Mekanisme Rujukan Pasien Terduga TB-MDR Pengertian Puskesmas

2.4.3 Mekanisme Rujukan Pasien Terduga TB-MDR

Mekanisme rujukan adalah tatacara, urutan, langkah yang dilakukan dalam merujuk pasien terduga TB-MDR yang ditemui di fasyankes yang dirujuk ke fasyankes rujukan atau laboratorium rujukan. Dalam penegakan diagnosis pada pasien TB-MDR dilakukan di fasyankes rujukan TB-MDR ataupun di laboratorium rujukan. Sehingga fasyankes satelit dan fasyankes sub rujukan bila terdapat penemuan pasien terduga TB-MDR melakukan mekanisme rujukan ke fasyankes rujukan ataupun laboratorium rujukan untuk melakukan diagnosis. Rujukan terduga TB-MDR ke fasyankes rujukan atau laboratorium rujukan dapat berupa rujukan pasien yang datang langsung ke fasyankes rujukan ataupun rujukan spesimen dahak pasien terduga TB-MDR yang dirujuk oleh fasyankes untuk dilakukan diagnosa dan dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan pemeriksaan GentXpert MTBRIF. Selanjutnya hasil pemeriksaan di umpan balikkan ke fasyankes pengirim rujukan untuk melakukan pengobatan. Mekanisme rujukan pasien terduga TB-MDR dapat dlihat pada gambar alur dibawah ini. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.4 Mekanisme Alur Rujukan Pasien Terduga TB-MDR dari Fasyankes ke Fasyankes Rujukan. Sumber :Kemenkes,2012 Modul Pelatihan Pemeriksaan Dahak Mikroskopis TB 2.4.4 Pengobatan TB-MDR Multi Drugs Resisten TB 2.4.4.1 Strategi Pengobatan TB-MDR Strategi pengobatan TB-MDR pada dasarnya mengacu pada strategi DOTS yaitu: a. Berdasarkan uji kepekaan Mycobacterium tuberculosis baik dengan metode tes cepat ataupun metode tes konvesional yang menyatakan bahwa semua pasien sudah terbukti sebagai penderita TB-MDR ataupun resisten dengan rifampisin dapat mengakses pengobatan TB-MDR yang bermutu. Fasyankes Puskesmas Pasien terduga TB-MDR di periksa dengan pemeriksaan GenXpert MTBRF di Laboratorium Hasil pemeriksaan + TB-MDR Di kembalikan ke Fasyankes untuk di lakukan pengobatan Universitas Sumatera Utara b. Panduan Obat Anti Tuberkulosis OAT yang digunakan untuk Pasien TB- MDR adalah paduan standar yang mengandung OAT lini pertama dan OAT lini kedua. c. Paduan OAT dapat disesuaikan atau diganti apabila terjadi perubahan dari hasil uji kepekaan Mycobacterium tuberculosis dengan paduan baru yang telah ditetapkan Tenaga Ahli Klinis TAK. Sebelum melakukan pengobatan TB-MDR langkah awal yang dilakukan setelah adanya penegakan diagnosa yang menyatakan positf TB-MDR yaitu melakukan beberapa persiapan awal dan pemeriksaan penunjang ,yang meliputi: Persiapan awal sebelum melakukan pengobatan meliputi: a. Anamnesis ulang untuk memastikan kemungkinan terdapatnya riwayat dan kecenderungan alergi obat tertentu, riwayat penyakit terdahulu seperti hepatitis, diabetes melitus, gangguan ginjal, gangguan kejiwaan, kejang, kesemutan sebagai gejala kelainan saraf tepi neuropati perifer dll. b. Pemeriksaan penimbangan berat badan, fungsi penglihatan, fungsi pendengaran. c. Pemeriksaan kondisi kejiwaan. Pemeriksaan ini berguna untuk menetapkan strategi konseling dan harus dilaksanakan sebelum, selama dan setelah pengobatan pasien selesai. Bila perlu bandingkan dengan pemeriksaan sebelumnya saat pasien berstatus sebagai pasien terduga TB- MDR. d. Memastikan data dasar pasien terisi dengan benar dan terekam dalam sistem pencatatan yang digunakan eTB manager dan pencatatan manual. Universitas Sumatera Utara e. Kunjungan rumah dilakukan oleh petugas fasilitas pelayanan kesehatan wilayah untuk memastikan alamat yang jelas dan kesiapan keluarga untuk mendukung pengobatan melalui kerjasama jejaring eksternal. Sedangkan untuk pemeriksaan awal sebelum melakukan pengobatan pasien TB-MDR meliputi : a. Pemeriksaan darah lengkap b. Pemeriksaan kimia darah meliputi : Faal ginjal ureum, kreatinin, Faal hati SGOT, SGPT, Serum elektrolit Kalium, Natrium, Chlorida, Asam Urat , Gula DarahSewaktu dan 2 jam sesudah makan. c. Pemeriksaan thyroid stimulating hormon TSH. d. Tes pendengaranaudiometri, tes EKG, dan tes kehamilan untuk wanita usia subur. e. Fototorak dan Tes HIV bila status HIV belum diketahui Kemenkes,2013. Pada prinsipnya semua pasien TB-RRTB-MDR harus mendapatkan pengobatan dengan mempertimbangkan kondisi klinis awal. Penetapan pasien TB-MDR sebelum mendapatkan pengobatan haruslah melihat beberapa kriteria yang akan dilakukan oleh Tim Ahli Klinis TAK yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan rujukan. Tidak ada kriteria klinis tertentu yang menyebabkan pasien TB- RRTB-MDR harus dieksklusi dari pengobatan. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2 : Kriteria untuk Penetapan Pasien TB MDR yang Akan Diobati No. Kriteria Keterangan 1. Kasus TB-RR TB-MDR  Pasien terbukti TB-MDR berdasarkan hasil uji kepekaan di lab  Pasien terbukti resisten terhadap rifampisin berdasarkan tes cepatkonvensional 2. Penduduk dengan alamat jelas Dapat dinyatakan dengan KTP ataupun dokumen pengenal lainnya 3. Bersedia menjalani pengobatan dengan menandatangani informed consent serta bersedia untuk datang setiap hari ke fasyankes TB-MDR Pasien dan keluarga menandatangani informed consent setelah mendapat penjelasan yang cukup dari TAK Sumber :Kemenkes,2013 Pedoman Teknis Manajemen Terpadu pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat

2.4.4.2 Pengelompokan Paduan obat TB-MDR

Dalam standar pengobatan TB-MDR setiap pasien akan mendapatkan regimen pengobatan yang sama. Regimen pengobatan ini disusun berdasarkan data Drug Resistancy Survey DRS dari populasi yang representatif yang digunakan sebagai dasar regimen pengobatan. Standar regimen yang ada di Indonesia yaitu 6Z-E-Kn-Lfx-Eto-Cs18Z-E-Lfx-Eto-Cs, dengan penjabaran selama 6 bulan menggunakan 5 atau 6 jenis obat kemudian dilanjutkan 18 bulan menggunakan 4 atau 5 jenis obat yang meliputi : Zpirazinamid, Knkanamisin, Lfxlevofloxacin, Etoetionamide, Cssikloserin. Pengobatan penderita TB-MDR meggunakan paduan Obat Anti Tuberkulosis OAT MDR yang terdiri dari OAT lini pertama dan OAT lini kedua, yang dibagi kedalam 5 kelompok berdasarkan potensi dan efikasinya yaitu: Universitas Sumatera Utara a. Kelompok 1 : merupakan kelompok obat yang paling efektif dan dapat ditoleransi dengan baik. Keseluruhan obat di dalam kelompok ini harus digunakan bila masih terbukti efektif. b. Kelompok 2 : terdiri dari kanamisin atau amikasin yang merupakan pilihan pertama dengan tingginya angka resistensi terhadap streptomisin. Kelompok obat ini memiliki efek samping ototoksik yang rendah dan biaya yang lebih murah. c. Kelmpok 3 : terdiri dari golongan fluoroquinolon yang direkomendasikan adalah levoflaxacin atau moxifloxacin. d. Kelompok 4 : terdiri dari obat yang bersifat bakteriostatik tinggi seperti ethionamide, paraaminosalisilic acid PAS. e. Kelompok 5 : kelompok obat ini tidak direkomendasi oleh WHO untuk digunakan secara rutin karena efikasinya dalam manajemen TB-MDR belum jelas Kemenkes,2013. Tabel 2.3 Pengelompokan Obat Anti TuberkulosisOAT TB-MDR Kelompok Jenis Obat Kelompok-1 Obat lini pertama Isoniazid H Rifampisisin R Pirazinamid Z Streptomisin S Kelompok-2 Obat suntik lini kedua Kanamisin Km Amikasin Am Kapreomisin Cm Kelompok-3 Golongan florokuinolon Levofloksasin Lfx Moksifloksasin Mfx Ofloksasin Ofx Kelompok-4 Obat bakteriostatik lini kedua Etionamid Eto Protionamid Pto Sikloserin Cs Terizidon Trd Para amino salisilat PAS Kelompok-5 Obat yang belum terbukti Clofazimin Cfz Universitas Sumatera Utara efikasinya untuk pengobatan TB-MDR Linezolid Lzd AmoksilinAsam Klavulanat AmxClv Klaritromisin Clr Imipenem Ipm Sumber :Kemenkes,2013 Pedoman Teknis Manajemen Terpadu pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat Penetapan dosis Obat Anti Tuberkulosis OAT MDR ditetapkan oleh TAK sesuai standar yang berlaku dan pemberian dilakukan berdasarkan kelompok berat badan pasien TB-MDR yang telah diperiksa pada tahap awal. Tabel 2.4Perhitungan Dosis OAT TB-MDR OAT Berat Badan Pasien 33 kg 33 – 50 kg 51 – 70 kg 70 kg Pirazinamid 20-30 mgkghari 750-1500 mg 1500-1750 mg 1750-2000 mg Kanamisin 15-20 mgkghari 500-750 mg 1000 mg 1000 mg Etambutol 20-30 mgkghari 800-1200 mg 1200-1600 mg 1600-2000 mg Kepreomisin 15-20 mgkghari 500-750 mg 1000 mg 1000 mg Levofloksasin dosis standar 7,5-10 mgkghari 750 mg 750 mg 750-1000 mg Levofloksasin dosis tinggi 1000 mg 1000 mg 1000 mg 1000 mg Moksifloksasin 7,5-10 mgkghari 400 mg 400 mg 400 mg Sikloserin 15-20 mgkghari 500 mg 750 mg 750-1000 mg Etionamid 15-20 mgkghari 500 mg 750 mg 750-1000 mg PAS 150 mgkghari 8 gr 8 gr 8 gr Sumber :Kemenkes,2013 Pedoman Teknis Manajemen Terpadu pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat Universitas Sumatera Utara Lama waktu pengobatan TB MDR terjadi paling sedikit 18 bulan setelah terjadi nya konversi biakan. Lama pengobatan ini terdiri dari 2 tahap yaitu awal dan tahap lanjutan. Dimana tahap awal merupakan tahap pengobatan yang menggunakan suntikan injeksi yang terdiri dari kanamisin atau kapreomisin yang diberikan dengan dalam jangka waktu sekurang-kurangnya selama 4 atau 6 bulan setelah terjadi konversi biakan. Dengan maksut satuan bulan merupakan jumlah dosis yang diberikan kepada pasien yaitu dalam 1 bulan pengobatan pasien mendapatkan 28 dosis pengobatan. Sedangkan tahap lanjutan merupakan tahap pengobatan yang diberikan setelah tahap awal yang memberikan obat oral dan penghentian pengobatan suntik. Pemberian obat pada tahap awal yaitu suntikan yang diberikan 5 hari dalam seminggu Senin-Jumat oleh tenaga kesehatan, dan dilanjutkan dengan pemberian obat oral yang harus di konsumsiditelan 7 hari dalam seminggu Senin-Minggu yang harus dilakukan di depan PMO dengan jumlah dosis obat yang ditelan sebanyak 168 dosis dan suntikan sebanyak 120 dosis. Sementara untuk tahap lanjutan pemberian obat oral selama 6 hari Senin-Sabtu dalam seminggu dilakukan di depan PMO Kemenkes,2013. 2.4.5 Pemantauan Pengobatan dan Evaluasi Hasil Pengobatan TB-MDR 2.4.5.1 Pemantauan Pengobatan TB-MDR Pemantauan pengobatan TB-MDR dilakukan selama menjalankan pengobatan. Pemantauan utama dalam pengobatan TB-MDR adalah pemeriksaan apusan dan biakan dahak yang dilakukan setiap bulan pada tahap awal pengobatan dan setiap 2 bulan sekali pada tahap lanjutan. Pemeriksaan apusan dan biakan ini yang menjadi indikator utama dalam penilaian pemantauan Universitas Sumatera Utara pengobatan TB-MDR. Terjadinya konversi biakan apabila hasil pemeriksaan biakan dahak menunjukkan hasil negatif setelah 2 kali pemeriksaan secara berurutan dalam jangka waktu 30 hari. Dalam hal ini tanggal pertama pengambilan dahak pertama untuk biakan dengan hasil negatif yang menjadi acuan lamanya pengobatan pada tahap awal dan tahap selanjutnya Nawas,2010. Pemantauan penunjang lainnya dalam pemantauan pengobatan TB-MDR diantaranya : 1. Pemantauan terhadap munculnya efek samping obat yang dilakukan setiap hari oleh PMO setelah mendampingi minum obat. 2. Pemantauan terhadap penurunan ataupun penambahan berat badan, keluahan dan gejala klinis yang dilakukan setiap bulan oleh dokter di fasilitas pelayanan kesehatan TB-MDR. 3. Melakukan fototoraks bila terjadi komplikasi seperti: batuk darah, dilakukan setiap 6 bulan sekali. 4. Pemantauan pemberian kreatinin dan kalium serum setiap bulan pada saat mendapatkan pengobatan suntik injeksi. 5. Pemantauan Thyroid Stimulating Hormon TSH bila muncul gejala hipotiroidisme yang dilakukan pada bulan ke 6 pengobatan dan diulangi setiap 6 bulan sekali bila muncul gejala. 6. Pemantauan enzim hati SGOT,SGPT setiap 3 bulan atau jika timbul gejala Drug Induced Hepatitis DIH. 7. Pemeriksaan tes kehamilan jika ada indikasi Kemenkes,2013.

2.4.5.2 Evaluasi dan Hasil Pengobatan TB-MDR

Universitas Sumatera Utara Evaluasi yang dilakukan pada pasiean TB-MDR yang telah mendapatkan pengobatan baik pada tahap awal dan tahap akhir meliputi : 1. Penilaian klinis meliputi berat badan pasien 2. Penilaian sejak dini jika ada efek samping 3. Pemeriksaan dahak setiap bulan pada fase intensif dan setiap 2 bulan pada fase lanjutan 4. Pemeriksaan biakan setiap bulan pada fase intensif sampai konversi biakan 5. Uji kepekaan obat sebelum pengobatan dan pada kasus kecurigaan kegagalan pengobatan Hasil pengobatan TB-MDR dapat dilihat setelah pasien mendapatkan pengobatan TB-MDR yang meliputi: 1. Pasien sembuh yaitu pasien yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai dengan pedoman pengobatan TB-MDR tanpa bukti kegagalan pengobatan dan telah mengalami sekurang-kurangnya 3 kultur negatif berturut-turut dari sampel dahak yang diambil berselang waktu 30 hari dalam 12 bulan pengobatan terakhir. 2. Pasien dengan pengobatan lengkap yaitu pasien yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai dengan pengobatan TB-MDR tetapi tidak memenuhi defenisis sembuh atau gagal. 3. Pasien meninggal yaitu pasien TB-MDR yang meninggal karena sebab apapun dalam masa pengobatan TB-MDR. 4. Pasien dengan pengobatan gagal yaitu pasien yang pengobatannya dianggap gagal atau dihentikan atau membutuhkan perubahan paduan Universitas Sumatera Utara pengobatan TB-MDR secara permanen terhadap 2 atau lebih OAT MDR yang disebabkan oleh: a. Tidak terjadi konversi sampai dengan akhir bulan ke-8 pengobatan tahap awal. b. Terjadi reversi pada tahap lanjutan , yaitu biakan dahak menjadi positif pada 2 kali pemeriksaan berturut-turut setelah tercapai konversi biakan. c. Terbukti terjadi resistensi tambahan terhadap obat TB-MDR golongan fluorokuinolon atau obat injeksi lini kedua. d. Terjadi efek samping obat yang berat yang mengharuskan pengobatan dihentikan. 5. “Lost to follow-up” lalai yaitu pasien yang terputus pengobatannya selama dua bulan berturut-turut atau lebih tanpa persetujuan medis. 6. Pasien pindah, yaitu pasien yang belum ada hasil akhir pengobatan yang pada saat pelaporan dikarenakan pasien pindah ke fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dan hasil pelaporan tidak diketahui Kemenkes,2013. Meskipun pengobatan telah dinyatakan lengkap dan pasien dinyatakan sembuh namun pemantauan serta evaluasi harus tetap dilakukan. Evaluasi lanjutan setelah pasien sembuh dengan pengobatan lengkap ini meliputi : 1. Membuat jadwal kunjungan untuk evaluasi pasca pengobatan TB- MDR. Universitas Sumatera Utara 2. Evaluasi dilakukan setiap 6 bulan sekali selama 2 tahun terkecuali timbul gejala dan keluahan TB seperti: batuk berdahak, demam, penurunan berat badan dan tidak ada nafsu makan. 3. Memberikan edukasi kepada pasien untuk mengikuti jadwal kunjungan yang telah ditetapkan. 4. Melakukan pemeriksaan yang dilakukan meliputi anamnesis lengkap, pemeriksaan fisis, pemeriksaan dahak, biakan dan fototoraks. Pemeriksaan dilakukan untuk melihat atau memastikan terdapatnya kekambuhan 5. Memberikan edukasi kepada pasien untuk menjalankan PHBS seperti olah raga teratur, tidak merokok, konsumsi makanan bergizi, istirahat dan tidak mengkonsumsi alkohol.

2.5 Strategi DOTs Plus

Strategi DOTs Plus merupakan strategi yang digunakan dalam pengobatan TB-MDR. Dimana penerapan strategi DOTs Plus ini menggunakan kerangka yang sama dengan strategi DOTS hanya saja menggunakan OAT lini kedua dan setiap komponen pengobatan lebih ditekankan kepada penanganan TB-MDR dengan menggunakan pendekatan program Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resisten Obat MTPTRO atau lebih dikenal dengan pendekatan Programmatic Management of Drug Resistant TB PMDT Permenkes RI No.13 tahun 2013. Lima komponen kunci dalam strategi DOTs Plus ini dalam pengobatan TB-MDR, diantaranya: 1. Komitmen politis yang berkesinambungan untuk masalah MDRXDR TB. Universitas Sumatera Utara 2. Strategi penemuan kasus secara rasional yang akurat dan tepat waktu menggunakan pemeriksaan apusan dahak secara mikroskopis, biakan dan uji kepekaan yang terjamin mutunya. 3. Pengobatan standar dengan menggunakan OAT lini kedua dengan pengawasan yang ketat oleh PMO. 4. Jaminan ketersediaan OAT lini kedua yang bermutu. 5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang baku.

2.6 Puskesmas

2.6.1 Pengertian Puskesmas

Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya Permenkes RI No.75 tahun 2014. Puskesmas merupakan suatu unit pelaksana fungsional yang memiliki sebagai pusat pengembangan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu Azwar,2012.

2.6.2 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas