IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waku Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Sidoarjo tepatnya di wilayah pesisir Kabupaten Sidoarjo, lihat Lampiran 8. Dipilihnya Kabupaten Sidoarjo
karena daerah ini dikenal sebagai daerah yang dianggap sukses dalam mengelola potensi ekonomi pesisir baik yang berbasis tambak maupun berbasis mangrove.
Karena itulah Kabupaten Sidoarjo identik dengan komoditi dari hasil- hasil sumberdaya pesisir seperti : udang dan bandeng sebagai maskot daerah, serta
beberapa jenis komoditi industri olahan hasil perikanan pantai lainnya. Penelitian lapangan dilakukan selama kurang lebih empat bulan dari bulan Nopember 2005
sampai bulan Pebruari 2006.
4.2. Konsep Membangun Model Alokasi Penggunaan Lahan
4.2.1. Penilaian Situasi Untuk Mempelajari Sistem Biofisik
Penilaian situasi yang ada ditujukan untuk mengetahui potensi ekosistem, sistem sosial ekonomi, kebijakan pembangunan, isu- isu dan permasalahan yang
ditimbulkan oleh kegiatan-kegiatan masa lalu dan masa kini yang berkaitan dengan penggunaan lahan di kawasan pesisir Kabupaten Sidoarjo. Data yang
diperlukan diperoleh dari data sekunder dari berbagai laporan antara lain : Laporan Tahunan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sidoarjo tahun 1999
– 2005, RTRW Kabupaten Sidoarjo tahun 2002, dan Data Statistik dari BPS Kabupaten Sidoarjo tahun 2005. Analisis secara diskriptif kualitatif dilakukan
73 terhadap : faktor-faktor biofisik ekosistem seperti air, iklim, topografi, vegetasi
dan satwa. Target produksi barang dan jasa; diperoleh dengan menghitung trend
produksi berdasarkan data series produksi pesisir yang diperoleh dari laporan Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten Sidoarjo tahun 1999 – 2005.
4.2.2. Analisis Lahan
1. StratifikasiKlasifikasi Lahan Untuk melakukan stratifikasi lahan digunakan pendekatan metode FAO
karena metode ini relatif lebih rinci dalam menjelasakan kelas-kelas kesesuaian lahan. Dalam metode FAO mengenal empat kategori kelas lahan, yaitu :
1. Kategori ordo; menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk tujuan penggunaan tertentu misalnya budidaya tambak.
2. Kategori kelas; menunjukkan tingkat kesesuaian suatu lahan. 3. Sub-kelas; menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang harus
dijalankan dalam ma sing- masing kelas. 4. Unit; menunjukkan perbedaan-perbedaan besarnya faktor penghambat yang
berpengaruh dalam pengelolaan suatu sub-kelas. Ordo dan kelas biasanya digunakan untuk pemetaan tanah kelas tinjau
pada skala yang lebih kasar, sub-kelas untuk pemetaan tanah semi detail, dan unit untuk pemetaan tanah detail.
Data dasar yang dipakai adalah data RTRW yang sudah dibuat oleh Bappekab Sidoarjo tahun 2002. Selanjutnya dibuat dalam strata atau kelas-kelas
yang lebih detail berdasarkan observasi, verifikasi dan analisis laboratorium
74 tentang kualitas air dan tanah. Analisis laboratorium ini dilakukan sejalan dengan
pendapat Boyd 1982, bahwa penggunaan lahan tambak untuk memproduksi ikan berhub ungan erat dengan kualitas air, meliputi unsur- unsur : salinitas, oksigen
terlarut, suhu, kekeruhan, kemasaman pH, kadar amoniak dan lain- lain. Karena peta tambak sifatnya flat, maka untuk memudahkan secara teknis, peneliti
membagi unit-unit lahan menurut satuan wilayah administrasi kecamatan. Dari analisis ini dihasilkan peta kelas satuan lahan yang dianggap mempunyai
keseragaman sifat. 2. Analisis Kesesuaian Satuan Lahan
Analisis kesesuaian lahan berhubungan dengan alternatif-alternatif penggunaan lahan yang lebih spesifik dari arahan penggunaan lahan yang telah
ditetapkan dalam stratifikasi satuan lahan. Analisis kesesuaian lahan pada setiap unit lahan dilakukan untuk berbagai komoditas yang diusahakan masyarakat
sehingga layak secara teknisagronomis yang dicerminkan dari profit rate-nya, layak secara ekologis yang dicerminkan bahwa sampai pada batas tertentu
penggunaan lahan tersebut tidak menimbulkan dampak lingkungan yang sangat serius serta layak secara sosial artinya dapat diterima oleh masyarakat.
3. Evaluasi Penggunaan Lahan
Bila suatu komoditi secara agronomis telah sesuai diusahakan pada suatu lahan, maka untuk menjaga kelestarian produksi tersebut harus menguntungkan
secara ekonomis dan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Alternatif strategi pengelolaan lahan tersebut perlu dievaluasi dampaknya secara sosial
75 tenaga kerja, dan akseptabilitasnya, ekonomi produksi, biaya produksi dan
keuntungan dan lingkungan keanekaragaman hayati. Evaluasi aspek ekonomi suatu jenis lahan pada satuan lahan tertentu
dimaksudkan untuk melihat kelayakan dan tingkat keuntungan dari suatu pengusahaan komoditas tertentu. Jika profit rate-nya diatas tingkat suku bunga
bank maka jenis penggunaan lahan tersebut dijadikan sebagai alternatif penggunaan lahan. Dari sana akan diketahui besaran data input dan output
usahatani seperti produktivitas, biaya, dan tenaga kerja sehingga diperoleh koefisien-koefisien teknologi dalam model yang disusun.
Untuk tujuan evaluasi penggunaan lahan, penulis menetapkan responden sebagaimana disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Distribusi Responden Menurut Lokasi
LOKASI TUJUAN ANALISIS
Satuan KECAMATAN
SEDATI KECAMATAN
JABON Usaha Bandeng Intensif Orang
3 -
Usaha Garam Orang
1 -
Usaha Mencari Kupang Orang -
2 Usaha Mencari Kerang
Orang 2
Usaha Mencari Kayu Bakar
Dilakukan pengamatan langsung dibeberapa lokasi aktivitas penebangan kayu bakar
Usaha Udang Organik Orang
- 2
Usaha Udang Intensif Orang
- 1
Jasa Lingkungan Orang
1 nara sumber 1 nara sumber
Penetapan Skala Prioritas
Orang 1 Tokoh Petani, 1 Tokoh LSM, 1 Pejabat
Untuk jenis-jenis barang yang sudah lazim diperdagangkan penulis menggunakan instrumen analisis usahatani yang standar. Sedang untuk tujuan
analisis nilai jasa lingkungan hutan mangrove penulis terlebih dahulu melakukan identifikasi tehadap manfaat eksistensi dan manfaat pilihan.
76 1. Manfaat Eksistensi ME
Untuk menghitung manfaat eksistensi digunakan pendekatan metode substitusi. Artinya jika suatu saat hutan mangrove itu hilang, maka keberadaannya
bisa digantikan barang lain yang fungsinya kurang lebih sama. Dari hasil pemantauan serta wawancara dengan nara sumber, penulis menyimpulkan bahwa
keberadaan hutan mangrove sebagai biofilter layak digantikan oleh sebuah bendungan yang fungsinya kurang lebih sama sebagai penyaring polutan dari Kali
Porong. 2. Manfaat Pilihan MP
Manfaat pilihan yaitu nilai yang menunjukkan kesediaan seseorang membayar untuk kelestarian sumberdaya bagi pemanfaatan dimasa depan. Nilai
manfaat pilihan diestimasi dengan mengacu pada nilai keanekaragaman hayati biodiversity hutan mangrove di Indonesia, yaitu sebesar US
1 500km
2
tahun atau US 15hatahun Ruitenbeek, 1991. Nilai tersebut dihitung berdasarkan nilai tukar rata-rata US terhadap rupiah pada saat
penelitian.
4.2.3. Kendala Penggunaan Lahan dan Luas Minimal Hutan Mangrove