Syarat Sahnya Perjanjian Penerapan Prinsip Kehati-Hatian dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (Studi PT. Bank Tabungan Negara Kantor Cabang Medan)

diartikan sebagai kejujuran seseorang yaitu apa yang terletak pada seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum. Sedangkan itikad baik dalam pengertian obyektif adalah bahwa pelaksanaan suatu perjanjian hukum harus didasrkan pada norma kepatuhan atau apa-apa yang dirasa sesuai dengan dengan yang patut dalam masyarakat. 33 Asas Pacta Sun Servanda, Merupakan asas dalam perjanjian yang berhubungan dengan mengikatnya suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat mereka yang membuatnya dan perjanjian tersebut berlaku seperti Undang-undang. Dengan demikian para pihak tidak mendapat kerugian karena perbuatan mereka dan juga tidak mendapat keuntungan darinya, kecuali kalau perjanjian perjanjian tersebut dimaksudkan untuk pihak ketiga. Maksud dari asas ini dalam perjanjian tidak lain untuk mendapatkan kepastian hukum bagi para pihak yang telah membuat perjanjian itu. 34

E. Syarat Sahnya Perjanjian

Dalam ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, terdapat empat syarat untuk menentukan sahnya perjanjian, yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu, dan sebab yang halal. 35 Kata Sepakat, dalam suatu perjanjian merupakan suatu keadaan yang menunjukkan kehendak kedua belah pihak saling diterima satu sama lain. Kedua belah pihak sama-sama tidak menolak apa yang diinginkan pihak lawannya. 33 Edwyn Agung, 2008, Op.cit., hlm. 14 34 Ibid.,hlm. 14, 15 35 Gatot Supramono, 1995, Op.cit , hlm. 37 Universitas Sumatera Utara Dengan adanya kata sepakat, maka perjanjian itu telah ada. Sejak saat itu pula perjanjian mengikat kedua belah pihak dan dapat dilaksanakan. Meskipun perjanjiaannya tidak dilakukan secara tertulis, tetap dapat dilaksanakan. Prinsip pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata, kekuatan mengikat setelah tercapainya kata sepakat sangat kuat sekali, karena perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali secara sepihak, atau karena alasan-alasan yang diperbolehkan oleh undang-undang. Terdapat beberapa teori untuk mengetahui kapan terjadinya kata sepakat dalam ilmu pengetahuan, yaitu sebagai berikut : 36 1. Teori kehendak wilstheorie : Dalam teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi manakala para pihak menyatakan kehendaknya untuk mengadakan suatu perjanjian. 2. Teori kepercayaan vetrouwenstheorie : Berdasarkan teori kepercayaan, kata sepakat dalam suatu perjanjian dianggap telah terjadi pada saat pernyataan salah satu pihak dapat dipercaya secara objektif oleh pihak yang lainnya. 3. Teori ucapan uitingstheorie : Dalam teori ini yang dilihat adalah ucapan jawaban debitur. Kata sepakat diangggap telah terjadi pada saat debitur mengucapkan persetujuannya terhadap penawaran yang dilakukan kreditur. Kalau dilakukan dengan surat, maka kata sepakat terjadi pada saat menulis surat jawabannya. 4. Teori pengiriman verzendingtheorie. Dalam teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat debitur mengirimkan surat jawaban 36 Ibid ., hlm 37, 38 Universitas Sumatera Utara kepada kreditur. Jika dilakukan pengirimannya melalui pos, maka kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat surat jawaban tersebut di stempel cap oleh kantor pos. 5. Teori penerimaan ontvangstheorie. Menurut teori ini kata sepakat dianggaptelah terjadi pada saat kreditur menerima surat jawaban dari debitur. Tepatnya pada saat kreditur membaca surat jawaban tersebut, karena saat itu ia mengetahui kehendak debitur. 6. Teori Pengetahuan vornemingstheorie. Menurut teori ini kata sepakat dianggap telah terjadipada saat kreditur mengetahui bahwa debitur telah menyatakan menerima penawarannya. Tampak teori pengetahuan lebih luas dari teori penerimaan karena dalam teori ini memandang kreditur mengetahui kehendak debitur baik melalui surat maupun secara lisan. Dalam pasal 1321 KUH Perdata ditetapkan, kata sepakat dianggap tidak sah karena proses terbentuknya dipengaruhi oleh suatu keadaan yang membuat pelaku perjanjian itu tidak memberikan kehendak yang sesungguhnya. Keadaan dimaksud adalah karena adanya kehilafan, paksaan atau penipuan. Kecakapan, yang dimaksud dengan kecakapan adalah kemampuan membuat perjanjian. Pada prinsipnya semuaorang mampu membuat perjanjian, namun KUH Perdata telah menetapkan mengenai siapa-siapa yang tidak cakap membuat hal tersebut. Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan, bahwa orang-orang tidak cakap untuk membuat perjanjian-perjanjian adalah 37 : 37 Ibid ., hlm 39 Universitas Sumatera Utara 1. Orang-orang yang belum dewasa. 2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan. 3. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang- undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Siapa saja yang termasuk orang-orang yang belum dewasa, KUH Perdata sendiri tidak memberikan perincian. Karena itu untuk mengetahui hal tersebut, perlu melihat beberapa ketentuan undang-undang yang dapat dijadikan pedoman, yaitu : Pasal 1 butir 2 Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menyebutkan, bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Pasal 6 ayat 2 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menyebutkan, bahwa untuk melangsungkan perkawinan seseorangyang belum mencapai 21 tahun harus mendapat izin dari orangtuanya. Dari ketentuan diatas dapat disimpulkan bahwa orang yang berumur 21 tahun keatas disebut dewasa, kecuali dibawah umur tersebut yang bersangkutan pernah kawin. 38 Mengenai orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan, dalam Pasal 433 KUH Perdata disebutkan, setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap. Selain itu juga orang yang karena keborosannya dapat ditaruh di bawah pengampuan. KUH Perdata mengatur orang perempuan tidak cakap melakukan perjanjian, hal ini merupakan suatu pengaturan 38 Ibid Universitas Sumatera Utara yang ketinggalan zaman. Dalam perkembangan hukum, wanita telah sama kedudukannya dengan kaum pria. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang Perkawinan menetapkan, bahwa suami ataupun isteri berhak melakukan perbuatan hukum. Hal tertentu, syarat ketiga sahnya perjanjian adalah hal tertentu , disini yang dibicarakan objek perjanjian harus tertentu. Pasal 1333 KUH Perdata memberi petunjuk, bahwa dalam perjanjian yang menyangkut tentang barang paling sedikit ditentukan jenisnya, sedangkan mengenai jumlahnya dapat ditentukan kemudian. Ketentuan tersebut menunjukkan, dalam perjanjian harus jelas apa yang menjadi objeknya, supaya perjanjian dilaksanakan dengan baik. Suatu perjanjian yang tidak memenuhi syarat ketiga ini berakibat batal demi hukum. Perjanjiannya diangggap tidak pernah ada terjadi. Sebab yang halal, dalam membicarakan sebab yang halal, disini melihat tujuannya untuk apa suatu perjanjian itu diadakan. Tujuan merupakan sebab adanya perjanjian, dan sebab yang disyaratkan undang-undang harus yang halal. Melihat ketentuan pasal 1335 KUH Perdata, di dalamnya merinci adanya perjanjian tanpa sebab, perjanjian yang dibuat karena sebab yang palsu atau perjanjian yang dibuat karena sebab yang terlarang. Suatu sebab disebut terlarang, apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum Pasal 1337 KUH Perdata. Semua perjanjian yang tidak memenuhi sebab yang halal akibatnya perjanjian menjadi batal demi hukum. Mengenai ketentuan dan persyaratan umum dalam pemberian kredit oleh perbankan terdiri dari 9 sembilan persyaratan sebagai berikut : 39 39 Chatamarrasjid, Ais, 2008, Op.cit. hlm. 61 Universitas Sumatera Utara 1. Mempunyai feasibility study, yang dalam penyusunannya melibatkan konsultan yang terkait. 2. Mempunyai dokumen administrasi dan izin-izin usaha, misalnya akta perusahaan, NPWP, SIUP, dan lain-lain. 3. Maksimum jangka waktu kredit adalah 15 tahun dan masa tenggang waktu grace period maksimum 4 tahun . 4. Agunan utama adalah usaha yang dibiayai. Debitor menyerahakan agunan tambahan jika menurut penilaian bank diperlukan. Dalam hal ini akan melibatkan pejabat penilai appreiser independen untuk menentukan nilai agunan. 5. Maksimum pembiayaan bank adalah 65 enam puluh lima persen dan self financing adalah sebesar 35 tiga puluh lima persen. 6. Penarikan atau pencairan kredit biasanya didasarkan atas prestasi proyek. Dalam hal ini biasanya melibatkan konsultan pengawas independen untuk menentukan progres proyek. 7. Pencairan biasanya dipindahkanbukukan ke rekening giro. 8. Rencana angsuran ditetapkan atas dasar cash flow yang disusun berdasarkan analisis dalam feasibility study. 9. Pelunasan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan

F. Akibat Hukum Suatu Perjanjian Kredit