27
2. Proses Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik
proses sebagai berikut: a. Proses Belajar Mengajar yang Efektifivitasnya Tinggi
b. Kepemimpinan Sekolah yang Kuat c. Lingkungan Sekolah yang Aman dan Tertib
d. Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang Efektif e. Sekolah Meiliki Budaya Mutu
f. Sekolah Meiliki “Teamwork” yang Kompak, Cerdas, dn Dinamis g. Sekolah Memiliki Kewenangan Kemandirian
h. Partisipasi yang Tinggi dari Warga Sekolah dan Masyarakat i.
Sekolah memiliki Keterbukaan Transparansi Manajemen. j. Sekolah Memiliki Kemauan Untuk Berubah psikologis dan pisik
k. Sekolah melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan l. Sekolah responsive dan antisipatif terhadap kebutuhan
m. Memiliki komunikasi yang baik n. Sekolah memiliki akuntabilitas
o. Manajemen lingkungan hidup sekolah yang bagus p. Sekolah memiliki kemampuan menjaga sustainabilitas
3. Input Pendidikan a. Memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas
b. sumberdaya tersedia dan siap c. Staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi
d. Memiliki harapan prestasi yang tinggi e. Fokus pada pelanggan khususnya
f. Input manajemen
6. Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan
Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan khususnya Pendidikan Sekolah Dasar alangkah baiknya kita mengetahui indikator-indikator yang dapat
memecahkan mutu pendidikan baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
28
Secara kuantitatif, kinerja pendidikan nasional dapat diukur dari angka partisipasi terhadap pendidikan dengan fokus pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah. Pada tingkat SD sebagai penggal pertama pendidikan dasar, angka partisipasi kasar APK, yaitu ratio antara jumlah seluruh siswa dengan kelompok
umur 7-12 tahun dilaporkan telah mencapai 110; sedangkan angka partsipasi murni yaitu ratio antara jumlah siswa usia 7-12 tahun dengan kelompok umur 7-
12 sebesar 95. Angka ini menunjukkan bahwa secara nasioal wajib belajar pada tingkat SD hampir tuntas. Namun jumlah 5 anak
–anak usia 7-12 tahun yang belum bersekolah terdiri atas anak-anak keluarga kurang beruntung miskin,
terpencil, cacat yang jauh lebih sulit dibandingkan kelompok anak-anak yang saat ini telah berada di sekolah, meskipun jumlah 5 anak-anak yang belum
terjangkau pendidikan kelihatannya kecil saja, akan tetapi sesungguhnya populasi mereka sekitar 1,2 juta orang. Meskipun lazimnya APK itulah yang menjadi
ukuran kuantitatif keberasilan wajib belajar, khusus untuk tingkat SD, APM Angka Partisipasi Murni seharusnya digunakan sebagai indikator keberhasilan
apabila program ini benar-benar ingin tuntas. Selain APM Angka Partisipasi Murni yang menjadi indikator yang bersifat
kuantitatif, upaya penekanan angka putus sekolah dan tinggal kelas harus menjadi prioritas juga. Karena jika masalah yang satu itu tetap dibiarkan, maka hal itu
secara langsung akan menghambat laju pendidikan untuk selanjutnya dan yang akan merugi adalah Negara sendiri.
Jika dilihat dari segi mutukualitas, pendidikan SD di Indonesia umumnya masih bermutu rendah. Bila dilihat dari segi NEM Nilai Ebtanas Murni atau
sekarang yang lebih dikenal dengan UASBN Ulangan Akhir Sekolah Berstandar Nasional sebagai salah satu indikator mutu yang sejauh ini paling tangible dan
datanya tersedia, hanya sekitar 10 SD yang tergolong bermutu baik. Mutu juga menunjuk pada efisiensi eksternal, yaitu sejauh manakah hasil belajar siswa di
sekolah relevan dengan tuntutan belajar pada jenjang pendidikan selanjutnya dan dengan kebutuhan hidupnya sebagai anggota masyarakat.
Indikator-indikator kuantitatif yang dicatat menunjukkan bahwa APK meningkat sejalan dengan semakin bertambahnya ruang belajar, jumlah guru, dan