138 diinterpretasikan adalah alokasi variabel keputusan, deviasi ketercapaian dan
ketidaktercapaian dari setiap barang dan jasa yang diinginkan dan statuskondisi kendala sumberdaya yang dipertimbangkan sehubungan dengan berbagai
alternatif penggunaan lahan yang ada untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dari beberapa skenario yang disusun dimaksudkan untuk melihat
sejauhmana suatu kebijakan pembangunan dengan atau tanpa mengintegrasikan aspek lingkungan. Bagaimana dampak eksternalitas akan mempengaruhi
produktivitas total suatu wilayah dan upaya-upaya apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, berapa biaya opportunitas yang ditanggung
masyarakat dan lain- lain akan dapat dilihat dengan melakukan analisis perbandingan antar skenario selanjutnya akan dibahas pada Bab VIII.
7.1. Solusi Model Untuk Tujuan Pembangunan Ekonomi
Skenario untuk tujuan pembangunan ekonomi menunjukkan pergeseran peruntukan lahan sebagaimana disajikan pada Tabel 32 yaitu dari kondisi semula
terutama untuk usaha budidaya udang intensif dan budidaya udang organik + bandeng. Hasil solusi optimal untuk budidaya udang intensif adalah nol dari
kondisi semula 50 ha. Hal ini bis a dipahami mengingat pola usaha udang intensif ini dalam skala besar dan dalam jangka panjang berpotensi menimbulkan
pencemaran pada kawasan sekitarnya. Memang produktivitas udang dari pola budidaya udang intensif ini sangat tinggi, namun jika akhirnya mencemari
lingkungan dan mengancam ekosistem sekitarnya sehingga hal ini akan menurunkan potensi ekonomi secara keseluruhan. Solusinya agar potensi udang
intensif tetap ada, maka pola pengusahaannya diarahkan pada pola usaha
139 budidaya udang semi intensif. Pola ini jauh lebih aman, mengingat pada pola ini
sebagian masih mengandalkan peran dari alam terutama tanaman mangrove yang sengaja dibudidaya di sekeliling tambak. Keberadaan tanaman mangrove ini akan
mampu menetralisir racun-racun yang ada di dalam kolam tambak sehingga tidak menimbulkan pencemaran baik di dalam kolam sendiri maupun kolam-kolam lain
di sekitarnya. Pergeseran pola budidaya kearah pola budidaya udang semi intensif lebih
banyak dikontribusi oleh tambak-tambak organik. Kita tahu bahwa produktivitas udang pada tambak udang organik ini relatif rendah, sehingga penggunaan lahan
untuk usaha jenis ini yang terlalu luas jelas akan menurunkan potensi ekonomi yang dihasilkan kawasan pesisir.
Tabel 32. Alokasi Penggunaan Lahan Untuk Tujuan Pembangunan Ekonomi
Luas Ha Variabel
Keputusan Strategi Pengembangan Lahan
Kondisi Saat Penelitian
Solusi Optimal
X1 Bandeng intensif + U. Campur
6 481.800 6 556.552
X2 B intensif + U Cmpr – Tumpang gilir dg Garam
12.000 18.248
X3 Bndg + U Organik + U Cmpr
8 541.700 3 457.784
X4 U Intensif
50.000 0.000
X5 Semi Intensif
680.700 5 734.797
X6 Eksploitasi Campuran Ht Mangrove
722.335 721.154
Total 16 488.535
16 488.535
Sebagaimana disajikan pada Tabel 33, secara umum skenario ini dapat meningkatkan potensi ekonomi yang ditunjukkan oleh terlampauinya target
keuntungan hampir dua kali lipat yaitu sebesar Rp 248 789 934 610. Semua target produksi barang dan jasa terlampuai kecuali untuk udang organik.
Penurunan hasil produksi udang organik lebih disebabkan oleh berkurangnya luas lahan tambak organik dari 8 541.7 ha menjadi 3 457.784 ha.
140 Tabel 33. Deviasi Target Untuk Skenario Pembangunan Ekonomi
Deviasi Target No.
Barang dan Jasa Yang Ditargetkan
Satuan
Target 2006 Deviasi
1 Bandeng
000th 112 500 801
+ 144 146 185.800 2
Udang Organik 000th
263 845 960 - 219 569 681.930
3 Udang Intensif
000th 157 980 000
+ 599 013 223.240 4
Udang Campuran 000th
48 499 710 + 10 801 510.380
5 Kupang
000th 8 899 983
+ 6 366 764.596 6
Kerang 000th
4 432 200 + 1 521 213.462
7 Garam
000th 108 000
+ 91 576.642 8
K Bakar mangrove 000th
450 000 + 357 331.731
9. Jasa Lingkungan
000th 1 440 515.2
+ 1 066 907.877 10
Keuntungan 000th
251 323 522 + 248 789 934.610
Tabel 34 menunjukan kondisi sumberdaya akibat skenario pembangunan ekonomi. Sumberdaya lahan dapat teralokasi 100 persen, sedang potensi buaya
petani yang tidak terserap untuk menunjang aktivitas perekonomian yang ada sebesar Rp 6 557 733 atau sekitar 0.001 persen,. Hal ini mengindikasikan suatu
aktivitas perekonomian yang tinggi terutama untuk investasi yang mengarah pada usaha budidaya yang padat modal yaitu tambak semi intensif.
Tabel 34. Kondisi Sumberdaya Setelah Dialokasikan Untuk Tujuan Pembangunan - Ekonomi
Deviasi No.
Jenis Sumber Daya Satuan
RHS Value Deviasi
1 Biaya Petani
000 655 761 788.000
- 6 557.733 2
Tenaga Kerja HOK
7 077 000.000 - 1 071 933.833 3
Tenaga Kerja Untuk Garam HOK
10 000.000 + 3 960.837
4 Luas Satuan Lahan 1
Ha 6574.800
0.000 5
Luas Satuan Lahan 2 Ha
9191.400 0.000
6 Luas Satuan Lahan 3
Ha 175.300
0.000 7
Luas Satuan Lahan 4 Ha
261.695 0.000
8 Hutan Mangrove Lestari 1
Ha 124.700
0.000 9
Hutan Mangrove Lestari 2 Ha
160.640 0.000
10 Luas Lahan Seluruhnya Ha
16 488.535 0.000
Sebagai konsekuensi dari peningkatan investasi di sektor usaha tambak semi intensif, hal itu menuntut suatu penyediaan tenaga kerja yang memadai.
141 Dari potensi 7 077 000 HOK yang tersedia hanya 1 071 933 HOK atau sekitar 15
persen potensi tenaga kerja yang tidak terserap.
7.2. Solusi Model Untuk Tujuan Pembangunan Lingkungan