Sekitar 91 siswa yang merokok mengatakan tempat yang biasa digunakan olehnya untuk merokok adalah tempat main, seperti mall,
restoran cepat saji, dan tongkrongan. Hal ini dapat disebabkan karena remaja lebih banyak menghabiskan waktunya bersama dengan teman-
teman sebaya, maka pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada
pengaruh keluarga Hurlock, 1999 dalam Nasution, 2007. Selain itu perilaku merokok remaja di tempat umum juga cenderung bermaksud
untuk show-off pamer sebagai salah satu cara memunculkan identitas diri. Cara ini dimaksudkan agar menarik perhatian dan dipandang oleh
orang lain. Saat yang sama individu juga tetap mempertahankan identitas dirinya sebagai anggota dari suatu kelompok sebaya.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Alamsyah 2009 yang menunjukkan paling banyak remaja yang
merokok di rumah. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah sarana umum yang bisa digunakan remaja untuk bermain atau
berkumpul.
C. Analisis Bivariat
1. Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN
3 Kota Tangerang Selatan Tahun 2012
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran umum jenis kelamin responden, jumlah responden laki-laki lebih banyak daripada
responden perempuan, yaitu sebanyak 153 responden 53,1 . Jenis
kelamin merupakan faktor penting terhadap perilaku merokok di Indonesia. Suhardi 1997 dalam majalah Dunia Kedokteran
menyatakan bahwa perilaku merokok lebih dominan pada laki-laki dan sedikit perempuan yang merokok terkait dengan kultur yang kurang
menerima perempuan yang berperilaku merokok. Analisa data pada tabel 5.8 menunjukkan bahwa ada hubungan
yang bermakna antara jenis kelamin dengan perilaku merokok siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan p=0,000. Sebanyak 153 responden
yang berjenis kelamin laki-laki, 57 responden 37,3 diantaranya merokok. Sedangkan dari 135 responden yang berjenis kelamin
perempuan hanya 7 responden 5,2 yang merokok. Peluang siswa yang berjenis kelamin laki-laki untuk merokok dibandingkan siswa
yang berjenis kelamin perempuan adalah 10,9 kali. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Iqbal 2008 yang menunjukkan ada
hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku merokok remaja. Adanya hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dan perilaku
merokok sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Waldron 1988 dalam Hasibuan, 2005, yaitu antara pria dan wanita didapatkan
perbedaan yang berarti dalam perilaku yang beresiko terhadap kesehatan. Salah satu contoh perilaku yang beresiko terhadap
kesehatan misalnya pria lebih cenderung untuk bekerja pada tempat- tempat yang berbahaya, dan melakukan gaya hidup yang beresiko
seperti mengebut, mabuk, dan merokok.
2. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3
Kota Tangerang Selatan Tahun 2012
Berdasarkan tabel 5.7 tentang tingkat pengetahuan responden, didapatkan responden yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 277
responden 96,2 , jumlah ini lebih banyak daripada responden dengan pengetahuan kurang baik. Tingginya tingkat pengetahuan
siswa dapat disebabkan oleh lingkungan yang menyediakan banyak informasi tentang rokok. Tingkat pengetahuan juga diduga
berhubungan erat dengan perilaku merokok. Terbukti pada analisa di tabel 5.9 menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dengan perilaku merokok siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan p=0,000. Sebanyak 11 responden yang memiliki pengetahuan
kurang baik terdapat 8 responden 72,7 yang merokok. Sedangkan dari 277 responden yang memiliki pengetahuan baik, 56 responden
20,2 diantaranya merokok. Analisa data juga menunjukkan bahwa siswa yang memiliki pengetahuan kurang baik berpeluang 10,5 kali
untuk merokok dibandingkan siswa yang memiliki pengetahuan baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Notoatmodjo 2003 bahwa pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam terbentuknya tindakan seseorang overt
behavior. Lawrence Green sebagaimana dikutip Notoatmodjo 2003 juga menyatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan perilaku
seseorang yaitu faktor predisposisi, termasuk diantaranya adalah pengetahuan. Sementara itu, WHO dalam Notoatmodjo 2003
menganalisis bahwa pengetahuan merupakan salah satu alasan pokok yang menyebabkan seseorang berperilaku.
Beberapa penelitian sebelumnya, seperti penelitian Aji 2003 dan Iqbal 2008 juga menyatakan bahwa ada hubungan antara
pengetahuan dengan perilaku merokok remaja, dalam hal ini adalah siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan.
Namun terlepas dari hasil analisa data diatas yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan
perilaku merokok. Fakta menunjukkan dari 64 siswa yang merokok sebanyak 56 responden justru memiliki pengetahuan yang baik, jumlah
ini lebih banyak daripada yang memiliki pengetahuan kurang baik. Kecenderungan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, pertama
yaitu karena karakteristik dari populasi itu sendiri yang memang menunjukkan bahwa mayoritas responden berpengetahuan baik,
kemudian juga faktor di lapangan yang terkait dengan proses pengisian kuesioner, seperti adanya kemungkinan siswa yang melihat jawaban
temannya.
3. Hubungan Sikap dengan Perilaku Merokok Siswa SMPN 3 Kota