“Awal-awalnya mereka protes, udahlah bunda tak usah kerja. Mungkin bisa dijadikan cerminan nanti buat dia juga. Adalah sedikit
dia kebanggaan lah”
Selama menjalani multi perannya, Bu Andi merasa puas dengan apa yang ia jalani selama ini terutama dengan suami dan kedua anaknya. Hubungan komunikasi
dan kedekatan emosional yang baik yang terjalin antara dirinya, suami dan kedua anaknya menurut Bu Andi adalah hal yang menjadi kepuasaannya. Selama menjalani
multi perannya, Bu Andi tidak merasakan perubahan pada dirinya dalam hal sikap kepada suami maupun kedua anaknya baik ketika beliau pulang bekerja ataupun dari
perjalanan dinasnya. Begitu halnya dengan suami dan kedua anaknya yang diakui Bu Andi tidak mengalami perubahan sikap terhadap dirinya terlebih jika harus
melakukan perjalanan dinas. Bu Andi mengaku bangga terhadap dirinya karena menurutnya ia bertanggung jawab dalam menjalani perannya. Disamping dapat
menjalani peran sebagai istri dan ibu dalam rumah tangga, Bu Andi juga membantu ekonomi keluarga. Menurut Bu Andi, ekonomi keluarganya saat ini cukup baik
sehingga dapat menyekolahan kedua anaknya dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga.
4.1.4.2. Proses Komunikasi Antarpribadi Ibu Hayuni dengan Suami dan Anak
Bu Hayuni merupakan seorang ibu bekerja dan juga salah satu pegawai terlama yang bekerja di Subbagian Tata Laksana dan Kepegawaian, Biro Umum,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta. Bu Hayuni telah bekerja semenjak ia menyelesaikan pendidikannya di bangku SMEA dengan bekerja sebagai pegawai
honor di koperasi Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta. Awal karirnya sebagai pegawai honor di koperasi telah mempertemukannya
dengan jodohnya, yaitu Pak Nyoman. Bu Yuni menikah saat usianya 27 tahun. Hingga saat ini pernikahannya telah
dikaruniai 2 orang anak perempuan, yaitu Fina, yang kini telah menikah, dan Lana, anak kedua mereka yang masih berusia 16 tahun dan tengah duduk di kelas 2 SMA di
SMA Kartika Jakarta Selatan. Dahulu, suami Bu Yuni juga merupakan seorang PNS,
Universitas Sumatera Utara
namun sekarang suaminya telah pensiun. Meskipun telah berkeluarga dan memiliki 2 orang anak, Bu Yuni tetap memutuskan untuk bekerja. Hal ini dikarenakan Bu Yuni
harus membantu ekonomi adiknya. Selain itu, Bu Yuni juga berkeinginan untuk membantu suami mencari nafkah demi menyekolahkan anaknya hingga perguruan
tinggi. Bu Yuni menjelaskan bahwa ia tidak menginginkan pendidikan kedua anaknya sama seperti dirinya dahulu yang hanya bisa menyelesaikan pendidikan
sampai SMA dikarenakan kondisi ekonomi keluarga. Pada awal menjalani multi peran dirasakan Bu Yuni sebagai masa-masa yang sulit. Bu Yuni mengaku pada
awalnya dia sering mengeluh kepada suami. Namun, Bu Yuni mengatakan suaminya tidak pernah berhenti mendukung dan selalu menyemangatinya sehingga ia dapat
menjalani multi perannya sampai saat ini. Seperti misalnya dalam hal pekerjaan rumah dan merawat anak, Bu Yuni dan sang suami selalu bekerja sama dan saling
membantu satu sama lainnya. Sebagai seorang PNS, Bu Yuni mengakui bahwa dirinya memiliki jam kerja
yang lebih dimana melebihi dari standar jam kerja PNS pada umumnya. Bu Yuni bekerja 12 jam setiap Senin – Jumat. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pekerjaan
yang setiap harinya harus ia selesaikan tepat waktu. Bu Yuni merupakan orang yang rajin. Oleh sebab itu, Bu Yuni selalu mengusahakan agar semua pekerjaannya selesai
dan menjadikannya bekerja melebihi jam seharusnya. Dalam kesehariannya Bu Yuni sudah harus meninggalkan rumah sebelum pukul 06.00 WIB dan tiba kembali di
rumah pukul 21.30 WIB. “Jam 6 kurang 10. Kadang-kadang jam 6 kurang 15, pokoknya di
bawah jam 6. Malu kalo terlambat ama atasan. Pulang kantor itu dari dulu udah biasa abis maghrib sekitaran jam setengah 8 malem dari
kantor.”
Meskipun sibuk, komunikasi Bu Yuni dan suaminya berjalan baik. Bu Yuni dan sang suami selalu berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan
tidak pernah menggunakan bahasa daerah. Hal ini disebabkan oleh keduanya berasal dari suku yang berbeda dan baik Bu Yuni ataupun suaminya hanya mengerti bahasa
Universitas Sumatera Utara
daerah masing-masing. Komunikasi dilakukan Bu Yuni dan suami secara tatap muka di pagi hari dari bangun tidur, saat menyiapkan sarapan bersama, saat sarapan, dan
saat malam hari sepulang Bu Yuni bekerja. Biasanya, saat pagi hari Bu Yuni selalu membangunkan suaminya dan juga membujuknya untuk lekas membantunya di
dapur. Begitu juga sang suami yang selalu mengingatkan Bu Yuni untuk tidak terburu-buru dalam memasak. Bu Yuni menjelaskan bahwa ia dan suaminya juga
menggunakan media Handphone demi menjaga komunikasi diantara mereka. Biasanya saat Bu Yuni berada di kantor atau sedang melakukan perjalanan dinas, ia
dan sang suami saling menghubungi untuk menanyakan kabar, menceritakan kondisi masing-masing, serta menanyakan kedatangan tukang cuci dirumahnya. Dalam hal
rutinitas berkomunikasi menggunakan Handphone, komunikasi antara Bu Yuni dan suami lebih sering terjadi di siang hari yaitu diatas jam 2 siang dan percakapannya
tidak lebih dari 5 menit. Bu Yuni menjelaskan baik dirinya ataupun sang suami tidak memiliki ketentuan khusus siapa yang harus menghubungi terlebih dahulu. Seperti
yang diungkapkan Bu Yuni, “iya, bangunin mereka tidur. Oh itu tante. Biasa agak nyuruh-nyuruh
gitu. Kan om biasa kalo tante udah kotak-katik di dapur nih, om suka balik lagi duduk-duduk nonton tv, jadi tante suka bilang “ayok pa
cepetan bantuin udah siang nih..” Om tuh suka ngomong gini, “gak usah buru-buru lah, nanti kesiram air panas. Ya kalo terlambat ya
sudah, kan bisa diganti sore masaknya,” begitu doang. Sering, kalo siang gitu kan kadang-kadang telpon. Karena kan kebiasaan dirumah
kalo pembantu udah pulang, kadang-kadang kan rumah terbuka yah, khawatir juga gitu. Jangan-jangan ketiduran atau gak gimana gitu
kan. Paling tidak kan nanyain lagi apa, Pa? Ada orang datang gak ke rumah? gitu. Karena kalo siang-siang suka ada temennya gitu kan
yang udah pensiun-pensiun tetangga-tetangga situ kan ngobrol dirumah. Paling nanya sebatas itu. Biasanya diatas jam 2. Gak lebih
sih dari 5 menit gak lama. Gak ada ketentuan sih om atau tante yang harus nelpon duluan, kadang tante kadang juga om, bebas aja sih.”
Komunikasi yang saling terbuka dan saling percaya merupakan kunci dalam
membina sebuah hubungan keluarga. Bu Yuni menilai keterbukaan antara dirinya dan sang suami dan rasa saling percaya yang tinggi yang dijunjung oleh keduanya
merupakan hal yang telah membuat hubungan rumah tangganya berjalan mulus
Universitas Sumatera Utara
sampai saat ini selama 27 tahun. Bu Yuni dan suami selalu membiasakan dan menjaga sikap saling terbuka dan percaya satu sama lainnya. Misalnya Bu Yuni dan
suami selalu membiasakan bersikap terbuka dan jujur dalam segala hal seperti dalam hal keuangan keluarga, pekerjaan, suasana hati masing-masing, masalah keluarga
pihak masing-masing, masalah anak-anak, dan sebagainya. Bu Yuni selalu menceritakan segala sesuatunya dengan suaminya sekaligus bertukar pikiran dengan
suaminya untuk menemukan solusi yang terbaik. Rasa saling percaya diantara Bu Yuni dan suaminya selalu dijaga dengan saling berpikiran positif dan tidak saling
curiga satu sama lainnya. Bu Yuni mengakui hubungannya dengan suami juga tak luput dari adanya
masalah. Biasanya, masalah yang terjadi disebabkan oleh kesalahpahaman antara dirinya dan suaminya. Namun, Bu Yuni menjelaskan bahwa masalah yang terjadi
bukanlah masalah yang besar dan selalu dapat diselesaikan dengan baik antara dirinya dan suaminya. Biasanya, ketika Bu Yuni dan suaminya sedang berkonflik, suaminya
lebih memilih untuk menghindar dari Bu Yuni. Namun, ketika sang suami melihat emosi Bu Yuni sudah mereda, barulah ia kembali berinteraksi kembali dengan Bu
Yuni. Menurut Bu Yuni, hal ini dilakukan suaminya dikarenakan suaminya tak ingin bila keributan atau konflik diantara mereka semakin membesar. Jika Bu Yuni dan
suaminya berkonflik, mereka tidak pernah menunjukkannya kepada kedua anaknya. Baik Bu Yuni maupun suaminya menyelesaikan konflik mereka dengan cara saling
meminta maaf tanpa membicarakan kembali masalah mereka. “masalah itu semua pasti ada yah, gak ada berjalan keluarga mulus-
mulus aja. Ya tapi masih sebatas wajar-wajar aja, ngga sampai ribut- ribut besar. Ya mungkin kita kadang-kadang salah paham masalah
anak, akhirnya kita agak berdebat gitu. Ya tapi kan ita gak sampai berhari-hari gitu gak negor. Paling berapa jam lah paling. Soalnya
om itu orangnya gini, kalo tante marah, dia orangnya pergi. Dia keluar gak pernah mau nanggepin. Karena kalo yang satu panas, yang
satu iut panas juga pasti. Kalo om itu pasti dia keluar, duduk dia di depan. Tapi tante juga begitu dia eluar, tante sadar, oh berarti dia ini
menghindar. Memang dari dulu om tuh begitu kalo tante marah-marah dia itu keluar duduk-duduk di depan. Ntar kalo udah reda baru dia
masuk. Ada aja alesannya masu tuh, apalah. Paling kalo masuk itu “ngopi ah..”, dia ngomong gitu. Cuman tante juga mikir berarti ga
Universitas Sumatera Utara
diambil hati nih tante marah-marah gitu juga. Tapi tante terus terang nih, setiap tante abis marah-marah gitu pasti tante minta maaf. “maaf
ya pa tadi marah-marah” “udah, gapapa..” om tuh selalu gitu.” Dalam mengambil keputusan keluarga, Bu Yuni menilai bahwa suaminya
merupakan orang yang tegas dan sangat bijaksana. Oleh sebab itu, Bu Yuni dan kedua anaknya menyerahkan sepenuhnya pada sang suami dengan sebelumnya selalu
berdiskusi terlebih dahulu sebelum keputusan itu diambil. Misalnya keputusan yang menyangkut ekonomi keluarga seperti penentuan pekerjaan lain yang dilakukan
suami Bu Yuni setelah pensiun, penentuan sekolah, acara keluarga, liburan keluarga, rencana-rencana keluarga kedepannya, hingga penentuan makanan untuk di masak
dalam keluarga merupakan hasil diskusi diantara mereka. Bu Yuni menjelaskan bahwa kedua anaknya juga ikut dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
“Selalu Om. Diikutin, anak-anak diminta pendapatnya.” Komunikasi yang baik membuat hubungan anggota keluarga menjadi lebih
dekat dan lebih baik. Bu Yuni mengakui bahwa dengan kedua anaknya ia juga memiliki hubungan yang baik selama ini. Bu Yuni dan kedua anaknya saling menjaga
komunikasi diantara mereka. Biasanya saat sarapan, Bu Yuni dan kedua anaknya selalu bercerita mengenai kegiatan yang akan dilakukan. Bu Yuni menjelaskan bahwa
dirinya dan kedua anaknya saling terbuka satu sama lainnya. Seperti masalah pribadi yang sedang dialami selalu diceritakan Bu Yuni dan kedua anaknya tanpa ditutup-
tutupi. Jika anak bungsunya mempunyai masalah dengan temannya di sekolah, ia selalu bercerita kepada Bu Yuni. Demikian juga dengan anak pertamanya yang selalu
menceritakan keadaan keluarga barunya pada Bu Yuni. Selain berkomunikasi secara tatap muka, Bu Yuni dan kedua anaknya juga menggunakan Handphone demi
menjaga kelancaran komunikasi diantara mereka serta mengetahui kondisi masing- masing. Seperti yang dikemukakan Bu Yuni,
“iya. Tante telponnya itu diatas jam 2. Jam 3 dia pasti udah pulang. Jadi tante kalau dia sudah sampai rumah tante telpon, “adek udah
pulang?” sebentar sih, paling cuma nanya udah sampe rumah belom? Udah makan belom? Ada PR gak? Itu selalu tante tanya. Trus tante
bilang “dek, jangan lupa makan yah. Abis itu kerjakan PR, jangan
Universitas Sumatera Utara
lupa shalat.” Dengan kakak Fina selama udah kerja yah tante jarang telepon. Pake SMS aja. Tante paling SMS pagi “udah nyampe
belom?” sama sore. Kalo sore dia yang suka SMS “Mama, aku udah naik trans,” naik busway maksudnya.”
Meskipun hubungan antara Bu Yuni dan kedua anaknya terjalin dengan baik,
namun Bu Yuni mengakui bahwa konflik antara orang tua dan anak tidak dapat dihindari dan hal itu juga terjadi pada dirinya. Bu Yuni menjelaskan bahwa konflik
terjadi diantara dirinya dan anak pertamanya dikarenakan adanya salah paham diantara mereka dan itu hanya terjadi sekali. Namun, baik Bu Yuni maupun anak
pertamanya dapat menyelesaikan konflik tersebut dengan baik dengan saling meminta maaf sehingga tidak merusak hubungan diantara mereka dan membuat hubungan
mereka semakin harmonis hingga sekarang. “Pernah ada salah paham. Dengan kakak Fina pernah, tapi dengan
dek Lana belum pernah. Dulu gini, marahnya tante itu, tapi setelah itu tante juga minta maaf yah sama kakak Fina, marahnya tante itu
sebenernya gimana yah, kakak Fina kan waktu kuliah yah dia itu ikut organisasi. Dia gak bilang kalo dia itu pulang malam, bulan puasa
kalo gak salah itu. Sampai tante bilang gini kelepasan ngomong di SMS “udah Na, kamu gak usah pulang nginep aja. Daripada kamu
pulang pecuman besok balik lagi ke kampus” Marahnya tante gini, dia gak bilang kalo pulang malam. Ternyata dia itu ada acara Sahur
On The Road. Dia dari sore tuh gak pulang jadi dia katanya nganterin makanan ke yayasan-yayasan. Itu tuh tante marahnya begini, tante
ngerasa bertanggung jawab ke anak, anak perempuan, yang tante takutnya itu terjadi sesuatu gitu. Itu doang. Kalo dia anak laki-laki
mungkin tante gak masalah lah. Cuman tante khawatirnya karena dia anak perempuan itu tadi. Dia pulang malem, takutnya gak bisa jaga
diri kan, tapi dia bilang “Ma, Insya Allah Na bisa jaga diri, Na kan pergi gak cuman sama anak cowok.” Tante sih keselnya itu “Udah Na
gak usah pulang” Dia pulang tante gak bukain pintu. Omnya yang bukain pintu. Jadi pas besoknya sahur, hampir sahur tuh dia
pulangnya, dia gak sahur. Besoknya dia berangkat kuliah dia bilang “Ma, Na berangkat kuliah dulu yah. Maafin Na yah Ma.” Tante juga
nyesel juga, setelah tante tahu bahwa dia bukan pergi kemana-mana, omongan tadi tuh kelepas ”udah gak usah pulang-pulang lagi kamu.
Terserah kamu deh” itu kelepasan. Pagi itu tante sampai keluar air mata dek, “Na, mama minta maaf yah, mama marah bukan apa-apa,
bukan benci ama Na, bukan. Karena saking sayangnya mama ama anak, mama marah tuh mama takut kalo kenapa-kenapa. Kamu anak
Universitas Sumatera Utara
perempuan.” Sekali-sekalinya itu Dek. Akhirnya tante minta maaf, dia juga.”
Menurut Bu Yuni, komunikasi yang terjalin antara dirinya, suami, dan kedua anaknya sangat terjalin dengan baik selama ini. Meskipun intensitas komunikasinya
rendah, komunikasi Bu Yuni dan suami serta kedua anaknya merupakan komunikasi yang efektif. Biasanya, setiap malam Bu Yuni, suami, dan kedua anaknya selalu
berkumpul bersama sebelum mereka tidur dan bercerita mengenai sinetron kesukaan mereka, Tukang Bubur Naik Haji. Bu Yuni mengatakan bahwa ia beserta suami dan
anak-anaknya sering bercerita mengenai kegiatan pribadi yang mereka lakukan seharian. Seperti bagaimana sekolahnya Lana, bagaimana kerjanya Fina, bagaimana
kegiatan dirinya dikantor ataupun kegiatan suaminya di rumah dan menceritakan cerita lainnya seperti cerita tentang sinetron yang mereka tonton.
Dalam kesibukannya yang padat, Bu Yuni berusaha untuk menyeimbangkan waktunya dengan suami dan anak-anaknya untuk menjaga keharmonisan hubungan
mereka. Hal ini dilakukannya di hari libur yaitu Sabtu dan Minggu jika ia tidak ada perjalanan dinas. Biasanya, Bu Yuni selalu membuatkan masakan kesukaan untuk
suami dan kedua anaknya sebagai bentuk perhatiannya. Jika tidak ada acara keluarga seperti arisan ataupun undangan, Bu Yuni beserta suami dan kedua anaknya hanya
menghabiskan waktu bersama di rumah. Saat bersama, mereka banyak menghabiskan waktu dengan melakukan kegiatan bersama seperti mengurus pekerjaan rumah. Bu
Yuni mengatakan saat mengisi waktu luang di rumah ia dan suaminya menyempatkan memberikan nilai-nilai positif kepada kedua anaknya misalnya memberikan nasihat
kepada kedua anaknya tentang pergaulan mereka, terutama pada Fina anak mereka yang telah menikah, mereka selalu menasihati agar hubungannya dengan suaminya
baik-baik saja. Namun dalam hal berkomunikasi di waktu luang, Bu Yuni menilai ia lebih banyak berkomunikasi dengan kedua anaknya, hal ini dikarenakan suaminya
lebih fokus ke warung miliknya di hari Sabtu dan Minggu. Suaminya lebih banyak menghabiskan waktu di warung untuk kumpul dan berdiskusi bersama temannya.
Universitas Sumatera Utara
Bu Yuni mengaku bahwa meskipun harus bekerja untuk membantu ekonomi keluarganya, ia tidak melupakan peran dan kewajibannya sebagai seorang istri dan
juga seorang ibu. Dalam menjalankan perannya, ia berupaya membagi waktunya sebaik mungkin. Sebagai seorang istri dan juga seorang ibu, Bu Yuni sangat
memperhatikan suami dan kedua anaknya. Biasanya, sebelum berangkat bekerja, Bu Yuni selalu memasakkan makanan untuk sarapan dan makan siang suami dan
anaknya. Saat malam harinya, ia mengerjakan segala pekerjaan rumah yang bisa dikerjakan saat itu juga dan tak jarang ia juga menemani anak bungsunya belajar.
Sebagai seorang istri, Bu Yuni selalu berusaha untuk melayani suaminya dengan sebaik mungkin. Bu Yuni menjelaskan bahwa hal ini ia lakukan agar perannya
sebagai istri, ibu, maupun sebagai pegawai berjalan seimbang. Dalam keluarganya, Bu Yuni mengakui bahwa tidak ada yang berperan
dominan. Sikap saling mendukung dan prinsip bahwa tiap anggota keluarga merupakan satu tim yang selalu diterapkan dalam keluarga menurut Bu Yuni menjadi
faktor utamanya. Bu Yuni, suami, dan kedua anaknya selalu saling mendukung satu sama lainnya dalam segala hal termasuk dalam melakukan pekerjaan rumah bersama-
sama. Bu Yuni menambahkan bahwa suami dan kedua anaknya juga sangat mendukung dirinya dalam bekerja. Begitu juga dalam hal kesetaraan, Bu Yuni
menjelaskan bahwa dalam keluarganya semua barang yang di punya adalah milik bersama. Baik Bu Yuni dan suami tidak pernah mempermasalahkan pendapatan siapa
yang paling besar. Selain itu, peran sebagai orang tua juga dijalankan secara seimbang oleh Bu Yuni dan suaminya.
Bu Yuni menjelaskan bahwa dirinya merasa puas dengan hubungan yang terjalin dengan suami dan kedua anaknya selama ini terutama dengan multi peran
yang dijalaninya selama ini. Ia menilai hubungannya dengan suami dan kedua anaknya telah harmonis. Selama menjalani multi perannya, Bu Yuni tidak merasakan
perubahan pada dirinya dalam hal sikap kepada suami maupun kedua anaknya baik ketika beliau pulang bekerja ataupun dari perjalanan dinasnya. Begitu halnya dengan
suami dan kedua anaknya yang tidak pernah protes dengan aktivitasnya terlebih jika harus melakukan perjalanan dinas. Dalam hal berkomunikasi, contohnya, diakui Bu
Universitas Sumatera Utara
Yuni meskipun waktu menimbulkan hambatan bertemu langsung dengan suami dan anaknya, namun masih tidak membuat hubungan mereka renggang dan masih bisa
teratasi dengan menggunakan handphone. Bu Yuni menilai keikutsertaannya bekerja juga membantu ekonomi keluarga. Menurut Bu Yuni, ekonomi keluarganya saat ini
cukup baik sehingga dapat menyekolahkan kedua anaknya dan memenuhi segala kebutuhan rumah tangga. Selain itu, Bu Yuni menilai dengan kesibukannya yang
harus bekerja juga sudah dapat menjadikan anak-anaknya menjadi anak yang mandiri.
“Menurut ukuran tante Yuni udah cukup yah. menurut ukuran tante udah harmonis. Selama 27 tahun tante berumah tangga kayanya agak
ada masalah yang besar. Ya kalo salah selisih paham sedikit-sedikit yah wajar-wajar aja yah. Karena tante Yuni merasa begini ya tante
yuni kadang pulang malam, dinas, pulang dinas dinas lagi, gada perubahan sikap yah ama mereka, suami ama anak tante yuni juga.
Menurut tante yuni anak tante Yuni itu udah bisa mandiri lah istilahnya yah.”
4.1.4.3. Proses Komunikasi Antarpribadi Ibu Devyana dengan Suami dan Anak Ibu Devyana, akrab disapa dengan Bu Devy, merupakan salah satu pegawai
aktif di Subbagian Tata Laksana dan Kepegawaian, Biro Umum, Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta. Bu Devy memutuskan menikah
pada usia 28 tahun dengan Pak Suyitno. Pak Suyitno merupakan rekan kerja beliau ketika masih di tempatkan di Biro Perlengkapan Sekretariat Jenderal Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Memiliki suami PNS yang berpenghasilan cukup tidak menjadikan alasan Bu Devy untuk berhenti bekerja. Sebaliknya, Bu Devy dan sang
suami saling mendukung pekerjaan satu sama lain. Saat ini, Bu Devy dan Pak Suyitno telah memiliki 2 orang anak perempuan yang masih menempuh pendidikan
di bangku sekolah dan perguruan tinggi. Anak pertamanya, Faras Julia, tengah menjalankan studi di Universitas Gunadarma semester 2, sedangkan anak keduanya,
Fadilah, tengah duduk di kelas 1 SMA di sekolah Madrasah Pembangunan Jakarta Selatan. Menjadi seorang wanita yang harus menjalanan multi peran diakui Bu Devy
Universitas Sumatera Utara
bukanlah hal yang mudah. Namun, Bu Devy menjelaskan bahwa dirinya tidak pernah mengalami kesulitan dikarenakan adanya dukungan dan bantuan dari suaminya.
Sebagai seorang PNS, jam kerja yang dimiliki oleh dirinya diakui Bu Devy berbeda dari standar jam kerja PNS pada umumnya. Bu Devy bekerja 11 jam setiap
Senin – Jumat. Hal ini disebabkan oleh pekerjaan yang setiap harinya harus ia selesaikan tepat waktu. Bu Devy merupakan orang yang disiplin, rajin dan tidak ingin
menunda-nunda pekerjaannya. Oleh sebab itu, Bu Devy selalu mengusahakan agar semua pekerjaannya selesai sehingga tak jarang menjadikannya bekerja melebihi jam
seharusnya. Dalam kesehariannya Bu Devy sudah harus meninggalkan rumah pukul 06.30 WIB dan tiba kembali di rumah pukul 21.30 WIB.
“Karena rumah tante jauh, harus pagi. Tante kan jarak kesini kalo gak macet yah cuman 30 km, cukup sih dalam satu jam. Tapi kalo di
Jakarta kan gak mungkin. Berangkat yah setengah 7. Itu juga hampir 2 jam. Biasa nyampe rumah jam setengah 10an malem.”
Menurut Bu Devy, komunikasi diantara dirinya dan suami berjalan dengan baik dalam intensitas yang minim. Pernyataan ini diungkapkan oleh Bu Devy, ia
merasa komunikasinya dengan suami selama ini sangatlah minim. Bu Devy menjelaskan bahwa diluar hari libur, biasanya ia dan suami hanya melakukan
komunikasi tatap muka di pagi hari pada saat keduanya dalam perjalanan menuju kantor. Biasanya, pembicaraan mereka dipagi hari hanya sekedar membicarakan
keadaan lalu lintas saja. Bu Devy menilai minimnya komunikasi antara dirinya dan suami disebabkan oleh sifat suaminya yang sangat pendiam. Seperti halnya saat
dikantor, Bu Devy menjelaskan bahwa dirinya hampir tidak pernah berbicara dengan suami. Biasanya, Bu Devy dan suami hanya berkomunikasi melalui aplikasi
BBM saat sore hari untuk membuat janji pulang bersama. Bu Devy menjelaskan baik dirinya ataupun sang suami tidak memiliki ketentuan siapa yang harus menghubungi
terlebih dahulu. Seperti yang dikemukakan Bu Devy, “BBM-an. Kalo ketemu walaupun kita satu kantor belum tentu ketemu.
Cuman kalo pulang baru janjian “Saya udah turun” atau nanya “mau turun
Universitas Sumatera Utara
jam berapa?” gitu aja nanya. Terus “ketemunya dimana, di depan atau parkiran?” gitu aja.”
Sikap saling terbuka antara Bu Devy dan suami juga diakui Bu Devy selama ini tidak terjalin dengan baik. Bu Devy menjelaskan bahwa selain memiliki sifat yang
pendiam, suaminya juga merupakan orang yang tertutup. Bu Devy menilai selama menjalani bahtera rumah tangga, suaminya belum sepenuhnya terbuka dengannya.
Seperti masalah pribadi yang dialami oleh suami, masalah keluarganya, ataupun masalah pendidikan kedua anak mereka diakui Bu Devy hampir tidak pernah
diceritakan suaminya. Berbeda halnya dengan keterbukaan Bu Devy kepada suami. Bu Devy menjelaskan bahwa dirinya sangat terbuka dengan suami. Masalah
pekerjaan, situasi dan kejadian di kantor yang dialami dirinya serta masalah kebutuhan rumah tangga selalu ia ceritakan kepada suami tanpa di tutup-tutupi. Bu
Devy menambahkan antara beliau dan suaminya terdapat pembagian peran, seperti halnya urusan rumah tangga menjadi tanggung jawabnya sedangkan untuk urusan
pendidikan kedua anaknya menjadi tanggung jawab suaminya. Seperti yang Bu Devy katakan,
“Kalo urusan pendidikan om yang cover, tante urusan rumah tangga. jadi kalo urusan minta biaya pendidikan anak-anak ke bapaknya, tante gak pernah
tau juga biaya pendidikan yang terlalu mendetail, tante gak pernah tau. Tante urusannya yang kebutuhan rumah tangga.”
Meskipun sikap saling terbuka tidak tertanam dengan baik diantara Bu Devy dengan suami, namun rasa saling percaya terjalin dengan baik diantara keduanya.
Kondisi Bu Devy dan suami yang sama-sama bekerja dan memiliki kesibukan dengan pekerjaan masing-masing membuat rasa percaya selalu tumbuh dan tertanam dalam
diri mereka. Bu Devy mengaku tidak pernah memiliki pikiran negatif pada suaminya. Begitu juga dengan suami. Menurut Bu Devy suaminya sangat percaya padanya
karena sudah memahami sifat Bu Devy. Saling percaya yang selalu ditanamkan dan dibangun bagi Bu Devy merupakan faktor utama untuk membangun hubungan yang
Universitas Sumatera Utara
harmonis dengan suami sampai saat ini. Bu Devy mengaku bahwa sikap saling percaya diantara dirinya dan suami membuat minimnya konflik yang terjadi diantara
mereka. Bu Devy menjelaskan biasanya konflik yang terjadi antara dirinya dan suami bukanlah masalah yang besar. Menurutnya, konflik dengan sang suami biasanya
disebabkan oleh ketertutupan suaminya dalam hal biaya pendidikan kedua anaknya. Suaminya sering melarang kedua anaknya untuk memberitahukan Bu Devy mengenai
biaya pendidikan. Bu Devy mengaku sering merasa kesal pada sang suami karena sebagai seorang istri ia merasa ada yang disembunyikan darinya. Dalam menghadapi
konflik, baik Bu Devy dan sang suami tidak pernah membicarakannya. Biasanya mereka tidak berkomunikasi selama satu hari dan kemudian saling melupakan
pertengkaran mereka. Dalam hal pengambilan keputusan di dalam keluarga, Bu Devy menjelaskan
bahwa dirinya memiliki peran yang dominan. Suami dan kedua anaknya selalu menyerahkan sepenuhnya kepada Bu Devy tanpa adanya diskusi diantara mereka
sebelumnya. Misalnya keputusan yang menyangkut kebutuhan rumah tangga dan kedua anaknya seperti pembelian barang-barang di rumah, masakan apa yang akan
dimasak, hingga penentuan pergaulan kedua anaknya ditentukan oleh Bu Devy tanpa berdiskusi. Bu Devy mengaku bahwa kedua anaknya sering tidak dilibatkan, namun
bila keputusan sudah ditentukan Bu Devy, suami dan kedua anaknya menerimanya. ”Kayaknya tante. Misalnya seperti ada pilihan nih bapak selalu bilang
sama anak-anak “tanya mama” nah jadi keputusan tuh selalu berat di saya. Ya contohnya kayak dirumah mau masak apa saya aja yang
buat. Beli ini mau beli itu juga jadi saya yang sering tentuin. Termasuk pergaulan anak saya ya. Saya kadang liat temennya anak-anak kan
kalo main ke rumah, nanti yang keliatan anaknya gak bagus, saya suka larang anak saya, gak bolehin temenan sama dia. Sebagai ibu
kan takut kalo anak terjerumus pergaulan apalagi ini Jakarta. Kita gak pernah diskusi, jarang ditanyain satu-satu. Selama ini sih nerima-
nerima aja mereka jarang protes kan saya juga buat kebaikan mereka.”
Seperti halnya komunikasi dengan suami, komunikasi dengan kedua anak diakui Bu Devy tetap terjaga dan berjalan dengan baik meski dalam intensitas yang
Universitas Sumatera Utara
minim. Biasanya diluar hari libur, Bu Devy dan kedua anaknya berkomunikasi secara tatap muka dipagi hari sebelum beliau berangkat bekerja dan kedua anaknya
berangkat sekolah dan kuliah. Bu Devy menjelaskan bahwa komunikasi di pagi hari dengan kedua anaknya hanya terjadi saat mereka saling berpamitan pergi
meninggalkan rumah. Selain berkomunikasi secara tatap muka, komunikasi antara Bu Devy dan kedua anaknya juga terjalin dengan menggunakan Handphone. Komunikasi
dengan kedua anak melalui media Handphone dilakukan secara rutin melalui aplikasi BBM setiap siang hari pada jam 12 siang. Bu Devy menjelaskan bahwa setiap siang
hari dirinyalah yang selalu menghubungi kedua anaknya telebih dahulu. Namun, tak jarang anaknya yang menghubunginya terlebih dahulu terutama bila beliau terlambat
pulang. “Sering. Sehari itu kalo ngomong nggak yah, cuman bbm-an. Kalo
bbm-an kan lewat tulisan, kalo bbm-an 2 kali 3 kali balesan udah. Banyak seperti “udah nyampe rumah belom?” “udah makan belom?”
terus “mau dibeliin apa” nanya keinginan dia maunya apa, “udah belajar belum?” seputar itu saja. kalo tadi belajar di sekolah kalo lagi
test “dapet nilai berapa? Bisa gak? Sama kakaknya ditanyai juga jam berapa pulang kuliahnya? Cuman ngecek-ngecek gitu aja. Siang jam-
jam 12. Oh sama-sama. Kalo misalnya tante belom nyampe rumah dari jam biasanya kan anak-anak sering ngecek “mama sama papa
dimana?” “bener mama pulang sama papa?” gitu.”
Bu Devy menilai kedua anaknya merupakan anak yang tertutup. Hal ini dinyatakan oleh Bu Devy yang merasa kedua anaknya belum sepenuhnya terbuka
dengan dirinya. Menurutnya, kedua anaknya masih merasa takut bila harus terbuka dengan dirinya, seperti misalnya masalah pribadi atau masalah nilai mereka yang
sangat jarang diceritakan mereka kepada Bu Devy. Bu Devy menjelaskan bahwa alasan ketertutupan kedua anaknya yaitu takut membuat dirinya marah. Bu Devy
mengaku ia lebih sering mengetahui masalah pribadi kedua anaknya dari status update pada Blackberry Messanger miliknya. Namun, hal ini bukanlah masalah bagi
Bu Devy karena dengan cara membujuk kedua anaknya, pada akhirnya kedua anaknya akan memberitahunya. Ketertutupan kedua anaknya dinilai Bu Devy tidak
pernah sampai menjadi konflik diantara mereka. Mengenai konflik antara ibu dan
Universitas Sumatera Utara
anak, Bu Devy menjelaskan bahwa dirinya dan kedua anaknya juga tidak luput dari adanya konflik. Biasanya, konflik disebabkan oleh rasa malas kedua anaknya jika
disuruh membantu mengerjakan pekerjaan rumah seperti membersihkan rumah. Bu Devy mengaku dirinya sering memarahi kedua anaknya dan bila beliau sudah marah
barulah kedua anaknya membantunya mengerjakan pekerjaan rumah. Seperti yang dikemukakan Bu Devy,
“Kesel dibikin ama anak itu kalo mereka disuruh bantu-bantu gak mau, susah banget. Tante marahin baru mau bantuin.”
Komunikasi yang terjalin antara Bu Devy, suami dan kedua anaknya dinilai Bu Devy masih kurang efektif. Bu Devy menjelaskan bahwa disamping kurangnya
keterbukaan, mereka juga jarang berbagi cerita dan berkumpul bersama kecuali di hari libur. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh lamanya waktu kembali ke rumah
dan rasa lelah sehabis bekerja. Biasanya, setiap Bu Devy dan suami pulang bekerja, kedua anaknya sudah tertidur. Begitu halnya dengan Bu Devy dan suami yang lebih
memilih untuk langsung beristirahat ketika pulang bekerja. Namun, berbeda halnya pada saat hari libur. Bu Devy berusaha menyeimbangkan waktu antara kesibukan
mencari nafkah dengan suami dan kedua anaknya demi menjaga keharmonisan keluarga. Hal ini dilakukan di hari Minggu jika Bu Devy dan suami tidak ada
perjalanan dinas. Biasanya bila tidak ada kegiatan seperti arisan atau undangan, ia beserta suami maupun kedua anaknya menghabiskan waktu bersama di rumah seperti
menonton televisi bersama-sama sambil bercanda-canda satu sama lainnya. Bu Devy dan suami menggunakan waktu bersama dengan anak-anak mereka sekaligus
menyempatkan untuk memberikan nilai-nilai positif kepada kedua anaknya berupa nasihat. Seperti misalnya memberikan nasihat mengenai pergaulan kedua anaknya,
bagaimana menjadi wanita yang baik, atau pun pemilihan pasangan hidup kelak. Bu Devy menilai pemberian nasihat penting dilakukan olehnya ataupun sang suami
mengingat peranan keduanya sebagai orang tua. Bahasa daerah juga mereka gunakan demi mengajari kedua anaknya untuk melestarikan budaya. Tak jarang, Bu Devy
Universitas Sumatera Utara
mengajak sang suami dan kedua anaknya untuk mengisi waktu luang dengan berkunjung ke tempat rekreasi.
“Gak ada, cuman di waktu kosong aja. Paling Minggu. Kalo ga ada kegiatan diluar yah ngumpul di kamar, becanda-becanda, nonton tv,
yah saling ledek-ledekan lah, manja-manja di kamar. Biasanya kalo udah lama gak kemana-mana biasanya kita ngajakin “yuk nak jalan
keluar” biasanya senengnya di ajak ke tempt rekreasi yang gak banyak orang. Pake bahasa daerah juga biar gak hilang daerahnya.
Biasanya lebih ke nasehat. Tante kan anaknya gadis-gadis. Gak bosen-bosen ngasih tau pergaulan tolong pilih-pilih. Pilih yang jangan
sembarangan temen. Kalo bisa pilih yang latar belakangnya juga bagus. Kalo pilih pasangan hidup jangan asal-asalan, liat bibit bebet
bobotnya, kalo suku sih gak masalah. Sampe mereka bosen, tapi tante sama om selalu wanti-wanti. Ngasih tau ke anak-anak meskipun
mereka capek, lelah sekolah, walaupun hari libur tapi yah tetep kodratnya wanita, bantu-bantu sapu, ke dapur, gitu.”
Bu Devy mengaku bahwa meskipun harus bekerja untuk membantu ekonomi keluarganya, ia tidak melupakan peran dan kewajibannya sebagai seorang istri dan
juga seorang ibu. Dalam menjalankan perannya, ia berupaya membagi waktunya sebaik mungkin. Sebagai seorang istri dan juga seorang ibu, Bu Devy sangat
memperhatikan suami dan kedua anaknya. Biasanya, sebelum berangkat bekerja, Bu Devy selalu memasakkan makanan untuk bekal dan sarapan suami dan kedua
anaknya. Saat malam harinya, Bu Devy menyiapkan apa yang dibutuhkan suami dan kedua anaknya untuk esok harinya. Bu Devy menjelaskan dalam menjalankan
perannya di rumah, beliau sangat mendapat dukungan dari pembantunya. Segala pekerjaan rumah selalu dikerjakan oleh Bu Devy dan pembantunya. Suami dan kedua
anaknya tidak pernah terlibat dalam pembagian tugas dirumah. Bu Devy menjelaskan antara dirinya dan suaminya terdapat pembagian peran, seperti halnya urusan rumah
tangga menjadi tanggung jawabnya sedangkan untuk urusan pendidikan kedua anaknya menjadi tanggung jawab suaminya. Seperti yang Bu Devy katakan,
“Kalo urusan pendidikan om yang cover, tante urusan rumah tangga. jadi kalo urusan minta biaya pendidikan anak-anak ke bapaknya, tante
gak pernah tau juga biaya pendidikan yang terlalu mendetail, tante gak pernah tau. Tante urusannya yang kebutuhan rumah tangga.”
Universitas Sumatera Utara
Hubungan antar anggota keluarga akan terjalin semakin erat dan dekat bila adanya rasa saling mendukung dan mengerti satu sama lainnya. Bu Devy
menjelaskan bahwa dalam hal dukungan baik Bu Devy, suami beserta kedua anaknya saling mendukung satu sama lain. Bu Devy mendukung karir sang suami, begitu juga
sebaliknya. Dalam hal pendidikan, baik Bu Devy maupun sang suami sangat mendukung pendidikan kedua anaknya. Begitu juga sebaliknya, kedua anaknya
sangat mendukung karir kedua orang tuanya. Dalam hal kesetaraan, Bu Devy, suami dan kedua anaknya memiliki kesamaan hak dalam menggunakan barang dan fasilitas
di rumah. Bu Devy menjelaskan bahwa tidak ada yang menjadi ruangan privacy di rumahnya, termasuk kamar tidurnya dengan suaminya boleh dimasuki oleh kedua
anaknya. Seperti yang dikemukakan Bu Devy, “Semua gak ada privacy, terbuka. Di kamar itu biasa juga semua
ngumpul. Anak pengen datang ke kamar, kita ga ngelarang. Pintu terbuka. Mereka juga seneng sekali-sekali nimbrung ama mama
papanya hehehe.”
Mengenai kualitas hubungan yang terbina dengan suami dan kedua anaknya, Bu Devy mengaku bahwa hubungannya sudah berkualitas dan harmonis. Bu Devy
merasa puas dengan multi peran yang selama ini dijalaninya. Menurutnya, keikutsertaannya bekerja memberi dampak positif pada perekonomian keluarga. Bu
Devy dan suami mampu memenuhi segala keperluan rumah tangga, menyekolahkan kedua anaknya, serta membantu ekonomi keluarga besar mereka. Bu Devy
menjelaskan meskipun kesibukan sering membuatnya lupa dan menghambat proses komunikasi dengan suami dan kedua anaknya, namun suami dan kedua anaknya tetap
mendukung dan pengertian terhadap dirinya. Selama menjalani multi perannya, Bu Devy tidak merasakan perubahan pada dirinya dalam hal sikap kepada suami maupun
kedua anaknya baik ketika beliau pulang bekerja ataupun dari perjalanan dinasnya. Begitu halnya dengan suami dan kedua anaknya yang diakui Bu Devy tidak pernah
protes dengan aktivitasnya terlebih jika harus melakukan perjalanan dinas. Bu Devy menilai dirinya sudah berhasil menjalankan tugasnya sebagai ibu dalam mendidik
Universitas Sumatera Utara
kedua anaknya menjadi anak yang mandiri dan patuh terhadap orang tua. Kesibukan dalam bekerja tidak pernah menjadi masalah dalam kualitas hubungannya dengan
suami dan kedua anaknya. Menurutnya, kualitas hubungan yang terpenting adalah kuantitas komunikasi yang terjalin selama ini melalui telepon dan aplikasi bbm.
“udah. Yang menghambat cuman kesibukan aja, tante bersyukur karena mereka pengertian, dan dapet dukungan dari keluarga.
Kesibukan gak mengganggu kualitas hubungan kami, ga jadi masalah lah. Kualitasnya yang penting bagi tante kuantitas. Kuantitasnya tante
udah lewat telepon udah cukup, bbm udah cukup.”
4.1.4.4. Proses Komunikasi Antarpribadi Bu Tri Astuti dengan Suami dan Anak.