5.2 Kajian Sosial Terhadap Terbentuknya Permukiman Kampung Badur
Pada suatu permukiman yang terbentuk tentu selalu dipengaruhi beberapa faktor. Faktor tersebut kemudian akan menjadikan suatu acuan dalam proses
berkembanganya suatu permukiman. Faktor tersebut dapat diperoleh dari aspek-aspek kehidupan. Aspek tersebut antara lain aktivitas ekonomi, sistem sirkulasi,
komunikasi, sistem politik, administrasi, budaya dan aktivitas sosial Sarkar, 2010. Hal 1. Pada Kampung Badur sendiri, salah satu aspek yang berperan dalam
membentuk permukimannya adalah keadaan sosial. Keadaan sosial dari penghuni dapat terlihat dari latar belakang dan tujuan yang berbeda-beda dari penghuni
Kampung Badur yang kini menetap di daerah tersebut. Umumnya, penduduk di Kampung Badur mempunyai pekerjaan yang berbeda-beda. Dari hasil wawancara
yang dilakukan dengan 25 responden yang tinggal di Kampung Badur, pekerjaan terbanyak adalah sebagai pedangang 48. Beberapa responden juga mengatakan
bahwa mereka mempunyai pekerjaan sebagai pegawai 25. Mereka biasanya menjadi seorang pegawai kebersihan di perkantoran maupun rumah sakit yang dekat
dengan tempat tinggalnya. Selain itu, pekerjaan sebagai tukang becak juga menjadi mata pencaharian dari beberapa penghuni Kampung Badur 21. Adapun, yang
berprofesi sebagai buruh tidak terlalu signifikan 6. Hal tersebut terjadi karena di sekitar kawasan tempat tinggal mereka tidak terlalu banyak ditemukan pabrik atau
pun tempat yang memerlukan tenaga buruh. Sehingga, penduduk di Kampung Badur cenderung mencari pekerjaan yang dekat dengan tempat tinggalnya.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.5. Beberapa penghuni yang membuka warung di tempat tinggalnya sebagai mata
pencariannya.
LEGENDA Rumah warung
Sungai
Universitas Sumatera Utara
Diamati dari mata pencaharian yang dimiliki penghuni setempat, pekerjaan paling besar yaitu sebagai pedagang. Beberapa penghuni Kampung Badur sendiri
juga membuka warung pada area huniannya sebagai mata pencaharian mereka seperti yang terlihat pada gambar 5.5. Pola dari perletakan warung yang terdapat di
Kampung Badur tumbuh secara tidak teratur dan beberapa berada pada jarak yang berdekatan. Adapun warung yang terdapat di Kampung Badur, umumnya
menggunakan bagian depan area tempat tinggal maupun pada badan jalan. Pekerjaan yang dimiliki penghuni Kampung Badur juga memperlihatkan keadaan ekonomi
mereka dalam membangun bangunan. Pekerjaan yang berada pada tingkat yang rendah memberikan kenyataan dalam membentuk rumah tinggal yang tidak sesuai
dengan standar. Umumnya, mereka membangun bangunan sesuai dengan kebutuhan tanpa menggunakan standar dalam membangun rumah tinggal.
Selain itu, suatu permukiman akan tumbuh dan mengalami perubahan di daerahnya. Perubahan tidak hanya terjadi pada area huniannya saja. Umunya,
karakteristik pada suatu permukiman tidak terencara dapat ditinjau dengan mengamati beberapa faktor, antara lain 1 kepemilikan tanah, 2 Struktur dan
fasilitas sosial, 3 Infrastruktur, 4 ekonomi dan finansial, serta 5 sosial-budaya Onyekachi, 2014. Dengan tumbuhnya permukiman di Kampung Badur yang
umumnya ditinggali oleh para pendatang, tentu menjadikan daerah yang mereka tempati tidak memiliki surat resmi atas kepemilikan tanah. Sebanyak 88 penduduk
Kampung Badur tidak memiliki surat kepemilikan tanah. Adapun, beberapa
Universitas Sumatera Utara
penduduk yang telah mengurus surat tanah tidak terlalu signifikan yaitu hanya sebesar 12. Dilihat dari tidak adanya kepemilikan tanah, maka akan terlihat
bangunan-bagunan tersebut tumbuh tanpa adanya pengaturan yang tepat untuk tempat tinggal mereka. Letak dari permukiman Badur Bawah yang berada dipinggiran
Sungai Deli tentu menjadikan daerah tersebut tidak direncakan sebagai ruang hunian. Sehingga, sebagian besar penghuni Kampung Badur sendiri tidak memiliki surat
tanah. Dari hal tersebut, dapat diamati sebagian besar penghuni memiliki dimensi ruang yang berbeda-beda dalam membangun area huniannya gambar 5.6
Gambar 5.6. Bentuk permukiman Kampung Badur yang tidak dibangun tidak beraturan
Tidak ada ketentuan maupun standar yang digunakan dalam membangun tempat tinggal. Dimensi dan juga letak dari tempat tinggal, dibangun secara tidak
teratur. Pada setiap ruang hunian, tidak mempunyai luas yang sama. Tempat tinggal
Universitas Sumatera Utara
di Kampung Badur juga tidak mempunyai GSB juga tidak teratur, dapat dilihat pada gambar 5.7.
Gambar 5.7 Kondisi letak bangunan di Kampug Badur a Badur Atas, b Badur Bawah
Pada Badur Atas, terlihat bangunan mempunyai GSB kira-kira 1 meter dari badan jalan. Sedangkan pada Badur Bawah, rumah dibangun tidak menggunakan
b a
b
Universitas Sumatera Utara
GSB, sehingga beberapa rumah langsung berada diatas jalan. Pada Badur Atas beberapa rumah kini telah memiliki surat kepemilikan tanah, sehingga terlihat
perletakan dari bangunan sudah lebih baik apabila dibandingkan dengan kondisi rumah di Badur Bawah. Pada Badur Bawah sendiri, tidak mempunyai pengaturan
yang jelas mengenai perletakan rumah dan garis sempadan bangunan. Sehingga, bangunan tersebut mempunyai posisi yang berbeda-beda dengan rumah yang berada
disampingnya. Dalam membangun ruang hunian, tentu pemikiran dari pemilik rumah
menjadi acuan dalam menentukan posisi yang baik utuk tempat tinggalnya. Suatu perumahan atau permukiman pada umumnya memerlukan sistem pengaturan secara
luas seperti, pengaturan pada zona hunian, lingkungan atau ruang terbuka serta pengaturan jaringan jalan atau jangkauan atau akses ke daerah lain Rapoport, 2006.
Pada suatu permukiman tentu harus mempunyai akses atau sirkulasi yang menghubungkan suatu tempat ke tempat lainnya. Adapun yang berperan dalam
membangun jalan menjadi lebih baik tentu terjadi karena adanya bantuan dari pihak luar. Menurut sebagian besar masyarakat lebih pemerintah dan swasta sama-sama
memiliki peran dalam pembangunan jalan di Kampung Badur. Hal tersebut dikarenakan, mereka menganggap masing-masing pihak mempunyai kontribusi yang
berbeda dalam membangun jalan di Kampung Badur. Sehingga, tentu kedua pihaklah yang paling berperan dalam membantu penduduk setempat agar sistem sirkulasi
menjadi lebih baik. Pada kampung badur sendiri, selain adanya bangunan yang
Universitas Sumatera Utara
semakin padat juga terdapat jalan untuk menghubungkan daerah-daerah disekitarnya gambar 5.8.
Gambar 5.8 Sirlukasi yang terdapat di a Badur Atas, b Badur Bawah LEGENDA
Sirkulasi Badur Atas Sirkulasi Badur Bawah
Sungai
a
b
Universitas Sumatera Utara
Jalan pada Kampung Badur sendiri kini sudah dibangun lebih baik dari sebelumnya karena jalan di Badur atas yaitu Jalan Badur merupakan jalan kota. Lebar
dari Jalan Badur sendiri adalah 3 meter. Jalan di Badur Atas juga sering digunakan apabila diadakan acara peringatan seperti 17 Agustus maupun acara lainnya. Hal
tersebut dilakukan karena di Kampung Badur sendiri tidak terdapat lahan yang terlalu luas untukdigunakan secara bersama-bersama. Pada Badur Bawah terlihat sirkulasi
yang ada tidak sebaik Badur Atas, tetapi material yang digunakan sudah lebih baik yaitu dengan menggunakan paving blok. Selain itu, jalan di Badur Bawah juga sering
kali digunakan untuk meletakkan kendaraan penghuni setempat. Keterbatasan lahan yang terdapat di Badur Bawah menjadikan para penghuni setempat meneletakkan
kendaraan mereka pada sirkulasi yang juga digunakan untuk akses sehari-hari gambar 5.9
Gambar 5.9 Kendaraan yang diparkirkan di atas jalan pada Badur Bawah
Universitas Sumatera Utara
Sebagian besar masyarakat Kampung Badur memilih membangun rumah menghadap ke jalan 76. Hal tersebut berarti hampir seluruh bangunan dibangun
membelakangi sungai. Mereka mengganggap jalan adalah titik utama sirkulasi yang dapat menghubungkan daerah lainnya. sehingga, jalan dianggap penting sebagai
orientasi dalam membangun rumah. Sungai juga dijadikan bagian belakang, karena dianggap tempat untuk melakukan kegiatan sehari-hari yang tidak dapat
diperlihatkan. Selain itu, Adapun fasilitas sosial yang terdapat di Kampung Badur tidak
terlalu banyak. Salah satu fasilitas sosial yaitu posyandu 72 yang diterima dari program pemerintah. Selain itu, terdapat sanggar anak 28 yang berasal dari
bantuan mahasiswa yang perduli dengan pendidikan anak-anak di Kampung Badur gambar 5.10 dan gambar 5.11.
Gambar 5.10 Fasilitas sosial di Kampung Badur
Posyandu di rumah warga
Posyandu di rumah warga
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.11 Fasilitas sosial di Kampung Badur
Pada fasilitas sosial diKampung Badur, tidak Ditinjau dari aspek pemikiran masyarakat mengenai sungai yang mengitari tempat tinggal mereka, penduduk
mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Beberapa masih menganggap sungai tersebut penting karenan membantu kehidupan sehari-hari penduduk setempat, seperti
mencuci dan mandi 90. Tetapi, beberapa menganggap sungai sudah tidak terlalu penting karena bila curah hujan tinggi maka akan menimbulkan kekhawatiran akan
terjadinya banjir yang akan melanda permukiman Kampung Badur 4. Pada permukiman tidak terencana, umumnya tidak ada bentuk yang pasti
dalam mengatur arah pembangunan di area tersebut. Bentuk dari blok-blok perumahan terjadi secara tidak teratur, ukuran lahan yang berbeda-beda, orientasi
bangunan yang tidak tepat, dan posisi antar rumah yang tidak jelas. Sehingga, privasi terhadap antar ruang hunian sangat ada yang membatasi Radulovic dkk, 2013. Pada
permukiman Kampung Badur tentu terdapat tempat-tempat yang dijadikan sebagai ruang berkumpul sesama penduduk. Beberapa tempat yang sering dijadikan tempat
berkumpul yaitu di warung 52. Warung-warung yang terdapat di Kampung Badur
Musholla
Universitas Sumatera Utara
sering sekali dijadikan ruang berbincang, bercengkrama maupun hanya duduk bersantai. Selain itu, sanggar anak juga dijadikan sebagai tempat berkumpul 32
yang digunakan oleh penduduk setempat juga pihak dari luar kampung yang datang. Sanggar anak biasanya digunakan beberapa mahasiswa yang ikut dalam aksi sosial
untuk memajukan anak-anak di Kampung badur. Sehingga, beberapa kegiatan sosial bersama anak-anak dilakukan di sanggar anak. Adapun tempat-tempat lain yang
digunakan sebagai tempat berkumpul yaitu musholla 8 dan rumah tetangga 8. Ruang-ruang berkumpul tersebut dapat dilihat pada gambar 5.12.
Warung yang terdapat di Kampung Badur, umumnya selalu digunakan sebagai ruang berkumpul.
Selain itu, terkandang teras rumah atau bagian depan rumah juga digunakan sebagai ruang berkumpul di Kampung Badur. Pada hari-hari tertentu atau dalam
memperingati hari penting, tentu penduduk setempat akan mengadakan acara di Kampung Badur. Acara ataupun hajatan yang dilakukan pasti memerlukan tempat
yang dapat dijadikan ruang berkumpul bagi penduduk setempat. Saat akan diadakan acara, seperti hari kemerdekaan atau acara keagamaaan biasanya tempat yang
digunakan adalah badan jalan 60. Jalan yang digunakan yaitu berada di Badur Atas, sehingga apabila diadakan hajatan maka akses sirkulasi tersebut akan ditutup.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.12 Ruang-ruang berkumpul yang ada di Kampung Badur Sanggar anak
Warung
Badan jalan di depan rumah LEGENDA
Musholla Sanggar anak
Warung
Universitas Sumatera Utara
Tetapi, apabila diadakan acara yang tidak membutuhkan ruang yang terlalu besar maka dapat digunakan lapangan atau ruang terbuka yang ada di Badur Bawah
40. Lapangan di Badur bawah sendiri tidak terlalu besar, maka dari itu apabila memerlukan ruang yang lebih luas maka akan digunakan badan jalan di Badur Atas
gambar 5.13
Gambar 5.13 Ruang kosong yang dijadikan tempat melakukan acara
Pada permukiman tentu akan ditemukan pola-pola yang berkaitan dengan ruang hunian, ruang berkumpul, pola jalan dan bentuk permukiman. Selain itu, setiap
daerah juga akan akan mempunyai pola yang berbeda karena dapat dipengaruhi lingkungan, topografi lahan maupun fungsi yang berbeda. Adanya perkembangan
suatu permukiman yang tidak terencana pasti terjadi secara spontan dan tidak mempunyai perencanaan maupun pengaturan terlebih dahulu. Walaupun, pada
Universitas Sumatera Utara
dasarnya suatu permukiman tidak terencana terjadi atas persamaan keadaan sosial, tetapi tidak akan pernah ditemukan karakteristik yang benar-benar identik pada
kawasan-kawasan tersebut Fernandez, 2011. Kegiatan tersebut antara lain, mandi, memcuci atau buang air besar 12. Sehingga, sungai dianggap tempat yang kotor
dan bukan suatu yang harus dijadikan orientasi atau mengarah ke sekitarnya. Adapun yang menjawab tidak tahu sebesar 24. Bagi sebagian besar masyarakat sungai
masih dianggap penting keberadaannya 88. Penduduk mengganggap sungai penting karena masih digunakan untuk kegiatan sehari-hari mereka 92. Adapun
alasan lain mengganggap penting yaitu, Sungai Deli masih bernilai sejarah karena pernah digunakan sebagai moda trasnportasi pada masanya 8. Tetapi, tidak semua
penduduk masih mengganggap keberadaan sungai penting. Terdapat 4 penduduk yang merasa pada saat ini sungai kurang penting karena airnya tidak bisa
dimanfaatkan semua orang. Sebesar 8 penduduk juga menganggap Sungai Deli tak lagi penting terhadap permukiman Kampung Badur karena cenderung berpotensi
menyebabkan banjir di daerah tersebut. Beberapa pendapat dari penduduk merasa ingin berpindah tempat untuk
medapatkan tempat tinggal yang lebih layak dan nyaman ditinggali 28. Selain itu, keingin untuk berpindah juga didasari oleh kekhawatiran penduduk akan penggusuran
yang sewaktu-waktu dapat terjadi di daerahnya 8. Tetapi, sebagian besar masyarakat yang menganggap sudah nyaman tinggal di Kampung Badur belum
mempunyai keinginan untuk berpindah 48. Alasan lain juga didasari oleh aspek
Universitas Sumatera Utara
ekonomi yang terbatas, sehingga mereka mengganggap tidak mempunyai penghasilan lebih apabila berpindah dan mencari tempat tinggal lain 12. Sebanyak 4
penduduk juga belum ingin berpindah dikarenakan rumah yang mereka tempati merupakan peninggalan dari orang tua mereka.
5.3 Kajian Ekonomi Terhadap Terbentuknya Kampung Badur