Perumusan Masalah Analisis pengembangan kawasan pelabuhan perikanan kamal muara dan dadap dalam konteks pengelolaan wilayah pesisir terpadu

5

1.2 Perumusan Masalah

Kerusakan lingkungan pesisir, khususnya ekosistem perairan pantai adalah salah satu isu pokok yang sekarang sedang berkembang di kawasan Dadap-Kamal Muara. Isu yang lainnya adalah masa depan PPITPI Dadap dan PPITPI Kamal Muara yang tidak diketahui secara jelas dan transparan oleh penduduk lokal. Meskipun menjadi sumber pendapatan bagi nelayan dan pedagang ikan serta menjadi tempat belanja ikan bagi penduduk sekitarnya, program pengembangan PPITPI Dadap dan PPITPI Kamal Muara di masa yang akan datang tidaklah diketahui oleh masyarakat umum. Kerusakan ekosistem perairan ditunjukkan dengan rendahnya nilai kualitas air di pesisir utara Jakarta dan Tangerang. Dari penampakan warna air, sampai jarak sekitar 500 m dari garis pantai warna air sudah hitam dengan bau khas senyawa sulfida. Tingkat polusi air juga sudah tinggi yang telah menyebabkan terjadinya beberapa kali kasus matinya ribuan ekor ikan, dan tingginya kandungan logam berat pada benthos dan kerang hijau Perna viridis L.. Kejadian bulan Mei 2004 dimana ribuan ekor ikan mati di perairan pesisir Jakarta sudah menunjukkan bagaimana buruknya kondisi kualitas airnya. Kondisi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan program pembangunan yang direncanakan haruslah dikomunikasikan dengan sangat cermat dan terpadu. Bilamana perlu dapat dilakukan suatu kajian yang cukup mendalam untuk mencari jawaban apakah program yang direncanakan pemerintah dapat memberikan keuntungan kepada semua stakeholders, atau hanya menguntungkan segelintir orang saja. Kajian juga dapat memberikan jawaban apakah suatu program pembangunan masih layak untuk diteruskan padahal dukungan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia tidak ada. Sebagai akibat adanya berbagai kepentingan dalam pengembangan kawasan Dadap, maka terjadinya penurunan fungsi PPITPI Dadap sebagai pusat kegiatan perikanan tangkap di kawasan paling timur Kabupaten Tangerang ini adalah suatu hal yang wajar dan dapat dimengerti. Namun demikian, hal ini telah membawa dampak negatif, tidak hanya bagi nelayan tangkap dan para pedagang 6 kecil dan pengolah ikan, tetapi juga terhadap para pemilik restoran seafood yang sebelumnya tumbuh menjamur di kawasan ini. Vakumnya kegiatan PPITPI Dadap sejak tahun 1997 secara langsung juga merugikan Pemda Tangerang yang kehilangan sumber dana dari retribusi PPITPI dan kegiatan ekonomi ikutannya. Dengan tidak aktifnya PPITPI Dadap ini, maka sebagian dari nelayan yang biasanya mendaratkan hasil tangkapannya di sini, kini beralih ke TPI lain yang umumnya berada di kawasan Jakarta Utara, khususnya ke TPI Kamal Muara yang berjarak 700 m di sebelah timurnya. Namun demikian di sisi yang lain, seandainya Pemkab Tangerang mempunyai program lain yang dinilai akan lebih banyak menghasilkan PAD, maka pe-non-aktifan TPI Dadap tersebut akan menjadi suatu jalan ke arah alternatif yang lebih menguntungkan. Di Kelurahan Dadap, sejak lama sudah ada rencana pembangunan Pelabuhan Kapal Penelitian Baruna Jaya yang tidak jelas kelanjutannya, pembangunan kawasan wisata Pantai Mutiara Dadap, serta pembangunan Pelabuhan Peti Kemas. Di Kamal Muara, rencana pembangunan Kota Air Kamal Muara secara perlahan tapi pasti tetap bergulir. Semua program tersebut seolah- olah menggantung di langit dan sewaktu-waktu dapat turun untuk dilaksanakan. Padahal masyarakat yang akan terkena dampaknya perlu mengetahui secara dini, apa yang akan terjadi dan apa akibatnya bagi penduduk. Mungkinkah masyarakat mendapat keuntungan langsung, atau keuntungan tidak langsung yang masih memungkinkan mereka untuk tetap tinggal di tempat tinggalnya sekarang. Perkembangan kegiatan ekonomi di kawasan Dadap ini ternyata juga diikuti oleh maraknya aktivitas prostitusi, yang merupakan salah satu dampak negatif dari kegiatan pembangunan ini. Keresahan masyarakat akhirnya memuncak pada tanggal 14081997, dimana areal prostitusi tersebut akhirnya dibakar massa. Dampak lanjutan dari kerusuhan tersebut adalah berkurangnya restoran seafood karena konsumen yang berkunjung ke kawasan ini merasa jengah. Berkurangnya volume pemasaran ikan kemudian menyebabkan pendaratan ikan di PPITPI pun jauh berkurang. Data jumlah hasil retribusi kegiatan lelang di PPITPI Dadap tahun 1994 sebesar 18,3 juta rupiah, namun sejak tahun 2000 nilai ini belum pernah tercapai lagi Diskankab Tangerang 2003. 7 Penurunan kualitas lingkungan sosial ini sangat meresahkan masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang masih memiliki rasa idealisme untuk mendapatkan pendidikan keluarga yang baik. Kondisi ini memicu terjadinya perusakan 68 rumah liar yang digunakan untuk praktek prostitusi di Dadap tanggal 20 Oktober 1994, yang dipelopori oleh puluhan Ibu-ibu PKK. Shock therapy ini hanya bertahan beberapa bulan saja, karena secara perlahan-lahan tetapi pasti kegiatan prostitusi tersebut tetap berjalan Anonimous 1996. Menurut McCann 2001, semua fenomena ekonomi selalu memerlukan tempat ruang geografis, baik dalam bentuk tempat perdagangan barang pasar, ataupun tempat jasa perdagangan itu dilakukan seperti perkantoran. Sehingga, performa dari lokasi ini sangat menentukan pula keberhasilan proses jual beli, termasuk jasa perdagangan yang tidak melibatkan secara langsung barang yang diperjual belikan. Kondisi ini menyebabkan tingginya permintaan terhadap lahan sehingga harganya pun menjadi sangat tinggi, sehingga keberadaannya menjadi langka. Menurut Rustiadi et al. 2003, kelangkaan ini tidak hanya dilihat dari aspek fisik ketersediaannya terbatas, tetapi juga oleh kendala-kendala kelembagaan institutional seperti kepemilikan, dalam kaitannya dengan hak-hak property right atas tanah yang dapat menjadi suatu kendala dalam pemanfaatannya. Isu lain yang juga bergulir cepat di daerah ini adalah rencana pembangunan kawasan wisata terpadu Pantai Mutiara. Belum juga dokumen AMDALnya dibuat, kegiatan reklamasi seluas 300 ha sudah dilakukan sehingga meresahkan masyarakat dan pemerintah daerah Anonimous 2004a dan 2005a; Anonimous 2004b. Berdasarkan Perda RTRW No. 51992, No. 31996, serta Perda No 52002 tentang Perubahan Atas RTRW, kawasan Dadap diperuntukkan sebagai daerah pengembangan perikanan dan pariwisata. Konflik yang terjadi di kawasan Dadap tersebut cukup komplek. Kompleksitas masalah ini disebabkan sudah terdapatnya aspek legal yang mengijinkan dilakukannya reklamasi oleh para pengembang. Legalitas yang membolehkan dilakukannya reklamasi ini berupa Fatwa Rencana Pengarahan Lokasi dengan No. 655.2330-DTRBIX2001 tertanggal 26 September 2001 yang 8 ditandatangani oleh Bupati Agus Djunara. Apalagi pada saat yang bersamaan Dinas Tata Ruang dan Bangunan juga mengeluarkan surat penetapan retribusi fatwa rencana pengarahan lokasi bernomor 974330-DTRBIX2001 yang ditandatangani Kepala Dinas Tata Ruang dan Bangunan, Nanang Komara yang kini menjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Tangerang. Dalam fatwa tersebut ditetapkan bahwa dasar hukum pemberian fatwa itu adalah Perda No 8 tahun 1986 jo Perda No 11 tahun 1987 tentang IMB dan Perda No 4 tahun 1994 Bab IV tentang retribusi,” jelas sumber tadi. Menurutnya, berdasarkan ketetapan tersebut pihak pengembang diharuskan membayar retribusi biaya urukan senilai Rp 100 per meter persegi Sinar Harapan 2004a. Dalam berita tersebut juga disebutkan bahwa Pemkab Tangerang telah menerima retribusi ratusan juta rupiah dari pengembang untuk mengeluarkan ijin tersebut. Kemelut yang belum selesai hingga kini tersebut, meskipun telah dibawa dalam diskusi di tingkat DPRD Suara Publik 2004 dan Komisi VII DPR Anonimous 2005c, Anonimous 2005d, menunjukkan bahwa telah terjadi kekisruhan dalam implementasi Perda tentang RTRW dan desakan kepentingan beberapa pihak yang berorientasi pada keuntungan ekonomi sesaat. Perpindahan tempat pendaratan ikan dari nelayan-nelayan tersebut secara ekonomi akan sangat merugikan masyarakat wilayah Dadap khususnya dan Kabupaten Tangerang umumnya. Sebaliknya, peningkatan jumlah nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di wilayah Jakarta Utara tidak hanya menyebabkan peningkatan pendapatan karena terjadinya peningkatan volume kegiatan perikanan, tetapi juga menimbulkan dampak sosial yang cukup besar bagi Kota Metropolitan Jakarta, seperti munculnya daerah-daerah kumuh di sekitar pelabuhan perikanan dan meningkatnya masa tunggu waiting time di pelabuhan. Meningkatnya masa tunggu bongkar muat di suatu pelabuhan ini secara ekonomi sangat merugikan nelayan khususnya dan juga merugikan pemerintah secara umum. Hilangnya kegiatan perikanan di PPITPI Dadap serta peningkatan yang drastis pula di PPITPI Kamal Muara dan PPITPI Muara Angke telah menyebabkan terjadinya kelebihan kapasitas penanganan pelabuhan overload di 9 kedua TPI di Jakarta Utara ini. Kurang baiknya prasarana dan sarana pelabuhan telah menyebabkan kurang optimalnya penggunaan tenaga buruh di PPITPI Kamal Muara, sementara di PPITPI Muara Angke, optimalisasi tenaga buruh terhambat karena kapal ikan yang sudah melakukan bongkar muatan terhambat untuk melakukan “parkir” karena keterbatasan kolam pelabuhan. Sebagai kawasan yang terletak di perbatasan antara dua daerah tingkat kabupatenkota dan dua provinsi, yaitu Kabupaten Tangerang Provinsi Banten dan Kota Jakarta Utara Provinsi DKI Jakarta, potensi kawasan Dadap dan Kamal Muara tersebut dapat berpeluang untuk menyumbangkan sesuatu yang bersifat positif bagi kedua belah pihak atau bersifat negatif bagi salah satu atau keduanya. Suatu kegiatan pembangunan di kawasan tersebut yang direncanakan dan dilaksanakan secara terpadu oleh kedua daerah tingkat kabupatenkota tersebut akan secara pasti memberikan keuntungan bagi keduanya. Tetapi jika hal tersebut dilakukan secara kedaerahan atau bahkan sektoral, besar kemungkinan akan terjadi beberapa hal berikut: 1 Masing-masing daerah mendapat keuntungan, tetapi persaingan jenis usaha tidak dapat dikontrol dan akan saling menjatuhkan salah satu pihak; 2 Salah satu daerah akan mendapat keuntungan besar tetapi daerah lainnya mendapat keuntungan sekedarnya; 3 Salah satu daerah mendapat keuntungan tetapi daerah lainnya mendapat kerugian, baik dilihat dari aspek sumberdaya manusia, biofisik, sosial ekonomi, maupun lingkungan. 4 Kedua daerah mendapat kerugian, karena beberapa kegiatan yang saling bertentangan di suatu kawasan yang sama akan menimbulkan dampak negatif. Kawasan Dadap dihuni oleh berbagai komunitas masyarakat yang mempunyai aktivitas primer yang berbeda-beda. Masyarakat sekitar Dadap dan Kamal Muara terdiri dari nelayan, petani, penduduk yang terlibat dengan kegiatan lain seperti perdagangan dan jasa, serta juga terdapatnya beberapa lokasi pemukiman penduduk yang umumnya bukan penduduk asli kawasan DadapMuara Kamal atau para pendatang. Dalam konsep ICZM, peran 10 penduduk lokal dalam perencanaan pembangunan sangatlah vital. Opini masyarakat harus diakomodasi oleh pemerintah sehingga akan diperoleh prinsip- prinsip saling mendapat keuntungan win-win solution meskipun tidak penuh.

1.3 Tujuan