Macam-macam Novel Hakikat Novel dan Nilai Pendidikan

b. Nilai Pendidikan Moral Moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam karya sastra, makna yang disaratkan lewat cerita. Moral dapat dipandang sebagai tema dalam bentuk yang sederhana, tetapi tidak semua tema merupakan moral. 22 Moral merupakan pandangan pengarang tentang nilai-nilai kebenaran dan pandangan itu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Hasbullah menyatakan bahwa, moral merupakan kemampuan seseorang membedakan antara yang baik dan yang buruk. 23 Nilai moral yang terkandung dalam karya sastra bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai etika merupakan nilai baik buruk suatu perbuatan, apa yang harus dihindari, dan apa yang harus dikerjakan, sehingga tercipta suatu tatanan hubungan manusia dalam masyarakat yang dianggap baik, serasi, dan bermanfaat bagi orang itu, masyarakat, lingkungan, dan alam sekitar. 24 . c. Nilai Pendidikan Sosial Kata “sosial” berarti hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat kepentingan umum. Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku sosial berupa sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada hubungannya dengan orang lain, cara berpikir, dan hubungan sosial bermasyarakat antar individu. Nilai sosial yang ada dalam karya sastra dapat dilihat dari cerminan kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan. 25 Nilai pendidikan sosial akan menjadikan manusia sadar akan pentingnya kehidupan berkelompok dalam ikatan kekeluargaan antara satu individu dengan individu lainnya. Nilai pendidikan sosial mengajarkan bagaimana seseorang harus bersikap, bagaimana cara menyelesaikan masalah, dan menghadapi situasi tertentu dalam 22 Nurgiyantoro, op. cit., h. 320 23 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005, h. 194 24 Septiningsih, loc. cit. 25 Rosyadi, Nilai-nilai Budaya dalam Naskah Kaba, Jakarta: CV Dewi Sri, 1995, h. 80 masyarakat Indonesia yang sangat beraneka ragam coraknya, pengendalian diri adalah sesuatu yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan masyarakat. Dari sekian nilai-nilai yang tersebut di atas peneliti tidak akan meneliti semuanya. Adapun nilai yang digali dalam penelitian ini adalah tentang nilai pendidikan moral religius yang ada pada karya tersebut, dengan menggunakan literatur dari Islam, yaitu menggunakan teori konsep pendidikan akhlak tasawuf. Di bawah ini akan dijelaskan mengenai konsep pendidikan akhlak tasawuf.

B. Konsep Pendidikan Akhlak Tasawuf

1. Pengertian Pendidikan

Secara etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani “Paedogogik”, yang terdiri atas kata “Pais” yang berarti Anak” dan kata “Ago” yang berarti “Aku membimbing”. Fuad Hasan menyimpulkan paedogogik berarti aku membimbing anak. 26 Purwanto menyatakan bahwa pendidikan berarti segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. Hakikat pendidikan bertujuan untuk mendewasakan anak didik, maka seorang pendidik haruslah orang yang dewasa, karena tidak mungkin dapat mendewasakan anak didik jika pendidiknya sendiri belum dewasa. 27 Menurut Tilaar, hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia. Maksud dari memanusiakan manusia atau proses humanisasi adalah melihat manusia sebagai suatu keseluruhan di dalam eksistensinya. Maksudnya adalah menempatkan kedudukan manusia pada tempatnya yang terhormat dan bermartabat. Kehormatan itu tentunya tidak lepas dari nilai-nilai luhur yang selalu dipegang umat manusia. 28 Murtadha Muthahhari menjelaskan bahwa pendidikan identik dengan proses pengembangan yang bertujuan agar membangkitkan sekaligus mengaktifkan potensi-potensi yang terkandung dalam diri manusia. Pengembangan yang 26 Fuad Hasan, Dasar-dasar Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2005, h.1 27 M Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Karya, 1986, h. 11 28 HAR Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia, Jakarta: Grasindo, 2002, h. 435 dimaksud adalah menguak potensi-potensi yang tersembunyi dalam diri manusia. Pendidikan harus diarahkan untuk membangkitkan serta mengaktifkan potensi- potensi positif yang dimiliki oleh objek didik. 29 Menurut Ki Hajar Dewantara, “Pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksud dari pendidikan yaitu menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. 30 Sedangkan dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal I menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 31 Pendidikan pada hakikatnya merupakan upaya membantu peserta didik untuk menyadari nilai-nilai yang dimilikinya dan berupaya memfasilitasi mereka agar terbuka wawasan dan perasaannya untuk memiliki dan meyakini nilai yang lebih hakiki, lebih tahan lama, dan merupakan kebenaran yang dihormati dan diyakini secara sahih sebagai manusia yang beradab. 32 Adler dalam Arifin, mengartikan pendidikan sebagai proses di mana seluruh kemampuan manusia dipengaruhi oleh pembiasaan yang baik untuk membantu orang lain dan dirinya sendiri mencapai kebiasaan yang baik. 33 Dengan demikian, yang dimaksud dengan pendidikan ialah upaya yang dilakukan dengan penuh kesadaran untuk membantu mengembangkan potensi yang ada pada diri mereka meliputi potensi akal, jiwa, jasmani tanpa ada unsur 29 Murtadha Muthahhari, Dasar-dasar Epistimologi Pendidikan Islam, Jakarta: Sadra Press, 2011, h.37 30 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo, 1997, hal. 4 31 Undang-undang Tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pelaksanaannya, Yogyakarta: CV. Tamita Utama, 2004, h. 4 32 M Elly Setiadi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta: Kencana,m 2006, h.114 33 H M Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi aksara, 1993, h. 12