Program Pengembangan Masyarakat Nelayan

15 masyarakat nelayan timbul kesenjangan. Beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa kesenjangan ekonomi yang timbul dalam masyarakat nelayan yang disebabkan program-program pengembangan masyarakat nelayan, tidak dengan sendirinya menimbulkan kesejahteraan sosial. Keadaan ini terjadi karena dalam masyarakat masih berfungsi hubungan sosial yang bersifat ketetanggaan, hubungan kerabat dan hubungan kepercayaan Amaluddin, 1987

2.5 Program Pengembangan Masyarakat Nelayan

Konsep pengembangan masyarakat nelayan adalah suatu proses yang menyatukan pemerintah dan masyarakat, ilmu pengetahuan dan manajemen, kepentingan sektor dan kepentingan publik dalam menyiapkan dan melaksanakan suatu rencana terpadu untuk perlindungan dan pembangunan ekosistem dan sumberdaya pesisir serta potensi sosial ekonomi budaya masyarakat nelayan. Proses penyatuan antara pemerintah dengan program perberdayaan dan pengembangannya tidaklah dapat berlangsung dengan mudah. Hal demikian disebabkan sosialisasi dari pemerintah ke masyarakat bawah nelayan memerlukan penyesuaian dengan situasi dan sosiologi masyarakat tempatan. Keinginan modernisasi terhadap masyarakat hendaklah dilakukan dengan pendekatan yang tepat guna, tepat sasaran dan dapat dicerna dengan baik. Modernisasi pertama kali muncul di Inggris tatkala berlangsung revolusi industri yang ditandai dengan pergantian cara berproduksi tradisionil ke modern dan selanjutnya merembes ke seluruh penjuru dunia. Karena itu dalam perspektif sejarah modernisasi sering ditafsirkan sebagai suatu proses perubahan sosial 16 ekonomi dan politik yang berlangsung di negara pendahulu dan diikuti oleh Negara pengikut Belling dan Totten, 1982. Schoorl 1984 menegaskan bahwa modernisasi sebagai proses perubahan sosial dapat diamati dari beberapa fenomena perubahan masyarakat seperti di bidang ekonomi, politik dan struktur sosial. Dalam bidang ekomomi terlihat berkembangnya industri dengan produk mesin, di bidang politik terlihat tumbuhnya birokrasi dengan ciri-ciri rasionalisasi organisasi. Sementara dalam struktur sosial terjadi pergeseran konsentrasi penduduk dari desa ke kota, pergeseran kelas-kelas sosial dalam arti kelas petani penyewa tanah, buruh tani miskin berkurang dan muncul kelas buruh industri, kelas intelektual dan manajer. Dalam konteks modernisasi sebagai suatu bentuk perubahan sosial maka Ponsioen 1969 menyebutkan suatu masyarakat dikatakan mengalami perubahan sosial apabila dalam kelompok masyarakat sudah terjadi perubahan nilai-nilai, sikap dan perilaku. Program pengembangan masyarakat juga pada dasarnya adalah perubahan sosial berencana yang menyangkut perubahan pola-pola hubungan masyarakat. Menurut Siagian 1982, program pengembangan masyarakat adalah rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan Negara suatu bangsa menuju modernitas di dalam rangka pembinaan bangsa. Dari penjelasan di atas pernyataan sulit membedakan pengertian antara konsep modernisasi dan program pengembangan masyarakat, karena kedua konsep tersebut berkembang dari ilmu-ilmu perilaku. Perbedaannya hanya sering ditekankan kepada aspek ruang lingkupnya saja yakni program pengembangan adalah arti yang lebih luas dari modernisasi. 17 Program pengembangan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan tingkat hidup dan kesejahteraan masyarakat atau menaikkan mutu hidup rakyat dimana mutu hidup mempunyai arti derajat terpenuhinya kebutuhan dasar yang menjadi kebutuhan esensial bagi kehidupan manusia. Kebutuhan tersebut meliputi pangan, air bersih, pendidikan, perumahan Soermarwoto, 1991. Dalam melaksanakan program pengembangan masyarakat, masing- masing Negara mempunyai strategi. Misalnya Philipina mengembangkan konsep kebutuhan dasar dalam perencanaan program pengembangan masyarakat sehingga lapisan miskin dapat memperoleh akses terhadap sandang, pangan, perumahan, kesehatan dan lain-lain. Sedangkan India melaksanakan strategi pengembangan lapangan kerja dengan asumsi peningkatan pendapatan dengan sendirinya meningkatkan kemampuan masyarakat memenuhi kebutuhan dasarnya Mirsa dan Paratilla, 1980. Indonesia mengembangkan prinsip yang sama dengan India. Walaupun pemerintah membuat kebijaksanaan selalu berorientasi dengan pemenuhan kebutuhan dasar, tapi yang ditekankan adalah meningkatkan kemandirian masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Sehubungan dengan modernisasi, di Indonesia sangat popular dengan istilah program-program pengembangan masyarakat khususnya dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Randabough dalam Frutchei 1973, program secara sederhana mencakup dua komponen utama yakni komponen perencanaan program dan komponen pelaksanaan program. Setiap program bertujuan merubah seperangkat sumberdaya untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan melalui suatu rangkaian kegiatan proses. 18 Mengingat sasaran program adalah manusia, maka berkembang konsep program pengembangan masyarakat yang diartikan sebagai suatu proses dimana semua usaha swadaya masyarakat digabungkan dengan usaha-usaha pemerintah atau swasta guna meningkatkan kondisi masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan kultural dan mengintegrasikan masyarakat yang ada ke dalam kehidupan bangsa. Program pengembangan masyarakat yang idealnya adalah bersifat bottom up, atau inisiatif berasal dari masyarakat sendiri, namun diperlukan juga input dari pemerintah atau swasta. Masukan yang bersifat top down, diupayakan agar merangsang inisiatif dan usaha lokal melalui bantuan teknis, keuangan dan bantuan lainnya. Artinya kalaupun input program bersifat top down, namun dalam pelaksanaannya diupayakan agar tidak menimbulkan ketergantungan masyarakat sasaran terhadap pihak luar Bunc, 1991. Secara sosiologis, respon terhadap program pengembangan masyarakat dapat diartikan sebagai suatu bentuk perubahan sosial, karena bagaimana anggota masyarakat menanggapi ide-ide yang terkandung dalam program pengembangan merupakan suatu proses adaptasi. Dalam masyarakat sendiri terdapat perbedaan kemampuan menanggapi ide-ide program pengembangan sehingga bermanfaat untuk perbaikan tingkat kehidupan. Berbicara tentang respon dalam konteks program pengembangan masyarakat, maka pembahasannya tidak terlepas dari konsep sikap. Dikatakan demikian karena dalam program pengembangan masyarakat biasanya terkandung ide-ide baru, cara-cara baru atau sarana-sarana baru yang disebarkan ke dalam suatu masyarakat dengan harapan dapat mengubah cara berpikir dan cara bertindak masyarakat yang bersangkutan. Perubahan-perubahan tersebut 19 berlangsung dalam proses dan dapat diamati dalam perubahan sikap yaitu keadaan mental yang mendahului terjadinya tindakan-tindakan atau tanggapan respon. Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang terhadap obyek-obyek tertentu seperti pesan atau situasi-situasi lain Gerungan, 1987. Dengan kata lain, bagaimana respon seseorang terhadap sesuatu dapat terobservasi dalam sikapnya. Sikap seseorang merujuk pada tingkat partisipasinya dalam suatu situasi, dalam hal ini yakni program pengembangan masyarakat. Sikap positif mengarahkan seseorang pada partisipasi aktifnya dalam program tersebut, sedangkan sikap negatif cenderung mengarahkan seseorang untuk berpartisipasi pasif atau tidak berkeinginan untuk berpartisipasi dalam program yang diselenggarakan. Sikap-sikap tersebut mencerminkan perbedaan tingkat partisipasi seseorang dalam suatu program. Lebih lanjut, diperlukan suatu pemberdayaan untuk menindaklanjuti adanya tingkat partisipasi yang berbeda dari seseorang. Demikian juga bagaimana respon masyarakat nelayan terhadap program- program pengembangan baik yang datang dari pemerintah maupun swasta akan terlihat dalam perubahan sikap. Biasanya suatu program yang berorientasi kepada aspirasi masyarakat akan menghasilkan respon positif yang terwujud dalam perubahan sikap yakni meninggalkan cara-cara lama dan menggunakan cara-cara baru. Individu yang memiliki respon positif dapat dikategorikan sebagai individu yang mampu memanfaatkan program pengembangan sehingga pada gilirannya berpengaruh terhadap kehidupan. Sebagian besar masyarakat nelayan di Indonesia masih menggunakan teknologi tradisional dalam hal menangkap ikan sehingga tingkat pendapatan dan 20 mutu kehidupan mereka masih rendah. Karena itu, Sejak Pelita I pemerintah sudah berusaha mengintrodusir program-program pengembangan masyarakat nelayan. Secara umum program-program pengembangan terbagi atas program ekonomi dan program kesejahteraan rakyat Kesra. Program bidang ekonomi terkait kepada upaya peningkatan pendapatan masyarakat seperti pemberian kredit, penyuluhan pengembangan usaha, pengadaan fasilitas pemasaran produksi. Sedangkan program Kesra antara lain program kependudukan, pendidikan, kesehatan dan lingkungan. Kedua program diarahkan kepada peningkatan kualitas masyarakat semua lapisan bukan hanya lapisan atas. Demikian pula masyarakat nelayan yang relatif masih miskin dan terbelakang, sudah diperkenalkan program-program dari pemerintah maupun swasta. Misalnya di bidang ekonomi, antara lain program pemberian kredit usaha penangkapan ikan motorisasi, Pembangunan Pusat Pendaratan Ikan PPI, Tempat Pelelangan Ikan TPI, pengembangan organisasi koperasi KUD Mina. Di bidang Kesra, pemerintah berusaha meningkatkan mutu kehidupan masyarakat dengan program perumahan nelayan, fasilitas pendidikan, kesehatan dan KB. Memang program tersebut bersifat top down, namun potensi dan aspirasi masyarakat lokal diharapkan dapat berkembang dengan program yang pada mulanya berasal dari atas. Dalam kenyataan, tidak jarang program-program tersebut masih hanya meningkatkan pendapatan dan mutu hidup hidup lapisan atas. Jangkauan program pembangunan yang belum ke seluruh lapisan masyarakat antara lain dapat disebabkan karena dalam pelaksanaan modernisasi di negara-negara berkembang, aspek teknis selalu lebih ditonjolkan sehingga tidak 21 jarang nilai-nilai baru yang terkandung dalam teknologi kurang sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat dan anggapan masyarakat desa adalah homogen. Demikian juga kebiasaan-kebiasaan dan pola berpikir yang diharapkan dari masyarakat sebagai faktor pendukung modernisasi, tidak jarang diabaikan begitu saja. Sajogyo 1974 menyebutkan modernisasi teknologi pertanian dengan program Bismas ke pedesaan akan berhadapan dengan masalah perkembangan lembaga-lembaga sosial dan struktur pemilikan lahan yang timpang. Demikian juga program KB tidak mampu mengurangi rata-rata jumlah anak jika dalam memasyarakatkan norma-norma keluarga berencana kurang memperhatikan nilai- nilai sosial budaya masyarakat Ginting, 1986. Berlangsungnya modernisasi melalui program pembangunan pedesaan, tidak terlepas dengan struktur sosial ekonomi masyarakat. Dalam beberapa kasus di negara berkembang, modernisasi terlalu menekankan aspek fisik, sedangkan aspek mental masih terabaikan Dube, 1985 sehingga kalaupun program modernisasi berhasil meningkatkan pendapatan, namun yang paling menikmati adalah lapisan atas desa. Karena terlalu menekankan aspek teknis dalam pelaksanaan modernisasi, banyak proyek-proyek pembangunan di negara-negara berkembang tidak mencapai sasaran kepentingan lapisan miskin. Hal ini disebabkan, program- program yang dilaksanakan kurang memperhitungkan partisipasi masyarakat baik dalam tingkat perencanaan maupun pelaksanaan Chambers, 1988. Hal yang sama terjadi pada pengalaman pelaksanaan program pembangunan di Negara berkembang dimana kondisi sosial budaya masyarakat miskin luput dari program Cernea, 1988. 22 Fakta-fakta di negara berkembang menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap struktur sosial yang mendalam akibat strategi pembangunan yang mengejar pertumbuhan maka pembangunan desa kurang berhasil menyentuh kepentingan lapisan miskin pedesaan. Dalam perkembangan selanjutnya, pengertian pembangunan desa makin diperluas bukan terbatas pada arti sempit yakni proses penyebaran teknologi pertanian saja atau memodernkan struktur sosial tradisionil menjadi struktur sosial modern melalui hubungannya dengan unsur-unsur dari luar sehingga silkap-sikapbaru dan keterampilan-keterampilan baru dapat disebarkan. Di samping itu, pengembangan pedesaan harus ditinjau pada cakupan yang lebih luas bukan hanya aspek teknis, sosial dan kultural, tapi juga aspek politik dan kebijaksanaan lainnya. Karenanya ia mengartikan dinamika pedesaan merupakan proses yang membawa peningkatan kemampuan penduduk pedesaan untuk menguasai lingkungan sosialnya disertai peningkatan taraf hidup sebagai akibat penguasaan lingkungan sosial tersebut. Dinamika pedesaan dapat dilihat dari indikator proses pengembangan kemandirian masyarakat dan peningkatan pendapatan bukan hanya terbatas pada kelompok kuat, tapi merata diantara penduduk. Dalam hubungannya dengan program modernisasi alat penangkap ikan nelayan, dimensi sosial budaya sangat besar peranannya. Artinya masyarakat sebagai kelompok intervensi harus ditempatkan sebagai sumber informasi penyusunan rencana program dan pelaksana program. Dengan keterlibatan masyarakat dari tahap awal perencanaan, akan mendorong partisipasi dan tanggung jawab terhadap program Conyer, 1990. 23 Richard B. Polnac dalam Cernea, 1988 melaporkan, pola tempat tinggal, keterasingan sosial, tingkat pendidikan, pembagian tenaga kerja merupakan aspek sosial budaya yang harus diperhitungkan dalam merancang suatu program pada masyarakat nelayan. Dengan demikian rekayasa sosial dan perubahan-perubahan yang diharapkan dari suatu program, sesuai dengan kondisi sosial budaya nelayan Beberapa faktor sosial budaya yang berkaitan erat dengan program perbaikan sosial ekonomi lapisan miskin antara lain ; 1. Pola budaya yakni bagaimana sistem kekerabatan masyarakat yang menjadi sasaran program seperti garis keturunan apakah patrilinial, matrilineal atau bilinial. Pola ini memberikan gambaran siapa yang mengambil keputusan dalam tingkat rumah tangga dan bagaimana keterlibatan perempuan dalam ekonomi rumah tangga. Dalam tanggapan terhadap buku Penny, Kemiskinan dan Sistem Pasar, Mangkuprawira 1986 menyebutkan, kaum Perempuan paling menderita dalam situasi keluarga yang miskin. 2. Kebutuhan masyarakat berdasarkan prioritas masyarakat itu sendiri karena suatu program akan lebih berhasil pelaksanaannya jika mampu menangkap kebutuhan masyarakat yang paling mendesak dan pelaksanaannya diadaptasikan dengan kebiasaan-kebiasaan lokal. Misalnya, sikap terhadap terhadap teknologi penangkap ikan yang baru sangat ditentukan pola hubungan kerja antara awak perahu. Karena teknologi baru menghilangkan kesempatan kerja kaum kerabat, maka nelayan enggan mengikuti program motorisasi Polnac dalam Cernea, 1988. Penyaluran kredit yang hanya mempertimbangkan kelayakan ekonomis mengakibatkan fasilitas kredit 24 pedesaan hanya menjangkau rumahtangga pedagang, sedangkan rumah tangga miskin sulit dijangkau oleh lembaga perkreditan formal, semi formal dan non formal Tim Program Kredit Pedesaan Yayasan Indonesia Sejahtera, 1988 dan Mubiarto ed, 1990. 3. Pandangan masyarakat tentang kehidupan yakni apakah dalam masyarakat terdapat sifat fatalistik, kurang kerja keras, sifat hemat dan tradisi-tradisi lain yang menghambat atau mendukung program yang direncanakan. 4. Organisasi sosial seperti koperasi dikelola dengan kondisi sosial budaya lokal. Masyarakat nelayan tidak terbiasa menyisihkan pendapatan dalam ukuran setiap bulan Polnac dalam Cernea, 1988. Faktor-faktor tersebut di atas akan mempengaruhi integrasi suatu program kepada masyarakat nelayan. Suatu program dikatakan telah terintegrasi ke dalam masyarakat jika perubahan-perubahan yang direncanakan dalam kenyataan dapat berhasil dan tidak menimbulkan masalah baru Niehoff, 1976. Artinya program tersebut dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat yang terkena program dan bukan menimbulkan proses kemiskinan pada sebagian lapisan masyarakat. Dari beberapa hasil penelitian yang diuraikan dalam tinjauan teoritis di atas, terungkap bahwa masuknya program pembangunan di bidang ekonomi dan Kesra, ternyata mendapat respon kemampuan memanfaatkan yang berbeda antara rumahtangga nelayan lapisan atas SEE Tinggi dan lapisan bahwa SEE rendah. Hal ini berhubungan dengan beberapa faktor yakni pelaksanaan program penyaluran kredit dan motorisasi alat penangkapan ikan belum merata, serta perbedaan kemampuan meningkatkan pendidikan anak dan kemauan 25 mengendalian jumlah anggota keluarga. Berbagai faktor tersebut terkait erat dengan aspek sosial budaya yang terdapat dalam setiap rumah tangga. Misalnya kredit dari pemerintah dianggap bantuan cuma-cuma, anak dianggap sebagai jaminan hari tua, kegiatan seremonial dengan mengkonsumsi barang dan makanan yang menjurus kepada pola hidup konsumtif. Faktor sosial budaya tersebut juga mempengaruhui respon terhadap rumah tangga nelayan terhadap program-program yang ada sehingga pada gilirannya rumah tangga yang memiliki faktor sosial budaya yang mendukung, akan mampu meningkatkan pendapatan sehingga tidak tergolong ke dalam rumah tangga miskin yang diukur secara absolut. Namun ukuran kemiskinan menurut perspektif lokal juga akan dilakukan sebagai pembandingan ukuran absolut tersebut. Kemiskinan absolut maupun relatif dapat disebabkan berbagai macam faktor, namun dalam penelitian ini dibatasi pada faktor struktur kegiatan produksi dan pemasaran serta faktor mental atau budaya lokal. Struktur kegiatan produksi dan pemasaran yang menyebabkan kemiskinan tampak dari munculnya pola hubungan patron klien yang bersifat eksploitatif. Misalnya pinjaman yang diberikan tauke kepada nelayan. Hanya sebatas keperluan melaut, sedangkan proteksi tauke terhadap kebutuhan rumahtangga yang mendesak semakin berkurang sehingga nelayan terpaksa berhubungan dengan rentenir. Aspek sosial budaya yang menyebabkan kemiskinan, tampak pada pola-pola hidup rumah tangga yang konsumtif pada musim ikan, belum menggunakan waktu luang untuk kegiatan produktif dan terbatasnya sumber pendapatan di luar perikanan. 26 Untuk mengoperasionalisasikan faktor-faktor yang ingin dilihat hubungannya secara kualitatif maka perlu dibuat ukuran operasional sebagai berikut : Status Sosial Ekonomi adalah kedudukan yang membedakan nelayan atas pemilikan alat produksi, sawah, warung, rumah permanen, semi permanen, darurat, status isteri bekerja atau tidak bekerja kedudukan dalam kegiatan menangkap ikan juragan, pelempar jaring. Berdasarkan ukuran itu dapat ditentukan mana rumah tangga nelayan yang dikategorikan memiliki status sosial ekonomi SSE rendah dan rumahtangga nelayan yang mempunyai SSE tinggi. Ukuran SSE itu adalah : memiliki perahu motor dengan usaha sendiri, memiliki perahu motor karena kredit, memiliki perahu dayung, mengoperasikan perahu milik tauke, tidak memiliki perahu, memiliki sawah di luar dusun, memiliki warung, tidak memiliki warung, rumah permanen, rumah semi permanen, rumah darurat, isteri bekerja menambah nafkah keluarga, isteri tidak bekerja, juragan, pelempar jaring. Sedangkan Program-Program Pembangunan adalah program di bidang ekonomi dan Kesra yang ada di lokasi penelitian. Program di bidang ekonomi adalah program yang berupaya meningkatkan pendapatan rumah tangga masyarakat nelayan. Dalam hal ini, program yang dimaksud adalah : kredit usaha dari KUD dan BRI . Program di bidang Kesra adalah program pemerintah yang berhubungan dengan peningkatan mutu kehidupan masyarakat nelayan yakni pembangunan fasilitas pendidikan, kesehatan dan Keluarga Berencana KB. Tingkat respon terhadap program pembangunan bidang ekonomi dan Kesra menunjukkan kepada kemampuan rumah tangga nelayan mengambil 27 manfaat dari program pembangunan. Ukuran yang digunakan untuk mengukur respon terhadap program pembangunan bidang ekonomi dan Kesra adalah pemanfaatan Puskesmas berobat ke Puskesmas, berobat di luar Puskesmas, pemanfaatan fasilitas Sekolah Dasar yang di bangun pemerintah menyekolahkan anak di SD desa, tidak menyekolahkan anak, pengetahuan dan sikap terhadap program KB pernah mendengar program KB, setuju dan menggunakan alat kontrasepsi, pernah mendengar program KB, tidak setuju, frekuensi mendapat kredit pernah mendapat kredit dan tidak pernah mendapat kredit. Ukurannya adalah : berobat ke Puskesmas, berobat di luar Puskesmas, menyekolahkan anak di SD Desa, tidak menyekolahkan anak, pernah dengar KB, setuju dan menggunakan alat kontrasepsi, pernah dengar KB, setuju, tidak menggunakan alat Kontrasepsi, pernah dengar KB, tidak setuju, tidak pernah dengar KB, pernah mendapat kredit, tidak pernah mendapatkan kredit, pernah mohon kredit dan berhasil, pernah memohon kredit dan tidak berhasil, tidak pernah memohon kredit. Tingkat Kesenjangan Sosial adalah perbedaan sosial antara nelayan lapisan atas dan nelayan lapisan bawah berdasarkan jarak sosial sikap tolong- menolong dan sikap bermusuhan dengan tetangga. Ukuran yang digunakan untuk menentukan sikap tolong-menolong adalah sikap yang dilakukan pada saat tetangga mengalami kesusahan membantu dalam bentuk : uang, tenaga, kesempatan kerja atau tidak menolong. Ukuran sikap bermusuhan adalah pengalaman bertengkar dengan tetangga bertengkar karena pinjaman tidak dikembalikan atau tidak mengembalikan pinjaman dan tidak pernah bertengkar. 28

2.6 Kerangka Pemikiran