dimaksud adalah menguak potensi-potensi yang tersembunyi dalam diri manusia. Pendidikan harus diarahkan untuk membangkitkan serta mengaktifkan potensi-
potensi positif yang dimiliki oleh objek didik.
29
Menurut Ki Hajar Dewantara, “Pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksud dari pendidikan yaitu menuntut segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya.
30
Sedangkan dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal I menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
31
Pendidikan pada hakikatnya merupakan upaya membantu peserta didik untuk menyadari nilai-nilai yang dimilikinya dan berupaya memfasilitasi mereka
agar terbuka wawasan dan perasaannya untuk memiliki dan meyakini nilai yang lebih hakiki, lebih tahan lama, dan merupakan kebenaran yang dihormati dan
diyakini secara sahih sebagai manusia yang beradab.
32
Adler dalam Arifin, mengartikan pendidikan sebagai proses di mana seluruh kemampuan manusia dipengaruhi oleh pembiasaan yang baik untuk
membantu orang lain dan dirinya sendiri mencapai kebiasaan yang baik.
33
Dengan demikian, yang dimaksud dengan pendidikan ialah upaya yang dilakukan dengan penuh kesadaran untuk membantu mengembangkan potensi
yang ada pada diri mereka meliputi potensi akal, jiwa, jasmani tanpa ada unsur
29
Murtadha Muthahhari, Dasar-dasar Epistimologi Pendidikan Islam, Jakarta: Sadra Press, 2011, h.37
30
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo, 1997, hal. 4
31
Undang-undang Tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pelaksanaannya, Yogyakarta: CV. Tamita Utama, 2004, h. 4
32
M Elly Setiadi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta: Kencana,m 2006, h.114
33
H M Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi aksara, 1993, h. 12
pemaksaan serta memfasilitasi mereka agar terbukalah wawasan mereka untuk mencari kebenaran dan kebahagiaan yang hakiki.
Di atas penulis sudah menjelaskan tentang pengertian pendidikan yang kesimpulannya bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah suatu usaha manusia
untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Jika pendidikan digandengkan dengan kata akhlak tasawuf maka maksudnya adalah pendidikan
yang berorientasi mengembangkan potensi jiwa yang ada pada diri manusia agar menjadi baik secara rohani.
2. Pengertian Tasawuf
Selanjutnya penulis akan menjelaskan konsep pendidikan akhlak tasawuf. Pertama tentang pengertian tasawuf. Menurut Abu al-
Wafa’ al-Ghanimi al- Taftazani, sebagaimana dikutip oleh A.R. Ustman, pengertian tasawuf itu dapat
diperoleh dari asal kata tasawuf maupun didasarkan pada ajaran dalam praktik tasawuf itu sendiri. Berikut ini beberapa teori tentang asal kata tasawuf adalah:
a. Ahl-Shuffah, orang-orang yang ikut pindah dengan nabi dari Makkah ke
Madinah dan karena mereka tidak memiliki harta dan dalam keadaan miskin, mereka tinggal di masjid nabi dan tidur dengan bantal pelana
Shuffah. b.
Shaff yaitu barisan atau pertama. Sebagaimana shalat mereka disebut sufi. Karena dalam shalat atau beribadah kepada Tuhan selalu berada pada
barisan pertama al-Shaff al-Awwal. c.
Shafa berarti suci, seseorang sufi adalah orang disucikan dan telah mensucikan dirinya melalui latihan berat dan lama.
d. Sophos dari bahasa Yunani yang berarti hikmat atau pengetahuan
sebagaimana orang-orang sufi berhubungan dengan hikmat. e.
Shuf berarti bulu domba woll karena kaum sufi mempunyai tradisi atau kebiasaan berpakaian yang terbuat dari bulu domba sebagai simbul dari
kesederhanaan dan kemiskinan.
34
34
Abu al- Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman Ke Zaman, terj. Oleh A.R.
Ustman, Bandung: Mizan, 1985, hlm 21.
Dari sekian pengertian yang telah ada, pendapat yang mengatakan bahwa kata ini merupakan penisbatan kepada pakaian dari kain
“Shuf” kain wol adalah yang paling tepat dari segi bahasa dan pendapat ini lebih sesuai secara historis
karena para sufi di zaman dulu mempunyai kebiasaan memakai jubah terbuat dari bulu domba dan selalu diidentikkan dengan sifat zuhud. Di dalam literatur tasawuf
diriwayatkan bahwa para Nabi berpakaian shuf.
35
Ibnu Khaldun dalam M. Fauqi Hajaj memberikan pengertian bahwa tasawuf adalah menjaga kebaikan tata karma bersama Allah dalam amal-amal
lahiriyah dan bathiniyah dengan berdiri di garis-garisNya, sambil memberikan perhatian pada penguncian hati dan mengawasi segala gerak-gerik hati dan
pikirannya demi memperoleh keselamatan.
36
Sementara itu oleh Murtadha Muthahhari dan Syaikh Muhammad Husain Thabathaba’i, untuk istilah tasawuf dan sufi mereka menyebutnya dengan istilah
“irfan dan arif”. Menurut mereka istilah irfan dan arif dilihat dari sudut pandang
ilmiah, di mana irfan adalah salah satu ilmu yang lahir dari Islam dan memberitahukan tentang hubungan dengan Tuhan dan jalan mencapainya,
sedangkan kaum arif adalah orang yang mahir dan ahli dalam irfan.
37
Terlepas dari apa pun akar katanya, yang jelas istilah tasawuf menurut Said Aqil Siroj menunjuk pada makna orang-orang yang tertarik pada
pengetahuan esoteris, yang menyalami dan menukik jauh ke dalam inti agama, yang berupaya mencari jalan dan praktik-praktik amalan yang dapat
mengantarkannya pada kesadaran tercerahkan dan pencerahan hati.
38
Lanjutnya, tasawuf tidak hanya berusaha menciptakan manusia yang hidup dengan benar, rajin beribadah, berakhlak mulia, tapi bisa merasakan indahnya
hidup dan nikmatnya ibadah. Tasawuf juga berupaya menjawab pertanyaan mengapa manusia harus berakhlak karimah. Apabila etika dapat memberikan
semangat keadilan dan kemampuan merespon segala sesuatu dengan tepat,
35
Totok Jumantoro-Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf, Wonosobo: Amzah, 2005, h. 246
36
M. Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam dan akhlak, Jakarta: Amzah, 2011, h. 5
37
Murtadha Mutahh ari dan Syaikh Muhammad Husain Thabathaba’i, Menapak Jalan
Spiritual, terjemahan MS, Nasrullah, Bandung: Pustaka Hidayah, 1997, hlm 19-21
38
Said Agil Siroj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial, Bandung: Mizan Pustaka, 2006, h. 37
tasawuf dapat menumbuhkan makna dan nilai, serta menjadikan tindakan dan hidup manusia lebih luas dan kaya.
39
Bahkan kaum sufi berusaha berpegang teguh kepada kebenaran meskipun ketika dikelilingi oleh kesalahan dan kebohongan,
berpijak kuat pada kepastian bahwa kebenaran, yang senantiasa indah dalam arti metafisik, akhirnya akan menang.
40
3. Pengertian Akhlak
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab “khuluq” yang jamaknya akhlaq.
Artinya tingkah laku, perangai, tabiat, watak, moral, etika dan budi pekerti. Kata akhlaq mengandung persesuaian dengan perkataan khaliq yang berarti pencipta,
serta erat kaitannya dengan kata makhluq bermakna yang diciptakan. Apabila kita hubungkan arti akhlaq dengan kata khalq, khalq dan makhluq, maka
sesungguhnya rumusan pengertian akhlaq timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluq, dan antara
makhluq dengan makhluq itu sendiri.
41
Sementara itu menurut M. Quraish Syihab, secara linguistik, kata akhlaq merupakan isim jamid atau isim gair mustaq, yaitu isim yang tidak mempunyai
akar kata, melainkan kata tersebut memang begitu adanya. Kata akhlaq adalah jamak dari kata khulqun atau khuluq yang artinya sama dengan arti kata akhlaq
sebagaimana telah disebutkan di atas. Baik kata akhlaq atau khuluq kedua-duanya dijumpai pemakaiannya di dalam al-Quran maupun hadis sebagaimana tertulis di
bawah ini:
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” Q.S. al-Qalam68: 4
39
Ibid,.
40
Sayyed Hossein Nasr, The Garden of Truth:Mereguk Sari Taswuf, Terj. dari The Garden of Truth: The Vision and Promise of Sufism, Islam’s Mystical Tradition. Oleh Yuliani
Liputo, Bandung: Mizan, 2010, h.78
41
M. Ma’rifat Imam dan Nandi Rahman, Ibadah Akhlak, Tinjauan Eksetoris dan Esoteris, Jakarta: Uhamka Press, 2002, h23