Dasar Pendidikan Akhlak Tasawuf

6. Materi Pendidikan Akhlak Tasawuf

Proses pendidikan adalah untuk menumbuhkan potensi-potensi yang ada pada peserta didik. Secara garis besar potensi manusia dapat mengarah kepada kebaikan dan ada kalanya kepada keburukan. Oleh sebab itu dapat dikatakan ada manusia yang berkelakuan baik dan ada manusia yang berkelakuan buruk. Walaupun demikian menurut Quraish Syihab al- Qur’an mengisyaratkan bahwa kebajikan lebih dahulu menghiasi diri manusia daripada kejahatan, dan bahwa manusia pada dasarnya cenderung pada kebaikan. 62 Karena itu menjadi penting adanya pendidikan akhlak tasawuf untuk membimbing potensi kebaikan yang ada pada diri setiap manusia. Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi materi dari pendidikan akhlak tasawuf adalah menyangkut potensi apa saja yang terdapat pada diri manusia yang bisa menjadikannya berbuat baik secara jasmani dan ruhani. Sehingga pada gilirannya setelah manusia mengetahuinya ia akan mempunyai akhlak yang baik kapanpun dan dimanapun ia berada. Adapun mengenai potensi-potensi tersebut para ulama seperti Imam al- Ghozali dan Ibnu Miskawaih 63 membaginya menjadi empat bagian yang kesemuanya merupakan induk dari segala bentuk akhlak terpuji maupun tercela. Pertama, adalah kekuatan akal, kekuatan akal jika terdidik dengan baik maka ia akan melahirkan kebijaksanaan hikmah, yaitu keadaan jiwa yang bisa menentukan hal-hal yang benar di antara yang salah dalam urusan ikhtiariyah perbuatan yang dilaksanakan dengan pilihan dan kemauan sendiri. Namun jika tidak terdidik dengan baik justru akan melahirkan kebalikannya yang mempunyai dua kemungkinan yakni bisa menjadi pintar tapi busuk dan keji atau bisa menjadi bodoh. Artinya keadaan jiwa yang terlalu pintar atau tidak bisa menentukan yang benar di antara yang salah karena bodohnya di dalam urusan ikhtariyah. Kedua, kekuatan marah. Jika ia terdidik dengan baik maka ia akan berwujud berani syaja’ah, yaitu keadaan kekuatan amarah yang tunduk kepada akal pada waktu dilahirkan atau dikekang. Sebaliknya, jika tidak terdidik dengan 62 Shihab, op. cit., h. 254 63 Suwito, op. cit., h. 94 baik maka akan menjadi berani tapi sembrono atau penakut jubun dan lemah, tidak bertenaga khauron, yaitu kekuatan amarah yang tidak bisa dikekang atau tidak pernah dilahirkan, sekalipun sesuai dengan yang dikendaki akal. Ketiga, kekuatan nafsu syahwat. Jika terdidik dengan baik akan melahirkan sifat perwira iffah, yaitu keadaan syahwat yang terdidik oleh akal dan syari’at agama. Sebaliknya keadaan syahwat yang tidak terdidik oleh akal dan syari’at agama akan melahirkan sifat rakus syarhan dan beku jumud yang artinya kekuatan nafsu syahwat bisa berlebihan atau sama sekali tidak berfungsi. Keempat, kekuatan keseimbangan di antara kekuatan tiga di atas, wujudnya ialah adil, yakni kekuatan yang dapat menuntun amarah dan syahwat sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh hikmah. Justru sebailiknya jika kekuatan syahwat dan amarah yang tidak terbimbing oleh hikmah maka ia akan zalim yakni, kebalikan dari adil. Dari keempat sendi akhlak tersebut jika baik akan melahirkan perbuatan baik pula seperti jujur, suka memberi kepada sesama, tawadhu, tabah, pemaaf, kasih sayang terhadap sesama, tinggi cita-cita, dan masih banyak lagi cabang- cabang lainnya. 64

7. Tujuan Pendidikan Akhlak Tasawuf

Tujuan adalah suasana ideal yang ingin diwujudkan dalam tujuan pendidikan. Suasana ideal itu tampak pada tujuan akhir ultimate aims of education yaitu pembentukan pribadi khalifah bagi anak didik yang memiliki fitrah, roh di samping badan, kemauan yang bebas dan akal. 65 Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada hakikatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia yang diinginkan. 66 Dari semua pendapat tersebut dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan akhlak tasawuf adalah untuk mencapai suatu keyakinan yang didasari atas 64 M. Ardani, Akhlak Tasawuf, Nilai-nilai Akhlak Dalam Ibadah dan Tasawuf, Jakarta: Mitra Cahaya Utama, 2005, h. 61-64. Lihat juga Ibnu Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak. terj. dari Tahdzibul Akhlak, oleh Helmi Hidayat, Bandung: Mizan, 1998, h.52 65 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisis Psikologi, Filsafat dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1986, h. 67 66 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, Cet. 4, h. 119 tingkah laku yang terpuji dan mulia sesuai dengan ajaran Islam agar terwujud hubungan yang baik antara manusia dengan Tuhannya dan manusia dengan sesama makhluk. Semua itu pada dasarnya akan bermuara pada hidup di dunia dan akhirat melalui tingkah laku yang baik dalam menghadapi problema kehidupan, serta menjalin hubungan yang harmonis dengan Tuhan hablum minallah dan sesama manusia hablum minannas serta makhluk lain.

C. Hasil Penelitian yang Relevan

Dengan memaparkan adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti lainnya atau para ahli, maka dapat diketahui tentang keaslian penelitian ini. Setelah peneliti melakukan tinjauan di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, peneliti tidak menemukan judul skripsi yang sama dengan yang peneliti kaji. Adapun yang peneliti temukan hanya beberapa judul yang hampir sama. Maka untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti mencontek hasil karya orang lain, peneliti perlu mempertegas perbedaan di antara masing-masing judul dan masalah yang akan dibahas sebagai berikut: 1. “Analisis Isi Pesan Dakwah pada Novel Dalam Mihrab Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy”. Skripsi ini disusun oleh Siti Maryam, mahasiswi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2009. Penelitiannya dibatasi pada analisis isi pesan dakwah yang meliputi akidah, akhlak dan syariah. 2. “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Novel Bumi Cinta Karya Habiburrahman El- Shirazy”. Skripsi ini disusun oleh Ali Rif’an, mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2013. Penelitiannya dibatasi pada kajian akhlak dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El-Shirazy. Mengungkapkan tentang akhlak terpuji dan akhlak tercela. 3. “Nilai Moral dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy”. Skripsi ini disusun oleh Hena Khaerunnisa, mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2011. Penelitiannya dibatasi pada kajian nilai moral dalam novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy. Hena mengungkapkan delapan nilai moral dalam novel Ketika Cinta Bertasbih. Dari ketiga judul skripsi tersebut, tidak ada satupun yang sama dengan apa yang peneliti kaji. Letak kesamaannya hanya pada ranah kajian tentang nilai pendidikan dalam sebuah novel. Namun dari segi objek dan isi yang dikaji adalah berbeda. Objek yang dipakai peneliti adalah novel yang berjudul Jack and Sufi karya Muhammad Luqman Hakim. Dan nilai yang akan diambil dan diteliti adalah nilai-nilai pendidikan akhlak tasawuf. 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian tidak terikat pada satu tempat karena objek yang dikaji berupa naskah teks sastra. Penelitian ini bukan penelitian yang analisisnya bersifat statis melainkan sebuah analisis yang dinamis yang dapat terus dikembangkan. Adapun naskah yang diteliti berupa novel Jack and Sufi karya Muhammad Luqman Hakim. B. Bentuk dan Strategi Penelitian Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan metode content analysis atau analisis isi. Penelitian ini mendeskripsikan atau menggambarkan apa yang menjadi masalah, kemudian menganalisis dan menafsirkan data yang ada. Metode content analysis atau analisis isi yang digunakan untuk menelaah isi dari suatu dokumen, dalam penelitian ini dokumen yang dimaksud adalah novel Jack and Sufi karya Muhammad Luqman Hakim. Pada dasarnya, analisis isi dalam bidang sastra tergolong upaya pemahaman karya dari aspek ekstrinsik. Aspek-aspek yang melingkupi di luar estetika struktur sastra tersebut, dibedah, dihayati, dan dibahas mendalam. Unsur ekstrinsik sastra yang menarik perhatian analisis isi cukup banyak, antara lain meliputi: pesan moral, nilai pendidikan, nilai religius, dan sebagianya. 1 1 Suwardi Endaswara, Metodologi Penelitian Sastra, Yogyakarta: CAPS, 2013, h. 160