227
Hal ini mungkin terjadi karena adanya perkembangan yang tidak linier dari pembangunan fasilitas, baik yang diperlukan oleh TPI Kamal Muara, maupun
fasilitas pengembangan yang dilakukan di TPI Dadap.
5.4 Skenario pengembangan dan pengelolaan pelabuhan perikanan di
kawasan TPI Dadap dan TPI Kamal Muara
5.4.1 Penentuan lokasi pelabuhan perikanan
Menurut Kramadibrata 2002, pelabuhan adalah tempat berlabuhnya kapal- kapal yang diharapkan merupakan suatu tempat yang terlindung dari gangguan
laut, sehingga bongkar muat dapat dilaksakan untuk menjamin keamanan barang. Suatu lokasi di pantai dapat memenuhi persyaratan ini dengan kedalaman air dan
besaran kolam yang cukup untuk ukuran tertentu, sehingga hanya dibutuhkan adanya suatu dermaga wharf tempat ditambatkannya suatu perahu. Pelabuhan
seperti ini disebut pelabuhan alam. Tipe tempat lain yang dibentuk dan diperuntukan bagi berlabuhnya kapal adalah pelabuhan buatan, dimana alur masuh
dan kolam pelabuhan, dan pemecah gelombang harus dibangun secara penuh. Diantara kedua tipe pelabuhan ini ada juga yang termasuk pelabuhan semi alam.
Mengacu pada definisi yang tercantum dalam International Maritime Dictionary
, Murdiyanto 2004 membuat padanan untuk istilah harbour dengan bandar, yaitu suatu pelabuhan alam yang tidak selalu memiliki fasilitas buatan.
Istilah port dipadankan dengan pelabuhan, dalam arti pelabuhan buatan. Dubrocard dan Thoron 1998 menyatakan bahwa suatu pelabuhan dapat
digambarkan sebagai suatu tempat dimana berlangsung mekanisme transportasi barang-barang yang berasal dari daratan menjadi barang-barang yang berasal dari
laut, dan sebaliknya. Pelabuhan menawarkan dua macam pelayanan, yaitu pelayanan kapalnya dan pelayanan muatannya.
Pelayanan yang diberikan oleh pelabuhan didasarkan pada hasil dari pengalaman dalam jangka waktu yang lama.
Dalam kaitannya dengan kapal ikan, terjadinya antrian akan sangat mempengaruhi nilai dari muatannya tersebut, terkait dengan proses lelang
Dubrocard dan Thoron 1998. Hal ini tidak hanya waktu tunggu yang penting tetapi lebih pada harga ikan yang dapat dicapai saat lelang
.
Artinya, jika ikan
228
yang dibongkar tersebut menambah jumlah ikan yang sudah ada di pelelangan, dikhawatirkan akan terjadi penurunan harga karena kelebihan pasokan di pasar.
Pelabuhan Perikanan Dadap dan Kamal Muara, jika dilihat dari bentuk fisik dan tataletaknya bukanlah suatu pelabuhan yang ideal yang sejak awal secara
resmi direncanakan untuk dibuka oleh pemerintah meskipun kemudian beberapa fasilitas pendukung dibangun di sekitarnya. Karena kondisi muara sungai di
kedua daerah tersebut relatif dangkal dan laju sedimentasi cukup besar. Fungsi pelabuhan ini berkembang lebih disebabkan oleh kebutuhan terhadap suatu tempat
bersandarnya kapal-kapal ikan yang memerlukan tempat berlindung dari ombak dan angin.
Menurut Guckian 1974, suatu lokasi akan memerlukan pembangunan fasilitas pelabuhan jika:
1 Ada kegiatan peluncuran kapalperahu ke suatu perairan;
2 Ada proses gerakan kapal melalui suatu alur yang dangkal yang berbahaya,
seperti pantai berkarang, arus kencang, bars, surf, dll; 3
Diperlukan suatu prasarana penambatan berthage dan berlabuh anchorage
kapalperahu yang aman untuk terapung afloat; 4
Diperlukan suatu penanganan ikan hasil tangkap, baik dari perahu ke darat maupun ke kapalperahu lainnya.
5 Ada kegiatan perbaikan perahu dan suplai kebutuhan awak kapal, seperti
peralatan tangkap, bahan bakar, air, es, dan bahan lainnya; 6
Ada kegiatan penanganan dan pengolahan ikan di pantai; 7
Ada kegiatan pemeliharaan dan perbaikan kapalperahu di dermaga pelabuhan, atau di pantai.
Guckian 1974 menambahkan bahwa pembangunan fasilitas di suatu pelabuhan harus ditentukan pada dua faktor, yaitu: ukuran dan tipe kapal yang
akan digunakan; dan aktivitas khusus yang memerlukan pelayanan khusus pula. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam suatu pembangunan
pelabuhan, keterlibatan arsitek kelautan, teknik sipil, master penangkapan, spesialis industri perikanan, ahli ekonomi, dan sosiologi.
Menurut Dubrocard dan Thoron 1998, suatu kapal ikan yang berlabuh di sebuah pelabuhan sudah harus mempunyai pertimbangan tentang adanya biaya
229
tunggu. Mereka mempertimbangkan waktu pelayanan bongkar muat menjadi penentu utama kualitas pelayanan pelabuhan yang disediakan. Kualitas pelayanan
ini diukur dengan keterlambatannya the delay, yang ditentukan oleh kapasitas pelabuhan dan permintaan untuk mendapatkan pelayanan pelabuhan tersebut.
Untuk kasus TPI Dadap dan TPI Kamal Muara, pelayanan yang dilakukan oleh pelabuhan sebenarnya hampir tidak ada. Hal ini tampak karena setiap kapal
ikan melakukan bongkar muat sendiri, baik untuk ikan hasil penangkapannya, maupun untuk pemuatan ransum dan keperluan operasi penangkapan. Untuk
kegiatan servis mesin dan kapal juga dilakukan oleh awak kapal sendiri, tidak mengandalkan bengkel khusus, kecuali jika terjadi kerusakan mesin yang relatif
parah sehingga memerlukan montir yang lebih akhli. Oleh karena itu, belum diperlukan sistem analisis khusus untuk membahas teori antrian di TPI Kamal
Muara. Menurut Kramadibrata 2002 dan Murdiyanto 2002, kelengkapan
fasilitas dalam suatu pelabuhan perikanan haruslah mencakup dua unsur utama, yaitu:
1 Fasilitas pokok basic facilities, yang mencakup:
a. fasilitas perlindungan protective facilities, berfungsi untuk
melindungi kapal dari pengaruh buruk yang diakibatkan oleh kondisi oseanografis seperti gelombang, arus, pasang, aliran pasir,
erosi, luapan air di muara sungai, dsb. Fasilitas ini dapat berupa breakwater
, groin, tembok laut, atau bangunan maritim lainnya; b.
fasilitas tambat mooring facilities, digunakan untuk kapal bertambat, bongkar muat ikan, berlabuh, dan saat menganggur idle
berthing . Fasilitas ini dapat berupa dermaga pendaratan, mooring
quays , bollards piers, dan slipways;
c. fasilitas perairan pelabuhan water side facilities, berguna untuk
pintu masuk pelabuhan dan manuver kapal di areal pelabuhan dan untuk kapal berlabuh anchorage. Fasilitas dapat berbentuk alur
atau kanal pelayaran atau kolam pelabuhan. 2
Fasilitas fungsional terdiri dari berbagai fasilitas yang berfungsi untuk melayani berbagai kebutuhan lainnya di areal pelabuhan tersebut, seperti
230
bantuan navigasi, layanan transportasi, layanan suplai kebutuhan bahan bakar minyak dan pelumas, tempat penanganan dan pengolahan ikan,
fisilitas darat untuk perbaikan jaring, perbengkelan untuk perbaikan dan pemeliharaan kapal, layanan kebutuhan air bersih dan perbekalan melaut
makanan, sarana penangkapan, dsb, instalasi pengolahan limbah dan saluran pembuangannya, layanan komunikasi, layanan kesejahteraan sosial
bagi nelayan dan umum, dlsb.
5.4.2 Kelayakan teknis pelabuhan perikanan