4. Menunjuk perwakilan diplomatik dan perwakilan untuk organisasi
Internasional 5.
Menunjuk Komisi persiapan konstitusi Preparatory Constitution Commission.
88
Konstitusi yang disusun Komisi kelak akan ditetapkan melalui Referendum. Kemudian, setelah referendum, pemilihan umum yang bebas akan diadakan.
Dalam pandangan Paul Bremer, Tugas koalisi pendudukan akan usai setelah pemilihan umum.
3.3 Perserikatan Bangsa-Bangsa
Berbeda dengan kasus Timor Timur, Kamboja dan beberapa Negara Lainnya. Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB tidak memiliki mandat menjalankan
pemerintahan transisi di Irak. Hal ini tentunya tidak terlepas dari sikap PBB menjelang invasi pasukan multinasional ke Irak. Jika l invasi ke Irak dilakukan
oleh dan atau mendapat restu dari PBB, 2 terjadi kekosongan kekuasaan di Irak pasca invasi, atau 3 ada permintaan khusus dari warga Irak kepada PBB, maka
PBB memiliki kewenangan yang relatif besar untuk membentuk dan menjalankan pemerintahan transisi.
Setelah kekuasaan Presiden Saddam Hussein runtuh, baik pihak yang menyetujui perang maupun yang menentangnya sepakat PBB harus memainkan
peran pada masa pasca perang. Presiden George W. Bush dari Amerika Serikat
88
Teks resmi, dikeluarkan oleh Coalition Profisional Authority, 14 Juli 2003, lihat www.dfid.uknewspressreleasesfilesiraq_13july03.htm.
Universitas Sumatera Utara
dan Perdana Menteri Tony Blair dari Inggris di awal April 2003 menjanjikan bahwa PBB akan memainkan peran vital di Irak pasca perang. Akan tetapi, para
penentang perang, seperti Perancis, Jerman, dan Rusia memiliki pendapat yang berbeda. Presiden Perancis Jacques Chirac, menegaskan bahwa seharusnya PBB
saja yang akan membangun kembali negeri itu dan membentuk pemerintahan baru di sana segera setelah perang berhenti.
89
Sebagai respon terhadap okupasi atas Irak, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan dua resolusi. Dalam resolusi nomer 1483 tanggal 22 Mei 2003.
Dewan Keamanan PBB meminta Sekretaris Jenderal menunjuk utusan khusus special representative untuk Irak yang bertanggungjawab:
1. Melaporkan aktivitasnya pada Dewan Keamanan
2. Mengoordinir kegiatan PBB dalam situasi pasca konflik di Irak
3. Melakukan koordinasi antara PBB dan lembaga-lembaga internasional di
bidang bantuan kernanusiaan dan rekonstruksi Irak 4.
Bekerja sama dengan CPA membantu warga Irak dengan cara : a.
Mengoordinir bantuan kemanusiaan dan rekonstruksi b.
Menjaga keselamatan, ketertiban dan keswakarsaan proses kepulangan pengungsi dan IDP
c. Membangun kembali institusi pemerintahan lokal dan nasional yang
representatif termasuk bekerja sama memfasilitasi terbentuknya pemerintah Irak yang diakui secara internasional
89
The Economist, 12 April 2003,Hal.1225, dari http:www.scribd.com
Universitas Sumatera Utara
d. Memfasilitasi proses rekonstruksi infrastuktur utama
e. Menggiatkan rekonstruksi perekonomian dan menciptakan situasi yang
memungkinkan bagi dilakukannya pembangunan berkelanjutan. f.
Mengundang perhatian Internasional guna menyumbang untuk fungsi administrasi sipil dasar Basic Civilian Administration Function.
g. Mempromosikan Hak Asasi Manusia
h. Mengundang upaya Internasional guna membangun kembali kekuatan
Polisi sipil di Irak. i.
Mengundang upaya Internasional guna mendukung reformasi hukum di Irak.
90
Resolusi ini juga memuat dukungan bagi dibentuknya sebuah administrasi transisi transitional administration yang dijalankan sendiri oleh warga Irak
hingga sebuah pemerintahan nasional yang representative dan diakui secara Internasional terbentuk dan siap mengambil alih kewenangan penguasa
pendudukan.
91
Menindaklanjuti resolusi di atas, pada tanggal 15 Juli 2003, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi nomor 1500. Dua substansi utama resolusi
ini adalah pembentukan Misi Bantuan PBB di Irak United Nations Assistance Mission in Iraq UNAMI serta sambutan positif atas berdirinya IGC di Irak.
92
90
Lihat Resolusi PBB No 1483,22 Mei 2003.
91
Ibid.
92
Lihat Resolusi PBB No 1500,15 Juli 2003.
Universitas Sumatera Utara
Resolusi ini ‘hanya’ didukung oleh 14 negara anggota Dewan Keamanan, di mana Suriah mengambil posisi abstain.
Mandat UNAMI meliputi : 1.
Menyalurkan bantuan kemanusiaan, menjaga keamanan, ketertiban, dan proses kepulangan pengungsi dan IDP.
2. Melibatkan diri dalam memfasilitasi dialog dan pembentukan Konsensus
Nasional dalam masa transisi. 3.
Membantu membangun proses pemilihan umum 4.
Mempromosikan Hak Asasi Manusia. 5.
Mengimplementasikan – melalui UNDP – dua proyek konkrit berkaitan dengan dan dukungan bagi Judicial Training Center di Baghdad.
6. Membangun Iraqi Media Center.
7. Memastikan penghentian yang lancer dari program oil for food pada
tanggal 21 November 2003. 8.
Melalui UNDP dan lembaga keuangan Internasional, mengidentifikasi kebutuhan untuk rekonstruksi ekonomi dan pembangunan berkelanjutan.
9. Membagi pengalaman PBB dan warga Irak dan CPA dalam hal
penanganan pasca konflik 10.
Membantu IGC dalam upayanya untuk kembali bergabung dengan komunitas Internasional.
93
93
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Secara khusus, resolusi ini meminta utusan khusus PBB melihat ada tidaknya peluang bagi PBB – dengan segala pengalamannya di Negara lain – untuk
membantu Irak dalam : 1.
Proses Pemilihan Umum 2.
Proses Pembuatan Konstitusi 3.
Reformasi hukum 4.
Pelatihan untuk Polisi 5.
Demobilisasi dan reintegrasi mantan Tentara 6.
Reformasi administrasi publik dan pelayanan sipil 7.
Strategi jangka panjang untuk rekonstruksi ekonomi, pembangunan berkelanjutan, good governance, serta
8. Bantuan teknis bagi kementrian-kementrian di Irak.
94
Sebelum kedua Resolusi tersebut dikeluarkan, PBB mengambil peran yang sangat terbatas di Irak. PBB hanya melibatkan diri di bidang bantuan kemanusiaan
melalui berbagai badan PBB dan program oil for food yang dijalankan atas Resolusi Dewan Keamanan nomor 706 tanggal l5 Agustus 1991. Keluarnya
Resolusi Dewan Keamanan nomor 1483 dan 1500 tahun 2003 menunjukkan bahwa PBB kini memiliki komitmen untuk melibatkan diri secara aktif dalam
kegiatan-kegiatan rekonstruksi Irak. Dari uraian di atas, tampak bahwa pembahasan mengenai perrerintahan transisi di Irak sulit dikaitkan dengan satu
94
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
lembaga saja Dengan basis legal dan deskripsi tugas masing-masing, CPA, IGC, dan PBB telah menjalankan peran yang pada masa normal menjadi tanggung
jawab pemerintahan Nasional Irak. Dengan kata lain, ketiganya menjalankan sebagian dari fungsi pemerintahan di masa transisi.
Tabel 3.3 pembagian tugas dan mandat Lembaga
Lembaga Mandat Sumber Legitimasi
Tugas
CPA Law of biligerent Occupation
Menjalankan administrasi wilayah dan
warga pendudukan sebagai pengganti otorita nasional ato caretaker
IGC Penunjukkan oleh CPA
Membentuk kementrian
Merancang kebijakan nasional
Mambuat dan menyetujui anggaran
Menunjuk perwakilan diplomatic dan
organisasi internasional
Menunjuk komisi persiapan konstitusi
PBB Resolusi No.1483 dan 1500 tahun
2003.
Mengurusi bantuan kemanusiaan, keamanan, ketertiban, pengungsi, dan
IDP
Memfasilitasi dialog dan pembentukan konsensus nasional
Membantu proses pemilu
Mempromosikan HAM
Rehabilitasi lembaga peradilan
Membangun Iraqi Media Center
Mengurus penghentian program oil for
food
Mengidentifikasi kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
rekonstruksi ekonomi dan pembangunan berkelanjutan
Membagi pengalaman dalam hal
penanganan pasca konflik
Membantu kembalinya Irak dalam komunitas Internasional.
Pertanyaan seputar legitimasi dan representasi sering muncul daalam bahasan mengenai pemerintahan transisi, tidak terkecuali dalam kasus Irak.
Pembentukan pemerintahan Irak melalui fasilitas Amerika Serikat atau lembaga bentukannya sangat mungkin diterjemahkan oleh warga Irak maupun masyarakat
internasional sebagai proses pernbentukan pemerintahan boneka sebagaimana ditudingkan terjadi di Afghanistan. Hal ini dapat diminimalkan sekiranya fungsi
pemerintahan transisi dibatasi pada fasilitas pemilihan umum saja serta memiliki extra strategy yang jelas. Pemerintahan transisi hanya ada dalam hukum waktu
yang singkat, antara enam hingga sembilan bulan. Semakin lama sebuah periode tansisi, tuduhan akan adanya ‘pemerintahan kolonial’ semakin beralasan.
Dalam laporannya International Crisis Group ICG mengkritisi proses konsultasi serta pembentukan IGC yang tidak tansparan dan tidak inklusif.
Kenggotaan IGC dinilai tidak menghiraukan keberadaan berbagai segmen seperti asosiasi bisnis, organisasi hak asasi manusia serta organisasi perernpuan.
95
Terdapat tujuh kelompok terbesar di dalam IGC yaitu: Konggres Nasional Irak
95
Lihat International Crisis Group,Report: Governing Iraq, dari http:www.scribd.com
Universitas Sumatera Utara
INC, Traklat Nasional Irak INA, Gerakan Monarchi Konstitusional CMM, Majelis Tinggi Revolusi Islam Irak SCIRI, Uni Patiotik Kurdistan PUK, Partai
Demokratik Kurdistan KDP, dan Gerakan Islam Kurdistan. Dari tujuh kelompok tersebut hanya SCIRI, PUK dan KDP yang mempunyai pendukung di Irak.
Ketidakpuasan ditunjukkan oleh rakyat Irak ketika salah satu anggota IGC, yaitu Aquila al-Hashimi, tertembak pada 20 September 2003.
Di satu sisi, upaya CPA membangun IGC berdasarkan komposisi etnis dan keagamaan masyarakat Irak merupakan inisiatif yang patut dihargai. Akan tetapi,
badan yang dihasilkan lebih merefleksikan cara pandang CPA terhadap masyarakat Irak, bukan cara pandang masyarakat Irak sendiri atas komposisi
sosiografis bangsanya. Rekrutmen politik yang secara tegas diorganisasikan melalui garis etnisitas dan agama ini dikhawatirkan justru akan mendorong
lahirnya konflik komunal yang dalam sejarah Irak modern hampir tidak ada.
96
Majalah The Economist menyebutkan bahwa 16 dari 25 anggota IGC baru kembali dari pengasingan atau sebelumnya tinggal terpencil di daerah otonom
Kurdi. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa CPA berusaha keras melibatkan berbagai kelompok yang pada rejim lalu dipinggirkan. Sayang, CPA justu gagal
menghadirkan representasi dari daerah-daerah besar dan tidak melibatkan the silent majority. Salah satu kritik paling keras adalah bahwa IGC hanya berisi
sekumpulan orang eks pengasingan yang tidak merepresentasikan dan memiliki
96
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
basis massa di Irak.
97
Meski keanggotaan pemerintahan Transisi Irak perlu melibatkan sernua segmen, tokoh-tokoh yang bermaksud mencalonkan diri dalam
pemilihan umum mendatang tidak seharusnya menjadi bagian IGC.
98
Lebih jauh, The Economist juga mempertanyakan kapasitas IGC, baik dalam membuat maupun mengimplementasikan keputusan Dengan komposisinya
saat ini, dapat dipastikan bahwa anggota IGC tidak memiliki cara pandang politik dan ideologi yang sama.
99
Dengan basis rekruitmen berupa etnisitas, agama dan ‘keterpinggiran di masa lalu’, kemampuan teknis anggota IGC dalam menjalankan
administasi pemerintahan banyak diragukan. Jika IGC diproyeksikan untuk secara penuh memegang kekuasaan eksekutif di Irak - bukan sekadar alat CPA
mendapatkan dukungan politik masyarakat Irak – keanggotaannya seharusnya bukan sekadar jabatan politik tetapi didasarkan pula pada keahlian di bidang
tertentu. Di tengah gencarnya kritik terhadap CPA dan IGC, muncul banyak
dukungan bagi pengalihan pemerintahan tansisi secara penuh ke tangan PBB. Andrew Hewett, Direktur Eksekutif Oxfam Community Aid Abroad, rnengatakan
bahwa PBB seharusnya langsung mengambil peran utarna pasca perang. Menurutnya hanya PBB-lah badan yang merniliki legitimasi dan pengalaman
yang dibutuhkan guna membantu mernbangun pemerintahan Irak yang representatif dan akuntabel. Pemerintahan tansisi yang dibentuk oleh Amerika
97
“Governing Iraq: the New men and Women, in Charge”,The Economist,19-25 Juli 2003,Hal.19. dari http:www.scribd.com
98
Kate Head,op.cit.
99
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
serikat dan sekutunya hanya akan dilihat oleh masyarakat Irak dan masyarakat intemasional sebagai ‘alat’ dari penguasa pendudukan.
100
Adapun ICG merekomendasikan pembentukan sebuah pemerintahan transisi Irak di bawah PBB, yang dibekali oleh Dewan Keamanan dengan
kekuasaan legislatif dan eksekutif atas wilayah dan warga Irak di luar masalah keamanan. Tugas utama dari pemerintahan transisi ini adalah menciptakan kondisi
bagi terbentuknya kepemimpinan Irak yang representatif melalui proses pemilihan umum yang bebas dan adil.
101
Cara lain meningkatkan legitimasi dari pemerintahan transisi di Irak adalah dengan memperluas keanggotaan IGC melalui proses pemilihan yang
transparan dan demokratis. selain legitimasi pemerintahan transisi, persoalan lain yang perlu diperhatikan adalah keamanan termasuk di dalamnya keamanan
manusia -Tingginya tingkat kekerasan di Irak- baik yang bersifat kriminal seperti penjarahan dan penodongan, maupun politis seperti peledakan bom dan bom
bunuh diri, sabotase, serta pencegatan terhadap anggota pasukan multinasional dan staf organisasi internasional sangat menghambat proses pemulihan
pemerintahan di Irak. selain mengakibatkan rusaknya berbagai infrastuktur gedung publik instatasi listrik, instalasi air jernih, jalan umum, dan sebagainya
kekerasan melahirkan perasaan insekuritas yang menghambat masyarakat menghidupkan kembali rutinitas pra-invasi.
100
“why the UN must take a lead in post-war reconstruction in Iraq”,httpwww.caa.org.aupr2003iraqreconstruction.html.
101
International Crisis group,Report: War in Iraq: Political Chalengge After the Conflict,AmmanBrussels,25 maret 2003,Hal.ii, dari http:www.scribd.com
Universitas Sumatera Utara
Tinggal di wilayahnya sendiri, penduduk sipil di daerah pendudukan terpaksa berhadapan dengan kekuatan bersenjata pihak lawan ketika menjjalankan
kegiatan rutin. Menurut Hukum Humaniter Internasional, mereka berhak mendapatkan perlindungan serta tidak wajib memberikan loyalitas kepada
penguasa pendudukan. Mereka hanya perlu memenuhi kewajiban sebagai masyarakat sipil, yaitu tidak melibatkan diri dalam tindak kekerasan.
102
Sebagai penguasa pendudukan pasukan multinasional merupakan pihak yang bertanggung jawab atas urusan keamanan dan ketertiban. Sayang, cara
pandang mereka terhadap persoalan keamanan sangat linier, yaitu sebagai adu kekuatan antara simpatisan Saddam Hussein dan pendukung Amerika Serikat.
103
Di sisi lain, masyarakat sulit mengubah persepsi mereka terhadap pasukan multinasional dari ‘pelaku perang’ menjadi penjaga keamanan dan perdamaian.
104
Pasukan ini terlanjur dicitrakan oleh masyarakat sebagai salah satu agen kekerasan utama. Dengan dalih keamanan, pasukan multinasional melakukan
patroli, penggeledahan, dan penyitaan. Aksi ini seringkali diwarnai dengan kesalahpahaman dan berakhir dengan kekerasan fisik.
Pada titik ini, muncul kebutuhan untuk melakukan pemolisian sipil yang profesional dan lebih bersahabat. Salah satu inisiatif yang menarik datang dari
masyarakat Fallujah 40 kilometer dari Baghdad yang menolak kehadiran pasukan multinasional di wilayahnya dan bersikeras menjalankan sendiri kegiatan
102
International Humanitarian Law Research initiative,op.cit.
103
David Cortright, George A.Lopez, Alistair Millar, dan Linda Gerber,”Towards UN Administration of Iraq’s Internal Security and political
transition”,httpwww.fourthfreedom.orgphpprint.php?hinc=UN_IRAQ.hinc
104
“I’m American, Get me out of here”, The Economist, 19-25 Juli 2003,Hal.20. dari http:www.scribd.com
Universitas Sumatera Utara
pengamanan.
105
Belajar dari kasus Faujjah. CPA dan PBB dapat melatih polisi Irak - yang dibebastugaskan sejak berlangsungnya invasi - dengan keterampilan
pemolisian masyarakat pasca konflk policing postconflict societies skill dan mengurangi kehadiran serta aktivitas pasukan multinasional di Irak.
3.4 Susunan Pemerintahan Sementara Irak