Pemantauan Hasil Pengobatan Proses

berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat dan diawasi langsung oleh seorang PMO kepada penderita TB-MDR dalam jangka waktu pengobatan selama 2 tahun dengan 2 tahap pengobatan yaitu tahap awal selama 6 bulan dengan injeksi suntikan dan tahap lanjutan yaitu mengkonsumsi OAT sebanyak 16 butir dalam 1 paket selama 2 tahun. Penunjukan PMO dilakukan oleh petugas kesehatan dan pasien sendiri dengan memilih salah satu anggota keluarga terdekat pasien yang mampu mengingatkan dan mengawasi pasien dalam meminum obat setiap harinya dan dapat mendampingi pasien untuk ke puskesmas mengambil obat dan pemeriksaan ulang.

5.2.3 Pemantauan Hasil Pengobatan

Pemantauan hasil pengobatan pada pasien TB-MDR merupakan suatu tatalaksana dalam pengobatan TB-MDR dengan tujuan dapat membantu keberhasilan selama pengobatan. Pemantauan hasil pengobatan dilakukan selama dalam menjalankan masa pengobatan TB-MDR dengan pemantauan utama adalah pemeriksaan apusan dan biakan dahak yang dilakukan setiap bulan pada tahap awal pengobatan dan setiap 2 bulan sekali pada tahap pengobatan lanjutan.dalam penilaian pengobatan TB-MDR pemantauan apusan dan biakan dahak menjadi indikator utama yang dapat menentukan keberhasilan pengobatan TB-MDR. Selain pemantauan utama dalam pemantauan hasil pengobatan TB-MDR juga terdapat pemantauan penunjang yang meliputi munculnya efek samping obat, pemantauan terhadap penaikan atau penurunan berat badan pasien, melakukan foto thoraks 6 bulan sekali, pemantauan TSH, dan pemantauan enzim hati. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa dalam pemantauan hasil pengobatan pada pasien TB-MDR belum terlaksana maksimal Universitas Sumatera Utara karena puskesmas hanya melakukan pemantauan penunjang seperti penimbangan berat badan saja. Sementara untuk pemantauan hasil pengobatan utama yaitu pemeriksaan apusan dan konversi biakan tidak ada dilakukan dikarenakan tidak ada alat yang mendukung untuk melakukan pemantauan tersebut tetapi pihak puskesmas hanya melakukan pemeriksaan dahak tiap bulannya untuk mengetahui sudah negatif atau belum BTA. Namun petugas juga tidak ada menganjurkan kepada pasien untuk melakukan pemeriksaan hasil pengobatan di fasilitas pelayanan kesehatan lain seperti rumah sakit ataupun praktek dokter spesialis paru lainnya. Sehingga pasien hanya mendapatkan pemantauan hasil pengobatan hanya sebatas penimbangan berat badan. Seperti yang dikatakan salah satu informan bahwa: “Bapak ada periksa dahak tiap sebulan sekali waktu pengobatan yang 6 bulan pertama itu yang di suntik sama minum obat. Kalau sekarang kan udah minum obat aja, paling periksa berat badan aja. Ada sih periksa kayak gula gitu tapi periksa nya di RS .” Informan lainnya mengatakan, “ Kalau untuk pemantauan hasil pengobatan itu kayak pemantauan efek samping dari obat yang di minum oleh pasien itulah udah kita dilakukan, tapi yang kita lakukan hanya pemeriksaan rutin dahak nya udah negatif atau belum, trus kita timbang pasiennya untuk tahu berat badan nya, itu ajalah yang di periksa kalau di puskesmas .” Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam pemantauan hasil pengobatan di puskesmas hanya dilakukan pada tahap awal pengobatan sedangkan pada tahap lanjutan tidak dilakukan baik dari pemeriksaan apusan dahak maupun pemantauan efeksamping obat. Universitas Sumatera Utara

5.2.4 Komunikasi Informasi Edukasi KIE TB-MDR