faktor  yang  mempengaruhi  sikap  seseorang  adalah  kepercayaan  pada dirinya.
Namun sama seperti pada  variabel pengetahuan, hasil analisa data diatas  mengenai  hubungan  tingkat  sikap  dengan  perilaku  merokok
remaja  memang  menunjukkan  adanya  hubungan  yang  bermakna. Namun  faktanya  adalah  dari  64  siswa  yang  merokok  sebanyak  50
responden memiliki sikap yang baik, jumlah ini lebih banyak daripada yang memiliki sikap kurang baik. Kecenderungan ini dapat disebabkan
oleh  beberapa  faktor, pertama  yaitu karena karakteristik dari populasi itu  sendiri  yang  memang  menunjukkan  bahwa  mayoritas  responden
bersikap  baik,  kemudian  juga  faktor  di  lapangan  yang  terkait  dengan proses  pengisian  kuesioner,  seperti  adanya  kemungkinan  siswa  yang
melihat jawaban temannya.
4. Hubungan  Tindakan  dengan  Perilaku  Merokok  Siswa  SMPN  3
Kota Tangerang Selatan Tahun 2012
Berdasarkan  tabel  5.7  tentang  tingkat  tindakan  responden, didapatkan  responden  yang  memiliki  tindakan  baik  sebanyak  257
responden  89,2  ,  jumlah  ini  lebih  banyak  daripada  responden dengan  tindakan  kurang  baik.  Tingginya  responden  yang  memiliki
tingkat  tindakan  baik  dapat  dipengaruhi  oleh  tingkat  pengetahuan responden,  misalnya  siswa  dengan  tingkat  pengetahuan  yang  baik
tentang  bahaya  rokok,  kemungkinan  besar  akan  memiliki  tindakan yang  baik  juga  dalam  hal  pencegahan  rokok.  Hal  ini  sesuai  dengan
teori  yang  dikemukanan  oleh  Notoatmodjo  2007,  dimana  ia
menyatakan  bahwa  pengetahuan  merupakan  domain  yang  sangat penting bagi terbentuknya tindakan seseorang overt behavior apabila
suatu tindakan didasari oleh pengetahuan maka tindakan tersebut akan bersifat langgeng long lasting, sebaliknya jika perilaku tersebut tidak
didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka perilaku tersebut tidak akan bertahan lama.
Fishbein dan Ajzen dalam Hasibuan, 2005 mengemukakan skema konseptual  yang  menjelaskan  keterkaitan  antara  pengetahuan,  sikap,
dan  tindakan  yang  dikombinasikan  dengan  intensi.  Intensi  dimengerti sebagai komponen konatif dari sikap, sehingga dapat dikatakan bahwa
komponen  konatif  berhubungan  erat  dengan  komponen  afektif  dari sikap.  Dengan  demikian  intensi  berkaitan  erat  juga  dengan
pengetahuan  belief  seseorang  terhadap  sesuatu,  sikapnya  attitude pada  hal  itu,  serta  tindakan  itu  sendiri  sebagai  perwujudan  nyata  dari
intensinya.  Sehingga  intensi  adalah  komponen  mediator  antara  sikap sampai kepada tahap tindakan, dalam hal ini adalah terhadap rokok.
Hasil  analisa  data  menunjukkan  ada  hubungan  yang  bermakna antara tingkat tindakan dengan perilaku merokok siswa SMPN 3 Kota
Tangerang  Selatan  p=0,000.  Sebanyak  31  responden  yang  memiliki tindakan  kurang  baik  23  responden  74,2    diantaranya  merokok.
Sedangkan  dari  257  responden  yang  memiliki  tindakan  baik  41 responden 16  diantaranya  merokok.  Nilai  OR Odds Ratio  yaitu
15,146  artinya  siswa  yang  memiliki  tindakan  kurang  baik  berpeluang
15,1  kali  untuk  merokok  dibandingkan  siswa  yang  memiliki  tindakan baik.
Namun lagi-lagi sama seperti pada variabel pengetahuan dan sikap, hasil analisa data mengenai hubungan tingkat tindakan dengan perilaku
merokok  remaja  memang  menunjukkan  adanya  hubungan  yang bermakna.  Namun  faktanya  adalah  dari  64  siswa  yang  merokok
sebanyak 41 responden justru memiliki tindakan yang baik, jumlah ini lebih  banyak  daripada  yang  memiliki  tindakan  kurang  baik.
Kecenderungan  ini  dapat  disebabkan  oleh  beberapa  faktor,  pertama yaitu  karena  karakteristik  dari  populasi  itu  sendiri  yang  memang
menunjukkan  bahwa  mayoritas  responden  memiliki  tindakan  yang baik,  kemudian  juga  faktor  di  lapangan  yang  terkait  dengan  proses
pengisian  kuesioner,  seperti  adanya  kemungkinan  siswa  yang  melihat jawaban temannya.
Kesamaan  ini  juga  dimungkinan  karena  adanya  skema  konseptual yang menjelaskan keterkaitan antara pengetahuan, sikap, dan tindakan
yang  dikombinasikan  dengan  intensi,  seperti  yang  dikemukakan  oleh Fishbein dan Ajzen dalam Hasibuan, 2005.
5. Hubungan Alasan Psikologis : Merasa Kesulitan dalam Pelajaran