24
permasalahan. Maka dari itu, para penghuni setempat perlu memahami permasalahan yang terjadi di daerahnya sendiri agar solusi bagi ruang hunian tersebut dapat
ditemukan.
2.3 Pengaruh Aspek Ekonomi Terhadap Terbentuknya Permukiman Tidak
Terencana
Pada permukiman tidak terencana tentu terbentuk melalui alasan-alasan yang mempengaruhinya. Aspek ekonomi turut memberikan suatu alasan dalam
terbentuknya permukiman yang tumbuh secara tidak terencana. Adanya suatu perubahan yang terjadi pada suatu kawasan turut memberi peran dalam pertumbuhan
permukiman tersebut. Salah satu faktor tersebut adalahnya peningkatan migrasi pada suatu kawasan. Perubahan yang menyebabkan peningkatan migrasi umunya terjadi
akibat adanya peluang pekerjaan baru berdasarkan dua sudut pandang. Pertama, adanya lapangan pekerjaan baru memberikan kesempatan bagi para pendatang untuk
mendapatkan kesempatan yang lebih baik dari segi ekonomi. Kedua, apabila diamati melalui perspektif berbeda dengan adanya para pendatang menjadikan populasi
manusia di kawasan tersebut semakin meningkat. Peningkatan tersebut yang dapat memberikan pengaruh pada terciptanya ruang-ruang yang digunakan sebagai tempat
tinggal para pendatang. Sehingga, dalam memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal diwujudkan dengan cara mencari area hunian yang dirasa tepat sesuai dengan
kemampuan ekonomi mereka Rani Shylendra, 2002. Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan permukiman tidak terencana adalah adanya
Universitas Sumatera Utara
25
peningkatan migrasi ke daerah perkotaan. Migrasi tersebut dapat memberikan dampak positif maupun negatif dalam mengembangkan suatu kawasan. Pada dampak
positif, adanya migrasi akan memberikan lapangan pekerjaan baru bagi para pendatang. Hal tersebut tentu akan berpotensi bagi kehidupan para imigran untuk
memperoleh penghidupan dari segi perekonomian yang lebih baik. Tetapi, dampak negatif dari peningkatan migrasi akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan
permukiman yang tidak terencana. Para pendatang yang mengharapkan penghidupan yang lebih layak tentu akan memerlukan ruang-ruang untuk tempat tinggal mereka.
Selain itu, semakin banyaknya para pendatang yang terjadi akibat perkembangan suatu kawasan akan semakin mendesak keberadaan masyarakat yang tidak memiliki
tempat tinggal yang resmi untuk meninggalkan daerahnya. Hal itu dapat terjadi karena daerah yang mereka tempati akan diambil alih oleh para perancang untuk
dijadikan lahan perumahan maupun pembangunan yang lain. Sehingga, tercipta dorongan untuk membangun ruang baru pada daerah-daerah yang berpotensi untuk
ditempati. Pengaruh aspek ekonomi juga tidak hanya akan membentuk ruang hunian pada permukiman. Terdapat hubungan positif yang secara signifikan antara pola
pergerakan pada pejalan kaki dan akses spasial yang dipengaruhi interaksi sosial yang berhubungan dengan aspek ekonomi pada penghuni di permukiman. Adanya
pengaruh aspek ekonomi juga dapat terlihat pada pola jalan yang terbentuk. Sebagai contoh, terdapat perbandingan pada permukiman tidak terencana dan permukiman
terencana di Cairo. Ezbet bezkhit adalah permukiman tumbuh pada area yang tidak
Universitas Sumatera Utara
26
direncanakan pada area gurun. Pada permukiman tidak terencana tersebut, interaksi yang terjadi akibat adanya ruang komersil yang terdapat di sekitar area hunian
cenderung lebih banyak. Sedangkan pada Abu Qatada, yang merupakan permukiman resmi di lahan pertanian, pergerakan pejalan kaki hanya terlihat lebih banyak pada
saat ingin menuju ke kota daripada di sirlukasi sekitar tempat tinggal Mohamed Mohareb, 2012. Pada gambar 2.10, terlihat perbedaan pola jalan yang terbentuk pada
kedua permukiman tersebut. Pada permukiman yang tidak terencana terlihat bahwa pola jalan yang terbentuk tidak terdapat pengaturan maupun perancangan
sebelumnya. Sehingga, pola yang terbentuk terlihat abstrak dan tidak beraturan. Berbeda dengan permukiman terencana yang pada pola jalan terlihat lebih teratur dan
berbentuk grid. Akses pada jalan utama juga diatur sejajar dan permukiman membentuk pola persegi panjang dengan mengikuti sirkulasi.
Gambar 2.10 Pola jalan pada permukiman tidak terencana Ezbet Bezkhit Kiri dan Pola jalan pada permukiman terencana Abu Qatada.
Sumber: Mohamed Mohareb, 2012
Universitas Sumatera Utara
27
Tetapi, selain pola jalan yang terbentuk berbeda di kedua permukiman adanya pola jalan yang terbentuk juga berbeda di kedua permukiman. Terdapat perbedaan
interaksi dan pergerakan pejalan kaki yang menggunakan ruang sirkulasi tersebut. Hal tersebut dapat dilihat pada perbandingan di kedua area yang terdapat di gambar
2.11.
Gambar 2.11. Pergerakan dan interaksi penghuni pada area jalan yang terlihat pada Ezbet Bezkhir kiri dan Abu Qatada kanan
Sumber: Mohamed Mohareb, 2012
Pada area sirkulasi di kedua permukiman tersebut, terlihat perbedaan jumlah dan tempat-tempat terjadinya interaksi dari penghuni setempat. Pada permukiman
yang tidak terencana, pergerakan pengguna jalan tersebar hampir menyeluruh pada kawasan tersebut. Hal ini disebabkan oleh pola sirkulasi yang tidak teratur, sehingga
pergerakan pada daerah tersebut menyebar kearah yang berbeda-beda menuju akses jalan yang lebih besar. Interaksi juga terjadi di beberapa titik permukiman dan
semakin banyak terdapat pada akses jalan menuju kota. Pada permukiman kumuh,
Universitas Sumatera Utara
28
sebagian besar pengguna jalan berasal dari orang dewasa, tetapi ada titik yang didominasi remaja dan seimbang dengan anak-anak. Sedangkan pada permukiman
yang terencana, interaksi lebih banyak terjadi pada sirkulasi jalan yang lebih besar. Sebagian besar pengguna jalan melakukan interaksi pada jalan akses menju ke kota.
Pengguna jalan juga terlihat didominasi oleh orang dewasa. Para remaja dan anak- anak tidak pernah lebih dominan dalam melakukan interaksi di ruang sirkulasi
tersebut. Sehingga, dapat terlihat bahwa pada permukiman tidak terencana, penghuni setempat cenderung lebih banyak berinteraksi maupun melakukan pergerakan pada
akses yang mereka miliki. Sedangkan pada permukiman terencana, interaksi hanya terjadi pada beberapa titik yang terdapat pada akses jalan besar menuju kota. Dari hal
tersebut, dapat dilihat perbedaan gender juga mempengaruhi adanya ruang-ruang yang digunakan sebagai tempat berinteraksi. Interaksi yang terjadi juga terdapat pada
ruang-ruang komersil yang terdapat pada permukiman tersebut. Sehingga, aktifitas ekonomi juga tidak dapat dipisahkan dalam terbentuknya suatu ruang interaksi. Suatu
bentuk perkotaan ataupun permukiman disatukan dengan adanya interaksi simbiosis dari pembangunan infrastruktur dan aktifitas ekonomi dengan penghuni setempat.
Interaksi ini secara sistematis terjadi karena adanya kepentingan dari penghuni setempat untuk terus mengembangkan daerahnya Bessusi dkk, 2010. Suatu bentuk
permukiman sering sekali terjadi karena adanya interaksi, seperti pada permukiman tidak terencana di Kairo, interaksi terjadi pada area sirkulasi dan juga ruang-ruang
komersilnya. Aktifitas ekonomi juga selalu berkaitan dengan terbentuknya ruang dan
Universitas Sumatera Utara
29
kemudian menjadi suatu permukiman. Dengan adanya aktifitas ekonomi, penghuni setempat juga akan membutuhkan fasilitas-fasilitas yang mendukung. Sehingga,
seiring berjalannya waktu suatu permukiman tidak terencana akan semakin mengembangkan daerahnya agar terus mendukung aktifitas ekonomi mereka.
Tentu dari hal tersebut, dapat terlihat dalam pengembangan permukiman terdapat pengaruh dalam membentuk suatu ruang. Adanya faktor yang mempengaruhi
dapat terkait dengan sistem budaya, politik, sosial dan ekonomi yang berbeda-beda di dunia. Dengan demikian, tentu setiap permukiman mempunyai pola yang berbeda
dari satu daerah ke daerah lain, tempat ke tempat lain maupun waktu ke waktu. Oleh karena itu, sangat penting penghuni suatu permukiman dalam mengatur hubungan
spasial antar area hunian dengan area hunian lainnya berdasarkan aspek jarak, perbedaan fungsi, aspek sosial, ekonomi dan pengaturan lainnya Sarkar, 2010. Hal
1. Adanya aspek yang mempengaruhi terbentuknya suatu ruang hunian tentu menjadikan suatu permukiman mempunyai pola-pola yang berbeda dengan yang lain.
Pola yang terbentuk pada suatu permukiman pada dasarnya dipengaruhi oleh keadaan sosial pada kawasan tersebut. Dalam suatu permukiman, tentu memerlukan suatu
hubungan spasial antar area hunian lainnya. hal tersebut dilakukan agar terjalin interaksi sosial pada penghuni area tersebut. Adapun suatu area hunian tentu
terbentuk melalui aspek yang berbeda-beda. Perbedaan jarak yang dapat diakses atau sistem sirkulasi yang terdapat di suatu permukiman formal tentu akan berbeda apabila
dibandingkan dengan permukiman yang terbentuk secara tidak terencana. Area
Universitas Sumatera Utara
30
hunian yang terbentuk pada permukiman tidak terencana juga akan mempunyai perbedaan fungsi. Sebagai contoh, para permukiman formal area hunian hanya
digunakan untuk tempat tinggal, tetapi pada permukiman tidak terencana dapat digunakan sebagai hunian dan juga ruang berkumpul. Selain itu, tentu pada
permukiman tidak terencana aspek sosial-ekonomi akan terlihat jelas apabila dibandingkan dengan permukiman formal. Pada umumnya, kondisi ekonomi yang
rendah menjadi faktor utama yang membentuk suatu permukiman tidak terencana. Sehingga, pada ruang hunian di kedua permukiman tersebut juga akan mudah terlihat
perbedaannya. Sebagai contoh pada permukiman tidak terencana, bangunan yang terdapat cenderung dibangun tidak permanen dan juga berada pada lokasi yang tidak
direncanakan sebagai area perumahan.
2.4 Aspek Lainnya Dalam Membentuk Permukiman Tidak Terencana