Hubungan Umur Dengan Kejadian ISPaA Pada Anak Balita

6.2. Analisis Bivariat

6.2.1. Hubungan Umur Dengan Kejadian ISPaA Pada Anak Balita

Gambar 6.3. Diagram Bar Prevalens Rate ISPaA Pada Anak Balita Berdasarkan Umur di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2010. 92.9 53.1 7.1 46.9 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 37-59 12-36 ISPaA Tidak ISPaA Dari gambar 6.3. di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate ISPaA pada anak balita umur 37 - 59 bulan yaitu 92,9 sedangkan pada anak balita pada umur 12 - 36 bulan yaitu 53,1 . Ratio prevalens = 1,748 95 CI : 1,378-2,217. Umur 37-59 bulan merupakan faktor resiko terhadap kejadian ISPaA pada anak balita. Hal ini kemungkinan disebabkan anak balita umur 37-59 bulan sudah lebih aktif bermain di luar sehingga lebih mudah terpapar oleh bibit penyakit. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p=0,005, menunjukkan ada hubungan asosiasi yang signifikan antara umur anak balita dengan kejadian ISPaA artinya kejadian ISPaA pada anak balita umur 37-59 Universitas Sumatera Utara bulan lebih tinggi prevalensinya dibandingkan dengan ISPaA pada anak balita umur 12-36 bulan. Hal ini berbeda dengan penelitian Arsyad di Kecamatan Bantimurung Kabupaten Maros 2000 dengan desain cross sectional menunjukkan tidak ada hubungan antara umur balita dengan kejadian ISPA pada anak balita p0,05. 45 6.2.2. Hubungan Jenis kelamin Anak Balita dengan Kejadian ISPaA Gambar 6.4. Diagram Bar Prevalens Rate ISPaA Pada Anak Balita Berdasarkan Jenis Kelamin di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2010. 62.7 54.2 37.3 45.8 10 20 30 40 50 60 70 Laki-laki Perempuan Jenis kelamin anak balita P rev al e n s r a te ISPaA Tidak ISPaA Dari gambar 6.4. di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate ISPaA pada anak balita laki-laki yaitu 62,7, sedangkan prevalens rate ISPaA pada anak perempuan yaitu 54,2. Ratio Prevalens = 1,157 95 CI : 0,844-1,586. Hal ini sesuai dengan Pedoman Rencana Kerja Jangka Menengah nasional Penanggulangan Pneumonia Universitas Sumatera Utara Balita Tahun 2005-2009, anak laki-laki memiliki resiko lebih tinggi daripada anak perempuan untuk terkena ISPA. 3 Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p=0,367, menunjukkan tidak ada hubungan asosiasi yang signifikan antara jenis kelamin anak balita dengan kejadian ISPaA. Anak balita laki-laki maupun anak balita perempuan mempunyai kemungkinan yang relatif sama mengalami kejadian ISPaA. Hal ini sejalan dengan penelitian Ria Resti 2008 dengan desain cross sectional di Kelurahan Ilir Gunungsitoli Kabupaten Nias menunjukkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin anak balita dengan kejadian ISPaA pada anak balita, dengan nilai p=0,089. 9 6.2.3. Hubungan Status ASI Eksklusif Anak Balita dengan Kejadian ISPaA Gambar 6.5. Diagram Bar Prevalens Rate ISPaA Pada Anak Balita Berdasarkan Status ASI Eksklusif di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2010. 67.4 25.0 32.6 75.0 10 20 30 40 50 60 70 80 Tidak ASI Eksklusif ASI Eksklusif Status ASI Eksklusif P revalen s r at e ISPaA Tidak ISPaA Universitas Sumatera Utara Dari gambar 6.5. di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate ISPaA pada anak balita yang tidak mendapat ASI Eksklusif yaitu 67,4, sedangkan prevalens rate ISPaA pada anak balita yang mendapat ASI Eksklusif yaitu 25,0. Ratio Prevalens = 2,698 95 CI :1,328-5,478. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p=0,000 menunjukkan ada hubungan asosiasi yang signifikan antara status ASI Eksklusif pada anak balita dengan kejadian ISPaA artinya kejadian ISPaA pada anak balita yang tidak ASI Eksklusif lebih tinggi prevalensinya dibandingkan dengan kejadian ISPaA pada anak balita yang ASI Eksklusif . Hal ini sejalan dengan penelitian Afrida di Puskesmas Rantang Kota Medan 2007 dengan desain cross sectional yang mendapatkan bahwa ada hubungan antara status ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA pada anak balita, dengan nilai p=0,024. 46 Hal ini juga sejalan dengan penelitian Ike Suhandayani di puskesmas Pati I Kabupaten Pati 2006, dengan menggunakan desain case control yang mendapatkan bahwa ada hubungan antara status ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA pada anak balita, dengan nilai p=0,01. 25 Universitas Sumatera Utara 6.2.4. Hubungan Pemberian Vitamin A Anak Balita dengan Kejadian ISPaA Gambar 6.6. Diagram Bar Prevalens Rate ISPaA Pada Anak Balita Berdasarkan Pemberian Vitamin A di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2010. 72.7 56.6 27.3 43.4 10 20 30 40 50 60 70 80 Tidak lengkap Lengkap Pem berian Vitam in A P revalen s r at e ISPaA Tidak ISPaA Dari gambar 6.6. di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate ISPaA pada anak balita yang tidak lengkap diberi vitamin A 1x setahun yaitu 72,7 sedangkan prevalens rate ISPaA pada anak balita yang lengkap diberi vitamin A 2x setahun yaitu 56,6. Ratio Prevalens = 1,286 95 CI : 0,861-1,920. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p=0,303 menunjukkan tidak ada hubungan asosiasi yang signifikan antara pemberian vitamin A pada anak balita dengan kejadian ISPaA. Vitamin A adalah zat gizi yang penting dan tidak dapat disintesa tubuh sehingga perlu di penuhi dari luar melalui makanan atau tablet. Vitamin A esensial untuk kesehatan dan kelangsungan hidup karena dapat meningkatkan daya tahan Universitas Sumatera Utara tubuh terhadap penyakit infeksi. Pada keadaan menderita ISPA, suplai Vitamin A dalam hati cepat terkuras. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan pada jaringan epitel paru-paru sehingga mudah mengalami keratinisasi. Keadaan ini lah yang mudah dimasuki oleh kuman penyebab ISPA. Untuk mengembalikannya ke kondisi normal maka perlu konsumsi zat gizi terutama Vitamin A. 26 Hal ini sejalan dengan penelitian Siti Halati 2004 di Sulawesi Selatan dengan desain cross sectional, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pemberian vitamin A dengan kejadian ISPA pada balita dengan nilai p=0,224. Berbeda dengan di Jawa Tengah, menunjukkan bahwa ada hubungan yang yang bermakna antara pemberian vitamin A dengan kejadian ISPA pada balita dengan nilai p=0,045. 28 6.2.5. Hubungan Status Imunisasi Anak Balita dengan Kejadian ISPaA Gambar 6.7. Diagram Bar Prevalens Rate ISPaA Pada Anak Balita Berdasarkan Status Imunisasi di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2010. 63.2 52.8 36.8 47.2 10 20 30 40 50 60 70 Tidak lengkap Lengkap Status Im unisasi P reval en s r at e ISPaA Tidak ISPaA Universitas Sumatera Utara Dari gambar 6.7. di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate ISPaA pada anak balita yang status imunisasinya tidak lengkap yaitu 63,2, sedangkan prevalens rate ISPaA pada anak balita yang status imunisasinya lengkap yaitu 52,8. Ratio Prevalens = 1,195 95 CI : 0,866-1,651. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p=0,273 menunjukkan tidak ada hubungan asosiasi yang signifikan antara status imunisasi pada anak balita dengan kejadian ISPaA. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Agustama 2005 dengan desain cross sectional, menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status imunisasi balita dengan kejadian ISPA di kota Medan dengan nilai p=0,000 dan di kota Deli Serdang dengan nilai p=0,000. 31

6.2.6. Hubungan Status Gizi Anak Balita dengan Kejadian ISPaA

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Anak Balita Di Puskesmas Panyabungan Jae Kabupatenmandailing Natal Tahun 2014

0 53 122

Analisa Tingkat Kecenderungan Penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut Pada Balita Tahun 2001-2005 Untuk Peramalan Pada Tahun 2006-2010 Di Kota Pekanbaru

0 30 97

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Batita di Kelurahan Glugur Darat I Kecamatan Medan Timur Tahun 2011

0 15 111

Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut (ISPaA) Pada Anak Balita Di Kelurahan Mangga Keacamatan Medan Tuntungan Tahun 2010

9 65 141

Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) Pada Balita Di Kelurahan Ilir Gunung Sitoli Kabupaten Nias Tahun 2008

1 55 137

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) BAGIAN ATAS PADA BALITA DI DESA NGRUNDUL KECAMATAN KEBONARUM KABUPATEN KLATEN

0 5 10

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUDONO 1 KABUPATEN BOYOLAL

0 2 16

PENDAHULUAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUDONO 1 KABUPATEN BOYOLALI.

0 1 8

DAFTAR PUSTAKA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUDONO 1 KABUPATEN BOYOLALI.

0 2 4

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2009.

0 3 7