22 proporsionalitas, aditivitas, kontinuitas divisibilitas, dan deterministik Nasendi
dan Anwar 1985. Apabila suatu permasalahan mempunyai tujuan lebih dari satu bertujuan
ganda dan tidak saling menenggang, maka model program linear harus dimodifikasi. Hasil modifikasi ini disebut Program Tujuan Ganda PTG atau
Goal Programming atau Multiple Objective Goal Programming Ignizio, 1978.
Pada dasarnya analisis PTG ini bertujuan untuk meminimalkan simpangan deviasi terhadap berbagai tujuan, sasaran atau target yang telah ditetapkan
dengan usaha yang dapat ditempuh untuk mencapai target atau tujuan tersebut secara memuaskan sesuai dengan kendala yang ada. Sehingga dengan prosedur
analisis ini dapat dicoba untuk mendeteksi sedekat mungkin target-target tersebut sesuai dengan skala prioritasnya Keeney dan Raiffah, 1976.
2.3.1. Goal Programming
Dalam keadaan dimana seseorang pengambil keputusan dihadapkan pada persoalan yang mengandung beberapa tujuan didalamnya, maka program linier
tidak dapat membantunya untuk memberikan pertimbangan ya ng rasional karena program linier hanya terbatas pada analisis tujuan tunggal. Berangkat dari
kelemahan ini maka dikembangkan Program Tujuan Ganda multi objectives goal programming
. Salah satuya adalah Goal Programming yang dikembangkan oleh Charnes dan Cooper tahun 1961. Menurut Bottoms 1975 Satu dari kelemahan
utama penggunaan Linear Programming dalam pengelolaan sumberdaya adalah bahwa hanya satu kriteria untuk menentukan strategi optimal yang digunakan.
Model Goal Programming disediakan untuk banyak tujuan yang saling ber-
23 konflik. Trade off antar tujuan didemonstrasikan oleh perbandingan hasil- hasil
dari banyak target yang diperkirakan dari pilihan-pilihan tujuan adalah bervariasi. Goal Programming
merupakan alat pengambilan keputusan yang sangat fleksible yang dapat mengnyelesaikan banyak masalah keputusan secara lebih efektif.
Sebagai ilustrasi masalah tersebut dicontohkan oleh Charnes dan Cooper dalam
Balangue 1979 sebagai berikut : Maksimumkan :
Z = X
1
+ X
2
………………………………….…. 1 Dengan syarat ikatan kendala :
3X
1
+ 2X
2
12 ……..………………………………………………….. 2 5X
1
10 …..……………………………………………………………. 3 X
1
+ X
2
8 ……………….…………………….……………………… 4 - X
1
+ X
2
4 ………………………………….….…………..………… 5 X
1
, X
2
0 …………………………………….….………………….…. 6 Pemecahan masalah secara grafis menggambarkan adanya dua daerah
kemungkinan solusi yang memenuhi persyaratan kendala akan tetapi tidak saling overlap
Gambar 5. Kondisi demikian tidak menghasilkan daerah penyelesaian yang layak infeasibele sehingga permasalahan tidak dapat dipecahkan dengan
program linier biasa. Pemecahannya adalah mempertimbangkan persamaan 1, 4, dan 5 untuk dijadikan tujuan, sedang persamaan 2 dan 3 sebagai kendala.
Tujuan diubah menjadi ; Meminimumkan Z = X
1
+ X
2
– 8 + -X
1
+X
2
– 4. Inilah ide dasar dari konsep goal programming. Goal programming mencoba meminimisasi jumlah
deviasi dari tujuan-tujuan atau target-target yang ingin dicapai daripada memaksimisasi atau meminimisasi satu fungsi tujuan sebagaimana pada kasus
24 linear programming
. Yang dimaksud dengan deviasi pada goal programming terdiri dari deviasi positif dan negatif adalah tidak lain dari peubah surplus dan
slack pada linear programming.
Cara memformulasikan program tujuan ganda hampir sama dengan program linier, dimana pada tahap pertama dispesifikasikan permasalahan yang
dihadapi yang ingin dianalisis, kemudian ditetapkan peubah-peubah keputusan, identifikasi kendala-kendala yang ada baik kendala-kendala sumberdaya maupun
kendala-kendala tujuan dan tentukan fungsi tujuannya. Asumsi-asumsi dasar yang berlaku pada program linier juga berlaku pada program tujuan ganda seperti
additivitas, linearitas, proporsionalitas, deterministik, divisibilitas dan non- negativity
. Model umum goal programming menurut Nasendi dan Anwar 1985, adalah :
1. Fungsi Tujuan : Minimumkan
Z =
∑
= m
i 1
P
y
W
i,y
di
-
+ P
y
W
i,y
di
+
………………………… 7 2. Syarat Ikatan :
∑
= +
−
= −
+
n j
i i
i j
ij
b d
d X
a
1
…..………..……......…………..………….............8 Untuk i = 1,2,3, … , m Tujuan.
∑
=
≥ ≤
n i
k j
kj
C atau
X g
1
…………………....…..……………………...............9 Untuk k = 1,2,3, … , p kendala fungsional.
J = 1,2,3, … , n peub ah pengambilan keputusan. X
j
, di
-
, di
+
0.................................................................................................10 dimana :
25 di
-
, di
+
: jumlah unit deviasi yang kekurangan underachievement dan deviasi kelebihan overachievement terhadap target b
i
W
i,y
: bobot yang diberikan terhadap deviasi kekurangan pada urutan ke- y
W
i,s
: bobot yang diberikan terhadap deviasi kelebihan dalam urutan ke-s
P
y
P
s
: faktor- faktor prioritas ke- y dan ke-s a
ij
: koefisien teknologi dari fungsi kendala tujuan, yang berhubungan dengan peubah pengambilan keputusan X
j
X
j
: peubah pengambilan keputusan atau kegiatan yang dinamakan sebagai sub tujuan
b
i
: target yang ingin dicapai g
jk
: koefisien teknologi untuk fungsi kendala fungsional C
k
: jumlah sumberdaya k yang tersedia
Dalam model goal programming diatas terdapat m tujuan, p kendala
fungsional dan n peubah pengambilan keputusan. Pendekatan dengan model goal
programming ini solusinya tidak menjamin kondisi pareto optimal akan tetapi
berupa compromise solution atau satisfying solution, yaitu meminimalkan ketidak puasan dan konflik antara pihak-pihak yang terkait sehingga hasilnya bersifat
second best solution . Jika dalam solusinya tercapai kondisi pareto optimal
hanyalah suatu kebetulan saja.
X2 5X
1
= 10 X
1
+X
2
= 4 8
6 X
1
+X
2
= 8 4
2 3X
1
+2X
2
= 12 2 4 6 8
Gambar 5. Pemecahan Masalah Optimasi Secara Grafis
26 Program tujuan ganda telah banyak dipakai di berbagai disiplin ilmu dan
bidang pembangunan dalam rangka memecahkan permasalahan yang menyangkut pengambilan keputusan pengelolaan dan administrasi secara tepat guna dan
berdaya guna. Nasendi dan Anwar 1985 menyatakan metode ini telah menyusupi kehampir setiap bidang pembangunan seperti bidang pemasaran,
keuangan, pendidikan dan latihan kerja, kesehatan, militer, pertanian, kehutanan, perencanaan wilayah dan tataguna lahan.
Bidang kehutanan , aplikasi mathematical programming telah dicoba oleh
Nasendi 1982 yang mengkombinasikan linear programming, transportasi dengan goal programming yang kemudian disebut MOSKAYUINDO singkatan
dari Model Optimasi Sektor Perkayuan Indonesia Nasend i dan Anwar, 1985. MOSKAYUINDO merupakan model ekonomi untuk melakukan analisis dan
penilaian atau evaluasi tentang berbagai alternatif pengembangan dibidang ekonomi dan perencanaan kehutanan, khususnya pengembangan perkayuan
Indonesia baik secara nasional, regional maupun local. Tujuan MOSKAYUINDO antara lain :
1. Menganalisis dan mengidentifikasi pola suplai kayu paling efisien untuk memenuhi berbagai permintaan pasar baik tingkat lokal, nasional maupun
internasional. 2. Menyusun suatu strategi yang optimal dalam sistem angkutan kayu antar
pulau dan distribusi kayu dari wilayah produsen ke wilayah konsumen. 3. Menentukan lokasi- lokasi yang optimal untuk kegiatan pembalakan dan
pembukaan wilayah, pembangunan industri, serta analisis kapasitas dan pengembangan pelabuhan kayu baik untuk ekspor maupun domestik.
27 Model ini berhasil memperlihatkan proses perencanaan hutan yang
memperhatikan aspek ekonomi dan lingkungan dalam kerangka politik yang interaktif, partisipatif, dan kompromistik. Kelemahan studi ini adalah
digunakannya data hipotetik sehingga proses tawar- menawar dalam studi ini masih diragukan.
Balangue 1979 menerapkan goal programming untuk memecahkan masalah pengelolaan hutan secara terpadu di kawasan hutan Makiling seluas
4 244 ha di Los Banos Philipina. Hutan ini diperuntukkan bagi berbagai tujuan diantaranya : rekreasi kenyamanan, keanekaragaman hayati dan suplai air.
Karena itu harus ada pengaturan alokasi penggunaan areal hutan secara tepat yang memuaskan permintaan tersebut tanpa mengorbankan kualitas lingkungan dan
menurunkan produktivitas hutan itu sendiri. Model goal programming dikembangkan dengan kendala tujuan berupa produksi 26 jenis barang dan jasa,
net present value NPV pengelolaan hutan. Sedangkan kendala fungsionalnya
adala h biaya pengelolaan, sedimentasi, erosi, unsur nitrogen dan phosfor, jatah tebangan tahunan dan luas areal tiap unit lahan luas DAS, daerah rekreasi,
agroforestry , dan hutan tanaman.
Balteiro 2003 melakukan perbandingan dua model pendekatan analisis yaitu model program tujuan ganda dengan model tujuan tunggal untuk
menyelesaikan masalah kebutuhan karbon ditangkap dalam pengelolaan ekosistem hutan di Pinar de Navafria yang berlokasi di gunung “Sierra de
Guadarrama” dekat Madrid Spanyol. Hasilnya, solusi dengan pendekatan GP menunjukan keunggulan-keunggulan dalam hal volume, area dan nilai akhir
inventori dari hutan. Biaya oportunitas untuk pengembangan memerlukan
28 pengurangan sekitar 11 dari NPV dan peningkatan sekitar 24 dalam total
keseimbangan karbon. Selanjutnya, volume kayu yang dipanen dan umur rotasi hutan untuk delapan solusi yang didapat adalah agak mirip. Ringkasnya, solusi
yang diperoleh sungguh dapat diterima dari sudut pandang manajerial.
Bidang Pertanian
, Pal 1996 mendemonstrasikan model perencanaan penggunaan lahan di sektor pertanian melalui model GP yang berbasis pada
prioritas, analisis sensitivitas dengan variasi struktur prioritas dilakukan untuk menunjukan bagaimana solusi sensitif terhadap perubahan struktur prioritas. Dan
fungsi “Euclidean Distance” ditunjukan untuk mengukur ketepatan struktur prioritas dalam suatu perencanaan. Struktur prioritas mana yang terbaik untuk
solusi ideal yang disetujui teridentifikasi sebagai struktur prioritas yang tepat untuk menghasilkan solusi yang sangat memuaskan.
Bidang Pengelolaan Anggaran Pembangunan, model
goal programming
telah digunakan oleh Masduki 2005, untuk menentukan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Indramayu. Target
maksimisasi Output, maksimisasi tenaga kerja, dan maksimisasi pajak diperoleh dengan melakukan analisis optimasi dengan model program linier dengan
kendala-kendala yang dipertimbangkan antara lain : input antara, input primer,
kapasitas produksi dan anggaran. Model ini merupakan kombinasi goal programming
dengan model input-output.
Bidang Pengelolaan Lahan
, Ruslan 1989 menerapkan model goal programming
untuk studi penggunaan lahan di daerah aliran sungai DAS Peusangan Aceh. Model serupa juga dilakukan oleh Soemarno 1991 di DAS
Konto Hulu Kabupaten Malang Jawa Timur. Model goal programming dibuat
29 didasarkan pada hasil analisis secara parsial dari model- model erosi, hidrologi,
agroekologi kesesuaian lahan, produksi pertanian dan model kependudukan. Widaningsih 1991 menga nalisis penggunaan lahan kering yang dikelola dengan
sistem agroforestry di bagian DAS Cimanuk Jawa Barat dan Rachman 2000 menggunakan model goal programming untuk menyusun strategi pengalokasian
lahan di Pulau Siberut Sumatera Barat. Menurut Rachman 2000 pemodelan memerlukan tahapan dan ruang
lingkup guna memperoleh data yang diinginkan yaitu meliputi tahap-tahap: penilaian situasi, stratifikasiklasifikasi lahan, analisis kesesuaian lahan, evaluasi
penggunaan lahan dan alokasi penggunaan lahan. Tahapan-tahapan tersebut diarahkan untuk mengidentifikasi tujuan penggunaan lahan, alternatif kegiatan
penggunaan lahan dan kendala-kendala sumberdaya untuk mencapai tujuan penggunaan lahan.
Penilaian situasi yang ada ditujukan untuk mengetahui potensi ekosistem, sistem sosial ekonomi, kebijakan pembangunan, isu- isu dan permasalahan yang
ditimbulkan oleh kegiatan-kegiatan masa lalu dan masa kini yang berkaitan dengan penggunaan lahan. Survei dan inventarisasi faktor-faktor biofisik
ekosisitem mencakup luas dan distribusi satuan lahan, jenis-jenis tanah, air, topografi, iklim, vegetasi dan satwa serta hubungan ekologis diantara faktor-
faktor tersebut. Kondisi tanah yang dihubungkan dengan faktor biofisik lain sangat berguna dalam analisis berikutnya, yaitu analisis kemampuan lahan dan
penentuan kelas-kelas lahan yang lebih homogen. Data luas satuan lahan merupakan salah satu data penting karena merupakan kendala fungsional dalam
model penggunaan lahan yang disusun.
30 Situasi sosial secara spesifik dilihat melalui data kependudukan,
pengetahuan tentang bentuk-bentuk kelembagaan sosial yang terkait dengan pengelolaan lahan, kehidupan keluarga, budaya, adat istiadat, mata pencaharian,
dan isu-isu sosial akibat adanya perubahan kondisi biofisik dan ekosistem. Sedangkan situasi ekonomi dapat dilihat dari aspek-aspek pola penggunaan dan
pemilikan lahan, produktivitas lahan, pendapatan dan konsumsi keluarga, harga faktor produksi lain, harga dan perdagangan hasil- hasil produksi pertanian,
tindakan-tindakan konserva si sumberdaya alam dan fasilitas perekonomian. Pemahaman yang komprehensif terhadap hal- hal tersebut diatas
memberikan inspirasi dalam perhitungan demand permintaan akan barang dan jasa yang dihasilkan oleh lahan baik pada saat penelitian maupun perkiraan
permintaan dimasa yang akan datang. Permintaan dan kebutuhan tersebut bisa dibedakan dalam permintaan lokal, regional dan nasional. Permintaan lokal
mencerminkan kebutuhan masyarakat lokal, sedangkan permintaan regional dan nasional bisa berupa targe t produksi kabupaten maupun provinsi dan kebijakan
pemerintah tentang prioritas penggunaan lahan yang terkait dengan pembangunan regional dan nasional. Berdasarkan pada perhitungan permintaan akan lahan,
barang dan jasa dari lahan dan data hasil inventarisasi kebijakan pemerintah, maka diketahui tujuan penggunaan lahan atau pengelolaan kawasan, yang dapat
dikuantifikasi menjadi target dalam penyusunan model penggunaan lahan. Target ini bukan hanya dalam bentuk jumlah permintaan barang yang dihasilkan dari
lahan, tetapi juga menyangkut ekonomi lingkungan yang dicerminkan dengan Net Present Value
NPV dan tingkat erosi yang diinginkan dari usaha pemanfaatanpenggunaan lahan. Sedangkan pengetahuan tentang potensi jumlah
31 tenaga kerja dan modal petani merupakan parameter yang penting karena menjadi
kendala fungsional dalam model yang disusun. Stratifikasi atau klasifikasi lahan diarahkan pada penilaian sifat-sifat lahan
seperti topografi, sifat fisik dan kimia tanah dibandingkan dengan kriteria yang biasa dipakai di Indonesia. Keluaran dari analisis ini adalah peta kelas-kelas
satuan lahan yang dianggap mempunyai keseragaman sifat-sifat dan diskripsi kemampuan lahan untuk arahan pemanfaatannya dalam kelompok penggunaan
lahan. Analisis kesesuaian lahan berhubungan dengan evaluasi alternatif
penggunaan lahan yang lebih spesifik dari arahan penggunaan lahan yang telah ditetapkan dalam stratifikasi satuan lahan. Kombinasi satuan lahan dan alternatif
penggunaannya untuk menghasilkan komoditas tertentu menjadi variabel keputusan dalam model yang disusun.
Evaluasi Penggunaan Lahan : alternatif strategi pengelolaan lahan tersebut
perlu dievaluasi dampaknya secara sosial acceptability, secara ekonomi produktivitas, biaya dan keuntungan dan secara lingkungan.
Alokasi Penggunaan Lahan : tahap ini meliputi perumusan model operasional penggunaan lahan, simulasi model dengan berbagai skenario dan
interpretasi hasil.
2.3.2. Konservasi Sumberdaya Alam Untuk Pembangunan Berkelanjutan