VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPETITIF DAN KOMPARATIF PENGUSAHAAN KOMODITI SUSU
6.1. Analisis Daya Saing Skala Usaha Sapi Laktasi 3 Ekor
Hasil Perhitungan dari penerimaan, biaya produksi, biaya operasional dan biaya tataniaga dapat dilihat pada lampiran 7. Setelah perhitungan-perhitungan
tersebut dilakukan, maka disusunlah matriks PAM yang dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Matriks Analisis Kebijakan Pengusahaan Sapi Perah Desa Tajurhalang Bulan Maret 2006 Rp liter
Keterangan Penerimaan
Output Biaya Input
Keuntungan Tradeable
Non Tradeable
Harga Finansial
2171 106,21
1711,36 353,64
Harga Ekonomi
2196,43 100,06
1407,65 688,72
Dampak kebijakan
- 25,43 6,15
303,71 - 355,08
Dari Tabel 13 dapat dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai- nilai yang akan menjadi indikator tingkat keunt ungan yang diperoleh dari pengusahaan
sapi perah pada kondisi finansial dan ekonomi. Nilai- nilai tersebut dapat digunakan untuk menentukan keunggulan kompetitif dan komparatif serta
pengaruh kebijakan pemerintah pada output dan input.
6.1.1. Analisis Keunggulan Kompetitif
Analisis keunggulan kompetitif terdiri dari analisis Keuntungan Financial PP dan Rasio Biaya Financial PCR. Keuntungan finansial pengusahaan sapi
perah merupakan selisih antara penerimaan dari harga jual susu dan kotoran sapi dengan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi susu, yang dihitung dengan
menggunakan harga sesungguhnya yang telah dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Keuntungan total usahatani susu menggambarkan keuntungan yang
dihasilkan pada usahatani susu dan juga me nggambarkan nilai tambah dari komoditas tersebut. Berdasarkan hasil analisis pada Table 13 dapat dilihat
penerimaan usahatani susu secara finans ial adalah sebesar Rp. 2171 per liter susu. Biaya total yang dikeluarkan adalah Rp 1817,57 per liter susu yang terdiri dari
biaya input tradable sebesar Rp 106,21 dan biaya input non tradable sebesar Rp 1711,36. Keuntungan finansial yang didapat yaitu 353,64 Artinnya bahwa
keuntungan yang diterima pada pengusahaan sapi perah dengan adannya kebijakan pemerintah sebesar Rp 353,64 per liter dimana penerimaan produsen
berdasarkan finans ial lebih besar dari pengeluaran biaya input tradeable dan input domestik. Dengan nilai PP Private profitability yang lebih besar dari nol
menunjukkan bahwa secara finansial pengusahaan sapi perah yang di Desa Tajurhalang menguntungkan untuk dijalankan.
Keunggulan kompetitif suatu komoditi dapat dilihat dari bagaimana alokasi sumberdaya diarahkan untuk mencapai efisiensi finans ial dalam usahatani
susu. Efisiensi finans ial dapat diukur dengan menggunkan Rasio Biaya Privat PCR. PCR merupakan rasio antara biaya input non tradeable dengan nilai
tambah atau selisih antara penerimaan dan input tradeable pada tingkat harga aktual. Suatu aktivitas akan efisien secara finans ial jika nilai PCR yang diperoleh
lebih kecil dari satu 1.
Hasil analisis matriks PAM menunjukkan bahwa nilai PCR yang diperoleh adalah 0,82 Lampiran 11. Semakin kecil nilai PCR yang diperoleh maka akan
semakin besar tingkat keunggulan kompetitif yang dimiliki, maka hasil dari analisis tersebut dapat dikatakan bahwa usahatani sapi perah Desa Tajurhalang
efisien secara finans ial dan memiliki keunggulan secara kompetitif. Nilai PCR sebesar 0,82 mempunyai arti bahwa untuk mendapatkan nilai tambah output
sebesar satu rup iah pada harga privat diperlukan tambahan biaya factor domestik sebesar 0,82 rupiah. Berarti pengunaan faktor domestik sudah efisien sehingga
layak untuk diusahakan. Dalam penelitian ini berarti dengan adannya kebijakan Pemerintah, untuk memperoleh nilai tambah sebesar Rp 2171 perliter susu
diperlukan tambahan biaya factor produksi domestik sebesar Rp 1711,36.
6.1.2.Analisis Keunggulan Komparatif
Analisis keunggulan komparatif dapat diukur dengan menggunakan Keuntungan Social SP dan Domestic Resource Cost DRC. Keuntungan sosial
adalah keuntungan yang diperoleh jika terjadi pada pasar persaingan sempurna, dimana tidak terdapat campur tangan pemerintah dan kegagalan pasar. Berbeda
dengan analisis keuntungan privat, dalam analisis keuntungan ekonomi komponen input dan output dapat dinilai dengan menggunakan harga bayangan. Pada Table
13 dapat dilihat besarnnya keuntungan social yang diperoleh dari pengusahaan sapi perah di Desa Tajurhalang bernilai positif 0 yaitu 688,72 perliter susu
yang berarti pengusahaan sapi perah tersebut menguntungkan secara ekonomi walaupun tanpa adannya kebijakan pemerintah.
Nilai keuntungan sosial yang lebih besar dibandingkan keuntungan privat mengindikasikan adannya kebijakan atau intervensi pemerintah yang berupa
distorsi pasar yang tidak memberikan intensif yang baik kepada peternak sapi perah sehingga keuntungan privat yang dihasilkan menjadi lebih rendah
dibandingkan keuntungan yang diperoleh tanpa adannya kebijakan atau interve nsi pemerintah. Sejak tahun 2000 pemerintah sudah mengurangi subsidi untuk
peternak sapi perah baik daalam bentuk subsidi untuk pakan ternak maupun subsidi untuk obat-obatan. Ada kebijakan pemerintah berupa kredit, namun
banyak peternak yang tidak memanfaatkannya karena tingginya bunga yang ditetapkan
Selain dari keuntungan ekonomi, keunggulan komparatif usahatani susu juga dapat diketahui dari Rasio Biaya Sumberdaya DRC yaitu rasio antara biaya
non tradeable dengan selisih dari penerimaan dikurangi biaya tradeable pada
harga bayangan tanpa adannya intervensi pemerintah . DRC menyatakan bahwa suatu usaha efisien secara ekonomi jika nilainnya kurang dari satu dan sebaliknya.
Nilai DRC 1 memiliki arti bahwa untuk memperoleh tambahan satu rupiah output diperlukan tambahan biaya factor domestik lebih kecil dari satu rupiah
yang dinilai pada harga social. Sebaliknya akan terjadi pemborosan sumberdaya apabila nilai DRC lebih besar dari satu.
Hasil analisis menunjukan bahwa nilai DRC yang diperoleh 0,67. Nilai DRC sebesar 0,67 dalam penelitian ini berarti bahwa untuk memperoleh nilai
tambah sebesar Rp 2196,43 per liter susu diperlukan tambahan biaya faktor domestic sebesar Rp 1407,65, sehingga dapat dikatakan bahwa komoditas susu
efisien dalam menggunakan sumberdaya ekonomi. Nilai DRC yang kurang dari
satu menunjukan bahwa usahatani sapi perah Desa Tajurhalang efisien secara ekonomi dan memiliki keunggulan komparatif. Hal tersebut menunjukan dengan
tanpa adannya kebijakan atau intervensi pemerintah komoditas susu lebih efisien secara ekonomi. Semakin kecil nilai DRC maka komoditas tersebut akan semakin
memiliki daya saing komparatif dalam kondisi tanpa adannya intervensi pemerintah atau dalam kondisi pasar persaingan sempurna.
Jika dibandingkan dengan keuntungan ekonomi, keuntungan privat atau PP Private profitability yang diperoleh lebih kecil SPPP. Nilai PP lebih kecil
dari SP berarti bahwa pengusahaan sapi perah lebih menguntungkan saat tidak adannya intervensi pemerintah baik terhadap input maupun output. Nilai Private
Profit PP yang lebih kecil disebabkan harga ditingkat peternak lebih rendah dari
harga dipasar internasional. Hal tersebut dikarenakan harga susu di pasar Internasional dihitung berdasar harga c.i.f ditambah biaya tataniaga yang
nilainnya lebih tinggi dibandingkan dengan harga finansial susu yang dihitung berdasar harga pasar susu lokal. Selain itu biaya input non tradeable yang
dikeluarkan berdasar analisis finansial jauh lebih tinggi sehingga keuntungan privat yang diperoleh dari pengusahaan susu lebih rendah dari pada keuntungan
sosialnya. Faktor yang menyebabkan biaya input non tradeable lebih tinggi secara finansial dibandingkan dengan biaya input non tradeable secara ekonomi karena
ada beberapa bahan campuran untuk pakan ternak yang diimpor dari luar negeri sehingga harga menjadi lebih mahal, selain itu obat-obatan yang digunakan oleh
peternak juga berasal dari luar negeri sehingga harganya juga lebih mahal. Nilai DRC yang lebih kecil dari PCR DRCPCR menunjukan bahwa
tidak terdapat kebijakan pemerintah yang meningkatkan efisiensi produsen dalam
berproduksi. Sejak tahun 2000 pemerintah telah mengurangi subsidi terhadap pakan ternak dan obat-obatan. Dengan pengurangan subsidi tersebut Pengusaan
sapi perah menjadi tidak efisien jika dibandingkan jika pemerintah tidak mengurangi subsidi baik untuk pakan ternak maupun untuk obat-obatan.
6.1.3. Analisa Dampak Kebijakan Pemerintah
Setiap negara berkembang memiliki kebijakan pemerintah pada sektor pertanian sehingga dapat menentukan keberhasilan pengembangan dan usaha
dalam rangka menambah devisa negara. Suatu kebijakan pemerintah dalam suatu aktivitas ekonomi dapat memberikan dampak positif maupun negatif terhadap
pelaku ekonomi. Dampak kebijakan juga dapat menurunkan atau meningkatkan produksi maupun produktivitas dari suatu aktifitas ekonomi. Dengan
menggunakan analisis matriks PAM, dari beberapa indikator seperti Transfer Output OT dan Koefisien Proteksi Output Nominal NPCO, maka dapat
diketahui seberapa besar dampak kebijakan pemerintah tersebut. Tujuan dari kebijakan pemerintah dalam perdagangan untuk melindungi
produsen dalam negeri. Jika harga impor lebih rendah dari harga didalam negeri, maka akan melemahkan daya saing dari produk domestic karena konsumen akan
cendrung untuk membeli produk harga yang lebih murah. Akibatnya, permintaan terhadap produk domestik akan menurun yang berimplikasi terhadap penurunan
produksi dalam negeri dan pendapatau pengusaha produsen dalam negeri.
6.1.3.1. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Output
Hasil analisis menunjukan bahwa nilai OT adalah negatif yaitu sebesar Rp. 25,43 per liter susu. Artinya harga output di pasar domestic pada pengusahaan
sapi perah lebih rendah dibandingkan harga dipasar internasional atau terdapat transfer output dari produsen ke konsumen sebesar Rp 25,43,sehingga konsumen
atau pedagang harus membeli komoditas lebih rendah dari harga yang seharusnya diterima apabila pasar tidak terdistorsi atau tanpa kebijakan pemerintah. Hal ini
mengindikasikan adannya kebijakan pemerintah berupa Pemberlakuan tarif impor hanya sebesar 5 sehingga banyak IPS Industri Pengolaahan Susu yang akan
membeli susu impor dari luar negeri. Tarif Impor yang rendah tersebut menyebabkan produsen dalam negeri sulit untuk bersaing dengan susu impor yang
memiliki kualitas lebih bagus. Gabungan Koperasi susu Indonesia GKSI mengusulkan agar tarif impor susu dinaikan menjadi 15 hal tersebut dilakukan
untuk melindungi produsen susu dalam negeri. Nilai Koefisien Proteksi Output Nominal NPCO adalah rasio antara
penerimaan yang dihitung berdasarkan harga bayangan. NPCO merupakan indikasi dari transfer output. Berdasarkan Tabel 13, nilai NPCO pada komoditas
susu adalah sebesar 21,69 atau lebih besar dari satu NPCO1 menunjukan adannya proteksi harga, yaitu kebijakan pemerintah menyebabkan harga yang
diterima produsen lebih rendah dari harga bayangannya. Artinnya seluruh konsumen dan produsen dalam negeri menerima harga lebih rendah dari harga
yang seharusnya harga dunia, sehingga terjadi transfer pendapatan dari peternak kepada konsumen. Tarif impor susu yang diberlakukan oleh pemerintah adalah
sebesar 5 persen. Hasil analisis menunjukan bahwa produsen menerima harga 0,5
persen lebih rendah dari harga yang seharusnya diterima dengan adanya kebijakan, tetapi besarnya tarif tersebut masih sangat kecil. Gabungan Koperasi
Susu Indonesia GKSI sedang mengupayakan agar besarnya tarif impor ditingkatkan menjadi 15-20 .Usulan tersebut dibuat agar produsen atau peternak
mendapatkan intensif dari pemerintah untuk meningkatkan produksinya.
6.1.3.2. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input
Belum ada kebijakan pemerintah untuk memacu peningkatkan produksi tidak saja terjadi pada harga output tetapi juga pada harga input. Subsidi pakan
ternak dan obat-obatan bertujuan untuk merangsang penggunaan input tersebut sehingga akan terjadi peningkatan produksi dan produktivitas, tetapi sejak tahun
2000 pemerintah sudah mengurangi jumlah subsidinya, sehingga peternak tidak dapat menggunakan sumberdaya secara optimal.
Dampak kebijakan pemerintah terhadap input ditunjukan oleh nilai Transfer Input IT, Transfer Faktor FT dan Koefisien Proteksi Input Nominal
NPCI. Nilai Transfer Input IT merupakan selisih antara biaya input tradeable pada harga finans ial dengan biaya input tradeable pada harga bayangan. Apabila
nilai IT yang diperoleh positif berarti terdapat kebijakan subsidi negatif atau pajak pada input produksi, sebaliknya jika nilai IT yang diperoleh negatif menunjukan
adannya kebijakan subsidi pada input, karena subsidi pada harga input akan mengakibatkan biaya yang dikeluarkan untuk input pada tingkat harga private
lebih rendah dari pada tingkat harga sosial. Berdasarkan hasil analisis diperlihatkan bahwa nilai IT positif sebesar 6,15. Nilai tersebut berarti bahwa
kebijakan pemerintah pada input tradeable merugikan produsen sebesar Rp 6,15
per liter susu. Artinnya terdapat pajak atau tarif impor atas input asing dengan harga yang lebih tinggi dari harga yang seharusnya diterima tanpa adannya
distorsi pasar. Dengan kata lain, terdapat transfer pendapatan dari peternak kepada produsen input asing menyebabkan tingginya produsen untuk berproduksi.
Keuntungan private yang diperoleh juga akan lebih besar jika dibandingkan tanpa adanya kebijakan.
Nilai NPCI menunjukan tingkat proteksi atau distorsi yang dibebankan pemerintah pada input tradeable bila dibandingkan tanpa adannya kebijakan.
Nilai NPCI yang lebih besar dari satu 1 berarti terdapat kebijakan proteksi terhadap produsen input berupa pajak terhadap input tersebut, sehingga akan
menaikan harga input tradeable di pasar domestik diatas harga efisienya. Sementara sector yang menggunakan input tersebut akan dirugikan dengan
tingginya harga beli input produksi. Sebaliknya nilai NPCI yang lebih kecil dari satu 1 berarti terdapat subsidi terhadap input tersebut. Berdasarkan hasil
analisis nilai NPCI yang diperoleh yaitu 1,06. Nilai ini berarti terdapat kebijakan proteksi terhadap produsen input, sedangkan produsen susu dirugikan karena
biaya produksi meningkat dengan menggunakan input tersebut. Dampak kebijakan input asing terhadap komoditas susu mengakibatkan biaya produksi
menjadi lebih tinggi, karena peternak harus membeli input asing pakan ternak dan obat-obatan dengan harga yang lebih mahal dari harga seharusnya, yaitu 6
persen. Sebaliknya, pihak produsen atau importir pakan ternak dan obat-obatan diuntungkan sebesar persentase kenaikan harga yang harus ditanggung peternak.
Tingginya harga input asing terjadi karena pelaksanaan pengadaan pakan ternak dan obat-obatan telah dilepas sepenuhnya oleh pemerintah kepada pihak swasta
Produsen atau importir pakan ternak dan obat-obatan, sedangkan pemerintah hanya menjamin dan mengawasi stok pakan ternak dan obat-obatan dimasing-
masing daerah. Input yang digunakan dalam proses produksi selain faktor produksi yang
dapat diperdagangkan tradeable, juga digunakan faktor produksi domestik dimana harga ditentukan oleh harga domestik. Transfer Faktor FT menunjukan
kebijakan pemerintah terhadap input domestik yang merupakan selisih antara biaya produksi non tradeable yang dihitung pada harga financial dengan biaya
produksi non tradeableyang dihitung pada harga bayangan. Hasil analisis menunjukan nilai FT pada pengusahaan sapi perah adalah Rp 303,71 Nilai ini
menunjukan bahwa harga input non tradeable yang dikeluarkan oleh pemerintah pada tingkat harga finansialnya lebih tinggi dibandingkan dengan biaya input non
tradeable yang dikeluarkan pada harga sosial. Artinya kebijakan pemerintah
bersifat tidak melindungi produsen input domestik, misalnya melalui pengurangan subsidi. Kondisi ini mengakibatkan peternak harus membayar input domestik
lebih mahal daripada harga sosialnya, sementara produsen input domestik mendapatkan tambahan keuntungan Rp303,71 dan produsen susu mendapatkan
kerugian 303,71 per liter.
Indikator-indikator dari keunggulan komparatif dan kompetitif serta dampak kebijakan pemerintah yang diperoleh dari matriks PAM dapat dilihat
pada Tabel 14
Tabel 14. Indikator- indikator dari policy Analysis Matrix PAM
Indikator Besaran Nilai
Keuntungan Privat RPLiter Rasio Biaya Privat Rpkg
Keuntungan Sosial Rpkg Biasya Sumberdaya Domestik RPkg
Transfer OutputRpkg Koefisien Proteksi Output Nominal
Transfer InputRpkg Koefisien Transfer Input Nomina l
Transfer Faktor Rpkg Koefisien Proteksi Efektif
Transfer Bersih Rpkg Koefisien Keuntungan
Rasio Subsidi bagi Produsen 353,64
0,82 688,72
0,67 - 25,43
21,69 6,15
1,06 303,71
0,98 - 355,08
0,51 - 0,61
6.1.3.3. Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Input -Output
Kebijakan pemerintah pada input-output adalah analisis gabungan antara kebijakan input dan kebijakan output. Dampak kebijakan secara keseluruhan baik
terhadap input maupun output dapat dilihat dari Koefisien Proteksi Efektif EPC,
Transfer bersih NT, Koefisien Keuntungan PC, dan Rasio Subsidi bagi Produsen SRP.
Koefisien Proteksi Efektif EPC digunakan untuk melihat sejauh mana kebijakan pemerintah dalam melindungi atau menghambat produksi domestik.
EPC merupakan rasio antara selisih penerimaan dan biaya input tradeable pada harga aktual dengan selisih penerimaan dan biaya input tradeable pada harga
bayangan. Nilai EPC kurang dari satu 1 berarti kebijakan pemerintah terhadap harga output maupun subsidi terhadap input tidak dapat melindungi produsen
domestik dan telah menghambat produsen untuk berproduksi. Sedangkan jika nilai EPC lebih lebih dari satu 1 maka kebijakan pemerintah memberikan
intensif kepada produsen untuk berproduksi. Hasil analisis menunjukan bahwa nilai koefisien Proteksi Efektif EPC 1
yaitu sebesar 0,98. Artinya kebijakan pemerintah terhadap input-output menyebabkan produsen susu tidak memperoleh tambahan keuntungan sebesar 98
persen dari nilai harga bayangan. Hal tersebut menunjukan bahwa kebijakan pemerintah tidak memberikan proteksi yang cukup baik pada sistem usahatani
sapi perah. Produsen menerima harga input tradeable atau harga output dibawah harga efisiennya lebih rendah dari harga dunia. Hal ini mengindikasikan
produsen yang mengusahakan komoditas susu sedikit memperoleh manfaat subsidi akibat adannya kebijakan pemerintah yang kurang melindungi produsen
sapi perah. Hasil analisis juga memperlihatkan Koefisien Keuntungan PC yaitu rasio
antara keunt ungan bersih aktual dengan keuntunga n bersih ekonomi. Nilai PC menunjukan pengaruh gabungan pada output, input tradeable. Rasio PC ini
digunakan untuk melihat dampak kebijakan yang menyebabkan perbedaan tingkat keuntungan finansial dan keuntungan ekonomi. Nilai PC yang diperoleh adalah
0,51 atau lebih kecil dari satu memiliki arti bahwa kerugian peternak bila ada pengaruh intervensi atau kebijakan dari pemerintah adalah sebesar 51 persen dari
kerugian yang diterima tanpa adannya kebijakan. Dengan kata lain keuntungan yang diterima peternak lebih kecil jika dibandingkan dengan keuntungan bersih
sosialnya. Untuk melihat besarnya tambahan surplus produsen atau berkurangnya
surplus produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah dapat digunakan Transfer Bersih NT yang merupakan selisih antara keuntungan bersih private
dengan keuntungan bersih sosial. Nilai NT yang negatif menunjukan adannya kebijakan intensif membuat surplus produsen berkurang, sedangkan nilai NT yang
positif mengakibatkan surplus produsen bertambah. Jika dilihat dari Tabel 14 nilai NT adalah negatif yaitu Rp 355,08 per liter
yang berarti bahwa sudah ada kebijakan pemerintah terhadap input maupun output tidak memberikan intensif ekonomi untuk meningkatkan produksi susu.
Keuntungan yang diperoleh produsen ketika ada kebijakan dari pemerintah lebih rendah Rp 355,08 dibandingkan kerugian apabila tidak ada campur tangan
pemerintah. Rasio Subsidi Bagi Produsen SRP merupakan rasio antara transfer bersih
dengan penerimaan berdasarkan harga bayangan. Nilai SRP negatif 0 menunjukan adannya kebijakan pemerintah yang berlaku selama ini menyebabkan
produsen mengeluarkan biaya produksi terhadap input yang lebih besar dari biaya imbangan untuk berproduksi, sedangkan bila nilai SRP positif 0 berarti
adannya kebijakan pemerintah menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produksi terhadap input lebih rendah dari biaya imbangan untuk berproduksi.
Nilai SRP yang diperoleh adalah negatif 0,16. Nilai SRP ini berarti bahwa kebijakan pemerintah yang berlaku selama ini menyebabkan produsen susu
mengeluarkan biaya produksi lebih besar 16 persen dari biaya Opportunity cost untuk berproduksi. Jadi kebijakan pemerintah secara keseluruhan merugikan
produksi susu Desa Tajurhalang.
6.2. Analisis Daya Saing Skala Usaha Sapi Laktasi 3 Ekor