57 partisipasi seluruh stakholders dalam menjunjung komitmen bersama dapat
terwujud.
2.4.2. Pengelolaan Sumberdaya Lahan Secara Pertisipatif
Agar mencapai hasil pembangunan yang berkelanjutan, banyak kalangan sepakat bahwa suatu pendekatan partisipatoris perlu diambil. Pretty dan Guijt
1992, menjelaskan implikasi praktis dari pendekatan ini yaitu : “pendekatan pembangunan partisipatoris harus mulai dengan orang-orang yang paling
mengetahui tentang sistem kehidupan mereka sendiri”. Sumberdaya pesisir merupakan barang publik yang dicirikan oleh suatu
kondisi open acces. Karena itu pengelolaan sumberdaya pesisir tidak bisa ekslusif, harus melibatkan banyak komponen masyarakat. Belajar dari pengalaman Negara
Meksiko dalam mengelola terumbu karang disepanjang garis pantai yang melibatkan sedikitnya enam Negara dalam suatu skema Integrated Coastal Zone
Management ICZM yang berbasis masyarakat. Creel 1999 melaporkan dari
implementasi ICZM di Negara bagian Quintana Roo, Meksiko. Menurut Creel ICZM terbukti efektif sebagai suatu instrument perlindungan terhadap terumbu
karang tanpa mengurangi kesempatan masyarakat sekitar pesisir untuk menarik manfaat ekonomi daripadanya.
Munculnya paradigma pembangunan partisipatoris mengindikasikan adanya pelibatan masyarakat setempat dalam pemilihan, perencanaan, dan
pelaksanaan program atau proyek yang akan mewarnai hidup mereka, sehingga dapat dijamin bahwa persepsi setempat, pola sikap dan pola berfikir serta nilai-
nilai dan pengetahuannya ikut dipertimbangkan secara penuh Jamieson, 1989.
58 Sebagai sebuah tujuan, partisipasi menghasilkan pemberdayaan, yakni
setiap orang berhak menyatakan pendapat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupannya. Dengan demikian partisipasi adalah alat dalam
memajukan ideologi atau tujuan-tujuan pembangunan yang normatif seperti keadilan sosial, persamaan dan demokrasi.
Karena itu dalam melakukan kajian dan menangkap aspirasi stakholders harus pula dilakukan dengan pendekatan partisipatif. Sebutan lain untuk teknik
partisipatif adalah riset ideologi, penilaian pedesaan secara cepat RRA, yang akhir-akhir ini ditambahi lagi dengan kata “santai” Chambers, 1992. Ada lebih
dari 20 singkatan yang berkaitan dengan konsep ini dalam IIED Source. Dari beberapa singkatan tersebut yang paling popular dikenal adalah PRA dan RRA.
Suatu implikasi dari prinsip utama PRA yaitu “gunakan penilaian terbaik setiap waktu”. Penilaian partisipatoris adalah metode untuk menciptakan suatu dialog
dalam usaha mengumpulkan informasi. Dalam perumusan model unsur partisipatif dari stakholders dapat
ditangkap dari mekanisme penetapan skala prioritas terhadap berbagai bentuk kegiatan dan tujuan penggunaan lahan. Untuk itu dapat menggunakan alat
analisis yang disebut dengan AHP Analitical Hierarchy Process. Menurut Saaty 1991, proses hirarkhi analisis adalah suatu model ya ng luwes yang
memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi
mereka masing- masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. AHP dirancang untuk lebih mena mpung sifat alamiah manusia daripada memaksa
cara berfikir yang justru berlawanan dengan hati nurani.
59 Prinsip konsistensi logis pada AHP menggambarkan dua hal yaitu : bahwa
pemikiran atau obyek yang serupa dikelompokkan menurut homogenitas dan relevansinya, bahwa intensitas relasi antar gagasan atau obyek yang didasarkan
pada aspek kualitatif maupun kuantitatif pemikiran manusia. Aspek kualitatif digunakan untuk mendefinisikan persoalan, sedangkan aspek kuantitatif
digunakan untuk mengekspresikan penilaian dan preferensi secara ringkas dan padat.
Menurut Fewidarto 1991 dalam Aldrianto 1999, hirarkhi adalah abstraksi struktur suatu sistem, dimana fungsi komponen dan dampaknya pada
sistem secara keseluruhan dapat dipelajari. Abstraksi ini mempunyai bentuk yang saling berkaitan, semuanya tersusun ke bawah dari suatu puncak tujuan akhir,
turun ke suatu sub tujuan. Analisis ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : identifikasi sistem, penyusunan hirarkhi, penyusunan kuesioner dan pengujian,
penilaian, uji konsistensi, jika memenuhi maka susun matriks gabungan, hitung vektor prioritas, pengolahan vertikal, dan vektor prioritas sistem.
Analisis ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : identifikasi sistem, penyusunan hirarkhi, penyusunan kuesioner dan pengujian, penilaian, uji
konsistensi, jika memenuhi maka susun matriks gabungan, hitung vektor prioritas, pengolahan vertikal, vektor prioritas sistem. Identifikasi sistem dan
penyusunan hirarkhi dilakukan peneliti setelah terlebih dahulu melakukan studi orientasi guna memperoleh gambaran tentang fenomena obyek yang diteliti.
Tahap paling penting dari AHP ini adalah tahap penilaian pasangan judgement antar elemen pada suatu tingkat hirarkhi. Menyusun kuesioner sebagai alat
judgement , prosesnya adalah :
60 1. Membentuk matriks; terdapat dua tingkat matriks, masing- masing
sebagaimana contoh dibawah ini : Tingkat 1. Matriks membandingkan berbagai faktor =fungsitugas pelayanan
Faktor 1
2 …
n 1
1 2
1 …
1 N
1
Tingkat 2. Matriks membandingkan beberapa pelaku pada masing- masing faktor
Pelaku 1
2 …
n 1
1 2
1 …
1 N
1
2. Melakukan perbandingan berpasangan, yaitu dengan memberikan angka kom- parasi sesuai dengan judgement sehingga membentuk suatu matriks n x n.
Skala angka komparasi menurut Saaty 1991, yaitu :
A dan B sama penting : 1
A sedikit lebih penting dari pada B : 3
A jelas lebih penting dari pada B : 5
A sangat jelas lebih penting dari pada B : 7
A mutlak lebih penting dari B : 9
Keterangan : -
Nilai 2,4,6 dan 8 diberikan pada penilaian antara dua nilai diatas -
Nilai kebalikan 13, 15, 17 dst diberikan pada penilaian kondisi sebaliknya
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Membangun Model Penggunaan Laha n di Pesisir Sidoarjo
Pengelolaan sumberdaya alam di kawasan pesisir Kabupaten Sidoarjo dapat dipandang sebagai suatu sistem karena mengandung proses yang saling
berkait, sebagaimana dijelaskan pada Gambar 11. Pada wilayah pesisir Kabupaten Sidoarjo terdapat kelompok-kelompok yang berkepentingan terhadap
pemanfaatan lahan, yaitu : 1. Petambak udang intensif, dia berkepentingan untuk memaksimumkan
keuntungan dengan menerapkan teknologi yang sarat dengan bahan-bahan sintetis yang berpotensi mengancam petambak organik dan merusak
lingkunga n. Keberadaan usaha jenis ini yang terlalu luas akan menurunkan potensi ekonomi kawasan pesisir secara keseluruhan.
2. Petambak udang organik, dia berkepentingan untuk menerapkan teknologi yang ramah lingkungan, untuk memperoleh keuntungan yang maksimal dia
menghendaki petambak intensif untuk tidak menggunakan teknologi yang bisa mencemari lingkungan. Usaha tambak organik yang terlalu luas akan
menurunkan potensi ekonomi yang bisa dihasilkan oleh pesisir Sidoarjo. 3. Pemerintah dan LSM : OISCA dan LPP-Mangrove berkepentingan untuk
melakukan konservasi hutan mangrove. Konservasi yang berlebihan akan berakibat berkurangnya kesempatan masyarakat untuk memperoleh manfaat
ekonomi yang maksimal dari sumberdaya pesisir.