kedua anaknya menjadi anak yang mandiri dan patuh terhadap orang tua. Kesibukan dalam bekerja tidak pernah menjadi masalah dalam kualitas hubungannya dengan
suami dan kedua anaknya. Menurutnya, kualitas hubungan yang terpenting adalah kuantitas komunikasi yang terjalin selama ini melalui telepon dan aplikasi bbm.
“udah. Yang menghambat cuman kesibukan aja, tante bersyukur karena mereka pengertian, dan dapet dukungan dari keluarga.
Kesibukan gak mengganggu kualitas hubungan kami, ga jadi masalah lah. Kualitasnya yang penting bagi tante kuantitas. Kuantitasnya tante
udah lewat telepon udah cukup, bbm udah cukup.”
4.1.4.4. Proses Komunikasi Antarpribadi Bu Tri Astuti dengan Suami dan Anak.
Bu Tri Astuti, akrab dipanggil dengan panggilan Bu Tuti merupakan salah satu pegawai aktif terlama setelah Bu Yuni yang berada di Subbagian Tata Laksana
dan Kepegawaian, Biro Umum, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta. Bu Tuti telah bekerja sebagai PNS semenjak dirinya belum menikah. Bu Tuti
menikah saat ia berumur 23 tahun dengan Pak Sigit B. Saat ini, beliau telah memiliki 3 orang anak laki-laki yang 2 diantaranya sudah bekerja, yaitu Rahmat yang telah
bekerja di perusahaan Kalbe dan Tio yang telah bekerja di perusahaan alat-alat kesehatan. Sedangkan Ali, putra bungsunya masih duduk di kelas 6 SD di SD
Muhammadiyah Cileungsi. Suaminya, merupakan seorang PNS di Kementerian Keuangan. Dalam kesehariannya, Bu Tuti hanya tinggal bersama kedua anaknya yang
telah bekerja. Anaknya yang bungsu tinggal bersama adiknya di Cileungsi, sedangkan suaminya menetap di Kalimantan karena tuntutan pekerjaan. Meskipun memiliki
suami yang berpenghasilan cukup, tidak membuat Bu Tuti berhenti dari pekerjaannya. Sebaliknya, Bu Tuti dan sang suami saling mendukung satu sama lain
dalam berkarir demi menciptakan stabilitas ekonomi keluarga. Awal menjalani multi peran dirasakan Bu Tuti merupakan awal yang sulit. Bu
Tuti menjelaskan kesulitannya yaitu adanya perasaan ketidaksanggupan dirinya menjalani perannya sebagai istri, ibu, dan pekerja. Kesulitannya dirasakan oleh Bu
Tuti terlebih dirinya tidak memiliki seorang pembantu yang membantu kesehariannya
Universitas Sumatera Utara
dirumah baik dalam mengurus pekerjaan rumah atau menjaga anaknya ketika dirinya dan suami bekerja. Bu Tuti menjelaskan dirinya hanya dibantu oleh sang suami. Bu
Tuti mengaku sering mengeluh kepada suami dan sempat berniat untuk berhenti dari pekerjaannya. Namun, berkat adanya dukungan dan kerja sama yang baik dengan
suami dalam melakukan pekerjaan rumah dan merawat anak serta suami secara terus- menerus menyemangati, Bu Tuti dapat menjalani multi perannya hingga saat ini.
Sebagai seorang PNS, Bu Tuti mengakui bahwa dirinya memiliki jam kerja yang lebih dimana melebihi dari standar jam kerja PNS pada umumnya. Bu Tuti
bekerja 11 jam setiap Senin – Jumat. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pekerjaan yang setiap harinya harus ia selesaikan tepat waktu. Bu Tuti merupakan orang yang
rajin. Oleh sebab itu, Bu Tuti selalu mengusahakan agar semua pekerjaannya selesai dan menjadikannya bekerja melebihi jam seharusnya. Bu Tuti mengakui bahwa pada
saat bekerja tidak jarang dirinya lupa akan waktu. Dalam kesehariannya Bu Tuti sudah harus meninggalkan rumah sebelum pukul 07.00 WIB dan tiba kembali di
rumah pukul 20.30 WIB. Hal ini telah menjadi rutinitasnya sedari dulu. Seperti yang dikemukakan Bu Tuti,
“Jam 7 nyampe jam 7.44. kadang kalo macet sampe jam 8. Kalo pulangnya tante biasa dari kantor jam setengah 8. Kadang suka kerja
gak inget waktu hehe”
Saat ini, Bu Tuti dan suami diharuskan untuk tinggal tepisah. Hal ini disebabkan oleh tuntutan pekerjaan masing-masing. Suami Bu Tuti ditugaskan untuk
bekerja di Kalimantan sejak tahun 2012, sedangkan Bu Tuti harus menetap di Jakarta. Meskipun terpisah oleh jarak dan memiliki kesibukan dengan pekerjaan masing-
masing, namun komunikasi Bu Tuti dan suaminya diakui Bu Tuti tetap berjalan baik seperti sebelum dirinya tinggal terpisah dengan suami. Bu Tuti dan sang suami selalu
berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan tidak jarang juga menggunakan bahasa daerah. Dahulu, komunikasi dilakukan Bu Tuti dan suami
secara tatap muka di pagi hari dari bangun tidur, saat menyiapkan sarapan bersama, saat sarapan, dan saat malam hari sepulang keduanya bekerja. Namun, saat ini
Universitas Sumatera Utara
komunikasi tatap muka dengan suami diakui Bu Tuti hanya dapat dilakukan dua kali dalam sebulan, yaitu ketika sang suami kembali ke rumah.
Meskipun hanya dapat bertemu dua kali dalam sebulan dengan suami, Bu Tuti menjelaskan bahwa hubungannya dengan suami merupakan hubungan yang
harmonis. Hal ini dikarenakan adanya komunikasi yang efektif dan lancar yang di jalin diantara mereka. Bu Tuti menjelaskan bahwa dirinya dan suami mempunyai
rutinitas untuk saling menghubungi setiap pagi, siang, dan malam hari sebelum mereka tidur. Biasanya, setiap pagi hari Bu Tuti rutin menghubungi sang suami untuk
membangunkan dan mengingatkan shalat subuh. Begitu juga di siang hari, baik Bu Tuti dan Pak Sigit saling menghubungi di sela waktu senggang untuk mengingatkan
shalat dzuhur, menanyakan kegiatan yang sedang dilakukan ataupun keadaan kantor masing-masing. Saat malam hari sebelum tidur, Bu Tuti dan Pak Sigit juga
menyempatkan diri untuk saling berkomunikasi. Biasanya Bu Tuti dan suami berbagi cerita mengenai ketiga anaknya dan saling mengingatkan untuk saling menjaga
kesehatan. Bu Tuti menjelaskan bahwa diantara dirinya maupun suaminya tidak memiliki ketentuan siapa yang harus menghubungi terlebih dahulu.
“Ada waktu senggang telpon, kadang dia yang telpon. Ya pagi, siang, malem. Kalo saya gak ngehubungin dia yang ngehubungin gitu. Kalo
pagi bangun tidur nelpon bangunin, ngingetin udah shalat subuh apa belom? Sebelum berangkat kerja jam 6 tante ngehubungin, kalo nggak
dia pasti ngehubungin. Jadi mana yang sempet aja lah gitu. Kalo siang nanyain lagi sibuk gak? Nanya aja. Cerita-cerita dia lagi
ngapain, tante ngapain, dikantor gimana, udah solat belom, udah gitu aja. Kalo malem om ama tante juga telponan, dia suka nanyain ngecek
anak-anak udah pulang belom, gitu..” Bu Tuti dan suami saling terbuka dan saling percaya satu sama lain. Masalah
pribadi,masalah keuangan, masalah pekerjaan, masalah rumah tangga, serta masalah ketiga anaknya selalu diceritakan Bu Tuti dan suami tanpa ditutup-tutupi. Rasa saling
percaya antara Bu Tuti dan suami terjalin sangat baik. Kondisi Bu Tuti dan suami yang tinggal terpisah dan sama-sama memiliki kesibukan dengan pekerjaan masing-
masing membuat rasa percaya selalu tertanam dalam diri mereka. Bu Tuti mengaku tidak pernah memiliki pikiran negatif pada suaminya. Begitu juga dengan suami.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Bu Tuti suaminya sangat percaya padanya karena sudah sangat mengerti sifat dirinya yang terbuka. Saling terbuka dan saling percaya bagi Bu Tuti merupakan
kunci utama untuk membangun hubungan yang harmonis. Apabila diantara mereka tidak ada saling terbuka dan percaya maka rumah tangga mereka tidak akan pernah
harmonis sampai saat ini. Bu Tuti mengaku sepanjang pernikahannya dengan suami belum ada konflik antara dirinya dan suami yang begitu besar dan membuat
keretakan hubungan diantara mereka. Menurutnya, konflik dengan sang suami terkadang muncul hanya karena rasa kesal bila sang suami tidak mau membantunya
mengerjakan pekerjaan rumah ketika ia lelah. Biasanya bila sudah merasa kesal, Bu Tuti langsung mendiami suaminya. Namun, bila terjadi konflik Bu Tuti menjelaskan
bahwa konflik tersebut tidaklah lama dikarenakan sikap tanggap suaminya dalam meredam amarahnya. Baik Bu Tuti dan suami menyelesaikan konfliknya dengan
bijaksana. Bila Bu Tuti sudah diam, suaminya langsung segera membantunya. Seperti yang Bu Tuti ungkapkan,
“Kalo lagi ada konflik gitu tante diem sih. Konflik tante sama om juga bukan konflik besar, biasanya cuman kesel aja soalnya tante udah
capek kan eh dia gak mau bantuin. Tapi kalo tante udah diem gitu om udah tau. Jadi dia cepet-cepet deh ngebantuin. Kalo udah gitu kita
baikan lagi deh.” Dalam keluarganya, Bu Tuti menilai suaminya merupakan orang yang sangat
bijaksana. Hal ini dijelaskan Bu Tuti dengan memberikan contoh pada pengambilan keputusan keluarga. Bu Tuti menjelaskan bahwa jika ingin mengambil keputusan
keluarga, suami selalu mengajak dirinya dan ketiga anaknya untuk berdiskusi terlebih dahulu. Seperti penentuan sekolah anak bungsunya, acara keluarga, dan liburan
keluarga merupakan hasil diskusi diantara mereka. Setelah berdiskusi, Bu Tuti dan anak-anaknya menyerahkan sepenuhnya kepada suaminya untuk menetapkan segala
keputusan. Seperti yang diungkapkan Bu Tuti, “Biasa kalo buat liburan keluarga dari anak-anak. Biasa di diskusiin
abis itu, ya kalo gabisa yaudah. Jadi kita biasanya diskusi trus hasil diskusi itu yang negasin om. Jadi di keluarga tante gada yang nentuin
Universitas Sumatera Utara
mesti ini mesti itu. Itu keputusan masing-masing hasil diskusi. Cuman om yang mensahkan istilahnya. Nentuin sekolahnya yang kecil juga
ditanyain dia maunya gimana, kemana. Pokoknya saling dskusi kalo mau nentuin apa-apa.”
Adanya komunikasi yang baik membuat hubungan anggota keluarga menjadi lebih dekat dan lebih baik. Bu Tuti mengakui bahwa dengan ketiga anaknya ia juga
memiliki hubungan yang baik selama ini. Bu Tuti dan ketiga anaknya saling menjaga komunikasi diantara mereka. Biasanya Bu Tuti dan kedua anaknya, anak pertama dan
kedua, selalu melakukan komunikasi secara tatap muka saat pagi dan malam hari. Biasanya, di pagi hari Bu Tuti yang paling sering memulai komunikasi dengan kedua
anaknya. Seperti misalnya membangunkan kedua anaknya dan mengingatkan mereka untuk menunaikan shalat subuh, serta saling menanyakan kegiatan yang akan
dilakukan. Saat malam harinya ketika Bu Tuti dan kedua anaknya tiba di rumah, mereka selalu bercerita sebelum tidur. Kebanyakan, pembicaraan mereka yaitu
seputar kegiatan dan pekerjaan ataupun situasi dan kondisi kantor masing-masing. Bu Tuti mengakui, saat bercerita di malam hari dengan kedua anaknya, kedua
anaknyalah yang aktif memulai pembicaran terlebih dahulu, seperti menceritakan kegiatan selama di kantor ataupun masalah yang terjadi di tempat mereka bekerja.
Lain halnya dengan komunikasi tatap muka Bu Tuti dengan putra bungsunya. Dalam berkomunikasi secara tatap muka, Bu Tuti dan putra bungsunya hanya melakukannya
sekali dalam seminggu, yaitu ketika sang anak pulang ke rumah. Hal ini dikarenakan sang anak tinggal terpisah dengan dirinya. Bu Tuti menjelaskan bahwa putra
bungsunya kini menetap sementara dengan keluarga adiknya di Cileungsi untuk menyelesaikan pendidikannya.
Bu Tuti menjelaskan bahwa baik dirinya dan ketiga anaknya saling terbuka dan saling percaya satu sama lainnya. Bu Tuti menjelaskan bahwa seperti halnya
saling terbuka dengan suami, dirinya juga saling terbuka dengan ketiga anaknya. Ketiga anaknya sering sekali curhat dengannya ataupun suaminya. Masalah pribadi
dengan teman spesial ataupun masalah pekerjaan, misalnya, selalu di ceritakan putra sulung dan putra keduanya kepada Bu Tuti tanpa malu-malu. Bila putra bungsunya
Universitas Sumatera Utara
mengalami kendala dalam pelajaran ataupun saat di sekolah, selalu diceritakannya dengan Bu Tuti tanpa ditutup-tutupi. Bu Tuti mengakui bahwa ia dan suami juga
terbuka dengan ketiga anaknya, terutama yang menyangkut masalah pribadi. Bila Bu Tuti merasa kesal dengan suami, beliau selalu menceritakan kekesalannya dengan
ketiga anaknya. Begitu halnya dengan suami yang menurutnya selalu menceritakan kondisi dirinya kepada ketiga anaknya. Selain berkomunikasi secara tatap muka, Bu
Tuti dan ketiga anaknya juga menjaga komunikasi diantara mereka dengan menggunakan media handphone untuk membuat komunikasi diantara mereka tetap
terjaga. Seperti yang dijelaskan Bu Tuti, “Tante pake hp juga kadang kalo malem belom pulang tante tanyain
“kok belom pulang?” “Dimana?” “Masih ada kerjaan bu” “Oh yaudah hati-hati” kalo tante telat pulang juga mereka suka nanya,
“ma dimana?” “ini masih di jalan”. tante tetep nelpon dia. Kaya kemaren lagi tryout yah saya tanya “bisa gak mas?” nanti kalo pulang
abis maghib saya telpon “gimana tadi bisa gak? Disekolahan bagaimana?” komunikasi terus sih. Biasanya tante ngubungin dia kalo
dia udah pulang sekolah, biasanya abis maghrib. Tante nanyain udah makan belom, gimana sekolahnya?”
Meskipun hubungan antara Bu Tuti dan ketiga anaknya terjalin dengan baik,
namun Bu Tuti mengakui bahwa konflik antara orang tua dan anak tidak dapat dihindari dan hal itu juga terjadi pada dirinya. Bu Tuti menjelaskan bahwa konflik
biasanya terjadi diantara dirinya dan kedua anaknya yang telah bekerja. Biasanya, konflik disebabkan oleh rasa malas kedua anaknya bila dibangunkan di pagi hari
untuk menunaikan ibadah shalat Subuh. Bu Tuti mengakui disaat pagi hari dirinya sering memarahi kedua anaknya, namun apabila ia sudah marah, barulah kedua
anaknya menurutinya. Menurut Bu Tuti konflik yang biasa terjadi antara dirinya dan kedua anaknya bukanlah masalah yang besar dan tidak pernah sampai merusak
hubungan diantara mereka. Sedangkan dengan putra bungsunya, Bu Tuti mengaku tidak pernah memiliki masalah dengannya.
“masalah sih nggak ada yah. Soalnya anak-anak biarpun anak laki selalu terbuka sama tante. Selalu cerita kalo seumpamanya
dikantornya begini tante nasehatin nak jangan gitu. Paling kalo ada kesel ama anak yah paling karena susah dibangunin. Kesel. Itu aja.
Universitas Sumatera Utara
Suruh solat kalo pagi susah. Pagi-pagi jadi suka marah jadinya kan. Udah itu aja yang keselnya.”
Menurut Bu Tuti, komunikasi yang terjalin antara dirinya, suami, dan ketiga
anaknya sangat terjalin dengan baik selama ini. Meskipun intensitas komunikasinya rendah, komunikasi Bu Tuti dan suami serta kedua anaknya merupakan komunikasi
yang efektif. Biasanya, setiap malam hari sebelum tidur, Bu Tuti dan kedua anaknya selalu menyempatkan diri untuk berbagi cerita bersama. Bu Tuti menjelaskan bahwa
ia dan kedua anaknya yang telah bekerja sering bercerita mengenai kegiatan dan pekerjaan masing-masing, situasi dan kondisi kantor, serta masalah-masalah pribadi.
Begitu halnya dengan putra bungsunya. Bu Tuti menjelaskan bahwa ia dan putra bungsunya rutin berbagi cerita sehabis maghrib melalui telepon genggam mengenai
pelajaraan ataupun kegiatan sekolah anaknya. Begitu juga dengan sang suami. Biasanya, Bu Tuti dan suami juga saling menghubungi sebelum tidur untuk saling
bercerita mengenai kondisi di Jakarta, kondisi di Kalimantan dan juga menceritakan ketiga anaknya. Bu Tuti menjelaskan bahwa kumpul bersama dan saling berbagi
cerita disaat malam hari telah menjadi rutinitas dalam keluarganya, terlebih bila sang suami dan putra bungsunya pulang kerumah. Seperti yang dikemukakan Bu Tuti,
“kumpul-kumpul pas malem udah kebiasaan dari dulu, kita cerita-cerita. Apalagi kalo anak tante yang kecil ama bapaknya pulang tuh ya, pasti deh
tiap malem ngumpul sambil nonton kita cerita.”
Bu Tuti mengaku bahwa tuntutan pekerjaan dan kesibukan yang membuat sebagian waktunya banyak dihabiskan di tempat kerja tidak membuat dirinya
melupakan tugas dan perannya di dalam keluarga. Dalam menjalankan perannya, Bu Tuti berupaya membagi waktunya sebaik mungkin. Sebagai seorang ibu, Bu Tuti
sangat memperhatikan anak-anaknya. Biasanya sebelum ia meninggalkan rumah, ia selalu menyiapkan sarapan dan bekal untuk dibawa kedua anaknya. Saat malam
harinya, Bu Tuti selalu menyiapkan untuk makan malam dan mengerjakan pekerjaan rumah yang bisa dikerjakan seperti mencuci atau menggosok pakaian. Kepada putra
Universitas Sumatera Utara
bungsunya, Bu Tuti selalu memberikan perhatian dengan rutin menghubungi dan mengingatkan segala keperluan sekolahnya. Sebagai seorang istri, Bu Tuti
memberikan perhatian kepada suami dengan rutin menghubungi untuk menanyakan kabar dan mengingatkan untuk menjaga kesehatan. Peran istri dalam melayani suami
diakui Bu Tuti hanya dilakukannya jika suami pulang ke rumah. Tak jarang ketika Bu Tuti beserta suami dan ketiga anaknya berkumpul di hari libur, mereka menghabiskan
waktu di pemancingan ikan. Dalam menjalankan perannya dirumah, Bu Tuti sangat mendapat dukungan dari kedua anaknya. Segala pekerjaan rumah selalu dikerjakan
bersama-sama kedua anaknya. Bu Tuti menjelaskan bahwa ia dan kedua anaknya berbagi peran dan saling membantu satu sama lainnya. Seperti kedua anaknya
membantunya dalam hal membersihkan rumah seperti menyapu dan mengepel, sedangkan dirinya yang memasak, mencuci, dan menggosok pakaian. Bu Tuti
menjelaskan bahwa di keluarganya tidak ada yang berperan dominan. Seperti halnya bila suami dan anak bungsunya pulang ke rumah, semua pekerjaan rumah dikerjakan
bersama-sama. Bu Tuti menjelaskan bahwa dirinya, suami dan ketiga anaknya bagaikan sebuah tim. Saling membantu dalam pekerjaan rumah terjadi secara alami
dan telah menjadi suatu kebiasaan serta bukan karena disuruh-suruh. Hubungan antar anggota keluarga akan terjalin semakin erat dan dekat bila
adanya rasa saling mendukung dan mengerti satu sama lainnya. Bu Tuti menjelaskan bahwa dalam hal dukungan ia, suami dan ketiga anaknya saling mendukung dan
saling pengertian satu sama lainnya. Bu Tuti mengaku kalau suami dan kedua anaknya selalu mendukung apapun yang dikerjakan olehnya terutama masalah
karirnya. Selama Bu Tuti dapat bertanggung jawab terhadap kewajibannya, Bu Tuti mengatakan kalau suami dan ketiga anaknya selalu mendukungnya melakukan
pekerjaannya. Begitu juga sebaliknya. Bu Tuti selalu mendukung suami dan ketiga anak-anaknya dalam hal karir dan pendidikan. Dalam hal kesetaraan, Bu Tuti
mengakui bahwa didalam keluarganya tidak ada yang dominan. Bu Tuti juga menjelaskan bahwa dirinya, suami dan ketiga anaknya tidak memiliki ruangan
privacy didalam rumahnya. Baik Bu Tuti dan suami tidak pernah mempermasalahkan
Universitas Sumatera Utara
pendapatan siapa yang paling besar. Selain itu, peran sebagai orang tua juga dijalankan secara seimbang oleh Bu Tuti dan suaminya.
“ya sama-sama mendukung. pokonya kamu disana bekerja dengan baik.
Dia gak pernah minta saya berhenti bekerja dari dulu. nggak sih, malahan tante yang ngeluh. “capek nih macet, kayanya pengen keluar
aja. Pengen resign” tapi kata anak-anak, “janganlah bu, ibu ngapain dirumah? Kosong, sepi. Udah ibu nikmatin, ibu jalanin, ibu telat yah
gapapa. Itung-itung kan ibu keluar jalan-jalan” gitu kata mereka. Anak-anak selalu kami dukung sekolahnya, kerjaannya. Gak ada yang
dominan, semuaya sama setara. Kalo masalah pendapatan, kita gak pernah ngeributin siapa yang paling besar pendapatannya. Kita
berdua kerja tujuannya sama-sama buat anak, keluarga. Di rumah semuanya milik bersama, gak ada yang privacy.”
Bu Tuti mengakui bahwa dirinya merasa puas dengan hubungan yang terjalin dengan suami dan kedua anaknya selama ini terutama dengan multi peran yang
dijalaninya selama ini. Bu Tuti menilai kualitas hubungan yang terbina dengan suami dan ketiga anaknya selama ini sudah berkualitas. Menurutnya, kesibukan dan waktu
yang terbatas bukanlah menjadi hambatan yang besar baginya. Bu Tuti menilai saling dukung, saling pengertian serta saling terbuka antara dirinya, suami, dan ketiga
anaknya adalah faktor utama yang menciptakan kualitas hubungannya. Selama menjalani multi perannya, Bu Tuti tidak merasakan perubahan pada dirinya dalam hal
sikap kepada suami maupun ketiga anaknya baik ketika beliau pulang bekerja ataupun dari perjalanan dinasnya. Begitu halnya dengan suami dan ketiga anaknya
yang diakui Bu Tuti tidak pernah protes dengan aktivitasnya terlebih jika harus melakukan perjalanan dinas. Disamping itu, kepuasaan dan kebanggaan juga
dirasakan Bu Tuti karena dengan ikut bekerja dirinya memberikan dampak positif pada ketiga anaknya dan perekonomian keluarganya. Menurut Bu Tuti, dengan
kesibukannya bekerja ia telah berhasil membuat ketiga anaknya menjadi anak yang mandiri. Selain itu, ekonomi keluarganya saat ini dinilai Bu Tuti cukup baik sehingga
dapat memenuhi segala kebutuhan rumah tangga dan membantu mewujudkan cita- cita kedua anaknya dalam bidang pendidikan.
“Menurut tante udah berkualitas. Selama ini gak ada kendala, jarak, waktu, juga bukan hambatan yang berarti lah, masih bisa diatasi.
Universitas Sumatera Utara
Menurut tante berkualitasnya karena kita selama ini sama-sama saling dukung, pengertian, kalo apa-apa selalu diceritain secara terbuka.
Jadi kita saling tahu satu sama lainnya, gitu. Gak ada ya perubahan sikap, protes juga gak ada selama ini. Tante puas dan bangga juga
kerja gini, kan dengan tante kerja tante bantu om juga cari nafkah hehe.. selain itu kan anak-anak tante jadi mandiri, jadi terbiasa apa-
apa harus dikerjakan sendiri gak ngandelin ibunya aja.”
Kesimpulan:
Kondisi ibu bekerja dapat terjadi pada keluarga apapun dan dengan kondisi ekonomi keluarga bagaimanapun, tidak memandang latar belakang pendidikan,
agama, suku, dan usia. Faktor ekonomi keluarga pada masa lalu dan orientasi pada masa depan menjadi alasan utama dalam pengambilan keputusan untuk menjadi ibu
bekerja. Selain itu, adanya keinginan untuk aktualisasi diri dan mengaplikasikan ilmu yang didapat selama dibangku pendidikan juga menjadi faktor pendorong yang
melatarbelakangi menjadi ibu bekerja. Menjadi seorang ibu bekerja mengharuskan seorang ibu dalam sebuah keluarga menjalankan multi perannya secara seimbang dan
hal ini bukanlah hal yang mudah. Kesulitan pada masa-masa awal menjalankan peran agar seimbang dan perasaan sedih menjadi hal yang sering timbul dan dirasakan
ketika memutuskan menjadi ibu bekerja. Sebab, ibu bekerja itu sendiri sejatinya tidak hanya bertanggung jawab pada tugas dan tanggung jawabnya sebagai istri dan
sebagai ibu dalam keluarga saja, namun juga bertanggung jawab pada tugas dan kewajiban sebagai pegawaikaryawan. Oleh sebab itu, dukungan anggota keluarga
dapat menjadi sangat berarti demi membantu kelancaran seorang ibu bekerja menjalani multi perannya secara seimbang.
Selain mengalami kesulitan pada masa-masa awal menjalani peran dan timbulnya perasaan sedih, keputusan menjadi ibu bekerja juga menimbulkan
beberapa hambatan seperti hambatan berkomunikasi secara langsung dengan suami dan anak serta munculnya protes dari anak-anak. Sebab, keputusan bekerja diluar
secara otomatis membuat seorang ibu bekerja tidak dapat bersama-sama dengan suami dan anak-anak setiap waktu karena waktunya harus terbagi bukan hanya untuk
suami dan anak-anak, namun juga pada pekerjaannya. Terlebih ketika seorang ibu
Universitas Sumatera Utara
bekerja terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan harus meninggalkan suami dan anak- anak dalam waktu yang lama seperti ketika harus melakukan perjalanan dinas akibat
tuntutan pekerjaannya, akan menimbulkan protes-protes dari anak-anak, seperti yang terjadi pada informan I. Oleh sebab itu, komunikasi dalam keluarga terutama
komunikasi yang efektif dengan suami dan anak-anak menjadi penting untuk dilakukan dalam menjaga hubungan yang harmonis. Melalui adanya keterbukaan,
perilaku positif, suportif, empatis, dan kesamaan yang terjalin dengan baik disertai dengan sikap saling percaya dan saling mendukung dapat membuat komunikasi
menjadi efektif dan hubungan tetap harmonis dan terjaga. Selain itu, adanya penerapan dan penggunaan fungsi komunikasi keluarga dengan baik dan benar serta
melakukan berbagai upaya yang dapat membuat hubungan menjadi harmonis juga dapat dilakukan untuk menjaga hubungan anggota keluarga tetap harmonis.
Keempat informan dalam penelitian ini sudah memiliki pemahaman yang baik mengenai pentingnya komunikasi keluarga terutama komunikasi dengan suami
dan anak-anak. Hal ini terlihat dari proses komunikasi yang terjalin dengan baik di antara mereka. Kelancaran komunikasi diantara keempat informan dengan suami dan
anak-anak masing-masing didukung oleh keterampilan komunikasi antar pribadi yang terjalin diantara mereka dengan menyesuaikan kondisi dan situasi saat
berkomunikasi dan memanfaatkan media elektronik seperti telepon genggam, BBM, Skype, maupun E-mail. Diketahui bahwa informan I, II, dan IV bersama suami dan
anak-anaknya saling terbuka satu dengan lainnya, sedangkan informan III kurang menjalin komunikasi yang terbuka dengan suami dan anak-anaknya. Namun, hal
tersebut tidak berpengaruh terhadap hubungan mereka. Adanya perilaku positif, suportif, empatis, dan kesamaan yang terjalin dengan baik disertai dengan sikap
saling percaya, saling mendukung serta penerapan fungsi komunikasi keluarga yang baik dan benar membuat hubungan mereka tetap harmonis dan terjaga. Berbagai
upaya seperti memberikan kasih sayang, pengertian, pengakuan, dan melakukan tindakan yang dapat membuat hubungan tetap harmonis juga dilakukan keempat
informan agar hubungan mereka tetap pada jalur utamanya. Ditemukan bahwa tiga keluarga informan, yaitu informan I, II, dan IV memiliki tipe keluarga konsensual,
Universitas Sumatera Utara
sedangkan informan III memiliki tipe keluarga protektif. Informan I, II, dan IV bersama suaminya memiliki tipe pernikahan tradisional, sedangkan informan III
bersama suaminya memiliki tipe pernikahan terpisah. Berdasarkan hasil penelitian, untuk memudahkan dalam menganalisis data
yang telah di dapat, maka peneliti mengklasifikasikan jawaban-jawaban informan yang telah peneliti peroleh dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 4.2 Tabel Komunikasi Antar Pribadi Ibu Bekerja dengan Suami dan Anak dalam
Harmonisasi Hubungan
No Keterangan
Informan I Informan II
Informan III Informan IV
1. Perasaan
menjalani multi peran
Merasa sulit dan sedih pada awal
menjalaninya, namun seiring
berjalannya waktu dan
dukungan dari suami dan orang
tua informan mulai terbiasa
dan senang menjalaninya.
Merasa sulit pada awal
menjalaninya, namun seiring
berjalannya waktu dan
dukungan dari suami informan
mulai terbiasa dan senang
menjalaninya. Merasa sulit
pada awal menjalaninya,
namun seiring berjalannya
waktu dan dukungan dari
suami informan mulai terbiasa
dan senang menjalaninya.
Merasa sulit pada awal
menjalaninya, namun seiring
berjalannya waktu dan
dukungan dari suami informan
mulai terbiasa dan senang
menjalaninya.
2. Proses
komunikasi antar pribadi
dengan suami dan anak
• Menjalin
komunikasi yang efektif,
saling terbuka, saling percaya
dan saling mendukung.
• Komunikasi
dilakukan secara tatap
muka dan •
Menjalin komunikasi
yang efektif, saling terbuka,
saling percaya dan saling
mendukung.
• Komunikasi
dilakukan secara tatap
muka dan •
Kurang menjalin
komunikasi yang efektif,
kurang adanya keterbukaanna
mun menjunjung
tinggi saling percaya,
saling pengertian,
• Menjalin
komunikasi yang efektif,
saling terbuka, saling
mendukung, saling percaya,
dan saling pengertian.
• Komunikasi
dilakukan
Universitas Sumatera Utara
melalui handphone,
Email dan Skype.
• Memiliki
waktu khusus dengan suami
di malam hari untuk saling
berkomunikasi dan kedua
anak di pagi hari dan
malam hari untuk saling
berkomunikasi dan bercerita
• Isi pesan yang
disampaikan bervariasi.
• Tidak
memiliki ketentuan siapa
yang harus memulai
komunikasi terlebih
dahulu.
• Dominan
interaksi, menyeluruh
dan dua arah melalui
handphone.
• Rutin
melakukan komunikasi di
pagi hari, siang hari, dan
malam hari dengan suami
dan anak.
• Isi pesan yang
disampaikan bervariatif.
• Tidak memiliki
ketentuan siapa yang harus
memulai komunikasi
terlebih dahulu.
• Dominan
interaksi, menyeluruh
dan dua arah dan saling
mendukung. •
Komunikasi dilakukan
secara tatap muka dan
handphone melalui
aplikasi BBM.
• Rutin
melakukan komunikaside
ngan suami di pagi dan sore
hari serta rutin melakukan
komunikasi dengan anak
di pagi, siang, dan sore hari.
• Isi pesan yang
disampaikan bervariasi.
• Tidak
memiliki aturan siapa
yang harus memulai
komunikasi terlebih
dahulu.
• Dominan
linear dan satu arah
secara tatap muka dan
melalui handphone.
• Memiliki
waktu khusus berkomunikasi
dengan suami dan kedua
anaknya di pagi dan
malam hari serta waktu
khusus dengan putra
bungsunya di malam hari.
• Isi pesan yang
disampaikan bervariasi.
• Tidak
memiliki ketentuan
siapa yang harus memulai
komunikasi terlebih
dahulu.
• Dominan
interaksi, menyeluruh
dan dua arah
3. Hambatan
komunikasi Waktu yang
terbatas dalam berkomunikasi
secara langsung serta protes dari
Waktu yang terbatas dalam
berkomunikasi secara langsung
dengan suami Waktu yang
terbatas dalam berkomunikasi
secara langsung serta kesibukan
Waktu yang terbatas dalam
berkomunikasi secara langsung
dengan suami
Universitas Sumatera Utara
anak jika terlalu sering
melakukan perjalanan dinas,
serta jarak yang memisahkan
informan dengan suami.
dan anak informan yang
terkadang membuat lupa.
dan anak serta jarak yang
memisahkan informan
dengan suami dan putra
bungsunya
4. Upaya
mengatasi hambatan
Memberikan perhatian, kasih
sayang, pengertian, dan
memaksimalkan waktu luang
untuk berkumpul
bersama suami dan anak.
Memberikan perhatian, kasih
sayang, pengertian, dan
memaksimalkan waktu luang
untuk berkumpul
bersama suami dan anak.
Memberikan perhatian, kasih
sayang, pengertian, dan
memaksimalkan waktu luang
untuk berkumpul bersama suami
dan anak. Memberikan
perhatian, kasih sayang,
pengertian, dan memaksimalkan
waktu luang untuk
berkumpul bersama suami
dan anak.
5. Pola
komunikasi dalam
keluarga •
Memiliki tingkat
percakapan dan kesesuaian
yang tinggi.
• Lebih
mengarah dan mengaplikasik
an fungsi komunikasi
sosial dengan baik.
• Tidak
menggunakan bahasa daerah.
• Memiliki
hubungan saling
melengkapi dengan suami
dan anak. •
Memiliki tingkat
percakapan dan kesesuaian
yang tinggi.
• Lebih
mengarah dan mengaplikasika
n fungsi komunikasi
sosial dengan baik.
• Tidak
menggunakan bahasa daerah.
• Memiliki
hubungan saling
melengkapi dengan suami
dan anak. •
Memiliki tingkat
percakapan yang rendah,
namun kesesuaian
yang tinggi.
• Lebih
mengarah dan mengaplikasik
an fungsi komunikasi
kultural dan sosial dengan
baik.
• Menggunakan
bahasa daerah
• Memiliki
hubungan yang simetris dengan
suami dan anak.
• Memiliki
tingkat percakapan
dan kesesuaian
yang tinggi.
• Lebih
mengarah dan mengaplikasik
an fungsi komunikasi
kultural dan sosial.
• Mengguna
kan bahasa daerah.
• Memiliki
hubungan saling
melengkapi dengan suami
dan anak.
6. Hubungan
harmonisasi yang terjadi
Saling mendukung,
saling percaya, Saling
mendukung, saling percaya,
Tidak saling bekerja sama
dengan baik, Saling
mendukung, saling percaya,
Universitas Sumatera Utara
di dalam keluarga
saling pengertian, dan
saling bekerja sama dengan
baik. Setiap konflik yang
terjadi didalam keluarga dapat
diselesaikan dengan baik.
Konflik yang terjadi diantara
informan dengan kedua anaknya
tidak menyebabkan
keretakan hubungan
diantara mereka, melainkan
membuat mereka tetap
dekat. saling
pengertian dan saling bekerja
sama dengan baik. Hubungan
informan dengan suami dan kedua
anak tetap dekat meskipun sering
terjadi konflik diantara mereka.
Konflik yang terjadi di dalam
keluarga dapat diselesaikan
dengan baik. namun terjalin
baik saling mendukung,
saling percaya, dan saling
pengertian Hubungan yang
terjalin antara informan dengan
suami dan kedua anak tetap dekat
meskipun terjadi konflik. Konflik
yang terjadi dapat
diselesaikan dengan baik.
dan saling pengertian
terjalin serta saling bekerja
sama. Setiap konflik yang
terjadi didalam keluarga dengan
suami dan anak dapat
diselesaikan dengan baik.
Konflik yang terjadi tidak
membuat hubungan
diantara informan, suami
dan dua anaknya menjadi retak.
7. Skema
hubungan dalam
keluarga Tipe keluarga
konsensual, informan dan
suami memiliki tipe pernikahan
tradisional Tipe keluarga
konsensual, informan dan
suami memiliki tipe pernikahan
tradisional Tipe keluarga
protektif, informan dan
pasangan memiliki tipe
pernikahan tradisional
Tipe keluarga konsensual,
informan dan pasangan
memiliki tipe pernikahan
tradisional
Sumber : Hasil Wawancara
4.2. Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan ke lapangan terkait proses komunikasi keluarga ibu bekerja di Subbagian Tata Laksana dan Kepegawaian, Biro
Umum, Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta yaitu bagaimana ibu bekerja ini tetap bisa mengatur komunikasi dengan suami dan anak
dalam kesibukannya yang padat demi terciptanya harmonisasi hubungan diantara mereka. Waktu memang menjadi masalah dalam proses komunikasi antara ibu
bekerja dengan suami dan anak, kerena seorang ibu bekerja harus membagi waktunya bukan saja untuk suami dan anak namun juga pada pekerjaanya. Selain itu kesibukan
Universitas Sumatera Utara