Menentukan Alternatif Strategi Penggunaan Lahan Terbaik Analisis Kelembagaan

65 memperoleh informasi skala prioritas tersebut adalah dengan melakukan pendekatan partisipatif PRA yang melibatkan seluruh stakeholders : masyarakat, pemerintah, dan LSM. Dengan teknik AHP data tersebut diolah sehingga menghasilkan informasi tentang skala prioritas. Untuk memenuhi salah satu kendala yaitu luas minimal hutan lindung mangrove, dilakukan analisis regresi terhadap data kualitas air tanah yang diperoleh dari hasil pengujian laboratorium.

3.2. Menentukan Alternatif Strategi Penggunaan Lahan Terbaik

Dasar pemikiran yang dipergunakan untuk menentukan alternatif strategi penggunaan lahan terbaik adalah teori ekonomi kesejahteraan. Alokasi sumberdaya lahan untuk beberapa tujuan menghasilkan barang dan jasa dapat dijelaskan dalam sebuah kurva kemungkinan produksi KKP pada Gambar 13. Dalam hal ini terdapat satu input sumberdaya lahan yang akan dialokasikan untuk dua keperluan yaitu : keperluan menghasilkan barang ekono mi dan keperluan menghasilkan barang lingkungan. Kondisi pareto menyatakan bahwa tingkat marjinal dari transformasi produk barang lingkungan B bagi barang ekonomi A atau MRPT BA : kemiringan dari KKP akan sama dengan MRS BA . Jika MRS BA = PA PB ; selanjutnya PA = Pa MPaA ; dimana MPaA adalah produk marjinal dalam memproduksi A. Jadi kita dapat menyatakan bahwa P B = Pa MPaB. Dengan mensubstitusikan untuk P A dan P B kita dapatkan : MRS BA = = = B A MC MC MPaB Pa MPaA Pa MRPT BA 66 Barang Lingkungan B Q L2 R Q L0 S Q L1 T Barang Ekonomi A Q E2 Q E0 Q E1 Gambar 13. Kurva Kemungkinan Produksi Pada titik S kondisi tingkat produksi barang ekonomi akan optimal pada Q E sementara tingkat produksi barang lingkungan akan optimal pada Q L . Jika kita mengambil alternatif strategi lainnya misalnya di titik R, maka kondisi tersebut tidak akan optimal, jumlah barang lingkungan yang dihasilkan terlalu besar sementara jumlah barang ekonomi yang dihasilkan terlalu sedikit. Demikian juga jika kita mengambil alternatif strategi di titik T, maka kondisi tersebut tidak akan optimal. Jumlah barang ekonomi yang dihasilkan terlalu besar sementara jumlah barang lingkungan yang dihasilkan terlalu sedikit. Implikasi dari kondisi seperti ini akan berdampak pada terjadinya eksternalitas akibat terlalu banyak barang ekonomi yang dihasilkan dibandingkan jumlah barang lingkungan yang dihasilkan – sehingga berpotensi menimbulkan dampak pencemaran.

3.3. Analisis Kelembagaan

Untuk menjelaskan tentang kemungkinan suatu rencana penggunaan lahan dapat diimplementasikan atau tidak, digunakan pendekatan analsisi kelembagaan. MRS BA = MRPT BA 67 Gambar 14 dan 15 dibuat untuk mempermudah memahami masalah kelembagaan penggunaan lahan. Suatu konsep penggunaan lahan bisa diimplementasikan jika dipenuhi paling tidak dua hal yaitu : 1 adakah potensi keuntungan yang dapat diperoleh seluruh pelaku pembangunan sehingga tidak seorangpun yang dirugikan dari padanya?, dan 2 apakah tersedia suatu mekanisme koordinasi yang efektif dan efisien yang memungkinkan semua pelaku pembangunan dapat memperoleh akses terhadap proses pengambilan keputusan termasuk didalamnya incentive sharing ?. Untuk menjelaskan pertanyaan pertama akan didekati dengan teori agensi, sedang untuk menjelaskan pertanyaan kedua akan dilakukan kajian kritis terhadap bentuk-bentuk kelembagaan yang ada. Hubungan agensi yang terjadi antara petambak principal dengan pemerintah agent sebagai pengelola penggunaan lahan yang mengandung sistem kontrak didalamnya, akan efektif jika masing- masing pihak yakin bahwa dari implementasi kontrak tersebut kedua belah pihak akan mendapatkan insentif keuntungan. Insentif yang diharapkan oleh petambak principal adalah kenaikan keuntungan dari bentuk-bentuk usaha yang dikelolanya. Sedang insentif yang diharapkan oleh agent pemerintah adalah apabila birokrat dapat mengembangkan anggaran pembangunan yang dapat dikelolanya – yang lazim dalam sistem pemerintahan daerah disebut Pendapatan Asli Daerah PAD. Implementasi rencana penggunaan lahan oleh agent pemerintah memerlukan koordinasi dari berbagai pihak terkait. Koordinasi tersebut akan efektif jika tersedia organisasi dan kelembagaan yang memadai. Sebuah organisasi dimana didalamnya mengandung sistem kontrak yang mengatur mekanisme pengambilan keputusan bagi terselenggaranya suatu proses transaksi 68 atau proses pengelolaan lahan, maka ada biaya yang mendasarinya yang disebut sebagai biaya transaksi. Ketidak jelasan informasi tentang besaran biaya transaksi dapat menghambat implementasi kontrak dan pelaksanaan konsep penggunaan lahan. Menurut Pakpahan 1990, biaya transaksi dapat dibedakan ke dalam : biaya informasi, biaya negosiasi atau biaya membuat kontrak, dan bia ya pelaksanaan dan pengawasan. Biaya informasi sifatnya manageble, karena kapan orang mau melakukan suatu eksplorasi atau investigasi maka hal tersebut bisa direncanakan tanpa ada ketergantungan satu dan lain pihak. Misalnya jika pemerintah menginginkan pengetahuan tentang informasi land use, dia dapat melakukan kapan saja dan berapapun besarnya tanpa harus tergantung dengan pihak petambak. Yang menarik untuk dikaji dalam hal ini adalah berkaitan dengan biaya negosiasi untuk mencapai suatu kesepakatan antara pihak agent dengan principal. Biaya negosiasi diperlukan karena ada potensi konflik yang harus diatasi agar pelaksanaan atau implementasi kontrak dapat efektif. Tujuan utama dari pelaksanaan rencana penggunaan lahan bagi masyarakat pemilik tambak adalah untuk memperoleh peningkatan keuntungan. Namun hal tersebut tidak terjadi pada semua orang, ada pihak-pihak yang dirugikan – dan mereka inilah yang harus diberikan kompensasi sehingga tidak ada satu orang pemilik tambak pun yang merasa dirugikan akibat implementasi rencana penggunaan lahan tersebut. Hal inilah yang berpotensi mengurangi penerimaan PAD oleh pejabat. 69 Adanya tradeoff antara kepentingan pemerintah untuk menambah PAD dengan tuntutan pemberian kompensasi pemilik tambak yang dirugikan, hanya bisa dikreasikan oleh pemerintah melalui berbagai kebijakan misal kebijakan fiskal : subsidi dan taksasi. Kebijakan tersebut dimaksudkan agar semua pihak Gambar 14. Pola Implementasi Pengelolaan Lahan Dalam Kaitannya Dengan Masalah Hubungan Agensi Antara Pemerintah Vs Petambak diuntungkan dan tidak seorangpun merasa dirugikan akibat tindakan pengelolaan lahan. Semakin besar terjadinya pergeseran peruntukan lahan, semakin besar potensi konflik yang ada, berarti semakin besar pula biaya yang diperlukan untuk memberikan kompensasi pada pemilik lahan tersebut. Hal ini berarti akan meningkatkan biaya transaksi biaya negosiasi. Biaya transaksi yang besar berarti akan menurunkan potensi penerimaan PAD. Jika potensi kenaikan PAD tidak dapat menutup biaya transaksi yang timbul, maka dapat dipastikan implementasi rencana penggunaan lahan tidak akan efektif. Hubungan Agensi MASYARAKAT PEMILIK TAMBAK PRINCIPAL PENGELOLAAN LAHAN KAWASAN PESISIR BIROKRAT PEJABAT PEMERINTAH AGENT MOTIVASINYA : PENINGKATAN NET PAD MOTIVASINYA : PENINGKATAN KEUNTUNGAN TANPA ADA SEORANGPUN YANG MERASA DIRUGIKAN KONFLIK DALAM PENGALOKASIAN POTENSI KEUNTUNGAN PENGELOLAAN LAHAN : ANTARA KEPENTINGAN PENINGKATAN PAD Vs. PEMBERIAN KOMPENSASI KEPADA PETAMBAK YANG DIRUGIKAN AKIBAT TINDAKAN PENGELOLAAN LAHAN KOORDINASI BERBAGAI PIHAK TERKAIT KONSEP PENGGUNAAN LAHAN DAPAT DIIMPLEMENTASI KAN ADA POTENSI KENAIKAN NET PAD ORGANISASI DAN KELEMBAGAAN BIAYA NEGOSIASI DAPAT DIKOVER OLEH POTENSI KENAIKAN PAD PERLU BIAYA TRANSAKSI : BIAYA INFORMASI, BIAYA NEGOSIASI, BIAYA PELAKSANAAN 70 Adanya kelembagaan yang efisien dan efektif yang memungkinkan seluruh stakholders dapat berpartisiasi dalam proses pengambilan keputusan dan incentive sharing merupakan syarat kecukupan bagi implementasi suatu kebijakan. Kelembagaan tersebut disamping sebagai wadah koordinasi juga sekaligus sebagai tempat berlangsungnya berbagai transaksi dalam proses pengelolaan pembangunan. Pilihan bentuk-bentuk organisasi dipengaruhi oleh dua hal yaitu : 1 sifat dan karakteristik aset yang dikelola, dan 2 frekuensi dari transaksi pengelolaan oleh masing- masing individual. Dalam pengelolaan sumberdaya pesisir karakteristik asset specificity-nya rendah sedang frekuensi transaksinya pengelolaannya adalah tinggi sehingga struktur organisasi yang sesuai untuk itu adalah ”Kelompok Otonom”. Melalui ”Kelompok Otonom” ini koordinasi akan dapat berjalan efektif karena prosedurnya tidak berbelit-belit, dan efisien karena biaya transaksinya dapat diminimalisir. Melalui koordinasi tersebut kompromi antar berbagai stakeholders dapat berjalan lancar. Baik kompromi dalam penyusunan rencana penggunaan lahan maupun kompromi dalam menyelesaikan berbagai konflik kepentingan. 71 Gambar 15. Kelompok Otonom Sebagai Sebuah Struktur Yang Berkemampuan No Model Penggunaan Lahan Kompromi Stakeholders Implementasi Prioritas Program Konflik Dapat Diatasi Strktur Yang Berkemampuan Governance Structure “Kelompok Otonom” Koordinasi Yang Efektif Karakteristik Aset Spesifiknya rendah Frekuensi Transaksi Tinggi Implementasi Tidak Efektif Implementasi Efektif Yes

IV. METODOLOGI PENELITIAN