Analisis Komparatif IMPLIKASI STRATEGI PENGGUNAAN LAHAN

VIII. IMPLIKASI STRATEGI PENGGUNAAN LAHAN

Pembahasan pada bab ini diorientasikan untuk menjawab tujuan penelitian nomor 3 yaitu mencari alternatif strategi penggunaan terbaik yang dapat mengkompromikan pembangunan ekonomi dan pembangunan lingkungan, dan tujuan penelitian nomor 4 yaitu mengkaji apakah rencana penggunaan lahan sesuai konsep RTRW 2002 – 2011 dapat diimplementasikan.

8.1. Analisis Komparatif

Analisis komparatif dimaksudkan untuk membandingkan kinerja alokasi penggunaan lahan dari beberapa alternatif strategi penggunaan lahan yang sudah disimulasikan. Namun sebelumnya terlebih dahulu peneliti membandingkan dua skenario penggunaan lahan yang masing- masing bertujuan untuk pembangunan ekonomi dan pembangunan lingkungan, lihat Tabel 50. Hal ini dilakukan karena sesuai dengan tujuan penelitian yaitu ingin membangun model penggunaan lahan yang dapat mengintegrasikan aspek ekonomi dengan aspek lingkungan. Landasan teori utama yang digunakan dalam pembahasan ini yaitu teori ekonomi kesejahteraan dan ekonomi lingkungan. Teori ekonomi kesejahteraan berkaitan dengan alokasi satu sumberdaya – yaitu sumberdaya lahan untuk dua kemungkinan produksi yaitu barang lingkungan dan barang ekonomi. Sedangkan teori ekonomi lingkungan berkaitan dengan adanya fenomena eksternalitas. Eksternalitas terjadi ketika satu alternatif strategi penggunaan lahan untuk tujuan memproduksi barang ekonomi – melebihi dari kapasitas yang seharusnya sehingga kualitas lingkungan terancam terdegradasi. Kelebihan produksi ini akan 156 berdampak pada meningkatnya limbah yang berpotensi mencemari lingkungan sekitar sehingga ekosistem tambak menjadi terancam. Pencemaran itu telah menjadi beban biaya eksternal bagi masyarakat petambak lainnya tanpa ada kompensasi yang diterimanya. Untuk melihat kinerja masing- masing strategi penggunaan lahan peneliti menggunakan tiga kriteria pembangunan yaitu : 1. Kriteria ekonomi yang dicerminkan dari tingkat keuntungan total yang diperoleh masyarakat. 2. Kriteria lingkungan yang dicerminkan oleh luas tegakan hutan mangrove, luasan usaha budidaya tambak udang organik, dan luasan budidaya tambak intensif. Semakin luas hutan mangrove dan usaha budidaya udang intensif semakin bagus kualitas lingkungannya. Dan semakin berkurang luas usaha budidaya udang intensif semakin bagus kualitas lingkungannya 3. Kriteria penyerapan tenaga kerja yang dicerminkan dari tingkat penyerapan potensi tenaga kerja. Skenario pembangunan ekonomi skenario 1 memperlihatkan tingkat pencapaian keuntungan total yang diterima masyarakat melebihi dari target produksi tahun 2006, sebesar 98.99 persen hampir dua kali lipat. Demikian juga untuk kriteria penyerapan tenaga kerja. Dari seluruh potensi tenaga kerja yang ada yang tidak terserap oleh pasar mencapai 15.15 persen. Kondisi ini relatif lebih baik jika dibandingkan dengan skenario pembangunan lingkungan skenario 2, namun untuk itu masyarakat harus rela kondisi ekosistem pesisir terancam terdegradasi manakala tingkat pencemaran tinggi yang dikontribusi oleh pola X 5 yaitu budidaya udang semi intensif. Dan hal itu tidak bisa diminimalisir 157 manakala keberadaan hutan mangrove tidak cukup tersedia untuk menetralisir dampak pencemaran lingkungan akibat sisa limbah makanan dari usaha tambak semi intensif tersebut. Skenario pembangunan lingkungan memperlihatkan pola alokasi penggunaan lahan yang sangat pro konservasi. Luasan pola budidaya udang organik mencapai 8 803.496 ha jauh melebihi strategi pembangunan ekonomi yang hanya mencapai 3 457.784 ha. Sementara keberadaan tegakan hutan mangrove mencapai 1 110.239 ha jauh melebihi strategi pembangunan ekonomi yang mencapai 721.154 ha. Sementara itu strategi ini tidak merekomendasikan adanya pola budidaya udang semi intensif yang dianggap berpotensi menimbulkan dampak eksternalitas berupa pencemaran lingkungan oleh limbah sisa-sisa makanan sintetis. Dengan demikian strategi ini dapat menciptakan keamanan lingkungan. Namun untuk mencapai tingkat keamanan lingkungan yang cukup baik tersebut, masyarakat harus membayar dengan harga yang sangat mahal. Paling tidak untuk itu masyarakat harus rela kehilangan potensi keuntungan total yang mencapai Rp 36 299 806 900 per tahun atau ada potensi penurunan produktivitas total yang mencapai sekitar 14.44 persen dan masih ditambah lagi dengan beban pengangguran yang mencapai 56.22 persen dari seluruh potensi tenaga kerja yang ada. Jika hanya berpedoman pada dua skenario tersebut pastilah sulit untuk memilih satu diantara dua pilihan strategi, karena masing- masing ada nilai untung ruginya. Ada trade off disana, manakala kita lebih memilih tujuan ekonomi maka ada nilai lingkungan yang harus dikorbankan – demikian juga sebaliknya. 158 Solusinya maka kita harus mencari alternatif strategi yang dapat mengakomodir kedua kepentingan tersebut. Dari empat kemungkinan strategi yang tersisa empat skenario, yang memenuhi syarat secara ekonomi adalah skenario 3, skenario 5 dan skenario 6 karena masing- masing berdampak positif bagi peningkatan keuntungan masyarakat. Dari segi prosentase ternyata skenario 3 mampu memberikan peningkatan keuntungan total sebesar 97.55 persen, paling tinggi diantara ketiga skenario lainnya disusul kemudia skenario 6 sebesar 92.59 persen dan skenario 5 sebesar 72.2 persen. Berdasarkan kriteria ekonomi ternyata skenario 3 dapat memberikan janj i tingkat keuntungan yang paling tinggi. Kriteria pembangunan lingkungan menunjukkan hanya dua skenario yang dapat menjamin kualitas lingkungan yang lebih baik yaitu skenario 3 dan skenario 6. Untuk skenario 3, masih dimungkinkan adanya pola budidaya udang intensif tetapi dikemas dalam pola 5 yaitu semi intensif yang merupakan kombinasi antara organik dengan intensif. Namun untuk mengantisipasi terjadinya ancaman kerusakan lingkungan maka dialokasikan suatu tegakan mangrove yang me ncapai 3 867.881 ha. Angka ini dicapai dengan memperbanyak pohon-pohon mangrove diluar sempadan pantai yang memang selama ini sudah cukup baik, seperti misalnya di pinggir-pinggir pematang tambak dan sempadan sungai. Dengan begitu limbah yang dihasilkan akibat penerapan pola X 5 semi intensif, akan bisa dinetralisir sehingga tidak membahayakan bagi lingkungan. Sementara itu skenario 6 tidak kalah bagusnya dalam menggaranti kepentingan lingkungan. Tidak adanya budidaya udang intensif dan luasan hutan mangrove ya ng mencapai 2 839.117 ha diyakini dapat menjaga kualitas lingkungan tetap baik. Berdasarkan 159 kriteria lingkungan kedua skenario skenario 3 dan skenario 6 sama baiknya atau tidak berbeda nyata. Kriteria penyerapan tenaga kerja, jelas bahwa tidak satupun dari seluruh skenario yang ada dapat menyerap potensi tenaga kerja di pesisir Sidoarjo, kecuali skenario 3. Dengan skenario 3, seluruh potensi tenaga kerja dapat terserap di berbagai kegiatan ekonomi bahkan ada kelebihan permintaan tenaga kerja sebesar 0.03 persen. Kelebihan permintaan ini bisa diisi oleh tenaga kerja lepas yang datang dari berbagai daerah di Jawa Timur seperti Lamongan, Jombang, Mojokerto dan Gresik. Mereka bekerja paruh waktu ketika di daerahnya sedang dalam masa reses. Dari analisis komparatif tersebut dapat disimpulkan bahwa skenario untuk pola penggunaan lahan yang paling baik adalah skenario 3 karena dapat mengkompromikan kepentingan ekonomi, lingkungan serta dapat memenuhi kriteria penyerapan tenaga kerja.

8.2. Analisis Kelembagaan