Jaminan Kredit Penerapan Prinsip Kehati-Hatian dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (Studi PT. Bank Tabungan Negara Kantor Cabang Medan)

langkah-langkah dalam perkreditan lemah, berarti perkreditan bank itu berjalan tidak baik. 64 Dalam praktiknya, banyaknya jumlah kredit yang disalurkan juga harus diikuti oleh kualitas kredit tersebut. Artinya, makin berkualitas kredit yang diberikan atau memang layak untuk disalurkan, akan memperkecil risiko terhadap kemungkinan kredit tersebut bermasalah. Perbankan dihadapkan pada prinsip kehati-hatian bank dalam menyalurkan kredit, artinya keputusan pemberian kredit perlu memperhatikan kualitas kredit. Bukan tidk ungkin kredit yang jumlahnya cukup banyak akan mengakibatkan kerugian apabila kredit yang disalurkan tersebut ternyata tidak berkualitas dan mengakibatkan kredit tersebut bermasalah. 65 Untuk menjaga agar kredit yang disalurkan tidak menimbulkan masalah, dalam melepas kreditnya agar berkualitas pihak perbankan perlu memperhatikan hal-hal berikut ini : 66 1. Tingkat perolehan laba return. Artinya jumlah laba yang akan diperoleh atas penyaluran kredit. Jumlah perolehan laba tersebut harus memenuhi ketentuan yang berlaku apabila ingin dinilai baik kesehatannya. 2. Tingkat risiko risk. Artinya tingkat risiko yang akan dihadapi terhadap kemungkinan melesetnya perolehan laba bank dari kredit yang disalurkan.

D. Jaminan Kredit

64 Ibid 65 Kasmir, Op.cit, hlm. 113 66 Ibid Universitas Sumatera Utara Perkembangan ekonomi dan perdagangan akan selalu diikuti oleh perkembangan kebutuhan akan kredit dan pemberian kredit. Demi keamanan pemberian kredit tersebut dalam arti piutang dari pihak yang meminjamkan terjamin dengan adanya jaminan. Berkaitan dengan kredit yang disalurkan oleh bank, lembaga jaminan mempunyai arti yang lebih penting lagi, hal ini dikarenakan kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko. Oleh karena itu UU Perbankan memberikan pengaturan bagi bank dalam hal penyaluran kredit, baik dalam penegasan prinsip perkreditan, batasan pemberian kredit sampai kepada sanksi bagi para pelaku pelanggaran perkreditan. 67 Jaminan atau istilah lain yang sering digunakan ialah agunan dalam pemberian kredit merupakan perjanjian tambahan dalam arti, bila debitor tidak mampu melunasi utangnya, maka agunan akan dilelang untuk melunasi utang- utang tersebut. 68 Menurut ketentuan pasal 2 ayat 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 2369KEPDIR tanggal 28 Februari 1991 tentang jaminan pemberian kredit , bahwa yang dimaksud dengan jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitor untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. 69 Dalam UU Perbankan tahun 1992 dikenal istilah hukum, yaitu “jaminan” dan istilah teknis, yaitu “agunan”. Dalam UU ini jaminan diberi arti yang berbeda dengan pengertian jaminan menurut UU No. 14 Tahun 1967. UU No. 14 Tahun 1967 memberikan arti jaminan sebagai “agunan”, sedangkan UU No. 7 Tahun 67 Neni Sri Imaniyati, Op.cit, hlm.151 68 Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, 2000, Bandung : Mandar Maju., hlm. 69 69 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, 2005, Jakarta : Kencana Prenada Media Group., hlm, 73 Universitas Sumatera Utara 1992 memberikan arti jaminan sebagai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Dengan melihat arti jaminan tersebut, maka pengertian jaminan menurut UU No. 7 Tahun 1992 berbeda dengan apa yang dimaksud dan dikehendaki pasal 1131 KUH Perdata, yaitu : “ Segala kekayaan debitur baik yang bergerak maupun yang bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan bagi segala perikatannya.” Bunyi pasal tersebut merupakan salah satu asas dalam hukum Perdata bahwa harta kekayaan debitur merupakan jaminan atas segala perikatannya. Dengan adanya asas tersebut, maka tidakada kredit yang tidak terjamin, karena semua harta kekayaan debitur sekaligus menjadi jaminan bagi perikatannya dengan kreditur- kreditur lain secara konkuren. 70 Bank dalam memberikan kredit harus melakukannya berdasarkan analisis pemberian kredit yang memadai, agar kredit-kredit yang diberikan oleh bank itu adalah kredit-kredit yang diberikan oleh bank itu adalah kredit-kredit yang tidak mudah menjadi kredit-kredit macet. Bila kredit-kdit yang diberikan oleh suatu bank banyak mengalami kemacetan, sudah barang tentu akan melumpuhkan kemampuan bank dalam melaksanakan kewajibannya terhadap para penyimpan dananya. Kemampuan bank untuk dapat membayar kembali simpanan dana masyarakat banyak tergantung pula dari kemampuan bank untuk memperoleh pembayaran kembali kredit-kredit yang diberikan oleh bank tersebut kepada para 70 Neni Sri Imaniyati. 2010, Op.cit., hlm, 152 Universitas Sumatera Utara nasabah debitornya. Dalam pasal 8 dan pasal 15 Undang-undang perbankan yang diubah menyatakan bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Dalam pasal 8 dan 15 Undang-Undang Perbankan yang diubah melalui pasal 29 ayat 3 mengamanatkan bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank. Selain itu, Bank wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Inilah yang dinamakan dengan jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, yakni berwujud keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan. 71 Kegunaan jaminan kredit adalah untuk : 72 1. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapat pelunasan dari agunan apabila debitor melakukan cidera janji, yaitu untuk membayar kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian. 2. Menjamin agar debitor berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat 71 Rachmadi Usman, 2001,Op.cit., hlm.281 72 Ibid., hlm. 286 Universitas Sumatera Utara dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian dapat diperkecil. 3. Memberikan dorongan kepada debitor untuk memenuhi janjinya, khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar debitor danatau pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank. Dapat disimpulkan bahwa jaminan kredit berfungsi untuk menjamin pelunasan utang debitor bila debitor cidera janji atau pailit. Jaminan kredit akan memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak perbankan bahwa kreditnya akan tetap kembali dengan cara mengeksekusi jaminan kredit perbankannya. 73 Hermansyah juga mengungkapkan fungsi utama dari jaminan adalah untuk meyakinkan bank atau kreditor bahwa debitor mempunyai kemampuan untuk melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama. 74 Hasanuddin mengemukakan tentang syarat jaminan : 75 1. Secured. Artinya jamina kredit tersebut dapat diadakan pengikatannya secara yuridis formal, sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku, sehingga apabila kemudian hari terjadi wan prestasi dari debitur, maka bank telah mempunyai alat bukti yang sempurna dan lengkap untuk menjalankan suatu tindakan hukum. 2. Marketble. Artinya apabila diperlukan misalnya, untuk kebutuhan pelunasan kredit dapat dengan mudah diuangkan. Dalam literatur dikenal 73 Ibid. 74 Hermansyah , 2005, Op.cit. hlm. 74 75 Neni Sri Imaniyati, 2010, Op.cit. hlm. 154 Universitas Sumatera Utara jaminan perorangan dan jaminan kebendaan. Selain dari pembagian tersebut, dalam perbankan dikenal pembagian jaminan pokok dan jaminan tambahan. a. Jaminan Pokok. Yaitu jaminan yang berupa suatu usaha yang berkaitan langsung dengan kredit yang dimohon, dapat berarti suatu proyek, atau prospek usaha debitur yang dibiayai oleh kreditor tersebut, sedangkan yang dimaksud benda yang berkaitan dengan kredit yang dimohon biasanya adalah benda yang dibiayai atau dibeli dengan kredit yang dimohon. b. Jaminan Tambahan, Yaitu, jaminan yang tidak berkaitan langsung dengan kredit yang dimohon, jaminan tambahan dapat berupa jaminan kebendaan yang objeknya adalah harta benda milik debitur maupun perorangan yaitu kesanggupan pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban debitur. Secara umum masalah jaminan dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu : 76 1. Jaminan Perorangan, yaitu jaminan yang diberikan oleh pihak ketiga guarantee kepada orang lain kreditor yang menyatakan bahwa pihak ketiga menjamin pembayaran kembali suatu pinjaman sekiranya yang berutang debitor tidak mampu dalam memenuhi kewajiban-kewajiban dalam finansialnya terhadap kreditor bank. Dalam pasal 1820 KUH Perdata dikemukakan, bahwa penanggungan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga guna 76 Sentosa Sembiring, 2000, Op.cit. hlm. 72 Universitas Sumatera Utara kepentingan pihak yang berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya pihak yang berutang dalam hal ia tidak dapat memenuhi kewajibannya. Jaminan perorangan dalam praktik perbankan dikenal sebagai Personal Guarantee. Disamping itu dikenal pula Company Guarantee yakni perusahaan yang dalam praktik berupa surat keterangan dari pimpinan perusahaan perihal keabsahan, kedudukan dan penghasilan dari pihak yang minta jaminan. a. Jaminan kebendaan. Dalam pasal 499 KUH Perdata disebutkan, yang dinamakan kebendaan adalah tiap-tiap kebendaan barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik. Selanjutnya, dalam pasal 503 KUH Perdata dikemukakan bahwa tiap-tiap kebendaan adalah bertubuh atau tidak bertubuh. Dari pasal tersebut dapat dilihat bahwa benda adalah barang baik benda tetap maupun tidak tetap berwujudtidak berwujud. Jenis-jenis jaminan kebendaan, yakni : 77 1 Hak Tanggungan Khusus mengenai jaminan kebendaan atas tanah, sejak diterbitkannya UU Hak Tanggungan Atas Tanah serta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, UU No. 4 Tahun 1996, tanggal 9 April 1996, maka jaminan kebendaan atas tanah tunduk pada UU ini. Dalam pasal 1 butir 1 disebutkan : Hak tanggungan atas tanah beserta benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut hak tanggungan , adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah. 77 Ibid, Hlm. 73 Universitas Sumatera Utara Sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang itu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Objek hak tanggungan dijabarkan dalam Pasal 4 UU No. 4 Tahun 1996, sebagai berikut: 78 a Hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan adalah : 1 Hak milik 2 Hak guna usaha 3 Hak guna bangunan b Selain hak-hak diatas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat 1, hak pakai atas tanah negara menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan dapat juga dibebani hak tanggungan. 2 Hipotik Dalam pasal 1162 KUH Perdata yang mengemukakan hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian bagi pelunasan suatu perikatan. Dari pengertian itu terlihat bahwa ciri-ciri hipotik adalah merupakan hak kebendaan, dan merupakan piutang yang diistimewakan. Jadi yang dapat di hipotikkan hanya benda tetap bukan tanah pasal 1164 jo pasal 1167 KUH Perdata 78 Ibid, Hlm. 74 Universitas Sumatera Utara 3 Gadai Gadai pand. Hal ini diatur dalam pasal 1150 KUH Perdata yang mengemukakan, gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada pihak yang berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya mana harus didahulukan. Objek gadai menurut UU ialah benda bergerak dimana barang tersebut diserahkan kepada penerima gadai kreditor. Dalam praktik perbankan, dapat pula dilihat bahwa gadai terhadap barang bergerak telah berkembang tidak hanya terhadap benda berwujud tetapi juga tidak berwujud seperti saham, sebagaimana dikemukakan dalam SK Direksi BI No: 2432KepDir, tanggal 12 Agustus 1991 Tentang Kredit kepada Perusahaan Sekuritas dan Kredit Dengan Agunan Saham. 4 Fidusia Hal ini diatur dalam UU No. 42 Tahun 1999. Dalam pasal 1 butir 1 disebutkan: Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda, selanjutnya dalam pasal 1 butir 2 disebutkan : Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya Universitas Sumatera Utara bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggunganyang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya. Ciri khas dari fidusia bahwa benda yang dijadikan jaminan tersebut tetap berada dibawah penguasaan pemberi fidusia . yang dialihkan adalah hak kebendaan, sehingga analisis kredit yang dilakukan oleh bank terpaku pada jaminan kebendaan tersebut. Universitas Sumatera Utara 77 BAB IV PELAKSANAAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH DI PT. BTN PERSERO KANTOR CABANG MEDAN

A. Gambaran Umum PT. Bank Tabungan Negara Persero Tbk.