Hasil penelitian Mustafa di kota Banda Aceh 2006, dengan desain cross sectional menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara status gizi
dengan kejadian ISPA pada anak balita dengan nilai p=0,038.
8
c. Faktor Lingkungan Environment 1.Kepadatan Hunian Rumah
Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuni tidaklah sehat karena dapat menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen dan CO
2
meningkat dalam ruangan sehingga memudahkan penularan penyakit infeksi. Kepadatan hunian dapat
mempengaruhi kualitas udara di dalam rumah, dimana semakin banyak jumlah penghuni maka akan semakin cepat udara di dalam rumah mengalami pencemaran.
34
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 829MENKESSKVIII1999
tentang persyaratan kesehatan perumahan menetapkan bahwa luas ruang tidur minimal 8m
2
dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur, kecuali anak di bawah umur 5 tahun. Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah
penularan penyakit dan melancarkan aktivitas.
35
Penelitian Bambang
Irianto 2006 dengan desain cross sectional, menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian rumah
yang tidak memenuhi syarat dengan kejadian ISPA pada balita dengan nilai p = 0,000.
36
Universitas Sumatera Utara
2.Keberadaan Perokok
37
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 diantaranya merupakan racun antara lain
Carbon Monoksida CO, Polycyclic Aromatic Hydrocarbons PAHs dan lain-lain. Berdasarkan hasil penelitian Pradono dan Kristanti 2003, secara keseluruhan
prevalensi perokok pasif pada semua umur di Indonesia adalah sebesar 48,9 atau 97.560.002 penduduk. Prevalensi perokok pasif pada laki-laki 32,67 atau
31.879.188 penduduk dan pada perempuan 67,33 atau 65.680.814 penduduk. Sedangkan prevalensi perokok aktif pada laki-laki umur 10 tahun ke atas adalah
sebesar 54,5, pada perempuan 1,2. Prevalensi perokok pasif pada balita sebesar 69,5, pada kelompok umur 5-9
tahun sebesar 70,6 dan kelompok umur muda 10-14 tahun sebesar 70,5. Tingginya prevalensi perokok pasif pada balita dan umur muda disebabkan karena
mereka masih tinggal serumah dengan orang tua ataupun saudaranya yang merokok dalam rumah.
Penelitian Ike Suhandayani 2006 dengan desain case control, didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara keberadaan anggota keluarga yang
merokok dengan kejadian ISPA pada balita dengan nilai p = 0,000. . Hasil uji statistik diperoleh nilai OR = 4,63 95 CI = 2,04 – 10,52 yang artinya anak balita yang
menderita ISPA kemungkinan 4,63 ada anggota keluarganya yang merokok dibandingkan dengan anak balita yang tidak menderita ISPA .
25
Universitas Sumatera Utara
3.Bahan Bakar Memasak
Salah satu penyebab ISPA adalah pencemaran kualitas udara di dalam ruangan seperti pembakaran bahan bakar yang digunakan untuk memasak dan asap
rokok. Berdasarkan hasil penelitian Chahaya, dkk di Kabupaten Deli Serdang 2004,
didapatkan bahwa pemakaian bahan bakar minyak tanah mempunyai resiko 10 kali lebih besar untuk terjadinya ISPA pada balita. Hal ini dimungkinkan karena ibu balita
pada saat memasak di dapur menggendong anaknya, sehingga bahan bakar tersebut terhirup oleh balita. Pemaparan yang terjadi dalam rumah juga tergantung pada
lamanya orang berada di dapur atau ruang lainnya yang telah terpapar oleh bahan pencemar. Kebanyakan ibu dan anak-anak potensial mempunyai resiko lebih tinggi
menderita gangguan pernafasan karena lebih sering berada di dapur.
34
Penelitian Calvin S. Wattimena 2004 dengan desain cross sectional, menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara bahan bakar memasak
dengan kejadian ISPA pada balita dengan nilai p = 0,001.
38
2.7. Pencegahan Penyakit ISPA Penyelenggaraan Program P2 ISPA dititikberatkan pada penemuan dan