Konsep Daya Saing Analsis Daya Saing dan Dampak Perubahan Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditi Susu Sapi

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Konsep Daya Saing

Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memprodukasi suatu komoditi dengan biaya yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan Simanjuntak,1992. Menurut Kadariah dkk 1978, efisiensi tidaknya produksi suatu komoditi yang bersifat treadable tergantung pada daya saingnya di pasar dunia. Artinnya, apakah biaya produksi riil yang terdiri dari pemakaian sumber- sumber domestik cukup rendah sehingga harga jualnnya dalam rupiah tidak melebihi tingkat harga batas yang relevan Border price. Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditi adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi dalam pengusahaan komoditi tersebut. Keuntungan dapat dilihat dari dua sisi yaitu keuntungan privat dan keuntungan sosial. Sementara itu, efisiensi pengusahaan komoditi dapat dilihat dari dua indikator yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Konsep daya saing yang menggunakan pendekatan keunggulan komparatif dan kompetitif digunakan untuk memberikan masukan dalam perencanaan dan pengembangan usahatani Sapi perah dengan produk susu sebagai komoditi komersial, dimana keunggulan untuk menganalisis efisiensi dari sisi ekonomi sedangkan keunggulan kompetitif untuk menganaslisis efisiensi dari sisi finansial. Konsep keunggulan komparatif seringkali digunakan untuk menerangkan spesialisasi suatu negara dalam memproduksi suatu barang dan jasa. Selain itu konsep ini juga dapat digunakan untuk wilayah yang lebih kecil seperti propinsi. Konsep ini pertama kali diterapkan oleh David Ricardo yang dikenal dengan nama hukum keunggulan komparatif the law of comparative advantage atau disebut juga model Ricardian. Dalam model ini disebutkan bahwa sekalipun suatu negara mengalami kerugian atau ketidakunggulan absolut dalam memproduksi suatu komoditi, jika dibandingkan dengan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih dapat berlangsung. Negara yang kurang efisien akan berspesialisasi dalam produksi dan mengekspor komoditi yang mempunyai keunggulan komparatif, sebaliknya negara tersebut akan mengimpor komoditi yang mempunyai kerugian absolut lebih besar. Dari komoditi inilah negara tersebut akan mengalami kerugian komparatif Salvator, 1994 . Model Ricardian ini mengasumsikan bahwa tenaga kerja merupakan satu- satunnya faktor produksi. Teori nilai tenaga kerja ini menyatakan bahwa nilai atau harga dari suatu komoditi sama dengan atau dapat diperoleh dari jumlah waktu tenaga kerja yang dipakai untuk memproduksi komoditi. Hal ini secara tidak langsung menyatakan bahwa 1 hanya tenaga kerjalah faktor produksi atau tenaga kerja digunakan dalam proporsi yang tetap sama dalam produksi semua komoditi, dan 2 tenaga kerja homogen. Teori nilai tenaga kerja ini merupakan kelemahan dari model Ricardian, karena 1 tenaga kerja bukan merupakan satu- satunnya faktor produksi, juga tidak digunakan dalam proporsi yang tetap sama dalam produksi semua komoditi, dan 2 tenaga kerja tidak homogen. Model selanjutnya mengenai keunggulan komparatif didasarkan pada pengaruh secara timbal balik perbedaan sumberdaya antar negara-negara atau daerah daerah. Melalui model ini perdagangan internasional atau daerah dipengaruhi oleh perbedaan sumberdaya antar negara. Teori ini dikenal dengan teori Heckster-Ohlin H-O. Teori H-O menganggap bahwa tiap negara akan mengekspor komoditi yang secara relatif mempunyai faktor produksi berlimpah dan murah, serta mengimpor komoditi faktor produksinnya relatif jaranglangka dan mahal. Penggunaan dari teori Ricardian dan H-O biasannya didasarkan pada model yang sederhana dengan asumsi 1 dua negara, dua komoditi, dan menggunakan satu atau dua faktor produksi, 2tidak ada mobilitas faktor produksi, 3 penawaran faktor tetap, 4 keseimbangan dalam pembayaran balance of payment, 5 tidak ada barang antara dan barang yang tidak diperdagangkan Salvator, 1994. Perbedaan dan perubahan pada sumberdaya yang dimiliki suatu negara atau daerah mengakibatkan keunggulan komparatif secara dinamis akan mengalami perkembangan. Pearson dan Gotsch 2004 menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi keunggulan komparatif, yaitu : 1. Perubahan dalam sumberdaya alam 2. Perubahan faktor-faktor biologi 3. Perubahan harga input 4. Perubahan Teknologi 5. Biaya transportasi yang lebih murah dan efisien. Melihat faktor- faktor yang dapat mempengaruhi keunggulan komparatif diatas, maka sebenarnya keunggulan komparatif merupakan suatu hal yang tidak stabil dan dapat diciptakan. Keadaan ini mengacu pada kemampuan mengelola secara dinamis dari suatu wilayah yang mempunyai keterbatasan sumberdaya dengan dukungan tenaga kerja, modal serta dari segi pengolahannya Nuryartono,1992. Keunggulan Kompetitif Competitive Advantage merupakan alat untuk mengukur daya saing suatu aktivitas berdasarkan pada kondisi perekonomian aktual. Adannya konsep keunggulan kompetitif didasarkan pada asumsi bahwa perekonomian yang tidak mengalami distorsi sama sekali sulit ditemukan didunia nyata, dan keunggulan komparatif suatu aktivitas ekonomi dari susut pandang atau individu yang berkentingan langsung Rosalita,1996 Pada awalnya konsep keunggulan kompetitif dikembangkan oleh poter pada tahun 1980 dengan bertitik tolak dari kenyataan-kenyataan perdagangan internasional yang ada. Menurut porter, keunggulan perdagangan antar negara didalam perdagangan internasional sebenarnya tidak ada. Pada kenyataanya yang ada adalah persaingan antara kelompok-kelompok kecil industri disatu negara dengan negara la innya, bahkan antar kelompok industri yang ada dalam satu negara Warr dalam Suryana dkk,1995 Dalam Simatupang 1995 disebutkan, secara operasional keunggulan kompetitif dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk memasok barang dan jasa pada waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan konsumen, baik dipasar domestik maupun di pasar onternasional, pada harga yang sama atau lebih baik dari yang ditawarkan pesaing, seraya memperoleh laba paling tidak sebesar ongkos penggunaan Opportunity cost sumberdaya. Lebih lanjut Simatupang 1995, menyebutkan bahwa agribisnis dan pembangunan pertanian yang berorientasi pada peningkatan produksi dengan harga serendah mungkin atau pembangunan pertanian yang berwawasan produk sudah tidak sesuai dengan keadaan pasar global saat ini. Untuk mengantisipasi keadaan pasar, usaha produksi komoditi pertanian pada saat ini harus lebih diorientasi pada konsumen atau lebih berwawasan menjual. Kondisi ini menyebabkan keunggulan kompetitif tidak saja ditentukan oleh keunggulan komparatif menghasilkan barang lebih murah dari pesaing, tetapi juga ditentukan oleh kemampuan untuk memasok produk dengan atribut karakter yang sesuai oleh dengan keinginan konsumen Simatupang, 1995. Analisis keunggulan kompetitif merupakan alat untuk mengukur keuntungan privat private profitability atau kelayakan dari suatu aktivitas yang dihitung berdasarkan harga pasar dan nilai tukar uang resmi yang berlaku. Dalam hal ini, suatu negara akan dapat bersaing dipasaran internasional jika negara tersebut memiliki keunggulan kompetitif dalam menghasilkan suatu komoditi dengan asumsi adannya sistem pemasaran dari intervensi pemerintah. Kondisi ini mengakibatkan suatu negara yang tidak memiliki keunggulan komparatif ternyata memiliki keunggulan kompetitif. Sehingga pemerintah memberikan proteksi terhadap komoditi yang diproduksi pada aktivitas ekonomi tersebut, misalnnya melalui jaminan harga, kemudahan perizinan dan kemudahan fasilitas lainnya Sudaryanto dkk,1993. Walaupun demikian konsep keunggulan kompetitif ini bukan merupakan suatu konsep yang sifatnnya saling menggantikan terhadap keunggulan komparatif, akan tetapi merupakan konsep yang sifatnnya saling melengkapi.

3.2. Teori Perdagangan Internasional