6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Partisipasi
Partisipasi mempunyai pengertian yang luas yang dapat dipandang sebagai suatu proses yang dinamis dan berdimensi jamak. Partisipasi berarti peranserta
seorang atau kelompok masyarakat dalam suatu kegiatan dalam bentuk pernyataan maupun kegiatan dengan memberikan masukan berupa fikiran, tenaga, waktu,
keahlian, modal atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmatinya Anwar, 1986; Sastropoetro, 1988; Slamet, 1992 dan Wardoyo, 1992.
Menurut Oppenheim 1973, partisipasi merupakan bentuk perilaku yang didukung oleh dua hal : 1 ada unsur yang mendukung untuk berperilaku tertentu
pada diri seseorang person inner determinant, dan 2 terdapat iklim atau lingkungan environmental factors yang memungkinkan terjadinya perilaku
tertentu. Menurut Bertrand 1958, tipe-tipe partisipasi sosial dalam masyarakat
pedesan adalah : 1 partisipasi sosial formal, yaitu partisipasi sebagai anggota dalam institusi formal; 2 partisipasi semi formal, yaitu partisipasi dalam institusi
sosial yang tidak terorganisir seperti mendatangi perlombaan yang diadakan di desa, saat pemasaran hasil tangkapan dan lain-lain, dan 3 partisipasi sosial
informal, yaitu partisipasi dalam hubungan sosial informal atau kelompok yang tidak terorganisir.
Dalam proses partisipasi dikenal pula tahapan-tahapan, dimana tidak semua individu atau kelompok mengikuti semua tahapan. Stephen 1988 serta
7
Chen dan Uphoff 1977 membedakan tahapan partisipasi atas : 1 partisipasi pada tahap perencanaan, 2 partisipasi pada tahap pelaksanaan, 3 partisipasi pada tahap
pemanfaatan, dan 4 partisipasi pada tahap penilaian. Pentingnya partisipasi dalam masyarakat dan perencanaan pengambilan
keputusan, yaitu : 1 sebagai langkah awal mempersiapkan masyarakat untuk berpartisipasi dan merupakan salah satu cara untuk menumbuhkembangkan rasa
memiliki dan rasa tanggungjawab masyarakat setempat terhadap setiap kegiatan yang dilakukan, 2 sebagai alat untuk memperoleh informasi mengenai kebutuhan,
kondisi, dan sikap masyarakat setempat dan, 3 masyarakat mempunyai hak untuk urunrembung dalam menentukan program yang ada di tengah kehidupan mereka
Suharjo, 1986; Conyers, 1991; Uphoff, 1998. Menurut Goldsmith dan Blustain dalam jahi 1988, apabila dengan
berpartisipasi memberikan manfaat dan dapat memenuhi keperluan-keperluan masyarakat setempat, maka hal itu akan menjadi pendorong timbulnya kemauan
masyarakat untuk berpartisipasi. Berkaitan dengan hal ini Mc Clelland 1987, menyebutkan bahwa motivasi merupakan motor pengerak perilaku manusia dan
olehkarenanya peningkatan motivasi akan mendorong peningkatan partisipasi masyarakat, dan “n Ach” need for achievement merupakan kunci perubahan dari
tradisional menjadi modern.
2.2 Konsep Partisipasi Perempuan dalam Pembangunan Desa