Istilah Kredit Bank dan Pengertian Perjanjian Kredit

28 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

A. Istilah Kredit Bank dan Pengertian Perjanjian Kredit

Dalam masyarakat umum istilah kredit sudah tidak asing lagi dan bahkan dapat dikatakan populer dan merakyat, sehingga dalam bahasa sehari-hari sudah dicampur baurkan begitu saja dengan istilah utang. Istilah kredit berasal dari bahasa Latin “credere” yang artinya kepercayaan. Dalam bahasa Inggris “faith” dan “trust”, dalam bahasa Belanda “vertrouwen”. Dapat dikatakan dalam hubungan ini berarti bahwa kreditor yang memberi kredit,lazimnya bank dalam hubungan perkreditan dengan debitor nasabah, penerima kredit mempunyai kepercayaan, bahwa debitor dalam waktu dan syarat-syarat yang telah disetujui bersama dapat mengembalikan membayar kembali kredit yang bersangkutan. 16 Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. 17 16 Rachmadi Usman. 2001,Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama., hlm.236 17 Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Universitas Sumatera Utara Di dalam perpustakaan Hukum Perdata terdapat beberapa pendapat mengenai pengertian kredit, antara lain: Sevelberg, menyatakan bahwa kredit mempunyai arti antara lain: 1 Sebagai dasar dari setiap perikatan verbintenis dimana seseorang berhak menuntut sesuatu dari orang lain , 2 Sebagai jaminan dimana seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan itu. Levy, merumuskan arti kredit antara lain, menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit . Penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu dibelakang hari. M.Jakile, mengemukakan bahwa kredit adalah suatu ukuran kemampuan dari seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang bernilai ekonomis sebagai ganti dari janjinya untuk membayar kembali hutangnya pada tanggal tertentu. 18 Secara sederhana dapat dikemukakan, bahwa kredit adalah kepercayaan atau saling percaya antara kreditur dan debitur. Jadi apa yang disepakati wajib ditatati. 19 Undang-undang perbankan yang telah diubah menggunakan dua istilah yang berbeda, namun mengandung makna yang sama untuk pengertian kredit . Kedua istilah pembiayaan berdasarkan pada prinsip syariah. Penggunaan istilah tersebut tergantung pada kegiatan usahanya secara konvensional menggunakan istilah kredit, sedangkan bank yang menjalankan usahanya berdasarkan syariah 18 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, 1991, Medan: PT Citra Aditya Bakti 19 Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, 2000 : CV. Mandar Maju., hlm. 51 Universitas Sumatera Utara menggunakan istilah pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang yang dilakukan antara bank dan pihak lain, nasabah peminjam dana. Perjanjian pinjam meminjam uang itu dibuat atas dasar kepercayaan bahwa peminjam dalam tenggang waktu yang telah ditentukan akan melunasi atau mengembalikan pinjaman uang atau tagihan tersebut kepada bank disertai pembayaran sejumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan sebagai imbal jasanya. 20 Hasanuddin Rahman mengemukakan empat unsur kredit sebagai berikut: 21 1. Kepercayaan, bahwa setiap pemberian kredit dilandasi oleh keyakinan bank bahwa kredit tersebut akan dibayar kembali oleh debitur sesuai dengan jangka waktu yang sudah diperjanjikan. 2. Waktu, bahwa antara pemberian kredit oleh bank dengan pembayaran kembali oleh debitur tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan, melainkan dipisahkan oleh tenggang waktu. 3. Risiko, bahwa setiap pemberian kredit jenis apapun akan terkandung risiko dalam jangka waktu antara pemberian kredit dan pembayaran kembali. Ini berarti makin panjang jangka waktu kredit, makin tinggi risiko kredit tersebut. 20 Rachmadi Usman, 2001,Op.cit., hlm.238 21 Hasanuddin Rahman, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal 25 Universitas Sumatera Utara 4. Prestasi, bahwa setiap kesepakatan yang terjadi antara bank dan debitur mengenai pemberian kredit, maka pada saat itu pula akan terjadi suatu prestasi dan kontra prestasi. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana dua orang atau dua pihak saling berjanji untuk melakukan suatu hal atau suatu persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok prinsipil yang bersifat riil. Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah assessornya. Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah debitor. Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan pada umumnya menggunakan bentuk perjanjian baku standard contract. Berkaitan dengan itu memang dalam praktiknya bentuk perjanjiannya telah disediakan oleh pihak bank sebagai kreditor sedangkan debitor hanya mempelajari dan memahaminya dengan baik. Perjanjian yang demikian itu biasa disebut dengan perjanjian baku standard contract, dimana dalam perjanjian tersebut pihak debitor hanya dalam posisi menerima atau menolak tanpa ada kemungkinan untuk melakukan negosiasi atau tawar-menawar. Apabila debitor menerima semua ketentuan dan persyaratan yang ditentukan oleh bank, maka ia berkewajiban Universitas Sumatera Utara untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut, tetapi apabila debitur menolak ia tidak perlu untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut. 22 Dalam pembuatan perjanjian sekurang-kurangnya harus memperhatikan: keabsahan dan persyaratan secara hukum, juga harus memuat secara jelas tentang jumlah besarnya kredit, jangka waktu, tata cara pembayaran kredit serta persyaratan lainnya yang harus diperhatikan dalam perjanjian kredit. Dalam UU Perbankan tidak dicantumkan secara tegas apa dasar hukum perjanjian kredit. Namun demikian dari pengertian kredit, dapat disimpulkan bahwa dasar hukum perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam-meminjam yang didasarkan kepada kesepakatan antara bank dengan nasabah kreditor dengan debitor. 23 Menurut Hukum Perdata Indonesia salah satu bentuk dari perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Buku Ketiga KUH Perdata yaitu pada Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUH Perdata. Yang menunjukkan unsur pinjam meminjam di dalamnya yaitu pinjam-meminjam antara bank dengan pihak debitur. Menurut Pasal 1754 KUH Perdata menyatakan bahwa ; “Pinjam- meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakanganan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”. 22 Hermansyah ,2006, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, hlm. 71 23 Sentosa Sembiring, Op.cit. hlm, 67 Universitas Sumatera Utara Pasal 1754 KUH Perdata intinya menyebutkan, bahwa perjanjian pinjam- meminjam merupakan perjanjian yang isinya pihak pertama menyerahkan suatu barang yang dapat diganti, sedangkan pihak kedua berkewajiban mengembalikan barang dalam jumlah dan kualitas yang sama. R. Subekti menyatakan : dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, dalam semuanya itu pada hakekatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana diatur dalam KUH Perdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769. Meskipun perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata, tetapi dalam membuat perjanjian kredit tidak boleh bertentangan dengan azas atau ajaran umum yang terdapat dalam KUH Perdata seperti yang ditegaskan bahwa semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama khusus tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam KUH Perdata. 24 Dalam pasal 1765 KUH Perdata disebutkan, bahwa diperbolehkan memperjanjikan bunga atas peminjaman uang atau lain barang yang habis karena pemakaian. Dari pengertian itu, terlihat bahwa unsur-unsur perjanjian pinjam meminjam adalah : 25 1. Adanya persetujuan antara peminjam dengan yang memberi pinjaman 2. Adanya suatu jumlah barang tertentu habis karena memberi pinjaman 24 R. Subekti, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesi, 1986, Bandung : Alumni ., hlm. 13 . 25 Sentosa Sembiring, Loc.cit Universitas Sumatera Utara 3. Pihak yang menerima pinjaman akan mengganti barang yang sama 4. Peminjam wajib membayar bunga bila diperjanjikan Perjanjian kredit bank di Indonesia adalah perjanjian yang bernama. Dalam aspeknya yang konsensual perjanjian ini tunduk pada UU Perbankan dan bagian umum BUKU III KUH Perdata. Dalam aspek riil perjanjian ini tunduk pada UU Perbankan dan ketentuan yang terdapat di dalam model-model perjanjian standar kredit yang dipergunakan di lingkungan perbankan, perjanjian kredit dalam aspeknya yang riil ini tidak tunduk pada Bab XIII Buku III BW Mariam Darus Badrulzaman ; 1983, 40 26 Dalam praktek, bentuk dan materi perjanjian kredit antara satu bank dengan bank yang lainnya tidaklah sama disesuaikan dengan kebutuhannya masing-masing . dengan demikian perjanjian kredit tersebut mempunyai bentuk yang tertentu, hanya saja dalam praktek ada banyak hal yang biasanya dicantumkan dalam perjanjian kredit misalnya : berupa defenisi istilah-istilah yang akan dipakai dalam perjanjian ini terutamanya dalam perjanjian kredit dengan pihak asing atau dikenal dengan loan agreement; jumlah dan batas waktu pinjaman repayment juga mengenai apakah sipeminjam berhak mengembalikan dana pinjaman lebih cepat dari ketentuan yang ada; penetapan bunga pinjaman dan dendanya bila debitur lalai membayar bunga; terakhir dicantumkan berbagai klausul seperti hukum yang berlaku untuk perjanjian tersebut. Selain itu pula, si peminjam diminta memberikan representation, warranties, dan covenants. Yang dimaksud dengan representation, adalah keterangan-keterangan yang diberikan 26 Sentosa Sembiring, Op.cit., hlm 68 Universitas Sumatera Utara debitur guna pemrosesan pemberian kredit. Warranties, adalah suatu janji, misalnya janji bahwa si debitur akan melindungi kekayaan perusahaannya atau asset yang telah dijadikan jaminan untuk mendapatkan kredit tersebut. Sedangkan covenant, adalah janji untuk tidak melakukan sesuatu, seperti misalnya janji bahwa si debitur tidak akan mengadakan merger dengan perusahaan lain, atau menjual atau memindahtanagnkan seluruh atau sebagian besar assetnya tanpa seizin bank kreditur . kesemua materi tentang perjanjian kredit itu haruslah lahir dari kesepakatan. 27

B. Jenis-Jenis Hukum Perjanjian Kredit