13 elektronika dan teknik memainkannya dengan memukul menggunakan pamalu
dan menghasilkan pukulan sebagai tempo pengiring dalam alat musik sarunei.
1.4.2 Teori
Teori merupakan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005. Sebagai landasan berfikir dalam melihat
suatu permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis mempergunakan teori-teori
yang relevan, yang sesuai untuk permasalahan tersebut.
Dalam tulisan ini untuk membahas pendeskripsian alat musik, penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Kashima Susumu, 1978:174
terjemahan Rizaldi Siagian dalam laporan APTA Asia Performing Traditional Art, bahwa studi musik dapat dibagi kedalam dua kelompok sudut pandangyang
mendasar, yaitu studi struktural dan studi fungsional. Studi strukrural berkaitan dengan observasi pengamatan, pengukuran, perekaman, atau bentuk pencatatan,
ukuran besar kecil, konstruksi serta bahan-bahan yang dipakai untuk pembuatan alat musik tersebut. Kemudian studi fungsional memperhatikan fungsi dari alat-
alat atau komponen yang memproduksi menghasilkan suara, antara lain membuat pengukuran dan pencatatan terhadap metode memainkan alat musik
tersebut, metode pelarasan dan keras lembutnya suara loudness bunyi, nada, warna nada dan kualitas suara yang dihasilkan oleh alat musik tersebut.
Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis menggolongkan proses dan teknik pembuatan gonrang sidua-dua Simalungun yang dilakukan oleh Bapak Rossul
Damanik kedalam studi struktural dan studi fungsional.
Universitas Sumatera Utara
14 Penulis juga memakai teori Curt Sarch dan Hornbonstel 1961, yaitu
“Sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyi.
Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yang terdiri dari: Idiofon alat itu sendiri sebagai sumber penggetar utama bunyi, Membranofon kulit
sebagai sumber penggetar utama bunyi, Kordofon senar sebagai sumber penggetar utama bunyi, dan Aerofon udara sebagai penggetar utama bunyi”.
Di dalam musik tradisional, tradisi lisan oral tradition lebih menekankan pewarisan secara oral. Mengacu teori diatasm tradisi lisan disini maksudnya
adalah salah satu proses belajar dengan cara melihat, mendengar, meniru, dan menghafal dalam proses mempelajari kebudayaan musik ini. Begitu juga teknik
permainan gonrang sidua-dua pada lagu “sayur matua” oleh Bapak Rossul
Damanik yang juga merupakan proses belajar secara lisan. Mantle Hood juga memberikan sebuah pemahaman untuk mempermudah
penulis dalam meneliti melalui pendapatnya, “the concept of bimusicality as a
way of scoholary presentation of the music of other cultures, and active performance and even composition idion of another culture as a way of leraning
the essentials of its musical style and behavior ”.
Dengan pendapat yang dikemukakan Hood akan menekankan pada pengajaran dalam hal praktik bagi jenis pertunjukan yang diteliti oleh penulis.
Dalam hal ini bimusicality adalah agar peneliti mempelajari dan memainkan musik dari kebudayaan yang sedang diteliti. Begitu juga yang sedang penulis
terapkan untuk mempelajari gonrang sidua-dua kepada Bapak Rossul Damanik kebudayaan yang diteliti dengan cara oral tradition. Ini adalah sebuah metode
Universitas Sumatera Utara
15 yang cukup bermanfaat bagi penulis untuk membantu dalam membahas
permasalahan. Dengan pemahaman ini memudahkan saya untuk melihat teknik permainan dan struktur musik yang terdapat pada lagu tersebut.
Khusus untuk menganalisis teknik permainan gonrang sidua-dua yang dilakukan Bapak Rosul Damanik, penulis menggunakan teori etnosains. Menurut
Ihromi 1987 teori etnosains adalah teori yang lazim digunakan didalam disiplin antropologi. Pada dasarnya teori ini menitik beratkan kepada pandangan dan
aktivitas yang dilakukan oleh informan yang di latar belakangi budaya tertentu. Jadi peneliti hanya menginterpretasi data berdasarkan latar belakang budaya itu
hidup. Dalam kaitan dengan penelitian ini, teori etnosains yang penulis pergunakan adalah untuk mengungkap aspek teknik permainan gonrang sidua-
dua, dengan peristilahan atau terminologi khas Simalungun yang digunakan oleh Bapak Rosul Damanik, seperti Sitopapon dan Sakkiting.
Gonrang sidua-dua merupakan alat musik yang berperan sebagai rhytem, jadi dalam tulisan ini penulis menggunakan teori yang sesuai dengan Disiplin
Etnomusikologi. Dalam Disiplin Etnomusikologi, pendekatan yang sering dipakai untuk transkripsi adalah transkripsi deskriptif. Transkripsi deskriptif adalah
transkripsi yang dilakukan degan cara menuliskan, mencatat ciri-ciri dan detail- detail yang terdapat pada musik yang diteliti Nettl, 1964. Dalam hal ini penulis
akan menggunakan transkripsi yang bernotasi deskriptif. Penulis juga menggunakan teori oleh Bruno Nettl dalam bukunya “Theory
And Method In Ethnomusicology tahun 1964”, bahwa untuk menganalisis seluruh
Universitas Sumatera Utara
16 bentuk musikal dilakukan analisis terhadap tangga nada, melodi, sitem, warna
suara, dinamik, dan tempo. Selain itu, penulis juga mengkaji secara umum fungsi gonrang sidua-dua
ini di dalam konteks kebudayaan Simalungun. Untuk mengkaji hal tersebut, penulis menggunakan teori penggunaan dan fungsi seperti yang ditawarkan oleh
Merriam. Merriam membedakan pengertian fungsi ini dalam dua istilah, yaitu penggunaan dan fungsi. Menurutnya, membedakan pengertian penggunaan dan
fungsi adalah sangat penting. Para pakar Etnomusikologi pada masa lampau tidak begitu teliti terhadap perbedaan ini. Jika kita berbicara tentang penggunaan
musik, maka kita menunjuk kepada kebiasaan the ways musik dipergunakan dalam masyarakat, sebagai praktik yang biasa dilakukan, atau sebagai bagian
daripada pelaksanaan adat istiadat, baik ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan aktivitas-aktivitas lain 1964:210. Lebih jauh Merriam
menjelaskan perbedaan pengertian antara penggunaan dan fungsi musik sebagai berikut.
Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it may or may not also have a deeper function. If the lover uses song
to w[h]o his love, the function of such music may be analyzed as the continuity and perpetuation of the biological group. When the
supplicant uses music to the approach his god, he is employing a
particular mechanism in conjunction with other mechanism as such as dance, prayer, organized ritual, and ceremonial acts. The function
of music, on the other hand, is enseparable here from the function of religion which may perhaps be interpreted as the establishment of a
sense of security vis-á-
vis the universe. “Use” them, refers to the situation
in which music is employed in human action; “function” concerns the reason for its employment and perticularly the broader
purpose which it serves. 1964:210.
Universitas Sumatera Utara
17 Dari kutipan di atas terlihat bahwa Merriam membedakan pengertian
penggunaan dan fungsi musik berasaskan kepada tahap dan pengaruhnya dalam sesebuah masyarakat. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu dan menjadi
bahagiannya. Penggunaan bisa atau tidak bisa menjadi fungsi yang lebih dalam. Dia memberikan contoh, jika seeorang menggunakan nyanyian yang ditujukan
untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu bisa dianalisis sebagai perwujudan dari kontinuitas dan kesinambungan keturunan manusia, yaitu untuk
memenuhi kehendak biologis bercinta, berkawin dan berumah tangga dan pada akhirnya menjaga kesinambungan keturunan manusia. Jika seseorang
menggunakan musik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka mekanisme tersebut behubungan dengan mekanisme lain, seperti menari, berdoa,
mengorganisasikan ritual dan kegiatan- kegiatan upacara. “Penggunaan”
menunjukkan situasi musik yang dipakai dalam kegiatan manusia; sedangkan “fungsi” berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai melakukan, dan terutama
tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang dapat dilayaninya. Dengan demikian, selaras dengan Merriam, mengikut penulis penggunaan lebih berkaitan
dengan sisi praktis, sedangkan fungsi lebih berkaitan dengan sisi integrasi dan konsistensi internal budaya.
Dalam kaitannya dengan fungsi musik di dalam kebudayaan, sampai tahun 1964, Merriam merekam fungsi yang dikaji oleh para pakar musik itui mencakup
sepuluh fungsi, yaitu: 1 fungsi pengungkapan emosional, 2 fungsi penghayatan estetis, 3 fungsi hiburan, 4 fungsi komunikasi, 5 fungsi perlambangan, 6
fungsi reaksi dan jasmani, 7 fungsi yang berkaitan dengan norma sosial, 8
Universitas Sumatera Utara
18 fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan, 9 fungsi
kesinambungan budaya, dan 10 fungsi pengintegrasian masyarakat.
1.5 Metode Penelitian