Partisipasi dalam Kelembagaan Sosial Penyesuaian Diri Perempuan Nelayan

72 kaum perempuan yang kurang aktif terpengaruh oleh kegiatan mereka. Inilah yang disebut partisipasi yang tersamarsemu, seperti yang diungkapkan oleh Uphoff 1988 bahwa partisipasi yang tidak lahir dari kesadaran sendiri dan ikut- ikutan ini disebut sebagai “pseudo-participation” partisipasi semu.

6.3 Partisipasi dalam Kelembagaan Sosial

Partisipasi kaum perempuan dalam kelembagaan sosial di Desa Meskom relatif cukup baik, terutama dalam menghadiri acara-acara perkawinan, lebaran, rebana, arisan, wirid pengajian dan kematian. Partisipasi perempuan berusia tua dalam aktifitas sosial seperti menghadiri acara-acara perkawinan, lebaran, rebana, arisan, wirid pengajian dan kematian relatif tinggi. Sedangkan partisipasi perempuan berusia muda dan remaja cukup memprihatinkan dalam kegiatan- kegiatan sosial keagamaan seperti menghadiri wirid pengajian dan mendatangi pada saat musibah kematian. Sebaliknya partisipasi kaum perempuan berusia muda dan remaja cukup tinggi pada kegiatan-kegiatan seperti lebaran, rebana, arisan dan acara-acara perkawinan. Dapat pula dijelaskan bahwa ada kecenderungan partisipasi dalam kelembagaan sosial perempuan muda dan remaja lebih tinggi pada kegiatan- kegiatan tersebut di atas karena kelompok perempuan berusia muda dan remaja mengandung unsur resiprositas timbal balik dan saling menghargai. Dengan kata lain seseorang perempuan akan melakukan kunjung balik, bila perempuan lain mendatangi acara-acara mereka, begitu juga sebaliknya. Di samping itu kegiatan- kegiatan di atas dapat dijadikan sebagai wahana hiburan pedesaan, perkenalan 73 antara seorang perempuan dengan seorang pria dan sebagai ajang menampilkan dan menonjolkan diri. Bila didasarkan pada jenis kelaminnya ternyata partisipasi dalam kelembagaan sosial kelompok perempuan jauh lebih besar bila dibandingkan kelompok laki-laki. Rendahnya partisipasi laki-laki pada kegiatan-kegiatan di atas, karena biasanya kaum laki-laki lebih sering berada di luar rumah dan lebih banyak melakukan aktifitas sosial di luar kampung. Sedangkan kaum ibu lebih sering berada di rumah dan beraktifitas sosial di sekitar kampung itu.

6.4 Penyesuaian Diri Perempuan Nelayan

Kemampuan penyesuaian individu-individu atau kelompok perempuan dalam program pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom sangat menentukan kelangsungan partisipasi individu-individu atau kelompok perempuan itu sendiri dalam suatu program. Salah satu indikasi yang dapat dijadikan petunjuk untuk melihat upaya penyesuaian diri dari kaum perempuan adalah pengenalan dan penguasaan masalah program yang lazim dikomunikasikan di desa mereka. Dari hasil wawancara diperoleh bahwa kebanyakan kaum ibu tidak tahu adanya program pengembangan masyarakat nelayan dan kurang mampu memahami masalah-masalah program pengembangan masyarakat nelayan di Desa Meskom yang telah diintrodusir buat mereka. Mereka masih menggunakan pendekatan manual, tanpa alat bantu dalam bekerja, serta tidak ikut dalam program yang dicanangkan di Desa Meskom tersebut. Kekurangmampuan 74 memahami masalah-masalah program ini menyebabkan komunikasi dan interaksi mereka untuk berpartisipasi tidak dapat berjalan dengan baik. Dalam wawancara peniliti dengan salah seorang perempuan nelayan, ibu Sultia, mengungkapkan ketidakmengertiannya dengan bantuan dan tambahan informasi mengenai kerja yang dilakukannya selama membantu suaminya. Faktor inilah yang menjadi faktor pembatas interaksi dan komunikasi kaum perempuan terhadap kegiatan suatu program. Sehingga apa yang dikatakan oleh informan bahwa salah satu penyebab terhalangnya asimilasi dan penyesuaian diri terhadap program pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom adalah ketidakmampuan perempuan itu dalam memahami dan menyesuaikan diri dengan suatu kegiatan atau program.

6.5 Keikutsertaan dalam Perkumpulan Sukarela