Konsep Masyarakat Nelayan Stratifikasi Masyarakat Nelayan

11

2.3 Konsep Masyarakat Nelayan

Dalam ilmu-ilmu sosial, masyarakat nelayan termasuk dalam konsep peasant. Memang ada juga peneliti yang mengartikan peasant terbatas dalam mata pencaharian yang khas. Misalnya, Wolf mendefenisikan peasant sebagai petani yang hidup dari mengolah tanah dan tinggal di pedesaan Wolf, 1982 . Kalau defenisi ini dijadikan acuan maka nelayan, buruh, pengrajin tidak masuk dalam konsep peasant. Agar masyarakat nelayan mencakup dalam konsep peasant, konteks pengertiannya lebih cocok dikaitkan dengan kelompok orang desa dengan ciri-ciri sosial kultural, ekonomi yang khas. Firth mengartikan peasant mengacu kepada seluruh masyarakat pedesaan beserta sistem ekonominya. Meskipun mata pencaharian hidup utama petani peasant menggarap tanah, namun kategori pekerjaan petani tersebut, hanya dipisahkan secara teoritis. Di Kampung Perupak Kelantan Malaysia, Firth melihat bahwa penduduk desa yang bekerja sebagai petani sawah juga bekerja sebagai nelayan. Mereka semua hidup dalam sebuah desa dimana anggotanya tidak hanya saling terlibat dalam hubungan kerabat dan keagamaan tapi juga dalam bidang ekonomi. Kehidupan pedesaan dimana berbagai kegiatan penduduk saling terkait dan khas disebut peasantry. Seorang penduduk desa apakah petani, perajin, nelayan akan disebut sebagai peasant Firth dalam Marjali 1993. Dari keterangan diatas terlihat perbedaan titik pandang antara Wolf dan Firth. Berbicara tentang peasant, bagi Firth adalah sistem ekonomi yang khas. sedangkan bagi Wolf mengacu kepada jenis mata pencaharian. 12

2.4 Stratifikasi Masyarakat Nelayan

Masyarakat nelayan yang hidup dari hasil menangkap ikan dan bermukim di sepanjang pantai mempunyai dinamika sosial yang khas sesuai dengan lingkungannya local specific. Tidak berbeda dengan masyarakat desa agraris, masyarakat nelayan juga sudah mengenal sistem pelapisan sosial. Karenanya program–program pengembangan masyarakat pedesaan akan lebih mencapai sasaran dengan pemahaman bentuk-bentuk stratifikasi sosial pada masyarakat nelayan. Dengan demikian, manfaat program dapat merata ke seluruh lapisan bukan hanya bermanfaat pada lapisan atas tapi dilain pihak lapisan bawah mengalami pemiskinan. Istilah stratifikasi berkaitan dengan penilaian-penilaian sosial dalam arti sepanjang dalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai apakah nilai-nilai, kekayaan, kekuasaan maka dalam masyarakat terbentuk stratifikasi. Dimana-mana ada sistem pelapisan sosial dan ukuran yang digunakan juga bermacam-macam antara lain berupa kekuasaan, kehormatan, kekayaan, ilmu pengetahuan. Menurut teori surplus, timbulnya stratifikasi dalam masyarakat karena adanya surplus ekonomi. Orang berlomba-lomba menguasai surplus tersebut sehingga muncul pemenang. Teori kelangkaan menjelaskan bahwa timbulnya stratifikasi karena adanya kelangkaan sumberdaya alam dan individu Lenski dan Harner dalam Sanderson, 1993. Individu yang sama kedudukannya menurut penilaian sosial akan berada dalam suatu lapisan. Masuknya program-program pengembangan masyarakat nelayan yang membawa nilai-nilai dapat menimbulkan perubahan stratifikasi sosial. Artinya dasar pelapisan sosial mengalami pergeseran sehingga bentuk 13 stratifikasi yang ada dalam masyarakat berbeda dengan keadaan sebelumnya, bahkan tidak jarang program pengembangan masyarakat nelayan mempertajam jarak antara lapisan atas dan lapisan bawah. Misalnya program motorisasi membuat posisi lapisan atas ditempati pemilik kekayaan bukan kekuasaan. Ponsioen 1969 menyebutkan terjadinya perubahan lapisan sosial merupakan salah satu prime mover terhadap perubahan sosial. Sebagai suatu community, masyarakat desa membentuk suatu sistem pelapisan sosial yang kompleksitasnya tergantung kepada taraf perkembangan kebudayaan apakah tahap gathering, huntering and herdering, masyarakat agraris atau masyarakat industri. Artinya dalam masyarakat yang masih berada dalam tahap meramu dan berburu, dasar pelapisan masih sederhana misalnya berdasarkan usia dan jenis kelamin. Sedangkan masyarakat industri sudah mengalami stratifikasi yang lebih kompleks. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa pola pelapisan dalam masyarakat nelayan mengalami perubahan dalam arti terjadi perubahan nilai-nilai yang mendasari siapa yang menjadi lapisan atas. Di Desa Nenasi Malaysia, sistem pelapisan sosial masyarakat nelayan menempatkan orang berkuasa sebagai lapisan atas. Lapisan sosial tersusun mulai dari : Penghulu-Ketua Kampung, Towkay- Guru-Nelayan atau petani berpendapatan di atas 100 dollar-nelayan atau petani berpendapatan di bawah 100 dollar Hoch, 1982. Di Riau, masyarakat nelayan terbagi atas lapisan sosial yakni : ™ Nelayan non tradisionil yang memiliki perahu motor dan modal. ™ Nelayan non tradisionil yang memiliki perahu motor dan modal karena kredit yang diberikan pemerintah. 14 ™ Nelayan tradisionil yang memiliki perahu tanpa motor dan modal. ™ Nelayan tradisionil yang mempunyai status sebagai buruh nelayan dan bekerja pada nelayan non tradisional. Nelayan tradisionil yang mempunyai status sebagai buruh nelayan dan bekerja pada nelayan tradisionil pemilik perahu juragan P3K UGM-Bapeda Riau, 1988. Tampaknya sistem pelapisan sosial masyarakat dominan atas dasar penguasaan faktor produksi. Ada kalanya dasar pelapisan tersebut mengalami perubahan seiring masuknya program-program pengembangan masyarakat di desa pantai dan berkembangnya usaha-usaha non perikanan. Lapisan sosial dapat merefleksikan hak dan kewajiban dalam pola-pola hubungan sosial. Biasanya, lapisan atas yang terdiri dari rumah tangga yang memiliki alat produksi dan modal berfungsi sebagai patron dan lapisan bawah terdiri dari rumahtangga nelayan buruh dan nelayan pemilik perahu tidak bermotor sebagai klien. Hubungan yang terjadi seiring berlangsung tidak seimbang karena pinjaman yang diberikan patron kepada klien baik untuk modal, biaya turun ke laut atau keperluan rumah tangga harus diimbangi dengan penjualan hasil tangkap kepada patron dengan harga di bawah pasar. Terbaginya masyarakat nelayan ke dalam lapisan sosial membuat program pengembangan masyarakat nelayan tidak merata menjangkau lapisan sosial yang ada. Perbedaan jangkauan program dapat disebabkan adanya perbedaan kemampuan antara lapisan atas dan lapisan bawah dalam memanfaatkan program-program pengambangan masyarakat nelayan tersebut. Karena lapisan kurang mampu bersaing dengan lapisan atas dalam memanfaatkan fasilitas kredit usaha motorisasi alat penangkap ikan, maka dalam rumahtangga 15 masyarakat nelayan timbul kesenjangan. Beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa kesenjangan ekonomi yang timbul dalam masyarakat nelayan yang disebabkan program-program pengembangan masyarakat nelayan, tidak dengan sendirinya menimbulkan kesejahteraan sosial. Keadaan ini terjadi karena dalam masyarakat masih berfungsi hubungan sosial yang bersifat ketetanggaan, hubungan kerabat dan hubungan kepercayaan Amaluddin, 1987

2.5 Program Pengembangan Masyarakat Nelayan