Menurut Orang person Menurut Tempat place Faktor Host Manusia 1.

2.6.1. Distribusi dari Frekuensi

Dalam epidemiologi, distribusi dibedakan atas 3 macam yaitu menurut ciri- ciri orang person, tempat place dan menurut waktu time. 17

a. Menurut Orang person

Infeksi Saluran Pernapasan Akut ISPA merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada anak di negara sedang berkembang. Daya tahan tubuh anak sangat berbeda dengan orang dewasa karena sistim pertahanan tubuhnya belum kuat. Kalau di dalam satu rumah seluruh anggota keluarga terkena pilek, anak-anak akan lebih mudah tertular. Dengan kondisi tubuh anak yang masih lemah, proses penyebaran penyakit pun menjadi lebih cepat. 4 Di Indonesia, ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu ISPA juga berada pada daftar 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit tahun 2006, dengan persentase 9,32. 5 Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk dengan menganalisa data Survei Sosial Ekonomi Nasional SUSENAS 1998, didapatkan bahwa prevalensi penyakit ISPA berdasarkan umur balita adalah untuk usia 6 bulan 4,5, 6-11 bulan 11,5, 12-23 bulan 11,8, 24-35 bulan 9,9, 36-47 bulan 9,2, 48-59 bulan 8,0. 18 ISPaA merupakan penyakit yang morbiditasnya sangat tinggi pada kelompok anak-anak. Episode penyakit batuk pilek pada balita diperkirakan 3-6 kali per tahun rata-rata 4 kali per tahun, sehingga penyakit saluran pernafasan akut merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di seluruh dunia. 4 Universitas Sumatera Utara

b. Menurut Tempat place

Dari pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa angka kesakitan ISPA di kota cenderung lebih besar daripada di desa. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat kepadatan tempat tinggal dan pencemaran lingkungan di kota yang lebih tinggi daripada di desa. 13 Menurut penelitian Djaja, dkk 2001 didapatkan prevalensi ISPA di perkotaan 11,2 lebih tinggi daripada di pedesaan 8,4. Prevalensi di Jawa-Bali 10,7 lebih tinggi daripada di luar Jawa-Bali 7,8. 18

c. Menurut Waktu time

Berdasarkan data SKRT 1986-2001, diketahui proporsi kematian ISPA di Indonesia yaitu pada bayi umur 0-1 tahun di tahun 1986 sebesar 18,85, tahun 1992 sebesar 36,40, tahun 1995 sebesar 32,10 dan tahun 2001 sebesar 27,60 dan pada balita umur 1-4 tahun di tahun 1986 sebesar 22,80, tahun 1992 sebesar 18,20, tahun 1995 sebesar 38,80 dan tahun 2001 sebesar 22,80. 5 Hasil survei program P2ISPA di 12 propinsi di Indonesia Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat selama kurun waktu 2000-2002 kasus ISPA terlihat berfluktuasi, tahun 2000 dengan proporsi 30,1 479.283 kasus, tahun 2001 proporsi 22,6 620.147 kasus dan tahun 2002 proporsi menjadi 22,1 532.742 kasus. 19 Universitas Sumatera Utara

2.6.2. Determinan Penyakit ISPA a. Faktor Agent Bibit Penyakit

Agent dalam hal penyebab penyakit ISPA adalah bakteri ataupun virus yang menginfeksi sistem pernafasan yang terdiri dari 300 lebih jenis virus, bakteri dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah genus Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordetella dan Korinebakterium. 11 Virus penyebab ISPA terbesar adalah virus pernafasan antara lain adalah group Mixovirus Orthomyxovirus ; sub group Influenza virus , Paramyxovirus ; sub group Para Influenza virus dan Metamixovirus ; sub group Respiratory sincytial virusRS-virus, Adenovirus, Picornavirus, Coronavirus, Mixoplasma, Herpesvirus. 12 Jamur penyebab ISPA antara lain Aspergilus sp, Candida albicans, Histoplasma, dan lain-lain. Selain itu juga ISPA dapat disebabkan oleh karena Aspirasi seperti : makanan, asap kendaraan bermotor, Bahan Bakar MinyakBBM biasanya minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir, benda asing biji-bijian, mainan plastik kecil, dan lain-lain. 13 Infeksi Saluran Nafas Akut bagian Atas ISPaA seperti Faringitis dan Tonsilitis akut dapat disebabkan oleh karena infeksi virus, bakteri ataupun jamur. Setengah dari infeksi ini disebabkan oleh virus yaitu virus influenza, parainfluenza, adeno virus, respiratory syncytial virus dan rhino virus. 16 Universitas Sumatera Utara

b. Faktor Host Manusia 1.

Umur Umur mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk terjadinya ISPA. Oleh sebab itu kejadian ISPA pada bayi dan anak balita akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang dewasa. Kejadian ISPA pada bayi dan balita akan memberikan gambaran klinik yang lebih berat dan jelek, hal ini disebabkan karena ISPA pada bayi dan anak balita umumnya merupakan kejadian infeksi pertama serta belum terbentuknya secara optimal proses kekebalan secara alamiah. Sedangkan orang dewasa sudah banyak terjadi kekebalan alamiah yang lebih optimal akibat pengalaman infeksi yang terjadi sebelumnya. 20 Berdasarkan hasil penelitian Maya di RS Haji Medan 2004, didapatkan bahwa proporsi balita penderita pneumonia yang rawat inap dari tahun 1998 sampai tahun 2002 terbesar pada kelompok umur 2 bulan - 5 tahun adalah 91,1 21 , demikian juga penelitian Maafdi di RS Advent Medan Tahun 2006, didapatkan bahwa proporsi balita penderita pneumonia terbesar pada kelompok umur 2 bulan - 5 tahun sebesar 82,1, sementara kelompok umur 2 bulan sebesar 17,9. 22

2. Jenis Kelamin

Berdasarkan Pedoman Rencana Kerja Jangka Menengah Nasional Penanggulangan Pneumonia Balita Tahun 2005-2009, anak laki-laki memiliki resiko lebih tinggi daripada anak perempuan untuk terkena ISPA. 3 Berdasarkan hasil penelitian Taisir di Kabupaten Aceh Selatan 2005, didapatkan insiden rate ISPA berdasarkan jenis kelamin pada balita laki-laki 43,3 lebih tinggi dari pada insiden rate ISPA pada balita perempuan sebesar 33,7, tetapi Universitas Sumatera Utara secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Lhok Bengkuang tahun 2005. 23

3. Status ASI Eksklusif

Air Susu Ibu ASI merupakan makanan bayi yang paling sempurna, bersih dan sehat serta praktis karena mudah diberikan setiap saat. ASI dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi untuk tumbuh kembang dengan normal sampai berusia 6 bulan. ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi sampai umur 6 bulan tanpa memberikan makanancairan lain. 24 ASI selain mengandung zat-zat yang diperlukan untuk pertumbuhan bayi juga merupakan makanan bayi yang paling aman, tidak memerlukan biaya tambahan dan tidak kalah pentingnya ASI mengandung zat-zat kekebalananti infeksi yang tidak dipunyai oleh susu botol. ASI sangat berkhasiat untuk melindungi tubuh bayi terhadap pelbagai penyakit infeksi. 24 Penelitian Ria Resti 2008 dengan desain cross sectional, menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara status ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada balita dengan nilai p=0,011. Hal ini menunjukkan bahwa insidens rate ISPA lebih tinggi pada anak balita yang tidak ASI eksklusif dengan yang ASI eksklusif. 9 Penelitian Ike Suhandayani 2006 dengan desain case control, didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA pada balita dengan nilai p=0,01. Hasil uji statistik diperoleh nilai OR= 2,6 CI 95; 1,24-5,46 yang artinya anak balita yang menderita ISPA kemungkinan 2,6 kali tidak Universitas Sumatera Utara mendapat ASI Eksklusif dibandingkan dengan anak balita yang tidak menderita ISPA. 25

4. Pemberian Vitamin A

26,27 Vitamin A adalah zat gizi yang penting dan tidak dapat disintesa tubuh sehingga perlu di penuhi dari luar melalui makanan atau tablet. Vitamin A esensial untuk kesehatan dan kelangsungan hidup karena dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. Pada keadaan menderita ISPA, suplai Vitamin A dalam hati cepat terkuras. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan pada jaringan epitel paru-paru sehingga mudah mengalami keratinisasi. Keadaan ini lah yang mudah dimasuki oleh kuman penyebab ISPA. Untuk mengembalikannya ke kondisi normal maka perlu konsumsi zat gizi terutama Vitamin A. Perbedaan kematian antara anak yang kekurangan dengan yang tidak kekurangan Vitamin A kurang lebih sebesar 30. Vitamin A dosis tinggi, baik yang biru maupun merah, tidak diperjual belikan dan diberikan secara gratis di posyandu. Sebagai upaya pencegahan di daerah bencana, satu kapsul vitamin A biru dengan dosis 100.000 IU diberikan kepada seluruh bayi berusia 6-11 bulan, kapsul vitamin A berwarna merah dengan dosis 200.000 IU untuk seluruh balita usia 12-59 bulan, dan anak usia 5-12 tahun. Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesifik dan tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi. Bila antibodi yang ditujukan terhadap bibit penyakit dan bukan sekedar antigen asing yang tidak berbahaya, niscaya dapatlah diharapkan Universitas Sumatera Utara adanya perlindungan terhadap bibit penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang tidak terlalu singkat. Karena itu usaha massal pemberian vitamin A dan imunisasi secara berkala terhadap anak-anal prasekolah seharusnya tidak dilihat sebagai dua kegiatan terpisah. Keduanya haruslah dipandang dalam suatu kesatuan yang utuh, yaitu meningkatkan daya tahan tubuh dan perlindungan terhadap anak Indonesia sehingga mereka dapat tumbuh, berkembang dan berangkat dewasa dalam keadaan yang sebaik-baiknya. Berdasarkan penelitian Siti Halati 2004 dengan desain cross sectional, menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pemberian Vit A dengan kejadian ISPA pada balita dengan nilai p=0,045 di Jawa Tengah. Hal ini menunjukkan bahwa insidens rate ISPA lebih tinggi pada anak balita yang tidak diberi vitamin A dengan yang diberi vitamin A. Berbeda dengan di Sulawesi Selatan didapat tidak ada hubungan yang bermakna antara pemberian vitamin A dengan kejadian ISPA pada balita dengan nilai p=0,224. 28

5. Status Imunisasi Lengkap

Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Anak diimunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit, tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain. 29 Imunisasi bermanfaat untuk mencegah beberapa jenis penyakit seperti, POLIO lumpuh layu, TBC, difteri, liver, tetanus, pertusis. Bahkan imunisasi juga dapat mencegah kematian dari akibat penyakit-penyakit tersebut. Jadwal pemberian imunisasi sesuai dengan yang ada dalam Kartu Menuju Sehat KMS yaitu BCG : 0- Universitas Sumatera Utara 11 bulan, DPT 3x : 2-11 bulan, POLIO 4x : 0-11 bulan, Campak 1x : 9-11 bulan, Hepatitis B 3x : 0-11 bulan. Selang waktu pemberian imunisasi yang lebih dari 1x adalah 4 minggu. 30 Penelitian Agustama 2005 dengan desain cross sectional, menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status imunisasi balita dengan kejadian ISPA di kota Medan dengan nilai p=0,000 dan di kota Deli Serdang dengan nilai p=0,000. Ratio Prevalens berdasarkan status imunisasi di kota Medan yaitu 0,5 sedangkan Deli Serdang 0,7. RP1 berarti status imunisasi merupakan faktor proteksi. 31

6. Status Gizi

Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama kematian terutama pada anak di bawah usia 5 tahun. Akan tetapi anak-anak yang meninggal karena penyakit infeksi biasanya didahului oleh keadaan gizi yang kurang memuaskan. Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan dan mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh. 32 Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi anak adalah makanan dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Anak yang mendapat makanan baik tetapi sering diserang penyakit infeksi dapat berpengaruh terhadap status gizinya. Begitu juga sebaliknya anak yang makanannya tidak cukup baik, daya tahan tubuhnya pasti lemah dan akhirnya mempengaruhi status gizinya. Gizi kurang menghambat reaksi imunologis dan berhubungan dengan tingginya prevalensi dan beratnya penyakit infeksi. 33 Universitas Sumatera Utara Hasil penelitian Mustafa di kota Banda Aceh 2006, dengan desain cross sectional menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian ISPA pada anak balita dengan nilai p=0,038. 8

c. Faktor Lingkungan Environment 1.Kepadatan Hunian Rumah

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Anak Balita Di Puskesmas Panyabungan Jae Kabupatenmandailing Natal Tahun 2014

0 53 122

Analisa Tingkat Kecenderungan Penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut Pada Balita Tahun 2001-2005 Untuk Peramalan Pada Tahun 2006-2010 Di Kota Pekanbaru

0 30 97

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Batita di Kelurahan Glugur Darat I Kecamatan Medan Timur Tahun 2011

0 15 111

Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut (ISPaA) Pada Anak Balita Di Kelurahan Mangga Keacamatan Medan Tuntungan Tahun 2010

9 65 141

Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) Pada Balita Di Kelurahan Ilir Gunung Sitoli Kabupaten Nias Tahun 2008

1 55 137

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) BAGIAN ATAS PADA BALITA DI DESA NGRUNDUL KECAMATAN KEBONARUM KABUPATEN KLATEN

0 5 10

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUDONO 1 KABUPATEN BOYOLAL

0 2 16

PENDAHULUAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUDONO 1 KABUPATEN BOYOLALI.

0 1 8

DAFTAR PUSTAKA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUDONO 1 KABUPATEN BOYOLALI.

0 2 4

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2009.

0 3 7