Struktur Permukiman Tidak Terencana

7

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Struktur Permukiman Tidak Terencana

Suatu permukiman terbentuk dengan adanya kebijakan yang didukung oleh pemerintah. Kebijakan tersebut umumnya dirancang untuk menjadi acuan dalam membangun suatu kawasan perumahan. Namun, sering sekali kebijakan tersebut ditujukan untuk kelompok menengah keatas. Sedangkan pengaturan untuk tempat tinggal bagi kelompok menengah kebawah tidak diatur dengan tepat. Dari hal tersebut, dapat diamati aspek sosial dan tingkat ekonomi dari seseorang akan berpengaruh dalam menentukan tempat tinggal. Adapun struktur permukiman yang memberikan pengaruh dalam terbentuknya suatu ruang hunian terdiri dari beberapa aspek. Aspek tersebut dapat berupa fisik dan juga nonfisik Eldefrawi, 2013. Beberapa aspek tersebut antara lain: 2.1.1. Sosial morfologi permukiman Dalam suatu perkembangan struktur fisik pada permukiman tidak terencana diamati dari pola-pola khusus, aksesibilitas, sirkulasi, dan ruang-ruang bersosial yang membentuk dimensi ruang. Selain itu, bentuk fisik juga dapat dilihat dari jalan, plot dan pola bangunan yang menghubungkan sosial dari penghuninya. a. Menetap : Mulai mencari tempat untuk memenuhi kebutuhan tinggal. Universitas Sumatera Utara 8 b. Proliferasi : Mengundang kerabat untuk ikut menetap, menciptakan suatu ruang hunian dan menciptakan sosialisasi antar penghuni. c. Pengenalan : Akibat terjadinya perpindahan kerabat menyebabkan pengembangan struktur fisik dari permukiman tersebut sesuai dengan hubungan sosial antar kelompok. Lebar jalan dan pola bangunan tercipta berdasarkan kebutuhan, interaksi dan korelasi. 2.1.2. Sosial – ekonomi Membangun suatu permukiman yang tidak terencana, tentu juga berhubungan dengan aspek ekonomi. Walaupun dalam konteks permukiman tidak terencana sebagian besar dihuni oleh kelompok menengah kebawah. Mereka tetap memerlukan uang atau biaya dalam membangun tempat tinggalnya. Dengan memenuhi kebutuhan tersebut, tentu akan tercermin pada bentuk fisik rumah tinggal mereka. Adapun rumah tinggal yang terbentuk, tentunya tidak sesuai dengan standarisasi tempat tinggal yang tepat dan juga penggunaan material yang sesuai. Dimensi dari ruang hunian, umumnya akan berbeda apabila dibandingkan dengan rumah pada permukiman terencana. 2.1.3 Pola Jalan Pada permukiman tidak terencana, pola jalan yang ada umumnya menggunakan berbagai macam dimensi yang berbeda. Jalan tidak hanya digunakan Universitas Sumatera Utara 9 sebagai jalur penghubung antar ruang, tetapi juga sebagai ruang bersosialisasi. Selain itu, jalan juga digunakan untuk mendukung kegiatan yang akan diadakan di permukiman tersebut. Sehingga, dengan adanya pola yang terbentuk menjadikannya sebagai ruang yang dapat mendukung interaksi antar penghuni. Selain itu, fungsi lain dari jalan juga dapat sebagai : a. Jalan sebagai tambahan rumah Ruang yang tercipta pada jalan yang berada di depan rumah, dapat dijadikan halaman atau teras untuk melakukan interaksi antar tetangga. b. Jalan sebagai lahan kerja Aktivitas atau pekerjaan yang dilakukan diluar rumah menjadikan penghuni dapat melakukannya tanpa berada jauh dari rumah. Hal tersebut dapat memudahkan penghuni dalam mengawasi tempat tinggalnya. c. Jalan sebagai ruang komersil Beberapa penghuni sering mencari mata pencaharian lain untuk memenuhi kebutuhannya sehingga, dengan ruang yag tersedia dapat dimanfaatkan untuk mencari pekerjaan lain. Sabagai contoh, beberapa penghuni membuka warung didaerahnnya. Umumnya, mereka mendirikan warung pada ruang-ruang yang dapat diakses. Sehingga, jalan atau sirkulasi sering dijadikan tempat dalam Universitas Sumatera Utara 10 membangun warung karena keterbatasan lahan dan juga selalu dilalui oleh penghuni setempat. 2.1.4 Bentuk dan Pola Bangunan Suatu permukiman informal pada umumnya, dibentuk dengan pola ruang hunian yang mendukung keseharian mereka. Sebagai contoh, ruang hunian terbentuk untuk mendukung mata pencaharian mereka yang mempunyai jarak tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya. Contoh lain yaitu, terdapat kawasan perdagangan yang menjadikan para pendatang ingin tinggal di kawasan tersebut agar mudah untuk mengakses lokasi yang dapat memberikan peluang pekerjaan. 2.1.5 Permukiman Tidak Terencana Dalam suatu kawasan atau perkotaan, kenyataan tumbuhnya permukiman tidak terencana tidak dapat dihindari. Dalam hal ini, permukiman tidak terencana timbul dengan adanya dorongan kebutuhan akan tempat tinggal. Permukiman tidak terencana sering sekali membentuk suatu ruang hunian yang dibangun pada area yang tidak resmi direncanakan sebagai ruang hunian. Ciri khas yang paling menonjol pada permukiman tidak terencana yaitu terlihat pada bangunan-bangunan hunian berkualitas rendah yang tidak mempunyai infrastruktur dan fasilitas sosial yang memadai Ali Sulaiman, 2006. Hal 2. Pada prinsipnya, suatu permukiman tidak terencana dibangun atas dasar ingin memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal bagi masyarakat yang mempunyai tingkat ekonomi rendah. Dalam hal ini, terbentuknya Universitas Sumatera Utara 11 suatu permukiman yang tidak terencana selalu menjadi permasalahan yang terdapat di kota-kota besar. Permukiman tidak terencana ini kemudian akan berkembang menjadi lebih besar. Adapun ciri khas yang terlihat jelas pada suatu permukiman tidak terencana yaitu, sebagian besar ruang hunian dibangun tidak sesuai standar perumahan. Sehingga, sering sekali bangunan-bangunan tersebut hanya dibangun seadanya dan tidak mementingkan pengaturan ruang hunian yang layak. Selain itu, infrastruktur yang tidak memadai juga menjadi ciri khas pada permukiman tidak terencana. Fasilitas-fasilitas sosial seperti, pelayanan kesahatan, tempat ibadah maupun sarana pendidikan tidak dirancang dengan baik bahkan, beberapa daerah tidak mempunyai ruang sosial tersebut di sekitar kawasannya. Permukiman tidak terencena memang tidak selalu mempunyai karakteristik yang sama di setiap daerah. Permukiman tidak terencana selalu dipengaruhi aspek yang berbeda-beda pada suatu kawasan. Tetapi, secara garis besar ciri-ciri permukiman tidak terencana dapat terlihat dengan memahami karakteristik yang timbul di kawasan tersebut. Karakteristik pada suatu permukiman tidak terencana dapat ditinjau dengan mengamati beberapa faktor, antara lain: 1 Kepemilikan tanah, 2 Struktur dan fasilitas sosial, 3 Infrastruktur, 4 Ekonomi dan finansial, serta 5 Sosial-budaya Onyekachi, 2014. Karakteristik pada permukiman tidak terencana dapat diamati dari beberapa faktor yang terdapat di daerah tersebut. Walaupun setiap permukiman tidak terencana mempunyai karakteristik yang berbeda dengan area lain, tetapi ciri khas umum tersebut dapat menjadi suatu acuan dalam menilai suatu Universitas Sumatera Utara 12 permukiman tersebut dibangun tidak terencana. Faktor kepemilikan tanah adalah salah satu hal paling umum yang dapat diamati dari permukiman tidak terencana. Pada dasarnya, pemerintah memiliki lahan yang sangat banyak. Beberapa digunakan untuk pembangunan suatu kawasan secara berkelanjutan dan ada juga yang bersifat pribadi. Adapun, kepemilikan lahan dari pemerintah tersebut tentunya sudah mempunyai perencanaan dan pengembangan kawasan yang lebih baik. Tetapi, pada perencanaan suatu kawasan tersebut tentu tidak langsung dapat diwujudkan oleh pemerintah karena adanya permasalahan mengenai pendanaan dan persetujuan. Sehingga, dengan tidak adanya kejelasan mengenai suatu lahan yang dimiliki pemerintah para penduduk semakin terdesak akan kebutuhan tempat tinggal mulai menempati ruang-ruang yang berpotensi untuk ditinggali. Dengan dibangunnya permukiman di daerah tersebut, tentu para penghuni tidak mempunyai surat atas kepemilikan tanah karena pada dasarnya lahan yang mereka gunakan tidak dan atau belum diperuntukkan sebagai permukiman yang resmi oleh pemerintah. Selain itu, faktor struktur juga terlihat pada bangunan-bangunan di permukiman tidak terencana. Bangunan pada permukiman tersebut, umumnya dibangun secara tidak permanen dan tidak sesuai standar perumahan. Adapun fasilitas sosial sering sekali tidak dibangun secara layak untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan. Sehingga, suatu ruang untuk beraktifitas atau interaksi sosial antar penghuni setempat hanya terbentuk secara sederhana. Infrastuktur yang kurang memadai juga terlihat pada permukiman yang tidak terencana. Hal tersebut didorong oleh faktor kepemilikan tanah yang tidak Universitas Sumatera Utara 13 resmi, sehingga menimbulkan rasa takut akan penghuni lokal untuk menuntut perbaikan infrastuktur yang lebih baik di daerahnya oleh pemerintah. Adapun hal tersebut terjadi, juga didorong oleh tingkat ekonomi dan finansial yang rendah pada penghuni setempat. Sehingga, mereka tidak dapat memperbaiki infrastruktur daerahnya maupun ruang huniannya. Sosial-budaya juga tidak dapat dipisahkan dari faktor terbentuknya suatu permukiman tidak terencana. Umumnya, suatu permukiman tidak terencana dihuni oleh penghuni yang mempunyai persamaan sosial maupun budaya. Sebagai contoh, adanya suatu perkampungan yang dihuni oleh mayoritas suku maupun suatu etnik atau permukiman yang sebagian besar ditempati oleh masyarakat yang bermata pencaharian tertentu. Suatu permukiman tidak terencana juga dapat berkembang semakin besar apabila tidak adanya kebijakan yang jelas dalam mengatasi permasalahn tersebut. Salah satu contohnya, terdapat permukiman yang tumbuh secara tidak terencana pada kota Kaludjerica, Serbia. Struktur perkotaan pada Kaludjerica terjadi secara spontan dan tidak beraturan. Tidak ada bentuk yang pasti dalam mengatur arah pembangunan permukiman di area tersebut. Bentuk dari blok-blok perumahan terjadi secara tidak teratur, ukuran lahan yang berbeda-beda, orientasi bangunan yang tidak tepat, dan posisi antar rumah yang tidak jelas. Sehingga, privasi terhadap antar ruang hunian sangat ada yang membatasi Radulovic dkk, 2013. Hal 713. Pola permukiman dapat dilihat pada gambar 2.1. Pada permukiman tidak terencana tersebut, dapat terlihat jelas bahwa pola yang terbentuk terjadi secara abstrak. Permukiman tumbuh secara Universitas Sumatera Utara 14 spontan pada area-area yang masih kosong dengan tidak menggunakan perencanaan yang seusai terlebih dahulu. Pola sirkulasi jalan juga terbentuk secara tidak beraturan dan tidak adanya pengaturan yang jelas pada sistem sirkulasi. Gambar 2.1 Area Permukiman Tidak Terencana di Kaludjerica, Serbia Sumber : Republic geodetic authority of Serbia Selain itu, area hunian tidak dilengkapi dengan area terbuka atau halaman pada bangunannya. Pada sirkulasi juga terlihat tidak adanya jalur pedestrian yang dirancang. Bangunan rumah dan jalan juga tidak mempunyai batas maupun standar jarak yang harus dipenuhi. Adapun, susunan bangunan terbentuk secara tidak teratur dan tidak mempunyai orientasi yang jelas serta antar bangunan tidak mempunyai privasi yang terjaga. Sebagai contoh, dalam satu blok susunan bangunan rumah dapat saling berhadapan, sejajar maupun berbentuk secara diagonal. Sehingga, ruang-ruang Universitas Sumatera Utara 15 kosong akan terbentuk karena tidak adanya pengaturan akan posisi bangunan untuk mendapatkan area yang sesuai dan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.

2.2 Keadaan Sosial di Permukiman Tidak Terencana