Partai Baath ELEMEN PENTING STATE BUILDING MASA SADDAM

peristiwa ini telah mencetuskan suatu peperangan yang terkenal dengan nama Perang Teluk Kedua. Irak diserang secara besar besaran oleh tentara sekutu yang dipimpin oleh Amerika serikat dan berhasil dipukul mundur pada tahun 1991. 40 Sampai sekarang, Irak masih tetap mendapat sanksi-sanksi dari PBB karena upaya untuk menganeksasi Kuwait yang gagal itu. Amerika Serikat tampaknya berupaya keras untuk menjatuhkan pemerintahan Saddam Hussein yang dianggap berbahaya bagi tatanan Internasional, namun sebegitu jauh, meskipun dengan mengalami kesukaran dan tantangan yang cukup banyak, Saddam Hussein masih dapat masih dapat mempertahankan diri dan pemerintahannya .

2.2 ELEMEN PENTING STATE BUILDING MASA SADDAM

HUSSEIN

2.2.1 Partai Baath

41 Presiden Irak Saddam Hussein masih mempertunjukkan Partai Baath persis seperti 31 tahun silam, ketika Partai itu berhasil berkuasa lagi di Irak pada 17 Juli 1968. Yaitu, sebuah Partai yang sangat Anti-Imperialisme dan Anti-Zionisme. Dan sebaliknya, ia memimpikan kejayaan bangsa Arab. Saddam dalam pidato kenegaraan, Sabtu 17 Juli 1999, yang disiarkan langsung lewat televisi dan radio, mengecam keras proses perdamaian di Timur Tengah serta mengkritik para pemimpin Arab yang memuji dan menaruh harapan pada Ehud Barak, PM Israel saat itu. Saddam melukiskan para pemimpinArab telah menyerah diri. 40 Vaux 1992,hal.ix, dari Riza Sihbudi dkk. Profil Negara-Negara Timur Tengah. 41 Mustafa Abd Rahman, Geliat Irak Menuju Era Pasca Saddam, Jakarta:Kompas, Oktober 2003 hal.18-22. Universitas Sumatera Utara Palestina adalah milik Arab dan zionisme harus hengkang dari tanah Palestina. “Siapa pun warga Yahudi yang ingin hidup damai berdampingan dengan penduduk asli, maka bagi kaum muhajirin Yahudi itu punya hak dan kewajiban yang harus diperhatikan pula. Namun jika Yahudi tidak mampu hidup berdampingan, maka silakan mereka pulang ke daerah asalnya, tegas Saddam dalam pidato peringatan 31 tahun kembalinya Partai Baath berkuasa di Irak. Isi pidato Presiden Saddam tersebut memang mengingatkan masa 31 tahun silam, tatkala Partai Baath saat itu mengobarkan sentimen Nasionalisme dan gaung Revolusioner untuk mencari legitimasi kekuasannya yang baru saja diperoleh kembali di Irak. Isu Nasionalisme dan gaung Revolusioner sangat digandrungi di dunia Arab saat itu, menyusul kekalahan bangsa Arab dari Israel pada perang Arab-Israel Bulan Juni 1967. Partai Baath segera setelah berkuasa lagi di Irak pada 17 Juli 1968, menolak keras kompromi dan memberi konsesi pada Israel. Presiden Saddam pun memperkuat kembali kebijakan garis keras Partai Baath 31 tahun silam itu. Bagi Saddam, pilihan garis keras barangkali sangat penting untuk mempertahankan legitimasi kekuasaanya di Irak yang senantiasa diguncang dari luar dan dalam negeri, menyusul kekalahannya dalam Perang Teluk tahun 1991. Pidato Saddam itu sekaligus peletakan garis besar politik luar Negeri Irak yang akan sangat diwarnai Ideologi Partai Baath yang radikal dan kekiri-kirian. pilihan Saddam itu tak terlepas dari rasa kekecewaan yang mendalam pemerintah Irak, akibat gagalnya upaya Baghdad membebaskan diri dari embargo total PBB sejak tahun Universitas Sumatera Utara 1990. Pidato Saddam tersebut mengisyaratkan seseorang yang penuh percaya diri yang ingin menunjukkan bahwa dirinya masih kuat di Irak, yang tidak bersedia memberi konsesi secuil pun baik menyangkut Irak sendiri maupun perjuangan bangsa Arab secara umum. Saddam pun ingin menunjukkan pada bangsa Arab bahwa ia tetap konsisten dengan Ideologi Partai Baath dalam perjuangan meraih kejayaan bangsa Arab. Ia tak peduli dengan iklim politik di lingkungan dunia Arab saat itu, yang semakin cenderung menerima proses perdamaian dengan Israel yang berdasarkan resolusi PBB No 242 dan 338. Misi perjuangan Partai Baath adalah mencita-citakan sebuah bangsa Arab bersatu yang merdeka di bawah sistem sosialisme yang Nasionalistik. Cita-cita itu dicoba digapai dengan mengobarkan slogan revolusi Arab. Partai Baath dibentuk untuk menampung aspirasi kolektif bangsa Arab. Menurut persepsi pendiri Partai Baath Michel Aflaq, bangsa Arab di mana pun di kawasan Timur Tengah terkesan lebih merasa diri sebagai Arab dan Islam ketimbang merasa sebagai bangsa Irak, Kuwait, Suriah atau Mesir. Bangsa Arab mengkritik peta Timur Tengah sekarang ini, yang dianggap sebagai hasil politik memecah belah, divide et impera, yang dilakukan Barat terutama Inggris pada era kolonial. Namun ironinya, Bangsa Arab sendiri sulit dipersatukan dalam menghadapi tantangan bersama. Akar Partai Baath Irak sesungguhnya terletak di Sudan. Gagasan pembentukan Partai Baath pertama lahir di Suriah ketika muncul kesadaran tentang kemerdekaan Bangsa-Bangsa Arab pada tahun 1940-an dari cengkeraman Imperialisme dan Kolonialisme Barat. Universitas Sumatera Utara Michel Aflaq membentuk Partai Baath yang berhaluan sosialis khas Arab untuk memperjuangkan kemerdekaan. Namun, faham Nasionalisme dan kesatuan Arab ditentang oleh dua Partai yang sudah ada di Suriah, yaitu Partai Komunis dan Partai Nasional Suriah. Meski demikian, gerakan Partai Baath segera mendapat angin. Sejak berdirinya tahun 1946, segera muncul keinginan untuk mengubah gerakan sosialisme khas Arab menjadi Partai resmi, yang bisa diandalkan sebagai ujung tombak perlawanan terhadap penjajahan Perancis di Suriah dan Lebanon. Partai Baath terdaftar sebagai Partai resmi bulan April 1947 dengan ketua Michel Aflaq. Akan tetapi, perpecahan langsung terjadi di tubuh Partai, bahkan Aflaq tersingkir dan terpaksa melarikan diri ke Irak. Perjuangan Aflaq dilanjutkan di Irak. Sementara dilanjutkan secara diam- diam untuk menghindari benturan langsung dengan Partai Komunis Irak yang sudah kokoh. Partai Baath Irak mulai muncul ke permukaan ketika mengambil peran dalam kerusuhan tahun 1952. Pengaruh Partai Baath kemudian dengan cepat meluas. Saddam Hussein bergabung tahun 1957 dalam usia 20 tahun. Partai Baath sempat dilarang tahun 1958 bersama Partai-Partai lainnya dalam kemelut politik ketika sistem Monarki Irak ditumbangkan. Namun, Partai Baath terus bergerak dibawah tanah sampai akhirnya merebut kekuasaan tahun 1963. Sejak itu Irak menjadi Negara satu Partai, dalam sistem pemerintahan Partai Baath, kekuasaan tertinggi berada di tangan Dewan Komando Revolusi pimpinan Presiden Saddam, yang merangkap Sekjen Partai dan Panglima Tertinggi. Proyeksi semangat Revolusioner diperlihatkan Saddam dengan menggunakan Universitas Sumatera Utara aksesori, seperti seragam Jenderal, Pistol di pinggang, dan tanda Pangkat Marsekal, meski dirinya bukan tentara. Dalam konteks kekuasaan, Partai Baath selalu berkoalisi dengan militer. Bahkan, dalam menjalankan kekuasaan, peran militer jauh dominan ketimbang Partai, meski anggota Partai telah menyusup ke dalam tubuh militer. Pada prinsipnya institusi pemerintahan menjalankan Ideologi Partai Baath yang menekankan sosialisme khas Arab dan Pan-Arabisme. Konsep dasar Partai Baath ialah konsolidasi antara Sosialisme, Nasionalisme, dan Agama Islam. Dalam pertarungan perebutan kekuasaan, Partai Baath bertentangan dan berseteru dengan Partai Komunis Irak, yang kemudian dikalahkan dan dihancurkan. para pemimpin dan pendukung Partai Komunis dikejar-kejar ditangkap, dihukum, dan dibunuh. Setelah Saddam berkuasa Juli 1979, Partai Komunis dinyatakan sebagai Partai terlarang. Bahkan, Saddam melangkah lebih jauh dengan menghapus sistem multipartai. sistem multipartai dihidupkan kembali tahun 1970, tapi sistem kembali berbalik menjadi satu Partai sejak Saddam Hussein mulai berkuasa Juli 1979, seluruh kekuasaan terpusat pada tangan Presiden Saddam. Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Saddam Hussein