Contract Farming Melalui Pola Hubungan Perusahaan Inti Plasma

Ganti kerugian sering dirinci dalam tiga unsur: biaya , rugi dan bunga. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh satu pihak. Istilah rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian debitur, sedangkan bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan, yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditur. Dalam perjanjian inti plasma, mengenai ganti kerugian ini lebih dititikberatkan kepada kerugian perusahaan inti yang disebabkan oleh kelalaian petani plasma. Oleh karena yang menanam Kelapa Sawit, pada Proyek PIR-BUN adalah petani plasma. Artinya petani plasmalah yang menghasilkan TBS tersebut, bukannya perusahaan inti. Pada prinsipnya berakhirnya perjanjian inti plasma, sama dengan berakhirnya perjanjian. Apabila memperhatikan perjanjian inti plasma yang termaktub dalam perjanjian produksi dan jual beli Tandan Buah Segar TBS Kelapa Sawit antara petani plasma dengan perusahaan inti dapat disimpulkan bahwa perjanjian inti plasma tersebut berakhir apabila pinjaman petani plasma tersebut telah lunas, yang ditandai dengan pemberian sertifikat hak milik kepada petani plasma.

D. Contract Farming Melalui Pola Hubungan Perusahaan Inti Plasma

Hubungan perusahaan inti plasma dengan petani plasma dalam lingkup industri perusahaan perkebunan berskala besar dengan usaha kecil pada dasarnya dilandasi oleh suatu hubungan kerjasama yang termuat dalam sistem sub-contracting dengan tujuan usaha kecil diberikan kesempatan yang lebih luas untuk ikut berperan Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009 USU Repository © 2008 serta dalam bisnis dengan cara bekerjasama dengan perusahaan perkebunan, namun dalam pelaksanaan kerjasama melalui sistem sub-contracting di Indonesia terhadap perusahaan industri besar dan industri kecil masih terdapat tantangan-tantangan atau hambatan-hambatan berupa landasan hukum yang mengaturnya belum tuntas dan keuntungan yang diperoleh dari pengembangan industri melalui sub-contracting dengan perusahaan besar. 95 Dalam pelaksanaan sub contracting itu masih dijumpai kegiatan yang tidak mendukung pengembangan bisnis industri kecil itu sendiri karena industri kecil masih dianggap sebagai komplementer dalam sistem sub-contracting. Kurangnya keuntungan dalam pengembangan bisnis industri kecil dalam sub- contracting disebabkan karena kurangnya inisiatif dan pengertian perusahaan industri besar terhadap makna pelaksanaan sub contracting ini yang hasilnya pada dasarnya dapat memberikan manfaat kedua belah pihak. 96 Manfaat sub-contracting dalam pelaksanaan kerjasama antara industri besar dan usaha kecil adalah lebih kompetitif karena dapat menekan ongkos dan menghindari ketidakefesiensian produksi yang menempatkan perusahaan besar sebagai perusahaan induk dengan perusahaan kecil sebagai pemasok tidak sebagai 95 Bismar Nasution, 1, Op.cit, , hlm. 100 96 Ibid, hlm. 101 bahwa jika pelaksanaan sub-contracting mempunyai penekanan terhadap pengembangan pengusaha industri kecil dengan cara keterkaitan bisnis antara kedua usaha bisnis tersebut sebagai sarana baru pembangunan ekonomi dan perlakukan baru untuk mewujudkan pemerataan maka perkembangan aspek pelaksanaan sub contracting itu adalah berupa kebijaksanaan yang mempunyai arti penting untuk mewujudkan hubungan hukum antara perusahaan industri besar dan pengusaha industri kecil yaitu antara hukum yang berkaitan dengan sub-contracting dan hukum yang secara nyata berlaku, serta pelaksanaanpenegakan hukum sub-contracting yang memberikan perlindungan adil dan wajar bagi pengusaha industri kecil. Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009 USU Repository © 2008 komplemeter dari perusahaan industri besar. Hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaan sub-contracting yang tumbuh dan berkembang di negara Jepang sebagai berikut: 97 “Di Jepang setiap perusahaan besar atau perusahaan induk dipasok oleh sejumlah pemasok bagian komponen-komponen. Misalnya Toyota Motor menerapkan hubungan pemasok sub-contracting dengan lebih kurang 2.000 sub-contractor utama, untuk memasok bagian-bagian dan komponen bagian perakitan mobil Toyota. Kebanyakan dari sub-contractor adalah usaha-usaha industri menengah dan kecil. Di Indonesia praktik sistem sub-contracting telah diterapkan oleh grup Astra untuk dalam memasok bagian-bagian komponen bagi perakitan mesin Toyota. Dengan ini perkembangan sistem sub-contracting di Jepangperusahaan Toyota memperlihatkan bahwa usaha industri kecil mempunyai kedudukan yang strategis yang tidak lagi sebagai komplementer bagi perusahaan industri besar”. Selanjutnya, pola hubungan kerjasama dalam perusahaan inti plasama perusahaan induk dengan petani plasma pemasok secara teoritis digolongkan ke dalam jenis usaha dengan kontrak atau biasa disebut dengan contract farming. Pola ini diterapkan dengan harapan dapat meningkatkan produktivitas pertanian yang selama ini dikelola oleh rakyat, salah satunya dikembangkan melalui argoindustri. Secara normatif, peningkatan produktivitas bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, memperluas kesempatan kerja, membuka akses pada transfer teknologi, melibatkan modal swasta dalam pembangunan pertanian, meningkatkan ekspor dan memperbesar devisa negara. Harapan tersebut muncul berkaitan dengan peluang positif yang ditawarkan dalam konsep contract farming berupa bentuk hubungan kerjasama yang saling menguntungkan antara perusahaan yang bertindak sebagai perusahaan pembimbing 97 Ibid, hlm. 103 Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009 USU Repository © 2008 dengan petani sekitarnya sebagai plasma. Perusahaan pembimbing diartikan sebagai perusahaan inti dalam program revitalisasi perkebunan yang dapat diklasifikasi sebagai perusahaan yang melaksanakan fungsi bimbingan, pelayanan sarana produksi, kredit, pengolahan. pemasaran sambil mengusahakan usaha tani yang dimilikidikuasainya, termasuk bila diperlukan membuka kebunlahan untuk plasma. Sedangka perusahaan pengelola, yaitu perusahaan yang melaksanakan fungsi bimbingan, pelayanan, sarana produksi, kredit pengolahan, pemasaran hasil tetapi tidak menyelenggarakan usaha tani sendiri disamping perusahaan yang melaksanakan fungsi bimbingan dan pemasaran tanpa melayani sarana produksi, kredit dan juga tidak mengusahakan usaha tani sendiri. 98 Sedangkan yang dimaksud petani plasma yaitu petani yang melakukan fungsi usaha tani dan memungkinkan untuk mengadakan kerjasama dengan perusahaan pembimbing. Pengembangan komoditas pangan melalui pola perusahaan inti pada kenyataannya memiliki beberapa persoalan yang berkaitan dengan sifat tanaman pangan itu sendiri yang mengandung berbagai resiko. Apabila ditelaah lebih jauh, secara prinsip merupakan mekanisme pendistribusian resiko, yaitu suatu hubungan kemitraan dilakukan untuk mengurangi resiko yang dihadapi oleh kedua belah pihak. Kontrak akan mengurangi resiko yang dihadapi oleh pihak inti jika harus mengandalkan pengadaan bahan baku sepenuhnya dari pasar terbuka. Perusahaan inti juga akan memperoleh keuntungan lain karena mereka tidak harus menanamkan investasi atas tanah dan 98 Hasil wawancara dengan Chairuddin Harahap, Corporate Secretary PT. Anugerah Langkat Makmur, tanggal 17 Desember 2008 Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009 USU Repository © 2008 mengelola pertanian yang sangat luas. Bagi pihak petani sendiri, contract farming akan mengatasi persoalan-persoalan yang umum mereka hadapi dalam proses pengalihan resiko, antara lain masalah kompetensi dengan produksi lain. Melalui perusahaan inti maka perusahaan bisa mengalihkan atau mendelegasikan proses produksi primer kepada pihak plasma, dengan demikian perusahaan bebas dari kontrol terhadap proses produksi, namun tetap memperoleh pasokan bahan baku dari plasma sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian perusahaan tidak perlu mengeluarkan investasi lahan serta upah tenaga kerja. Di sisi lain dengan penerapan pola perusahaan inti, perusahaan memperoleh kemudahan dalam hal perizinan dan penggunaan lahan tidur milik negara. Harapan untuk memperoleh modal kerja merupakan motivasi terbesar yang melatarbelakangi petani lahan sempit dan menengah masuk sebagai peserta plasma. Motivasi lainnya adalah kepastian pasar untuk komoditas pasar yang dihasilkannya. Sedangkan bagi petani berlahan luas, perolehan modal kerja bukanlah motivator utama, namun kepastian pasar dan kemungkinan alih teknologilah yang menjadi motivasi utama mereka. Contract farming diartikan sebagai suatu cara mengatur produksi pertanian dimana petani-petani kecil atau outgrowers diberi kontrak untuk menyediakan produk-produk pertanian untuk sebuah usaha sentral sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam sebuah perjanjian contract. Badan sentral yang membeli hasil tersebut dapat Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009 USU Repository © 2008 menyediakan nasihat teknis, kredit, serta masukan-masukan lainnya dan juga menangani pengolahan dan pemasaran. 99 Contract Farming ini adalah salah satu cara dalam hubungan produksi yang hanya bisa dipraktekkan apabila paling tidak ada dua pihak yang melakukan kerjasama untuk satu satuan waktu tertentu yang diatur dalam satu kesepakatan tertulis maupun lisan. 100 Dalam hubungan mi masing-masing pihak menggunakan sumber daya yang mereka kuasai. Pihak pertama dalam hubungan tersebut bisa berupa unit pengolah atau unit pemasaran. Untuk pengolah atau pemasar ini berdasarkan status kepemilikannya bisa merupakan perusahaan negara, perusahaan swasta atau patungan antara negara dengan swasta atau swasta dengan swasta, baik asing maupun domestik. Unit ini kemudian akan bertindak sebagai satelit atau inti. Sumber daya yang dikuasai pihak perusahaan ini adalah modal , kadang-kadang juga namamerek dan jaminan pasar, sedangkan sumber daya yang dikuasai petani umumnya adalah lahan dan tenaga kerja. Agak berbeda dengan hubungan jual beli biasa, dalam contract farming beberapa hal baik yang berkaitan dengan produksi maupun pemasaran sudah ditentukan di depan. Penentuan dalam aspek produksi menyangkut komoditas, kuantitas dan kualitas komoditas, teknologi produksi serta penggunaan input produksi. Sementara pemasarannya menyangkut harga dan jaminan pihak inti dalam pembelian output produksi yang dihasilkan petani. Selain jaminan dibelinya produk yang dihasilkan pihak inti 99 Ermawati Chotim, Op.cit, hlm. 18 100 Frida Rustiani, Op.cit, hlm. 6 Musa Rajekshah : Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan, 2009 USU Repository © 2008 umumnya menyediakan fasilitas supervisi, kredit, input produksi, peninjauan atau penyewaan mesin dan bantuannasehat teknis lainnya. Dalam contract farming perusahaan besar berhubungan dengan petani bukan lagi dalam hubungan antara buruh dan majikan, tetapi lebih pada hubungan relasi bisnis antara pihak pemberi dan penerima kontrak. Dengan demikian hubungan itu diasumsikan bahwa posisi kedua belah pihak bisa setara. Adapun hubungan hukum dalam contract farming ini sebagai berikut:

1. Hubungan Hukum Para Pihak

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan atas Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan yang Berada di Atas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pakanbaru

4 112 105

Tinjauan Yuridis Terhadap Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam Transaksi Jual Beli Tanah dan Bangunan di Kota Tanjung Balai

6 129 121

PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH HAK GUNA USAHA (HGU) PERKEBUNAN Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Hak Guna Usaha (Hgu) Perkebunan Di Jawa Tengah (Studi Analisis Terhadap Tanah Terlantar).

0 1 14

Analisis Yuridis Perubahan Hak Atas Tanah Dari Status Hak Guna Usaha Menjadi Hak Pengelolaan Pada Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei PT.Perkebunan Nusantara III (Persero)

0 0 14

Analisis Yuridis Perubahan Hak Atas Tanah Dari Status Hak Guna Usaha Menjadi Hak Pengelolaan Pada Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei PT.Perkebunan Nusantara III (Persero)

0 0 2

Analisis Yuridis Perubahan Hak Atas Tanah Dari Status Hak Guna Usaha Menjadi Hak Pengelolaan Pada Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei PT.Perkebunan Nusantara III (Persero)

0 0 25

Analisis Yuridis Perubahan Hak Atas Tanah Dari Status Hak Guna Usaha Menjadi Hak Pengelolaan Pada Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei PT.Perkebunan Nusantara III (Persero)

0 0 67

Analisis Yuridis Perubahan Hak Atas Tanah Dari Status Hak Guna Usaha Menjadi Hak Pengelolaan Pada Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei PT.Perkebunan Nusantara III (Persero)

0 0 5

BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA PERKEBUNAN ANTARA PERUSAHAAN PERKEBUNAN DENGAN MASYARAKAT A. Tinjauan Umum Pola Kemitraan Perkebunan - Tinjauan Yuridis Perjanjian Pola Kemitraan Perkebunan Kelapa Sawit Inti-Plasma Antara PT. Boswa Megalopolis Denga

0 0 33

KETIMPANGAN DALAM KEMITRAAN USAHA PERKEBUNAN Variasi dan Perkembangan Sistem Kemitraan

0 0 15