BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul
Perkembangan bisnis perumahan di masa sekarang telah mengalami peningkatan yang sangat pesat. Diperkirakan kebutuhan akan perumahan per tahun
mencapai 1,2 juta unit rumah yang tersebar di seluruh Indonesia. Realisasi pembangunan perumahan dan pemukiman dalam Pelita VI
menunjukan perkembangan yang sangat menggembirakan. Karena itu tidak mengherankan apabila kuantitas dan kualitas tempat tinggal merupakan salah satu
dimensi daripada kesejahteraan setiap masyarakat. Faktor sosial-ekonomi, budaya dan lingkungan adalah beberapa penentu tipe dan kualitas tempat tinggal yang dipilih
masyarakat. Dalam upaya peningkatan kesejahteraan tidak jarang pemerintah dan institusi ikut mengatur perihal tempat tinggal anggota masyarakat untuk
meningkatkan kualitas pemukiman. Untuk menyediakan data tentang perumahan tersebut diperlukan upaya yang
terus-menerus dan akan memakan waktu lama. Namun, sementara itu pemerintah, dalam hal ini Badan Pusat Statistik BPS, berupaya menyediakan data dasar dengan
melaksanakan kegiatan pengumpulan data tentang perumahan melalui pendaftaran bangunan dan rumah tangga yang diintegrasikan dengan pelaksanaan sensus
penduduk.
Universitas Sumatera Utara
Tetapi dalam kenyataanya dalam usaha mewujudkan terciptanya pembangunan perumahan tersebut para developer yang tergabung dalam REI
mengalami berbagai kendala, salah satunya adalah adanya beban pajak yang harus dibebankan kepada developer. Sehingga para developer tersebut yang tergabung
dalam REI meminta pemerintah untuk segera menghapus pajak Izin Mendirikan Bangunan IMB sebab hal tersebut akan menjadi ganjalan serta penghalang bagi para
developer untuk melakukan kerjasama dengan pemerintah terutama untuk para pengembang perumahan, karena bagaimanapun juga pengembangan perumahan
developer, akan kurang tertarik jika pengembangan perumahan yang dilakukan bersama-sama pemerintah masih juga dikenai pajak oleh pemerintah.
Pola penanganan perumahan ini pada dasarnya melihat rumah sebagai produk komoditi yang dapat diproduksi secara besar-besaran untuk dipasarkan agar menutup
kesenjangan antara permintaan rumah demand dan atau sebagai benda sosial social goods yang harus diproduksi besar-besaran untuk dialokasikan khususnya bagi
kelompok masyarakat berpenghasilan menengah ke atas, sebagai upaya jalan pintas untuk mengoreksi disparitas sosial-ekonomi. Pola ini meletakkan pemerintah beserta
kerabat kerjanya sektor swasta formal, sebagai tokoh sentral dan penentu dalam seluruh proses pembangunan rumah ini bertumpu pada pemerintah.
Sering kali untuk memperkuatmendukung rancangan ini penyediaan rumah melalui pola ini juga didudukkan sebagai alatinstrumen pengarah untuk mengatur
tata ruang pertumbuhan ekonomi. Tidak disangka pola penanganan pembangunan perumahan ini telah mampu melahirkan proyek-proyek pembangunan rumah baru
Universitas Sumatera Utara
skala besar tersebar di kota-kota besar dan menengah di Indonesia dan memproduksi berbagai bangunan rumah.
Meskipun demikian hasil tersebut ternyata hanya mampu memenuhi sekitar 10 dari jumlah kebutuhan rumah perkotaan di Indonesia bila tidak dikaitkan dengan
kelompok sasaran yang harus dicapai, sehingga 90 dari masyarakat khususnya yang berpenghasilan rendah harus menyediakan rumah mereka sendiri.
Agar pola penanganan perumahan ini mampu terus-menerus memproduksi rumah dalam rangka menyediakan perumahan bagi seluruh warga masyarakat yang
membutuhkan termasuk yang berpenghasilan menengah ke atas. Dalam masalah ini pemerintah memberikan berbagai kebijakan serta
kemudahan kepada developer dalam hal penghapusan pajak izin untuk mendirikan pembangunan rumah IMB, di tempat-tempat yang akan digunakan sebagai lahan
pembangunan perumahan baru. Pemberian kemudahan kepada developer dari pemerintah dalam hal pemberian perizinan tersebut bertujuan untuk menarik minat
para pengembang perumahan agar tertarik untuk ikut membantu dalam hal pengembangan dan pembangunan rumah untuk masyarakat, serta untuk menarik
minat para developer agar turut serta dalam menyukseskan pembangunan rumah untuk masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan rumah, yaitu : a.
Jumlah Rumah Tangga. Di mana jumlah rumah tangga di Kota Medan terus mengalami peningkatan
pada tahun 1988 berjumlah 235 jiwa sampai akhir tahun 2008 berjumlah 105 jiwa. b.
Tingkat Harga Perumahan. Sifat hubungan seperti itu disebabkan karena kenikan harga perumahan
menyebabkan para pembeli mencari barang substitusi terhadap barang yang mengalami kenaikan harga. Dalam hal ini memungkinkan bahwa apabila harga
perumahan mengalami kenaikan, maka masyarakat yang berpenghasilan kecil tidak mampu membeli rumah mewah. Sebaliknya apabila harga perumahan turun, maka
masyarakat akan terdorong untuk membeli barang yang mengalami penurunan harga. Dalam hal ini rumah sangat sederhana. Di mana pada tahun 1988 harga perumahan
Rp 22.500.000 juta dan menjadi Rp 307.710.000 juta pada tahun 2008. c.
Pendapatan Perkapita. Dalam hal ini, pendapatan perkapita di Kota Medan pada tahun 1988 Rp
859.096 juta menjadi Rp 13.842.872 juta pada tahun 2008. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat menempatkan kota Medan sebagai daerah yang paling
menjanjikan kehidupan yang lebih menyenangkan. d.
Inflasi Dalam hal ini, laju inflasi di Kota Medan pada tahun 1989 adalah 6,67 dan
pada tahun 2008 mencapai 10,63 .
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan keterangan tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dalam skripsi ini yang berjudul : “Analisis Determinan Yang Mempengaruhi Permintaan Rumah Mewah di Kota Medan Studi Kasus PT.
Ira Widya Utama”.
1.2 Perumusan Masalah