perkapita dengan asumsi komoditi x dianggap barang normal serta meningkatannya selera terhadap komoditi x.
3.3. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah ditetapkan dengan tujuan untuk meningkatkan ekspor ataupun sebagai usaha untuk melindungi produk dalam negeri agar dapat
bersaing dengan produk dari luar negeri. Kebijakan tersebut biasannya diberlakukan untuk input dan output yang menyebabkan terjadinnya perbedaan
antara harga input dan harga output yang diminta produsen harga privat dengan harga yang sebenarnnya terjadi jika dalam kondisi perdagangan bebas harga
sosial. Kebijakan yang ditetapkan pemerintah pada suatu komoditas ada dua bentuk yaitu berupa subsidi dan hambatan perdagangan. Kebijakan subsidi terdiri
dari subsidi positif dan subsidi negatif pajak, sedangkan hambatan perdagangan berupa tarif dan quota.
Menurut Salvator, 1994 , Subsidi adalah pembayaran dari atau untuk pemerintah. Pembayaran dari pemerintah disebut subsidi positif dan pembayaran
untuk pemerintah disebut subsidi negatif pajak. Subsidi bertujuan untuk melindungi konsumen atau produsen dengan menciptakan harga domestik agar
berbeda dengan harga internasional. Kebijakan perdagangan adalah pembatasan yang diterapkan pada impor atau ekspor suatu komoditi, yang berupa pajak dan
kuota dengan maksud untuk menurunkan kuantitas barang yang diperdagangkan secara internasional treadable dan untuk menciptakan perbedaan harga dipasar
internasional dengan harga dipasar domestik. Kebijakan perdagangan ada dua, yaitu kebijakan ekspor dan kebijakan impor. Kebijakan ekspor ditujukan untuk
melindungi konsumen dalam negeri melalui penetapan harga domestik yang lebih rendah dari harga dunia., yaitu dengan pengenaan pajak ekspor baik perunit
barang yang diekspor maupun secara keseluruhan. Kebijakan impor dilakukan untuk melindungi produsen dalam negeri melalui penetapan harga pasar domestik
yang lebih rendah dari harga pasar dunia, sehingga kebijakan dilakukan berupa pengenaan tarif impor atau kuota impor.
3.3.1. Kebijakan Output
Kebijakan terhadap output baik berupa pajak maupun subsidi, dapat diterapkan pada produsen barang impor dan barang ekspor. Kebijakan pemerintah
terhadap output dijelaskan dengan menggunakan Transfer Output OT dan Nominal Protection Coefficient on Output
NPCO serta Nominal Protection Rate on Output
NPRO. Dampak dari subsidi negatif terhadap produsen untuk barang ekspor dapat dilihat pada Gambar 3.
P G A R D F H S
P
w
E
K D
Q
1
Q
2
Q
4
Q
3
Gambar 3. Dampak Subsidi Negatif pada Produsen Barang Ekspor
Pada situasi perdagangan bebas, harga yang diterima oleh produsen output dan konsumen dalam negeri sama dengan harga dunia yaitu sebesar P
w
dengan tingkat output yang dihasilkan sebesar Q
1,
sehingga terjadi ekses supply didalam negeri sebesar BHJ. Terjadinnya ekses supply membuat output yang dihasilkan
harus diekspor keluar negeri sebesar Q
3
-Q
1.
Besarnya surplus konsumen adalah ABP
w
sedangkan surplus produsennya sebesar P
w
HK. Dengan adanya subsidi negatif pada produsen output NPCO negatif,
menyebabkan perubahan harga dalam negeri yaitu harga yang diterima produsen dan konsumen harga finansial menjadi lebih rendah dari harga pada pasar dunia
P
D
P
W .
Dengan tingkat harga sebesar ini, mengakibatkan konsumsi dalam negeri dari Q
1-
Q
3
menjadi Q
2 ā
Q
4
. Terjadi perubahan surplus produsen yaitu sebesar P
W
HGP
D
dan besarnya transfer output OT atau transfer pajak kepada pemerintah sebesar DFGE. Efisiensi ekonomi yang hilang dari produsen untuk
memperoleh keuntungan dan juga tidak ditransfer baik kepada konsumen maupun produsen.
3.3.2. Kebijakan Input
Kebijakan pemerintah dapat diterapkan pada input tradable dan input non tradable
. Pada input yang tidak diperdagangkan non tradable, intervensi pemerintah berupa halangan perdagangan tidak tampak.
1. Kebijakan Input Tradable Pengaruh subsidi dan pajak pada input tradable dapat ditunjukan pada
Gambar 4. Gambar ini menunjukan efek pajak terhadap input tradable yang digunakan. Dengan adannya pajak menyebabkan biaya produksi meningkat
sehingga pada tingkat harga output yang sama, output domestik turun dari Q
1
ke Q
2
dan kurva supply bergeser keatas. Efisiensi ekonomi yang hilang adalah ABC, merupakan perbedaan antara nilai output yang hilang Q
1
CAQ
2
dengan biaya produksi output Q
2
BCQ
1.
P S S
P S
S C
A C
P
w
B D P
w
A B
D Q
Q
a Q
2
Q
1
b Q
1
Q
2
Gambar 4. Subsidi dan pajak pada input Tradable Sumber : Monke and Pearson 1989
Ket : P
w
: Harga di pasar Internasional
Gambar 4.b, memperlihatkan dampak subsidi input Tradable
menyebabkan harga input lebih rendah dan biaya produksi lebih rendah sehingga kurva supply bergeser kebawah dan produksi naik dari Q
1
ke Q
2.
Efisiensi ekonomi yang hilang dari produksi adalah ABC, yang merupakan pengaruh
perbedaan antara biaya produksi setelah output meningkat yaitu Q
1
ABQ
2.
2. kebijakan Input Non Tradable Pada input non tradable, kebijakan pemerintah berupa halangan
perdagangan tidak tampak. Kebijakan pemerintah dalam hal ini adalah pajak dan subsidi
P S P
S C
C Pc A P
p
A P
d
B P
d
B Pāp
E D P
c
E D Q Q
Q
1
Q
2
Q
3
Q
1
Q
2
a S ā N b S + N
Gambar 5. Dampak Subsidi dan Pajak pada Input Non Tradable Sumber : Monke and Pearson 1989
Ket : P
d :
Harga domestik sebelum diberlakukan pajak dan subsidi P
c :
Harga di tingkat konsumen setelah diberlakukan pajak dan subsidi P
d
: Harga di tingkat produsen setelah diberlakukan pajak dan subsidi
Pada Gambar 5.a, terlihat bahwa sebelum diberlakukan pajak terhadap input, harga dan jumlah keseimbangan dari pemerintah dan penawaran input non
tradable berada pada P
d
dan Q
1.
Adanya pajak sebesar P
c ā
P
d
menyebabkan produksi yang dihasilkan turun menjadi Q
2.
Harga di tingkat produsen turun menjadi P
p
dan harga yang diterima konsumen naik menjadi P
c
. Efisiensi ekonomi yang hilang dari produsen sebesar BEA dan dari konsumen BCA.
Pada Gambar 5.b menjelaskan bahwa sebelum diberlakukan subsidi terhadap input, harga dan jumlah keseimbangan dari permintaan dan penawaran
input non tradable berada pada P
d
dan Q
1.
Harga yang diterima produsen menjadi lebih tinggi yaitu P
p,
sedangkan harga yang dibayarkan konsumen menjadi lebih
rendah yaitu P
c
. Efisiensi yang hilang dari produsen sebesar ACB dan dari konsumen sebesar ABE.
3.4 Metode Penentuan Harga Bayangan