan dan dikaji mendalam oleh para perancang peraturan pemerintah tentang tanggung-jawab sosial.
Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009
USU Repository © 2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN