260
5.3.4 Aspek ekonomi-sosial kawasan pesisir Dadap-Kamal Muara
Sebagai pusat kegiatan ekonomi yang dibangkitkan oleh sektor perikanan, TPI Muara Angke telah menghasilkan suatu input yang bernilai lebih dari
Rp 758 juta per harinya. Potensi ekonomi TPI Muara Angke ini dihitung sebelum terjadinya kenaikan bahan bakar minyak. Data selengkapnya dari
potensi ekonomi TPI Muara Angke dicantumkan dalam Tabel 4.22. Tabel 4.22
Potensi ekonomi dan penyerapan tenaga kerja rata-rata per hari di lingkungan TPI Muara Angke tahun 2005 sebelum
kenaikan harga BBM Disnakkanlut 2005.
No JENIS KEGIATAN
PELAYANAN JUMLAH
BURUH UNIT
NILAI TRANSAKSI
HARIAN JUMLAH
TRANSAKSI HARIAN
KET. 1 2
3 4
5 6
1 Transaksi TPI
70 orang -
250.000.000 Anak
buah peserta lelang
60 35.000 2.100.000
2 Bahan bakar
112 ton 198.000.000
1.650lt Buruh
31 56.989
1.766.667 3
Es balok 8.000 balok
96.000.000 12.000blk
4 Kegiatan tambat
labuh 18 100.000
Perda No
399 5 Tryas
tryaze, penyortiran
600 unit 300.000
6 Buruh dilingkungan TPI
Buruh kuning
34 25.000
850.000 Buruh
biru 32
25.000 800.000
261 Lanjutan
Tabel 4.22 1 2
3 4
5 6 Buruh
merah 10
20.000 200.000
Buruh jijau
9 15.000
135.000 7 Kuli
gerobak pengasin
40 15.000 600.000
8 Kuli gerobak
lelang 83
30.000 2.490.000 9
Puja seri 24 unit
Buruh 144
10.000 1.440.000
10 Pedagang K5
produk perikanan 85
pedagang Buruh
79 15.000
1.185.000 11 Pedagang
grosir 276
pedagang Buruh
828 25.000 20.700.000
12 Unit pengepakan 30 unit
Buruh 90
25.000 2.250.000
13 Workshop 10
unit Buruh
109 22.500
2.452.500 14 Kios
alat perikanan
38 unit Buruh
15 Kios gudangkantor
16 unit Buruh
16 Mirasih 1
unit Buruh
20 16.667
333.333 17 Pedagang otak-2
22 unit Buruh
20 15.000
1.080.000 18 Cold storage
I unit Kisaran
gaji: 0,8- 1,5 jtbl
Buruh 53
38.333 2.031.667
19 Pabrik es 1 unit
Kisaran gaji: 0,8-4
jtbl Buruh
44 40.000
1.760.000 20 PHPT
203 unit
Buruh 1.000
30.000 30.000
21 Koperasi putri
salju Agen depot es
30 unit Buruh depot es
240 40.000
9.600.000 Buruh
pikul pjg
60 50.000
3.000.000 Buruh
pikul pdk
85 50.000
4.250.000 Buruh
kantor 20
83.333 1.666.667
262 Lanjutan
Tabel 4.22 1 2
3 4
5 6 Jml buruh pikul
angkutan 55 25.000
1.375.000 Mobil putri salju
12 unit Buruh
24 40.000
960.000 10 Upah
ABK Jaring
cumi 369
32.000 11.808.000 Bouke
ami 1.039
32.000 33.248.000 Bubu
822 35.000 28.770.000
Angkutan 844
35.000 29.540.000 Gillnet
1.024 35.000 35.840.000
Purse seine
2.525 27.000 68.175.000
Jaring cantrang
411 30.000 12.330.000
Jaring rampus
35 30.000
1.050.000 Jaring
nilon 18
30.000 540.000
Jaring tangsi
96 30.000
2.880.000 Lampara
53 30.000
1.590.000 Payang
174 35.000
6.090.000 Pancing
48 30.000
1.440.000 Muro
ami 58
40.000 2.320.000
Jumlah 904.975.258
Ket: Buruh kuning = bertugas untuk mengangkut ikan dari kapal sampai darmaga
Buruh biru = bertugas untuk mengangkut ikan dari darmaga sampai ke lantai pelelangan Buruh merah
= bertugas untuk mengangkut ikan setelah pelelangan sampai ke truk pengangkut ikan
Buruh hijau = bertugas untuk mengangkut ikan setelah pelelangan sampai ke PHPT
Dari Tabel 4.22 tersebut tampak bahwa total nilai transaksi harian di TPI Muara Angke dapat mencapai Rp 904.975.258. Jumlah transaksi ini
menjadi jauh mengecil pada saat terjadinya kenaikan bahan bakar sampai dua kali dalam tahun 2005 ini, yaitu harga solar dari Rp 1.650 naik
menjadi Rp 2.300 pada bulan April, kemudian pada bulan Oktober naik kembali menjadi Rp 4.300.
Kenaikan harga BBM telah mendorong terjadinya kenaikan harga barang lain, termasuk untuk kebutuhan operasional penangkapan ikan. Namun
demikian, kenaikan biaya operasional ini tidak menjamin terjadinya kenaikan hasil tangkap ikan yang dapat digunakan untuk menutup biaya
operasional. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya kapal yang tidak dapat beroperasi.
263
Data potensi ekonomi dan penyerapan tenaga kerja rata-rata per hari di lingkungan TPI Dadap tahun 2005 sebelum kenaikan harga BBM dicantumkan
dalam Tabel 4.33 Tabel 4.33
Potensi ekonomi dan penyerapan tenaga kerja rata-rata per hari di lingkungan TPI Dadap tahun 2005 sebelum kenaikan harga BBM.
No JENIS KEGIATAN
PELAYANAN JUMLAH
BURUH UNIT
NILAI TRANSAKSI
PER HARI JUMLAH
TRANSAKSI PER HARI
KET. 1 Transaksi
TPI -
- -
2 Bahan bakar
5 ton 8.250.000
1.650lt Buruh
10 25.000
250.000 3
Es balok 200 balok
2.400.000 12.000blk
7 Kuli gerobak
pengasin 4 15.000
600.000 10 Pedagang
K5 produk perikanan
2 15.000 30.000 16 Mirasih
3 unit
Buruh 18
15.000 270.000
10 Upah ABK
Gillnet 142
852 35.000 29.820.000
Purse seine 39 390
27.000 10.530.000
Pancing 88
264 20.000
5.280.000 Bubu
20 80
20.000 1.600.000
Kerang Hijau
50 150 17.000
2.550.000 Jumlah
61.580.000 Sumber: UPT Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan
Pendaratan Ikan 2005
Ditinjau dari aspek land rent, nilai lahan di daerah penelitian berubah dari tahun ke tahun, sesuai dengan perkembangan. Data perubahan harga lahan di
sekitar Kawasan Dadap dan Kamal Muara dicantumkan dalam Tabel 5.2.1.2.1. Tabel …Perubahan harga lahan di Kawasan Dadap dan Kamal Muara
JARAK DARI PUSAT
KEGIATAN Harga lahan per meter di sekitar TPI Dadap dan TPI Kamal
Muara
97 98 99 00 01 02 03 04 05 06 07
1.
264
2 3
4 5
6 JARAK DARI
PUSAT KEGIATAN
Harga kontrakan rumahtoko per meter di sekitar TPI Dadap dan TPI Kamal Muara
97 98 99 00 01 02 03 04 05 06 07
1. 2
3 4
5 6
Perubahan harga lahan dan juga kontrakan rumahtempat usaha menunjukkan kecenderungan yang meningkat meskipun pada skala yang berbeda.
Perubahan harga lahan di lokasi penelitian dianalisis menggunakan regresi linier menghasilkan gambaran sebagai berikut:
VMP
i
= P
o
x MP
i
dimana: VMPi = nilai produk marjinal dari unit lahan ke-I
Po = net price dari output setelah dikurangi biaya transportasi, dan
MPi = produk marjinal dari unit lahan ke-I
As the rent - bid curve represents the willingness for the urban inhabitant to con
265
Cross sectional land value data along the corridor were collected for each 100 meters resulting 107 x 5 set data to create three-dimensional equation as
formulated in the equation 3 above. The research collected market price data from respective land use since the current tax-object sales value NJOP: Nilai Jual
Obyek Pajak
, can hardly be used to represent land value. The data collection has a specific challenge, particularly in Padang, for identifying market price for land
belong to the ethnic clan, instead of individual Ulayat Land: indigenous land ownership belong to the traditional clanfamily - often not transferable and
saleable. The data were collected and categorized into two groups, namely: 1 land located
at developed corridors, and 2 land located at the proposed under-developed corridor. When the data were plotted graphically, they were sparsely distributed.
For both aggregate and disaggregate analysis, a rent-bid curve can be obtained. Figure 5 below demonstrates the aggregate rent - bid curve for developed and
underdeveloped land along corridor. Similar graph was produced for cross sectional land value. The equations for the land value are as follows:
The aggregate analysis shows that the equation for both under-developed and developed corridor yield satisfactory R
2
. Figure 5 Rent - bid Curve for the City of Padang along the Corridor
possible to estimate the change in the land value. Assuming the influence with is 500 meters, and the road corridor is calculated between 3+000 and 20+000, the
calculation of land benefit along proposed road corridor yields a total benefit of Rp 526,454,333,231 for the whole corridor. Three-dimensional graphs for with
and without project case are shown in Figure 6. It is important to note that the above land development benefit is one-off benefit. It means that the benefit
could only be exploited only at one time, or spread over the period of analysis. Estimating the rent - bid curve and utilizing equations 4 and 5 above, it is now
Figure 6 Three-dimensional Representation of With and Without Project Situations
The information obtained from the development benefit estimation can now be used and internalized in the feasibility and project appraisal process. The increased
land
benefit alone can be used as a foundation for the government to initiate negotiation with private developer for the investment sharing. What is currently
seen to be a taken-for-granted investment for promoting property development can be captured and calculated. The current regulatory framework however, is still
to be developed to incorporate non-discrimination issue for affected land along the development corridor.
CONCLUSIONS AND RECOMMENDATION FOR FUTURE RESEARCH
The proposed methodology for estimating land benefit of road investment scheme above has demonstrated the applicability of microeconomic theory of land use
and trans port - land use interaction theory. It shows that the change in the rent- bid curve can be used as a proxy for estimating land development benefit.
266
Internalization of land benefit into project appraisal will further enrich the current road investment externalities besides environment and safety.
Using the proposed method, the development benefit in the case of Padang urban road project produces Rp 526.454 billion worth of land value change. Significant
increase in the land value from road investment as shown in the case of Padang shows that this renewed and replicable methodology encourages creative public -
private partnership for urban road infrastructure for many other Indonesian cities.
Future research should be directed to integrate the diminishing impacts of road investment along corridor width using discrete parcel instead of a continuous
function. The integration will pave a new way for dynamic modelling of measuring development benefit to be share in more equal manner by private land
developers.
de la Barra, Tomas. 1989. Integrated Land Use and Transport Modelling: Decision Chains and Hierarchies
. Great Britain: Cambridge University Press Banister, David. 1995. Private Sector Investment in Roads: The Rhetoric and the
Reality, in David Banister ed Transport and Urban Development. London: Spon Heggie, Ian and J. Vickers.1998. Commercial Management and Financing of
Roads. WB Technical Paper 409. Washington Parikesit, D. 1996. Interdependence between Accessibility of Transport
Infrastructures and Location Choice and Its Effects on Energy Consumption, Unpublished Doctoral Dissertation.Vienna: TU Wien _________ 1998a.
Development of Land Use Transport Model Using Constant Travel Time Budget Principles. Hong Kong: Conference Proceeding: 3rd inter- national
Conference of Hong Kong Society for Transportation Studies
__________ 1998b. Urban Facilities And Transportation Interaction: A Case Study Of Vienna, Austria,
Teknisia Journal, Vol. II No. 6. pp. 26-34
__________ 2000, Development of Algorithm for Tri-proportional Approach in Urban Location Choice, FSTPT Journal Vol 2 No 1 June 2000 pp. 2332
Ditinjau dari aspek ekonomi, pengaturan bersama terhadap aktivitas yang berkaitan dengan fungsi TPI Dadap dan TPI Kamal Muara dalam bidang
perikanan khususnya dan bidang-bidang lainnya yang terkait dengan pengelolaan kawasan pesisir dan lautan yaitu wisata bahari dan pelabuhan, akan memberikan
keuntungan optimal dari banyak aspek ekonomi di sekitar kawasan tersebut. Ditinjau dari potensi ekonomi yang dapat berkembang di ke tiga TPI tersebut,
267
maka kondisi awal dapat dilihat dari hasil penggabungan data Tabel 4.27, Tabel 4.31 dan Tabel 4.39. sebagaimana tercantum dalam Tabel 5.27 dan Tabel 5.28.
Dari Tabel 5.27 tampak bahwa secara deskriptif sekalipun aktivitas ekonomi yang terjadi di TPI Muara Angke menghasilkan transaksi harian hampir
sebesar Rp 905 juta dari 22 variabel aktivitas, dibandingkan dengan yang terjadi di TPI Kamal Muara Rp 168,4 juta dari 11 aktivitas, dan di TPI Dadap hanya Rp
61,6 juta dari 6 aktivitas saja. Hanya saja, berbagai jenis aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan perikanan tersebut, di TPI Muara Angke menghasilkan persentase
dana untuk kas daerah yang lebih besar jika dibandingkan dengan kedua TPI lainnya. Hal ini terutama disebabkan oleh kondisi komplek TPI yang lebih
terkonsentrasi jika dibandingkan dengan di kedua TPI lainnya.
Tabel 5.27 Potensi ekonomi dan penyerapan tenaga kerja rata-rata per hari di lingkungan TPI Muara Angke, Kamal Muara, dan
Dadap tahun 2005 sebelum kenaikan harga BBM.
No JENIS KEGIATAN
PELAYANAN JUMLAH BURUH UNIT
NILAI SATUAN TRANSAKSI PER HARI
JUMLAH TRANSAKSI PER HARI x Rp 1.000
KET. 1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
MA KM
D MA
KM D MA
KM D
1 Transaksi TPI
70 orang
- 35 - 250.000
6.750 -
Anak buah
peserta lelang
60 20 0 35.000
30.000 - 2.100
700 - 2 Bahan bakar
112 ton 10 ton
5 ton 198.000
16.500 8.250
Rp 1.650lt Buruh
31 10
2 56.989
35.000 25.000 1.766,67
350 50
3 Es balok
balok -
- -
8.000 500
200 96.000
600 240
Rp 12.000blk
4 Kegiatan tambat
labuh - - -
18 25 - 100
50 - Perda
No 399
5 Tryas tryaze,
penyortiran - - -
600 unit
300 - - 6 Buruh
dilingkungan TPI
15 - 25.000
375 - Buruh
kuning 34 -
25.000 850
- -
Buruh biru
32 -
25.000 800
- -
Buruh merah
10 -
20.000 200
- -
Buruh hijau 9
- 15.000
135 -
- -
- -
7 Kuli gerobak
pengasin 40 10
15.000 15.000
600 150 -
8 Kuli gerobak lelang 83
10 30.000
20.000 2.490
200 -
9 Puja seri 24 unit
- 3
- -
Buruh 144
- 12
10.000 10.000 1.440
- 120
269
Lanjutan Tabel 5.27 1 2 3
4 5
6 7 8
9 10
11 12
10 Pedagang K5
produk perikanan 85 25
pedagang - -
Buruh 79
25 2
15.000 15.000
15.000 1.185 375
30 11 Pedagang grosir 276 -
- - -
- Buruh
828 -
25.000 -
20.700 -
- 12 Unit pengepakan
30 unit 6 unit
- -
- -
- Buruh
90 12
- 25.000
20.000 -
2.250 240
- 13 Workshop
10 unit
2 -
- -
Buruh 109
4 -
22.500 15.000
- 2.452,5
60 -
14 Kios alat perikanan 38 unit
2 -
- -
Buruh 38
2 -
20.000 15.000
- 760
30 -
15 Kios gudangkantor 16 unit
- -
- -
Buruh -
- -
- 16 Mirasih
1 unit
- -
- -
Buruh 20
- -
16.667 333,33
- -
17 Pedagang otak-otak 22 unit
5 -
- -
Buruh 20
5 -
15.000 15.000
- 1.080
75 -
18 Cold storage I unit
- -
- -
Kisaran gaji: 0,8-1,5
jutabl Buruh
53 -
- 38.333
2.031,67 -
- 19 Pabrik
es 1
unit -
- -
Kisaran gaji: 0,8-4 jutabl
Buruh 44
- -
40.000 1.760
- 20 PHPT
203 unit
- -
- -
Buruh 1.000
- -
30.000 30.000
- 21 Koperasi putri salju
- -
- -
Agen depot es 30 unit
- -
- -
Buruh depot es 240
3 2
40.000 20.000
15.000 9.600
60 30
270
Lanjutan Tabel 5.27 1 2 3
4 5
6 7 8 9
10 11
12
Buruh pikul pjg 60
- 50.000
- 3.000
- -
Buruh pikul pdk 85
- 50.000
- 4.250
- -
Buruh kantor
20 -
83.333 -
1.666,67 -
- Jml buruh pikul
angkutan 55 -
25.000 - 1.375
- - Mobil putri salju
12 unit -
- -
- Buruh
24 - 40.000 -
960 - -
22 Upah ABK
- -
- Jaring
cumi 369
- -
32.000 -
11.808 -
- Bouke
ami 1.039
- -
32.000 -
33.248 -
- Bubu
822 -
80 35.000
- 20.000 28.770
- -
Angkutan 844
- -
35.000 -
29.540 -
- Gillnet
1.024 336
142 35.000
35.000 35.000 35.840 11.760
- Purse
seine 2.525
270 390
27.000 27.000 27.000
68.175 7.290
- Jaring
cantrang 411
- -
30.000 -
- 12.330
- -
Jaring rampus
35 210
- 30.000
30.000 -
1.050. 6.300
- Jaring
nilon 18
105 -
30.000 30.000
- 540
4.150 -
Jaring tangsi
96
- - 30.000 -
- 2.880 - - Lampara
53
- -
30.000 -
- 1.590 -
- Payang
174
132 - 35.000
35.000 - 6.090
4.620 - Pancing
48
84 264 30.000 30.000 20.000 1.440
2.520 5.280 Muro
ami
58
- - 40.000 - -
2.320 - - Bagan
-
1.590 - - 20.000 -
- 31.800 -
Kerang hijau
-
3.000 150
- 17.000
17.000 - 51.000
2.550 Jumlah transaksi
harian 904.975,26
168.425 61.580
Tabel 5.28 Potensi ekonomi investasi alat tangkap di lingkungan TPI Muara
Angke, Kamal Muara, dan Dadap tahun 2005
No JENIS INVESTASI JUMLAH UNIT
TOTAL INVESTASI x Rp 1.000.000
MA KM D MA KM
D A
Alat tangkap 1
Jaring cumi 456 -
- 114.000 - -
2 Bouke ami
768 -
- 192.000 -
- 3
Bubu 377
- 20
75.400 - -
4 Angkutan
1292 - - 193.800 -
- 5
Gillnet 358 56
142 132.460
20.720 52.540
6 Purse seine
543 313 39 468.385
15.255 21.918
7 Jaring cantrang
284 - -
56.800 - -
8 Jaring rampus
- 42 - - 8.400
- 9
Jaring nilon 5 35 - 750
5.250 -
10 Jaring tangsi
39 - -
5.850 - -
11 Lampara
61 - -
10.675 -
- 12
Payang 13 11 -
3.900 3.300
- 13
Pancing 6 28
88 240 2.100
6.600 14
Muro ami 12 -
- 2.100 - -
15 Bagan
- 530 - -
66.250 - 16
Kerang hijau - 1.000 50
- 20.000 1.000
Jumlah Investasi 4.500 1.729 339
1.256.360 141.275
82.058 Sumber:
Disnakkanlut 2005; data primer Catatan: MA = Muara Angke; KM = Kamal Muara; D = Dadap
Nilai investasi unit alat tangkap diasumsikan : 1
pukat cincin purse seine 40 GT = Rp 565 jt Mahdi, 2005
2 gill net 27-30 GT
= 370 jt Muhartono, 2004 3
jaring cumi 30 GT = 250 jt
4 Bouke ami 30 GT
= 250 jt 5
bubu 25 GT = 200 jt
6 angkutan 35 GT
= 150 jt 7
jaring cantrang 25 GT = 200 jt
8 jaring rampus 25 GT
= 200 jt 9
jaring nilon 20 GT = 150 jt
10 jaring tangsi 20 GT
= 150 jt] 11
lampara 20 GT = 175 jt
12 payang 35 GT
= 300 jt 13
pancing 40 GT = 250 jt
14 pancing 10 GT
= 75 jt 15
muro ami 20 GT = 175 jt.
16 bagan
15 GT
= 125
jt 17
kerang hijau 5 GT = 20 jt
Hasil analisis pada Tabel 5.28 menunjukan tingginya transaksi yang terjadi di TPI Muara Angke, dimana jumlah investasi untuk unit armada perikanan
diperkirakan mempunyai nilai sebesar Rp 1,256 trilyun rupiah dari sekitar 4.500
272
unit, sedangkan untuk TPI Kamal Muara sebesar Rp 141,28 milyar dari 1.729 unit, dan untuk TPI Dadap hanya Rp 82,06 milyar dari 339 unit. Jika skenario
pengalihan sebagian kapal dari TPI Muara Angke dan TPI Dadap ke TPI Kamal Muara dapat berjalan, maka perubahan pola investasi yang kemungkinan dapat
dicapai di ketiga TPI tersebut diperkirakan adalah sebagaimana tercantum dalam Tabel 5.29.
Tabel 5.29 Prediksi pola investasi yang dapat berkembang di lingkungan TPI
Muara Angke, Kamal Muara, dan Dadap
No BIDANG INVESTASI POLA PERUBAHAN INVESTASI
MA KM
D
1 Penangkapan ikan
2 Kapal angkutan
ikan -
3 Sentra pengolahan
ikan -
4. Pabrik es
- 5.
Cold storagecool roomcool box -
6. Dockperbengkelan 7. BBMpelumas
8. Grosir alat
penangkapan -
9. Pujaserirumah makan
10. Pembangunan pelabuhan
11. Air bersih
12. Objek wisata pantai -
- 13. Pemandu
wisata air
- 14. Pemandu wisata ilmiah
- -
15. Kapal angkutan penumpang -
- 16. Operator kendaraan wisata air
- -
17. Klinik kesehatan
18. Souvenir -
- 19 Jasa
telekomunikasi 20. Jasa
penginapanperhotelan -
- 21. Jasa kebersihan lingkungan
22. Jasa keamanan
22. Kontainer 23. Gudang
garam 24. Gedung
perkantoranbisnis -
Jumlah variabel 12 ;
6 18
17 1
Keterangan:
MA = Muara Angke; KM = Kamal Muara; D = Dadap
= perlu dibangun =
dikurangi = kondisi tetap
273
Dari Tabel 5.29 tampak bahwa terdapat 12 variabel investasi yang diduga tidak akan berubah keberadaannya di TPI Muara Angke meskipun
dilakukannya pemindahan sejumlah kapal ikan dari sini ke TPI Kamal Muara. Sesuai dengan data dari Disnakanlut 2005, terdapat enam variabel investasi yang
masih perlu ditingkatkan kapasiatasnya di Muara Angke, yaitu: sentra pengolahan, pabrik es, cold storagecool roomcool box, kontainer dan gudang garam. Untuk
TPI Kamal Muara, terdapat 18 variabel investasi yang perlu dibangun, sedangkan di TPI Dadap terdapat satu variabel yang harus dikurangi, yaitu unit armada
perikanan yang sebagian besar perlu dipindahkan ke TPI Kamal Muara. Di TPI Dadap juga tersedia kesempatan untuk melakukan investasi di 17 bidang, baik
yang berkaitan dengan operasional kapal yang terdiri dari kapal peti kemas, kapal riset Baruna Jaya, kapal pesiar, dan kapal nelayan untuk pemandu wisata, maupun
yang berkaitan dengan aktivitas wisata pantai yang berpusat di Pantai Pasir Putih Mutiara Dadap.
5.1 Analisis Permasalahan Umum
5.2 Penentuan Lokasi Pelabuhan Perikanan
5.2.1 aspek pengembangan wilayah:
5.2.1.1 LQ 5.2.1.2 shift
share 5.2.1.3 skalogram
5.2.2 kelayakan teknis pelabuhan di Kawasan Dadap-Kamal Muara
5.2.2.1 biofisik hidrooseanografi
5.2.2.2 Opini masyarakat tentang kondisi perikanan di Kawasan Dadap-Kamal Muara
5.2.2.3 Pasokan Ikan
5.2.2.4 Ketergantungan daerah
perikanan 5.2.2.5 Dukungan logistik untuk pelabuhan perikanan
5.2.2.6 akses transportasi
5.2.3 Kapasitas pelabuhan perikanan
5.2.3.1 Kapasitas PPI Kamal Muara dan TPI Dadap 5.2.3.2 Peluang pemanfaatan kapasitas TPI Muara Angke
5.3 Manajemen kawasan
pelabuhan 5.3.1 tata
ruang 5.3.2 prasarana
dan sarana
5.3.3 Aspek kelembagaan pelabuhan perikanan
5.3.4 Aspek Ekonomi-Sosial Kawasan Pesisir Dadap-Kamal Muara
Responsible fisheries
LATAR BELAKANG
1. Sejak dahulu kala. Penangkapan ikan menjadi sumber utama pangan untuk manusia dan
penyedia kesempatan kerja serta memberi manfaat ekonomi bagi mereka yang terlibat dalam kegiatan ini. Akan tetapi, dengan meningkatnya pengetahuan dan dinamisnya pembangunan
274 perikanan , didasari bahwa sumber daya akuatik, meskipun bisa diperbarui, bukanlah tidak terbatas
dan karena itu perlu dikelola secara baik, bila kontribusinya terhadap gizi, ekonomi dan kesejahtraan masyarakat dari penduduk dunia yang terus bertambah ingin di pertahankan.
2.
Adopsi konvensi PBB mengenai Hukum Laut tahun 1982 memberikan kerangka baru bagi pengelolaan sumber daya laut yang lebih baik. Rezim hukum baru menyangkut samudra telah
memberi Negara-Negara hak dan tanggungjawab bagi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan di dalam ZEE mereka yang meliputi sekitar 90 dari perikanan laut dunia.
3.
Dalam tahun-tahun belakang ini, perikanan dunia telah menjadi sebuah sektor industri pangan yang berkembang secara dinamis, dan Negara-Negara pantai sudah berusaha keras
mengambil keuntungan dari peluang baru yang mereka peroleh dengan menanamkan modal dalam armada penangkapan dan pabrik pengolahan modern sebagai tanggapan atas permintaan
internasional yang meningkat akan ikan dan produk perikanan. Bagaimanapun, tampak jelas bahwa banyak sumber daya perikanan tidak dapat menopang peningkatan pengusahaan yang sering tidak
terkendali. 4.
Tanda-tanda jelas mengenai pengusahaan-lebih stok ikan penting, modifikasi ekosistem, kerugian ekonomi yang berarti, dan sengketa internasional menyangkut pengelolaan dan
perdagangan ikan telah mengancam kelestarian jangka panjang perikanan dan kontribusi perikanan pada pasok pangan. Oleh karena itu, Sesi ke 19 Komite FAO tentang Perikanan, yang diadakan
pada Maret 1991, merekomondasikan bahwa sudah mendesak diperlukan pendekatan-pendekatan baru pada pengelolaan perikanan yang meliputi konservasi dan lingkungan, demikian pula
pertimbangan sosial dan ekonomi. FAO telah diminta untuk mengembangkan konsep perikanan yang bertanggungjawab dan menguraikansebuah tatalaksana untuk membantu dalam
perkembangan penerapannya. 5.
Kemudian Pemerintah Meksiko, bekrjasama dengan FAO, mengorganisasikan sebuah Konperensi Internasional mengenai Penangkapan Ikan yang Bertanggungjawab di Cancun. Mei
1992. Deklarasi Cancun yang disahkan pada Konperensi tersebut telah dibawakan untuk menjadi perhatian Pertemuan Tingkat Tinggi UNCED di Rio de Janeiro. Brazilia, Juni 1992, yang
mendukung penyiapan sebuah Tatalaksana untuk Perikanan yang Bertanggungjawab TPB. Konsultasi Teknis FAO mengenai penangkapan Ikan di Laut lepas, yang diadakan September
1992, lebih lanjut merekomondasikan perluasan uraian draft dari Tatalaksana untuk menangani isu eperikanan laut lepas.
275 6.
Sesi ke 102 FAO Council, diadakan November 1992, telah membahas perluasan uraian dari Tatalaksana tsb, merekomondasikan agar memberikan prioritas pada isu laut lepas dan
meminta agar usulan untuk Tatalaksana itu disajikan pada 1993 dari Komite FAO tentang Perikanan.
7.
Sesi ke 20 COFI, yang diadakan pada Maret 1993, telah menguji secara umum kerangka dan isi yang diusulkan untuk Tatalaksana tsb, termasuk perluasan uraian petunjuk, dan
mengesahkan sebuah kerangka waktu untuk penguraian lebih lanjut Tatalaksana tsb. COFI juga meminta FAO untuk menyiapkan, atas dasar “pelacakan cepat”, sebagai bagian dari Tatalaksana,
usulan untuk mencegah pembendaraan-ulang kapal penangkapan ikan yang mempengaruhi langkah konservasi dan pengelolaan di laut lepas. Upaya ini telah membuahkan hasil dalam
Konperensi FAO, pada Sesi ke 27 bulan November 1993, mengadopsi Perjanjian untuk Memajukan kepatuhan dengan Langkah-langkah konservasi dari Pengelolaan Internasional oleh
Kapal Penangkapan Ikan di Laut Lepas, yang menurut revolusi Konperensi FAO 1593, merupakan bagian integral dari Iatalaksana.
8. Tatalaksana telah dirumuskan sedemikian rupa untuk ditafsirkan dan diterapkan sesuai dengan hukum
dan peraturan internasional yang relevan, sebagaimana tercermin dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut,
1982, demikian pula dengan Perjanjian bagi Pelaksanaan dari Ketentuan Konvensi PBB tentang,
Hukum Laut10 Desember 1982 yang berkaitan dengan konservasi dan pengelolaan stok ikan Pengembara dan
Stok I kan Beruaya jauh, 1995, mengingat antara lain. Deklarasi Cancun 1992, Deklarasi Rio 1992 mengenai
Lingkungan dan Pembangunan khususnya Bab dari Agendda 21.
9. Pengembangan Tatalaksana ini dilakukan oleh FAO dengan berkonsultasi dan
bekerjasama dengan Badan-badan PBB relevan dan organisasi internasional lainnya termasuk organisasi non-pemerintah.
10. Tatalaksana terdiri atas lima artikel pengantar; Sikap dan Ruang Lingkup; Sasaran-
sasaran; Hubungan dengan perangkat Internasional Lainnya; Pelaksanaan, Pemantauan dan Pemutakhiran; serta Kebutuhan Khusus Negara Berkembang. Artikel pendahuluan ini diikuti oleh
sebuah artikel tetang asa Hukum yang mendahului enam artikel tematik mengenai; Pengelolaan Perikanan, Operasi Penangkapan Ikan, Pembangunan Akuakultur, Integrasi Perikanan ke dalam
Pengelolaan Kawasan Pesisir, Praktek Pasca-panen dan Perdagangan, serta Penelitian Perikanan. Seperti sudah dikemukakan. Perjanjian untuk Memajukan kepatuhan dengan Langkah-langkah
Pengelolaan dan konservasi Internasional oleh Kapal Penangkapan Ikan di Laut Lepas merupakan bagian integral dari Tatalaksana.
276 11.
Tatalaksana ini bersifat sukarela. Akan tetapi, bagian tertentu dari Tatalaksana didasarkan pada aturan yang relevan dari hukum internasional, seperti yang tercermin tercermin dalam
Konvensi PBB tentang Hukum Laut 10 Desember 1982. Tatalaksana juga memuat ketentuan yang mungkin atau sudah diberi efek mengikat dengan memakai perangkat hukum dan perundangan
lainnya antara Pihak-pihak, seperti Perjanjian untuk Memajukan kepatuhan dengan langkah konservasi dan Pengelolaan oleh Kapal Penangkapan Ikan di Laut Lepas.
12.
Sesi ke 28 dari Konperensi dalam Resolusi 495 telah mengadopsi Tatalaksana untuk Periakan yang Bertanggungjawab, pada 31 Oktober 1995. Resolusi yang sama meminta FAO
antara lain untuk menguraikan petunjuk teknis yang tepat untuk mendukung pelaksanaan dari Tatalaksana bekerjasama bekerjasama dengan para anggota dan organisasi relevan yang
berkepentingan. 1.
Kerangka Kelembagaan Artikel 10.1
“Negara-negara harus menjamin bahwa suatu kerangka kebijakan, hukum dan kelembagaan‘ yang yang tepat diadopsi untuk mencapai pemanfaatan sumber daya
pesisir yang lestari dan terpadu, dengan memperhatikan kerentanan ekositem pesisir dan sifat terbatasnya sumber daya alamnya, serta keperluan komunitas
pesisir.” pasal 10.1.1
13. Dalam mempertimbangkan keterpaduan perikanan ke dalam pengelolaan kawasan pesisir
yang lebih luas sifatnya, syarat yang pertama adalah agar Negara menetapkan kerangka kebijakan, hukum dan kelembagaan bagi pengelolaan kawasan pesisir yang terpadu.
14. Kerangka kebijakan dasar yang di dalamnya dibahas pengelolaan kawasan pesisir adalah
satu kebijakan dasar mengenai pembangunan yang secara ekologi lestari. Kerangka ini menetapkan kisaraan kebijakan yang akan dipertimbangkan secara ekologi lestari; masalah pengelolaan adalah
bagaimana mengambil keputusan diantara kebijakan-kebijakan itu, dengan memperhatikan kondisi lokal, termasuk pertimbangan sosial ekonomi.
15.
Masalah mendasar pengelolaan kawasan pesisir adalah salah satunya pengalokasian sumberdaya. Sumberdaya pesisir menjadi semakin langka disebabkan oleh gabungan
pembangunan ekonomi dan meningkatnya penduduk dikawasan pesisir. Seperti lazimnya dengan sumber daya lainnya, kelangkaan sumber daya pesisir menuntut agar dibuat pilihan-pilihan
diantara pemanfaatan yang berlainan. Pengelolaan kawasan pesisir meliputi penetapan suatu kerangka yang di dalamnya dibuat pilihan-pilihan dan kebijakan-kebijakan yang dihasilkan agar
dilaksanakan. 16
Bagaimanapun, kawasan pesisir memiliki sejumlah ciri istimewa yang merumitkan pilihan tersebut. Pertama, kawasan pesisir merupakan suatu sistem yang dinamis tempat
berinteraksi proses fisik, ekologi, sosial dan ekonomi; perencanaan pengelolaan pesisir perlu memperhatikan berbagai proses dinamis tsb. Kedua. Sifat alir dari sejumlah sumber daya pesisir
merumitkan pengalokasian sumber daya tersebut. Ketiga. karakter lokal dan regional dari sumber daya pesisir merumitkan pengalokasian sumber daya tersebut. Ketiga, karakter lokal dan regional
dari sumber daya tsb bisa merumitkan koordinasi kebijakan di antara berbagai badan yang berlainan.
17.
Jika mungkin, valuasi terhadap pilihan pembangunan yang beragam dan atau konservasi isu dari valuasi ditunjuk lebih lanjut dalam 10.2.2 di bawah memberikan suatu dasar yang kuat
bagi perumusan kebijakan. 18.
Dalam pengelolaan pesisir terpadu PPT perlu suatu pendekatan holistik. Dalam pengelolaan sumber daya pesisir, harus dilakukan kehati-hatian untuk menghindari pendekatan
sektoral sempit yang tidak sesuai. Misalnya, perikanan artisanal mungkin sangat sulit mengelolanya kecuali jika ada pembangunan ekonomi di darat yang menciptakan alternatif
277 kesempatan kerja. Banyak bidang lainnya yang membutuhkan suatu pendekatan terrkoordinasi
pada pengambilan keputusan. 19.
Untruk mendapatkan jenis pendekatan ini, dibutuhkan sebuah kerangka kelembagaan’ yang menyediakan pertalian yang tepat di antara otoritas nasional, regional dan lokal. Sebuah
spektrum pendekatan telah diadopsi oleh negara-negara untuk menyediakan kerangka tsb. Pada awal dari spektrum, sebuah badan yang ada mungkin diberi mandat untuk mengawali perencanaan
pesisir lintas sektor akan tetapi tanpa tambahan tanggungjawab atau kekuasaan. Walaupun pendekatan ini bisa menghasilkan suatu permulaan dari perencanaan pesisir lintas sektor,
kelihatannya cenderung jarang yang efektif dalam jangka panjang. Lebih lanjut sepanjang spektrum, beberapa negara dapat mengadopsi suatu pendekatan dimana berbagai badan-badan
berlainan yang terlibat dalam pengelolaan pesisir tetap memiliki semua tanggungjawab mereka akan tetapi mengkoordinasikan perencanaan dan kegiatan mereka melalui suatu badan pusat;
mandat-mandat dari badan-badan tsb bervariasi sangat luas. Akhirnya,negara-negara dapat mengadopsi sebuah pendekatan yang benar-benar tepadu yang di dalamnya banyak tanggungjawab
atas perencanaan dan pengalokasian sumberdaya dilakukan oleh sebuah lembaga terpadu; lembaga yang demikian bisa berupa sebuah organisasi yang ada yang dilengkapi dengan kekuasaan yang
ditinggalkan untuk menengahi ataupun secara alternatif sebuah lembaga yang baru sama sekali.
20. Dalam menyusun sebuah kerangkapengelolaan yang efektif, perlu suatu analisis kelembagaan, yang antara lain,
harus dianalisis peran dan tanggungjawab dari berbagai badan dan, jika perlu, direvisi, sehingga pada sutu sisi,
yurisdiksiyang tumpang tindih atau yang berselisih diminimumkan, dan pada sisi lain, tidak ada isu penting yang
tidak ditangani oleh suatu badan yang bertnggungjawab. Oleh karena itu, sebuah mekanisme kelembagaan bagi
pengelolaan pesisir terpadu akan menjamin hal berikut: pertama, ditetapkan tanggungjawab secara sektoral yang
tepat; kedua, ditetapkan tatanan-tatanan pengkoordinasianpengintegrasian yang tepat; dan ketiga,
badan-badan pada semua tingkat tetap terus diberi informasi menyangkut kebijakan kawasan pesisir untuk menjamin
pertalian dalam pelaksanaan kebijakan. 21.
Diperlukan sebuah kerangka legislatif yang mengesahkan lembaga pengelolaan pesisir serta kegiatan
yang dilakukannya. Sifat yang tepat dari peraturan dan perundangan di setiap negara tergantung pada ruang lingkup
dan kesenjangan dalam peraturan dan perundangan yang ada. Tambahan pula, pengalaman suatu negara tidak mesti secara
langsung bisa dipindahkan ke lain negara, sekalipun negara
278
itu memiliki kesamaan latar belakang sosial, politik, ekonomi dan budaya.
“Mengingat sifat multiguna kawasan pesisir, Negara harus memastikan bahwa wakil sektor perikanan dan komunitas penangkapan dimintakan pendapat dalam
proses pengambilan keputusan dan dilibatkan dalam kegiatan lainnya yang berkaitan dengan perencanaan pengelolaan dan pembangunan kawasan pesisir.”
Pasal 10.1.2
22. Sangat sering, sektor perikanan bersaing di kawasan pesisir dengansektor lain untuk kebutuhan
akan ruan, baik di darat maupun di perairan, baik secara langsung bagi kegiatanproduktif-penangkapan
ikan dan akuakultur pantai-maupun untuk penanganan, pengolahan serta distribusi dari produksi.
Konsekwensinya, otoritas yang berwenang mengenai perikanan dan sektor perikanan harus ikut serta dalam
keputusan-keputusan yang menyangkut pembangunan di kawasan tersebut. Dalam hubungan ini, suatu aspek
dari ketergantungan sektor tersebut pada lingkungan pesisir, adalah berupa peran yang nyata para nelayan
dan pembudidaya ikan sebagai pengamat dari lingkungan pesisir; para nelayan dan pembudidaya ikan
di pantai biasanya adalah yang pertama merasakan dampak dari banyak perubahan yang mungkin terjadi
dalam lingkungan akuatik sebagai akibat dari pencemaran atau penyebab lainnya.
23. Sebuah ringkasan dari dampak utama terhadap
perikanan yang diakibatkan oleh kegiatan sektor lain diperhatikan dalam
Kotak 1.
24. Suatu cara yang menjamin terwakilinya kepentingan perikanan secara tepat adalah menunjuk
sebuah otoritas atau otoritas-otoritas untuk perikanan, yang mempunyai tanggungjawab sektor maupun antar-
sektor; semakin kuat struktur kelembagaan yang
279
diadopsi bagi sektor perikanan akan semakin efektif mewakili kepentinganperikanan.
25. Sifat dari sektor yang membuatnya sangat rentan terhadap perubahan yang diakibatkan oleh kegiatan di
pantai bisa mengakibatkan kepentingan yang berbeda yang saling bertentangan dengan sektor berbasis
daratan seperti misalnya sektor pertanian. Lebih lanjut, isu yang dihadapi perikanan tangkap, juga pada tingkat
yang lebih rendah dihadapi akuakultur, tidaklah sama dengan isu yang dihadapi oleh sektor pertanian.
Khususnya, model produksi pertanian-dengan meningkatnya masukan menghasilkan produksi yang
lebih tinggi-tidak dapat diterapkan untuk sektor perikanan. Oleh karena itu, mungkin terdapat alasan
persuatif kenapa suatu badan perikanan seharusnya tidak merupakan bagian dari kementrian atau
Departemen lain di mana mungkin bisa timbul pertentangan kepentingan.
280
Kotak 1 : Beberapa dampak terhadap perikanan yang diakibatkan oleh kegiatan
sektor lai
Pencemaran: Hal ini dapat berasal dari sumber berbasiskan lahan daratan, contohnya limbah industri dan pertanian yang di buang ke sungai dan di hanyutkan ke kawasan pesisir, larian pestisida dan pupuk ke
dalam sungai, dan pembuangan kotoran melalui air, atau sumber yang berbasiskan lautan, misalnya tumpahan minyak dan buangan samudera limbah beracun ke laut. Beberapa pencemaran dapat
meningkatkan produktivitas kawasan pesisir akan tetapi sangat sering berakibat pada penurunan produktivitas. Dalam kasus yang gawat bisa bisa terjadi risiko terhadap kesehatan manusia, misalnya
melalui konsentrasi limbah beracun pada keterangan. Menurunnya produktivitas akan merugikan kesehatan keuangan sektor perikanan. Sektor perikanan sendiri bisa memberikan kontribusi terhadap pencemaran
pesisir, misalnya melalui pencemaran minyak dari kapal penangkapan ikan, limbah cair dari pabrik pengolahan ikan dan oleh sistem akuakultur inetnsif yang berakibat pada pengkayaan bahan organik dan
hara di dasar laut dan dalam kolam air. Betapapun, umumnya sektor perikanan lebih sebagai penderita dibandingkan penyebab pencemaran.
Penurunan kualitas habitat: Hal ini dapat terjadi secara langsung, misalnya, sebagai akibat dari pembabatanhutan mangrove untuk berbagai kegiatan, pengambilan karang, atau secara tidak langsung,
umpamanya, oleh pengendapan sedimentasi di dasar pdang lamun dan tumbu yang disebabkan larian tanah yang berkaitan dengan misalnya, penggundulan hutan atau praktek tataguna lahan yang buruk. Seperti
halnya pencemaran, penurunan kualitas habitat akan mempengaruhi sektor perikanan itu sendiri, misalnya, penangkapan dengan bahan peledak atau bahan kimia beracun, serta pembabatan hutan mangrove dan
pemakaian bahan kimia pengembangan akuakultur. Sengketa Tataruang: Hal ini bisa terjadi jika perikanan dan akuakultur pantai mempunyai hak properti yang
tidak terjamin secara berangsur-angsur terdesak dari kawasan tradisionalnya oleh pengembangan wilayah oesisir lainnya khususnya perluasan perkotaan dan pengembangan pariwisata.
26. Mengingat arti penting kawasan pesisir bagi sektor perikanan sangat peting dimasukkan ke dalam proses
perencanaan pengelolaan pesisir. Misalnya, otoritas perikanan harus diikutkan dalamproses pengkajian
dampak lingkungan dari proyek mempunyai dampak penting terhadap perairan pantai: otoritas perikanan
harus dilibatkan dalam penyiapan draf undang-undang dan peraturan sehubungan dengan kawasan pesisir;
dan harus dilibatkan dalam proses perencanaan tataruang jika hal ini mempengaruhi kepentingan
perikanan, misalnya, pembangunan pelabuhan; dan
281
yang paling penting, otoritas perikanan harus dimasukkan ke dalam proses perencanaan pengelolaan
terpadu kawasan pesisir. 27. Dalam banyak hal, perikanan pantai mungkin
paling mudah dikelola pada tingkat lokal di dalam kerangka menyeluruh yang dibentuk pada tingkat
nasional atau regional. Di banyak negara, oleh karena itu, otoritas perikanan akan paling efektif dalam
negosiasi antar-badan jika dibentuk suatu kerangka otoritas yang tepat ditingkat nasional, regional dan lokal
guna menjamin bahwa pengelolaan perikanan dapat dilaksanakan pada tingkat yang sesuai.
28. Seperti halnya pengelolaan pesisir pada umumnya, fungsi penting dari otoritas perikanan adalah menjamin
bahwa semua tingkatan administrsi memperoleh informasi yang cukup dan dimotivasi sehingga tujuan
bersama dapat tercapai. B rbagai tingkat pengelolaan tsb merupakan bentuk yang diistilahkan di sini “otoritas
perikanan”. Otoritas yang diadakan pada tiap tingkat akan ditentukan atas dasar kasus-per-kasus.
29. Juga penting agar otoritas perikanan harus menetapkan mekanisme untuk bekerja dengan seluruh
pihak terkait di dalam sektor perikanan sehingga sektor tersebut bisa terwakili secara memadai dalam
pembahasan antar-badan yang mempertimbangkan dampak lintas-sektor. Yang dimaksud pihak terkait di
sini adalah mereka yang diakui oleh pemerintah sebagai yang mempunyai kepentingan di dalam sektor
perikanan bersangkutan.
“Negara harus seperlunya mengembangkan, kerangka kelembagaan dan hukum dalam
282
menetapkan pemanfaatan yang mungkin menyangkut sumber daya pesisir dan mengatur
akses ke sumber daya tersebut dengan memperhatikan hak nelayan pesisir dan praktek
turun temurun sejauh serasi dengan pembangunan yang berkelanjutan.” pasal
10.1.3
30. Satu penyebab utama dari permasalahan dalam pengelolaan kawasan pesisir adalah akses ke sumber
daya pesisir yang bisa diperbarui. Hal ini sudah lama dikenal sebagai sebuah masalah di dalam sektor
perikanan akan tetapi juga mempengaruhi banyak sumber daya pesisir lainnya. Khususnya air. Ruang. dan
produktivitas primer.
31. Merupakan hal penting bahwa jika terdapat akses bebas dan terbuka ke sumber daya perikanan pesisir
agar rezim ini digantikan sesegera mungkin oleh rezim yang didasarkan pada hak pemanfaatan ekslusif. Ada
sejumlah alasan yang memperhitungkan tidak hanya ketidak-efisiensian yang ditimbulkan dalam sektor oleh
akses bebas dan terbuka akan tetapi juga disebabkan oleh interaksi dengan sektor lain di kawasan pesisir.
Jika sektor perikanan tetap terus bersifat akses terbuka maka mungkin sukar mendesak dan meyakinkan badan-
badan dan para pemanfaat sumber daya lainnya untuk membatasi kegiatan mereka demi kebaikan perikanan
karena setiap manfaat tambahan meningkat akan dengan cara yang sama sebagai rente sumberdaya.
Sebaliknya, jika perikanan bergerak ke arah rezim berbasis hak ekslusif. Merupakan suatu hal penting
perikanan itu dapat beroperasi dalam suatu sistem
283
berbasis hak menyeluruh menyangkut pengembangan sumber daya pesisir.
32. Perikanan bukanlah satu-satunya sumber daya akses terbuka di kawasan pesisisr. Sering akses terus
tetap bebas dan terbuka ke sumber daya kunci seperti halnya sumber daya hutan mangrove. terumbu karang
dan ke perairan lautan pantai sebagai suatu wadah bagi limbah. Sebagai akibatnya para pemanfaat lainnya
kawasan pesisir bisa merasakan efek negatif yang berarti. tidak saja terhadap sektor perikanan. misalnya
dalam bentuk kerusakan habitat dan pencemaran akuatik. dan seterusnya akan tetapi juga terhadap
fungsi-fungsi lain bernilai dari ekosistem. 33. Ada dua pendekatan luas untuk menangani hal
yang berkenaan dengan sengketa antar sektor. yaitu pendekatan – pengaturan dan ekonomi. Kedua
pendekatan itu bisa mempunyai sasaran yang sama. Bedanya terletak pada cara sasaran itu mencapai
tujuannya. Peraturan membatasi secara hukum apa yang boleh dilakukan. Sedangkan pendekatan ekonomi
berupaya untuk menyediakan insentif guna mendorong tingkah l; aku yang layak. Metode ekonomi memiliki
sejumlah kelebihan. khususnya bahwa pendekatan ini mengalokasikan sumber daya langka secara efisien di
dalam suatu kerangka pasar. Akan tetapi. metode ekonomi sering sukar diterapkan dan dalam banyak
situasi sering perlu mengadopsi suatu pendekatan pengaturan. terkadang ditambah dengan perangkat
kebijakan ekonomi. Suatu tinjauan menyeluruh yang singkat tentang metode pengaturan dan ekonomi
dicantumkan dalam
Kotak 2
Kotak 2: Perangkat pengaturan dan kebijakan ekonomi
Langkah pengaturan mengendalikan pemanfaatan sumber daya dengan cara pelararangan atau pembatasan. Ke
dalam langkah itu termasuk. Misalnya, terhadap pengelolaan atau hasilnya. Pelarangan atau pembatasan
kegiatan yang mencemari. dan pembatasan kegiatan
284
34. Solusi yang sama bagi penghapusan akses terbuka tidaklah bisa diterapkan dimana saja. walaupun masih
285
dalam satu negara sekalipun. Solusi terbaik akan tergantung seluruhnya pada keadaan – sifat alami dari
sumber daya, tatanan kelembagaan. kini maupun historis. sasaran. dan seterusnya. Lebih lanjut. solusi
terbaik bisa berubah sepanjang waktu. Oleh karena itu, pemerintah perlu memperjelas mengenai apa yang
sedang diupayakan untuk dicapai dan menguji suatu kemungkinan solusi sebelum memutuskan mengenai
pilihan yang terbaik: juga perlu agar tetap fleksibel. Sehingga sanggup menanggapi keadaan yang berubah.
35. Satu aspek dari akses terbuka adalah bahwa para pemanfaat sumber daya tidak sanggup mendapatkan
pengakuan dari Negara menyangkut hak-hak mereka atas sumber daya. Sering kali. hal ini mengakibatkan
para nelayan dan pembudidaya ikan tradisional dan para nelayan serta pembudidaya ikan berhak adat tidak
diuntungkan ketika para pemanfaat sumber daya lainnya menjadi dominan. Sebuah gambaran
diperlihatkan dalam
Kotak 3.
Jika rezim hukum cukup fleksibel menyadari dan memadukan persepsi hak adat
lokal mengenai hak dan kewajiban. Negara mungkin merasa adalah diperlukan memberi suatu pengakuan
de facto
menyangkut hak-hak sumber daya. Jika rezim hukum tidak mengizinkan pendekatan ini. Negara-
negara bisa berharap mengubah legislasi mereka sesuai dengan itu. Pada waktu yang bersamaan. otoritas
perikanan harus menetapkan syarat-syarat yang mensyaratkan bahwa para nelayan dan pembudidaya
ikan menyadari dan menghormati kendala ekologi yang dibebankan oleh lingkungan pesisir.
Kotak 3: Hak-hak menyangkut para nelayan dan pembudidaya ikan tradisional dan hak adat terhadap mutu lingkungan yang bisa diterima
Jika pasar bagi barang-barang lingkungan di dalam kawasan pesisir. misalnya. Produktivitas alami terumbu karang. tidak ada. maka para nelayan yang memanfaatkan terumbu tersebut tidak akan mampu
mengamankan hak-hak yang perlu bagi kesejahteraan masa depan mereka dan rentan terhadap produktivitas yang terancam oleh para pemanfaat lainnya. contohnya. pariwisata dan penambangan
koral. Akuakultur pantai berskala kecil juga sudah sejak lama merupakan praktek tradisional dan berkelanjutan di banyak negara yang mungkin digusur oleh operasi perindustrian.
286
36. Langkah tersebut akan melindungi lingkungan dan memberi para pemanfaat sumber daya tradisional dan
berhak adat akan hak sampai suatu tingkat mutu lingkungan tertentu sebagai bagian dari mata
pencaharian mereka. 37. Para pemanfaat sumber daya tradisional atau
berhak adat mungkin sudah mengembangkan tatanan- tatanan akses dalam menanggapi perubahan-
perubahan musiman yang mempengaruhi ketersediaan ikan atau menentukan pewaktuan dari operasi-operasi
pertanian utama. seperti musim tanam waktu dan waktu panen. Rencana-rencana pengelolaan yang
dirumuskan oleh para perencana untuk masing-masing sumber daya yang belum memperhitungkan strategi-
strategi tersebut mungkin menghadapi konsekuensi- konsekuensi ekonomi dan sosial yang serius.
“Negara harus memberi kemudahan pengadopsian praktek penangkapan guna
menghindari sengketa di antara para pemanfaat sumber daya perikanan yang berlainan dan
287
dengan para pemanfaat lainnya dari lingkungan marin.” Artikel
10.1.4
38. Sengketa mungkin terjadi di antara para nelayan dari berbagai tempat berlainan yang ingin menangkap
ikan di kawasan yang sama. di antara para nelayan yang menggunakan alat tangkap yang berbeda. di
antara para penangkap ikan komersial dan penangkap iakn olahraga. di antara para nelayan artisanal dan
nelayan industri. Di antara para nelayan dan para pembudidaya ikan. dan diantara para pemanfaat ini
terhadap para operator pariwisata: semuanya mereka bersaing atau ruang dan sumber daya. dan dalam
banyak lagi situasi. 39. Sengketa di dalam sektor perikanan sendiri bisa
dihadapi dengan alokasi-alokasi menurut kawasan yang menghasilkan alokasi sumber daya yang jelas di mana
sebuah sumber daya mendiami suatu kawasan tertentu atau dengan pengurangan sengketa di antara
kelompok-kelompok bila mana sebuah sumber daya bergerak pindah di antara kawasan-kawasan.
umpamanya. zona pemukatan. kawasan bubu. dan seterusnya. dengan cara pengendalian terhadap
masukan. seperti pembatasan alat tangkap atau pengendalian menurut waktu. atau cara pengendalian
luaran. seperti kuota. Otoritas-otoritas harus juga mempertimbangkan pembentukan panitia komite
nelayan dan pembudidaya. menurut kawasan perikanan atau menurut perikanan. sekiranya layak. jika
permasalahan tersebut harus dibahas dan andaikata mungkin. diselesaikan.
288
40. Sengketa antar-sektor
secara khas lebih sulit menyelesaikannya dibandingkan dengan perselisihan
intra-sektor. sekalipun solusinya mungkin serupa. Otoritas-otoritas perikanan harus mewakili kepentingan
dari sektor perikanan dalam negosiasi-negosiasi dengan lain-lain badan-badan untuk memastikan bahwa sektor-
sektor lainnya menghormati kepentingan para nelayan dan pembudi daya ikan. Jika diperlukan. otoritas
perikanan dan nelayan harus mempunyai kemungkinan untuk memiliki sumber daya yang diatur dengan
peraturan perundang-undangan untuk melindungi kepentingan mereka.
41. Penzonaan merupakan pendekatan yang lazim
dalam penyelesaian perbedaan-perbedaan antar sektor yang melibatkan perikanan. teristimewa dengan
menggunakan campuran perbatasan waktudan kawasan . Langkah-langkah ekonomi bisa pula
berperan.
“Negara harus mengingatkan penetapan prosedur dan mekanisme pada tingkat
administratif yang tepat untuk menyelesaikan sengketa yang timbul didalam lingkup sektor
perikanan dan diantara para pemanfaatan sumber daya perikanan dan para pemanfaat
kaw asan pesisir lainnya. Artikel 10.1.5
42. Sengketa potensial harus diantisipasi dan dicegah lebih dulu bila mungkin . Rencana-rencana
pembangunan dan pengelolaan sektor perikanan sering kali disusun dari perspektif hanya dari sekor perikanan
atau malahan hanya untuk satu stok ikan. Otoritas
289
pengelolaan perikanan harus mempertimbangkan secara tegas seberapa jauh kecenderungan terjadi
interaksi dengan kegiatan perikanan atau sektor lain. Jika hal itu dipandang potensial atau aktual penting.
Maka interaksi tersebut harus dipertimbangkan di dalam rencana. dan harus diambil tindakan untuk menangani
sengketa potensial. 43. Dalam pengelolaan kawasan pesisir, salah satu
dari fungsi kelembagaan dan hukum yagn paling penting adalah memastikan adanya suatu mekanisme
untuk penyelesaian sengketa. Berhubung sumber daya pesisir semakin langka. Perlu di pertimbangkan
bagaimana menylesaikan tuntutan yang bersaing diantara sektor-sektor. bbaik yang ada masa kini
maupun masa depan. Sekalipun andaikata otoritas perikanan dimintai pendapat mengenai isu
perencanaan. Sengketa-sengketa masih mungkin timbul , dan memerlukan suatu mekanisme untuk
pemecahannya. 44. Dipandang perlu agar otoritas perikanan berperan
aktif dalam pengindetifikasian skala dari setiap masalah yang mempengaruhi lingkungan akuatik dan
sumbernya. Untuk tugas ini menjadi sangat penting adanya suatu sistem pemantauan yang tepat. Hal ini
dipertimbangkan lebih lanjut dalam seksi 10.24 berikut ini . Tambahan pula, jika otoritas perikanan erat bekerja
sama dengan para nelayan dan pembudidaya. Mereka segera mampu dengan cepat mengindentifikasi
perubahan kondisi ekologis bahkan mungkin terbukti lebuh sulit mengindentifikasikan mereka yang
bertanggungjawab.
290
2.
Langkah- langkah Kebijakan Pasal 10.2 “Negara harus meningkatkan kesadaran publik
akan perlunya perlindungan dan pengelolaan sumber daya pesisir dan keikutsertaan mereka
yang terkena pengaruh dalam proses pengelolaan.” Pasal 10.2.1
45. Suatu pendapat publik yang memadai untuk proses pengambilan keputusan misalnya:keputusan
pemanfaatansumberdaya menjamin adanya dukungan luas bagi rencana yang diajukan dapat diberikan
kemudahan melalui proses kelembagaan dan kerangka hukum. Para pembuat undang-undang serta peraturan
dan para perencana harus menyadari bahwa langkah yang menjauhkan mereka yang paling terkena
pengaruh. cenderung tidak akan berhasil dalam jangka panjang.
PEMBAHASAN UMUM
Salah satu pelabuhan perikanan yang telah dikembangkan secara maju dan termasuk pelabuhan yang mencakup aspek eko
Wit h so m any places t o st ay on offer in Port Douglas, t he select ion pr ocess can becom e a daunt ing pr ocess. Below w e have hand picked a few reput able accom m odat ion places t o
recom m end during your st ay.
Below are a few suggestions to suit varying budgets from motel style accommodation to boutique apartments. These properties are situated in the hub of
Port Douglas close to shopping, the beach, restaurants and the marina. They also have brilliant on-site management who provide excellent service and will ensure
your stay is a memorable one. They also love their outdoors and fishing
Please contact us
for the best available rates.
291 5.1
Analisis Permasalahan Umum 5.2
Penentuan Lokasi Pelabuhan Perikanan 5.2.1
aspek pengembangan wilayah: 5.2.1.1 LQ
5.2.1.2 shift share
5.2.1.3 skalogram 5.2.2
kelayakan teknis pelabuhan di Kawasan Dadap-Kamal Muara 5.2.2.1 biofisik
hidrooseanografi 5.2.2.2 Opini masyarakat tentang kondisi perikanan di Kawasan Dadap-Kamal
Muara 5.2.2.3 Pasokan
Ikan 5.2.2.4 Ketergantungan
daerah perikanan
5.2.2.5 Dukungan logistik untuk pelabuhan perikanan 5.2.2.6 akses
transportasi 5.2.3 Kapasitas
pelabuhan perikanan
5.2.3.1 Kapasitas PPI Kamal Muara dan TPI Dadap 5.2.3.2 Peluang pemanfaatan kapasitas TPI Muara Angke
5.3 Manajemen kawasan
pelabuhan 5.3.1 tata
ruang 5.3.2 prasarana
dan sarana
5.3.3 Aspek kelembagaan pelabuhan perikanan
5.3.4 Aspek Ekonomi-Sosial Kawasan Pesisir Dadap-Kamal Muara
Beberapa sasaran yang hendak dicapai dari implementasi kebijakan revitalisasi perikanan, setidaknya meliputi beberapa aspek, diantaranya :
Terjadinya peningkatan investasi yang signifikan dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan
Tercapainya peningkatan pendapatan nelayan melalui kegiatan industri terpadu dan penciptaan pasar domestik dan pasar ekspor
Terlaksananya pemberdayaan masyarakat nelayan sehingga mampu memposisikan diri sebagai pelaku ekonomi yang unggul
Terwujudnya pelestarian lingkungan ekologi terpelihara secara berkelanjutan sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
Terlaksananya pengembangan jasa kelautan dan non pariwisata untuk menunjang pembangunan sektor kelautan
Hadirin sekalian yang saya hormati, Untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut, perlu didukung komponen-komponen kegiatan, yang
meliputi : Pengembangan industri perikanan berbasis armada nasional menunjang Permen 17 tahun 2006,
tentang usaha perikanan tangkap Revitalisasi budidaya rumput laut
Pengembangan cluster industry perikanan Pengembangan jasa kelautan
Peningkatan Akses modal dan akses pasar mendukung revitalisasi perikanan
Sekretariat BKSP JABODETABEKJUR terdiri atas : Bagian Pembangunan, membawahi ;
- Sub Bagian Tata Ruang dan Pertanahan, : - Sub Bagian Permukiman, Sarana dan Prasarana,
292
- Sub Bagian Sumber Daya Air, Kebersihan dan Lingkungan Hidup. Bagian Perekonomian, membawahi ;
- Sub Bagian Transportasi dan Perhubungan, - Sub Bagian Agribisnis, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah,
- Sub Bagian Industri, Perdagangan, Pertambangan dan Investasi. Bagian Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, membawahi ;
- Sub Bagian Kependudukan, Ketentraman dan Ketertiban, - Sub Bagian Kesehatan dan Pendidikan,
- Sub Bagian Sosial dan Tenaga Kerja. Bagian Umum, membawahi ;
- Sub Bagian Keuangan dan Penyusunan Kegiatan, - Sub Bagian Perlengkapan dan Rumah Tangga,
- Sub Bagian Tata Usaha dan Kepegawaian.
Penataan Ruang ♦ Koordinasi pembahasan rancangan RTRW JABODETABEKJUR,
♦ Penyeragaman nomenklatur, skala, simbol-simbol peta perencanaan JABODETABEKJUR,
♦ Pemaduserasian dan keterpaduan RTRW RTRK antar daerah JABODETABEKJUR.
Permukiman, Sarana Prasarana ♦ Pembangunan rumah-rumah di BODETABEKJUR,
♦ Pemerataan pembangunan pusat-pusat perbelanjaan.
Sumber Daya Air, Kebersihan dan LH
293
♦ Kawasan lindung, daerah resapan air, sungai, situ, galian C, hutan dan penghijauan,
♦ Pengamananpelestarianpenghijauan daerah hulu, normalisasi sungai, pembuatan bendungankantong air, perbaikan saluran
drainase air, ♦ Pengelolaan sampah, usaha penanggulangan pencemaran sungai
dan udara.
Transportasi, Perhubungan dan Pariwisata ♦ Jaringan jalan, terminal, pengaturan trayek, wilayah operasi, tarif,
moda angkutan dan manajemen lalu lintas, ♦ Peningkatan jalan-jalan terobosan dan penataan ruas-ruas jalan,
♦ Penataan dan pelestarian daerah-daerah wisata, infrastruktur, sarana dan prasarana daerah wisata.
Agribisnis, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah ♦ Perencanaan pembangunan terminal agribisnis,
♦ Pemberian bantuan bagi usaha kecil dan menengah, ♦ Penyuluhan dan bantuan teknis bidang pertanian, perkebunan dan
persawahan.
Industri, Perdagangan, Pertambangan dan Investasi ♦ Relokasi industri dan pertambangan,
♦ Keterpaduan pendirian industri, ♦ Peningkatan investasi melalui Badan Koordinasi Penanaman
Modal.
294
Kependudukan, Ketentraman Ketertiban ♦ Mobilitasi penduduk termasuk migrasi dan komuter.
♦ Tertib administrasi kependudukan yang akan diberlakukan SIAK Offline,
♦ Ketegasan pelaksanaan hukum Indonesia.
Kesehatan dan Pendidikan ♦ Kerjasama peningkatan sarana prasarana pendidikan dan kesehatan
di wilayah JABODETABEKJUR diawali adanya pertemuan forum untuk tahun 2005 antara Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Gubernur
Jawa Barat, Gubernur Banten dengan BupatiWalikota Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Cianjur pada tanggal 20 Agustus
2005 bertempat di Hotel Borobudur Jakarta. ♦ Pada Pertemuan tersebut salah satu kegiatan yang perlu
direalisasikan pada tahun anggaran 2006 adalah program kerjasama peningkatan sarana dan prasarana pendidikan dasar dan kesehatan
dasar di wilayah JABODETABEKJUR. Pada pertemuan forum ke dua untuk tahun anggaran 2005 dilaksanakan pada tanggal 28-29
Desember 2005 bertempat di Hotel Aryaduta Karawaci Kabupaten Tangerang Provinsi Banten, disepakatilah bahwa kerjasama
pendidikan dasar dan kesehatan dasar memperoleh bantuan dana dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk masing-masing
KabupatenKota BODETABEKJUR sebesar Rp. 3.000.000.000,- tiga milyar rupiah dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp. 24
milyar dua puluh empat milyar rupiah.
♦ Dari anggaran sebesar Rp. 3.000.000.000,- tiga milyar untuk masing-masing KabupatenKota BODETABEKJUR dialokasikan
untuk sarana prasarana pendidikan sebesar Rp. 2.000.000.000,-
295
dua milyar rupiah dan untuk sarana prasarana kesehatan sebesar Rp. 1.000.000.000,- satu milyar rupiah.
Sosial dan Tenaga Kerja ♦ Pengawasan bidang ketenagakerjaan baik lokal maupun tenaga
kerja asing, ♦ Usaha penekanan terhadap masalah PMKS di perbatasan,
♦ Adanya operasi yustisi secara berkala.
12102006
SERAH TERIMA DANA BANTUAN KEUANGAN DARI PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA KEPADA PEMERINTAH KABUPATENKOTA
BODETABEKJUR
Hari ini dilaksanakan acara penyerahan dana bantuan keuangan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada Pemerintah KabupatenKota BODETABEKJUR
sebesar Rp. 24 milyar untuk peningkatan sarana prasarana pendidikan dan kesehatan, yang dilaksanakan di Balai Agung Balai Kota Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta. Hari ini dilaksanakan acara penyerahan dana bantuan keuangan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada Pemerintah KabupatenKota
BODETABEKJUR sebesar Rp. 24 milyar untuk peningkatan sarana prasarana pendidikan dan kesehatan, yang dilaksanakan di Balai Agung Balai Kota
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.Hari ini dilaksanakan acara penyerahan dana bantuan keuangan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada Pemerintah
KabupatenKota BODETABEKJUR sebesar Rp. 24 milyar untuk peningkatan sarana prasarana pendidikan dan kesehatan, yang dilaksanakan di Balai Agung
Balai Kota Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hari ini dilaksanakan acara penyerahan dana bantuan keuangan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada
296
Pemerintah KabupatenKota BODETABEKJUR sebesar Rp. 24 milyar untuk peningkatan sarana prasarana pendidikan dan kesehatan, yang dilaksanakan di
Balai Agung Balai Kota Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.Hari ini dilaksanakan acara penyerahan dana bantuan keuangan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
kepada Pemerintah KabupatenKota BODETABEKJUR sebesar Rp. 24 milyar untuk peningkatan sarana prasarana pendidikan dan kesehatan, yang dilaksanakan
di Balai Agung Balai Kota Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
http: bkspjabodetabekjur.jakarta.go.id berita index.php?id= 1
13092006 Lokakarya pengembangan wilayah pesisir laut dan pulau-pulau kecil.
Sebagai usaha peningkatan pengembangan sumber daya laut di Selat Karimata, Departemen Dalam Negeri bekerjasama dengan Instansi terkait mengadakan
lokakarya pengembangan wilayah pesisir laut dan pulau-pulau kecil, yang dilaksanakan di Jakarta yang dihadiri oleh unsur-unsur kelautan seluruh Indonesia.
Pada lokakarya ini dibahas mengenai pemanfaatan air laut yang diolah menjadi air tawar, mengingat di Indonesia bagian timur sangat membutuhkan akan air bersih
bagi rumah tangga. Pertemuan ini juga menghadirkan Sekretariat BKSP JABODETABEKJUR sebagai nara sumber, karena berkaitan dengan pelaksanaan
lokakarya tersebut dibutuhkan pula suatu pola kerjasama antar daerah dalam usaha peningkatan kebutuhan daerah. Sehingga pelaksanaan koordinasi dan kerjasama
antar daerah dapat dilaksanakan dengan baik.
02102006 Pelaksanaan Rapat Forum Kerja BKSP JABODETABEKJUR di Hotel Horison
Bandung, sekaligus penandatanganan Kesepakatan Bersama dan Pearturan Bersama Gubernur, Bupati dan Walikota.
Setiap dalam 1 satu tahun anggaran Sekretariat BKSP JABODETABEKJUR selalu mengadakan Rapat Kerja Forum BKSP JABODETABEKJUR yang
297
dilaksanakan 2 dua kali dalam setahun. Rpat forum ini suatu forum bertemuanya Gubernur, Bupati dan Walikota dalam hal ini Gubernur Provinsi DKI Jakarta,
Gubernur Jawa Barat, Gubernur Banten dan BupatiWalikota BODETABEKJUR. Dalam forum ini dibahas mengenai evaluasi seluruh kegiatan yang sudah dan
sedang dilaksanakan sekaligus perencanaan kegiatan pada tahun anggaran berikutnya. Pelaksanaan Rapat Forum Kerja BKSP JABODETABEKJUR di Hotel
Horison Bandung, sekaligus penandatanganan Kesepakatan Bersama dan Peraturan Bersama Gubernur, Bupati dan Walikota JABODETABEKJUR. Secara
rinci adalah penandatangan :
Peraturan Bersama Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Gubernur Jawa Barat, Gubernur Banten, Bupati Bogor, Walikota Bogor, Walikota Depok,
Bupati Tangerang, Walikota Tangerang, Bupati Bekasi, Walikota Bekasi Dan Bupati Cianjur Tentang Badan Kerjasama Pembangunan Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten, Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kabupaten Bekasi,
Kota Bekasi, dan Kabupaten Cianjur. Keputusan Bersama Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Gubernur
Jawa Barat, Gubernur Banten, Bupati Bogor, Walikota Bogor, Walikota Depok, Bupati Tangerang, Walikota Tangerang, Bupati Bekasi, Walikota Bekasi dan
Bupati Cianjur tentang Kerjasama Di Bidang Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil Di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Cianjur
JABODETABEKJUR. Keputusan Bersama Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Gubernur
Jawa Barat Dan Gubernur Banten Tentang Perubahan Atas Keputusan Bersama Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Dan Gubernur Kepala Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Nomor 126Sk.1884.Jabotabek97 Dan 2169 Tahun 1997 Tentang Penetapan Titik Koordinat Tanda Batas Wilayah Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Dan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat.
298
PEMANTAPAN RANCANGAN KEPPRES PENATAAN RUANG JABOTABEK
http:www.pu.go.idDitjen_ruangTarunewstaru0908011.html Jakarta, 9 Agustus 2001
Tanggal 27 Juni 2001 yang lalu telah diadakan kegiatan Ekspose Rancangan Keppres Penataan Ruang Kawasan Jabotabek yang dipimpin oleh Menteri
Permukiman dan Prasarana Wilayah. Tujuan diadakannya kegiatan sosialisasi ini adalah untuk mendapatkan tanggapan, masukan dan saran terhadap
penyempurnaan RaKeppres tersebut yang melibatkan instansi pusat dan instansi daerah Pemda, Bappeda, DPRD, perguruan tinggi, LSM, dan asosiasi-asosiasi
profesi. Penyempurnaan oleh tim kecil dilakukan pada tanggal 3-4 Agusutus 2001 berdasarkan masukan dan tanggapan yang diperoleh dari ekspose tersebut. Tim
Kecil ini terdiri dari Sekretariat Tim Teknis BKTRN, BKSP Jabotabek, wakil- wakil dari masing-masing pemda serta instansi-instansi pusat terkait.
Sebagai tindak lanjut kegiatan ekspose tersebut, pada tanggal 9 Agustus 2001 Direktorat Jenderal Penataan Ruang selaku Sekretariat Tim Teknis BKTRN
bekerja sama dengan BKSP Jabotabek memfasilitasi pemantapan Rancangan Keppres Jabotabek hasil penyempurnaan tim kecil. Acara pemantapan RaKeppres
tanggal 9 Agustus tersebut dipimpin oleh Ketua Pokja 1 BKTRN dan juga melibatkan instansi pusat, instansi daerah Pemda, Bappeda, DPRD, perguruan
tinggi, LSM, dan asosiasi profesi.
299
Seluruh unsur yang dilibatkan menyatakan bahwa Rancangan Keppres Jabotabek diperlukan sebagai pedoman atau wadah hukum pengaturan bersama dalam
rangka koordinasi pembangunan wilayah Jabotabek. Namun menurut floor masih perlu penyempurnaan substansi dan peta seperti misalnya : perlunya memuat
ketentuan tentang kewenangan pemerintah pusat dan masing-masing daerah, sharingdukungan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam
mengimplementasikan Keppres tersebut menjadi jelas, perlunya pengaturan sistem pariwisata dan sistem komunikasi antar daerah, pengendalian banjir, dan lain-lain.
Langkah selanjutnya tim kecil akan menyempurnakan naskah RaKeppres Jabotabek berdasarkan masukan tanggapan maupun saran yang masuk, dan
naskah hasil penyempurnaan oleh tim kecil tersebut akan disosialisasikan kepada pemerintah daerah.
Tata Ruang 09-08-2001
300
http:www.pikiran-rakyat.comcetak2006022006220902.htm
GAGASAN segar dan cerdik Gubernur DKI Sutiyoso tentang kawasan megapolitan Jakarta dengan memanfaatkan daerah di sekitarnya, Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, Bekasi, Cianjur, Jabotabekjur - wajar-wajar saja bila ditolak oleh Gubernur dan DPRD Jawa Barat. lih. ”PR” Kamis, 822006: 1. Mungkin
karena pengalaman masa lalu, Jawa Barat sering dikerjain orang-orang pusat yang banyak merugikan daerah. Selain itu ada kegamangan karena kesepakatan
bersama yang ditandatangani ketiga Gubernur, DKI - Jabar - Banten dan para bupati serta Wali Kota Bogor, Tangerang, Bekasi, Depok, dan Cianjur, tanggal 16
Juni 2005 samasekali tidak menyingung gagasan Sutiyoso itu. Jadi ada kekhawatiran pemerintah daerah Jawa Barat sebagian wilayah administratifnya
dicaplok DKI.
Isu Jakarta sebagai megapolitan bukanlah hal baru. Gubernur DKI Ali Sadikin pertama kali melontarkan gagasan Jakarta sebagai kota metropolitan. Waktu itu
pun Ali Sadikin harus berhadapan dengan Gubernur Jawa Barat Solihin GP. Jalan keluar pemerintah pusat pada waktu itu adalah membentuk wilayah Jabotabek
melalui kerja sama pembangunan Jabotabek antara Jabar dan DKI. Kemudian dibentuk Badan Kerja sama Pembangunan BKSP Jabotabek sebagai upaya
mendukung perkembangan Jakarta ibu kota negara. Namun, sebelumnya sudah ada apa yang disebut Sekertariat Jabar-DKI, sebagai ajang dialog dan sinkronisasi
pembangunan di kedua daerah itu. Namun badan kerja sama tersebut tidak fungsional, bahkan keberadaannya sekarang tidak terdengar lagi.
Sudah jadi nasib
Agaknya, sudah menjadi nasib, pada pascakepemimpinan Solihin GP Jabar selalu tunduk dan menerima saja, sumuhun dawuh, atas keinginan pemerintah
301
pusat yang banyak merugikan daerah itu sendiri. Jabar harus rela dijadikan daerah penyangga, istilah keren-nya buffer zone, yang sesungguhnya tidak lebih dari
keranjang sampahnya ibu kota negara. Dari situlah awal marginalisasi daerah Jabar, dengan terjadinya alih fungsi lahan sawah yang subur begitu cepat di daerah
utara menjadi wilayah industri. Karena tidak ditata dengan baik, maka akibatnya terasa sekarang pada penyediaan stok pangan nasional dan kerusakan lingkungan -
padahal semangatnya adalah Jabar sebagai lumbung padi nasional.
Di sekitar Jabotabek, alih fungsi hutan, lahan sawah dan pertanian lahan kering terus berlangsung. Lahan ini dijadikan kawasan permukiman dari yang sederhana
hingga super modern dilengkapi sarana rekreasi, pendidikan, pembelanjaan dan sarana sosial lainnya. Kondisi menambah risiko banjir dan kerusakan lingkungan
karena terganggunya stabilitas ekosistem baik di sekitar Jakarta maupun di seluruh kawasan Jabotabek itu.
Namun, terlepas dari masalah sosial dan lingkungan tersebut, DKI dan Jabar kini menghadapi dilema. Pertumbuhan kedua daerah itu demikian cepat, karena
perkembangan penduduk, meningkatnya sarana transportasi dan komunikasi antarkota dan antardaerah serta kota-desa yang berdampak terhadap meningkatnya
intensitas migrasi antar kota dan daerah serta urbanisasi dari desa ke kota. Celakanya daerah tujuan utama para migran dan urbanis itu tetap saja Jakarta dan
sekitarnya. Berlaku pepatah usang ada gula ada semut.
Selain itu, konsentrasi pembangunan di DKI sebagai ibu kota negara, barangkali masih diwarnai kuatnya pandangan tradisional masyarakat bahwa ibu kota negara
identik dengan negara itu sendiri. Kehebatan sebuah ibu kota negara adalah manifestasi dari kehebatan negara itu sendiri. Logika awam yang terbangun adalah
bahwa Jakarta miniatur Indonesia. Maka keberadaan Jakarta sebagai ibu kota negara tidak terelakkan lagi perlu mendapat dukungan semua pihak. Dalam
memahami logika sebab-akibat itu, diharapkan semua pihak berpikir jernih, kritis, perspektif dan cerdas, tidak kuuleun alias memble.
302
Dilema lain, intensitas pembangunan dalam berbagai bidang kehidupan berorientasi ke Jawa. Maka tidak heran pula apabila Jawa tetap saja menjadi
daerah tujuan utama migran dan urbanis dari daerah dan desa di sekitarnya. Berlimpah-ruahnya sebagian besar penduduk Indonesia di Jawa 70
menjadikan Jawa sebuah kota pulau, megapolis. Berjubelnya manusia Indonesia di kota-kota di Jawa memberatkan pemerintah kota, karena yang muncul adalah
kemiskinan dengan kampung kumuhnya yang berakibat terhadap degradasi lingkungan dan munculnya budaya kekerasan.
Oleh karena itu isu megapolitan Gubernur DKI Sutiyoso sesungguhnya dapat dijadikan momentum yang baik, sebagai peluang untuk menangani kesemrawutan
pembangunan di Jabar-DKI karena Banten mungkin lebih senang bergabung dengan DKI. Selama ini daerah hanya peduli kepada dirinya masing-masing, atau
egoisme daerah.
Banyak hal yang dapat dikerjakan bersama tanpa harus saling mengganggu wilayah administratif masing-masing. Jabar dan DKI bisa memelihara aliran
Sungai Ciliwung dari hulu ke hilir antara Kabupaten Bogor - DKI untuk menangkal banjir kiriman di Jakarta. Ciliwung dapat dikembangkan menjadi
alternatif angkutan barang melalui sungai Bogor - DKI. Selain itu, kedua daerah juga bisa mengelola sampah secara terpadu untuk kesehatan penduduk dan
kebersihan lingkungan, mengupayakan suplai air bersih dari Jatiluhur atau daerah lain di Jawa Barat ke Jakarta; pembangunan sistem transportasi murah Jabotabek -
DKI, sampai kepada urusan kartu penduduk dan pajak kendaraan sehubungan dengan mobilitas penduduk yang begitu tinggi antara Jabotabekjur - Jakarta.
Lambat atau cepat akhirnya Jabar-DKI harus memiliki satu perencanaan pengembangan daerah yang terkoordinasi. Ada bidang-bidang yang harus dikelola
bersama yang menyentuh kepentingan bersama yang bersifat lintas daerah. Dalam
303
mencari solusi mendesak, maka dituntut pula sikap tanggap pemerintah pusat, presiden atau mendagri untuk tidak membiarkan masing-masing daerah mencari
upaya masing-masing yang cenderung mempertahankan kepentingannya masing- masing.
Barangkali sudah menjadi kebutuhan mendesak sekarang adanya seorang menteri yang bertugas bukan saja mengoordinasikan dan mengendalikan berbagai program
pembangnan yang berkelanjutan di Jawa Barat-DKI, tetapi juga untuk Indonesia bagian barat agar khususnya Jawa bebas dari ancaman kemusnahan, karena beban
yang sudah di luar kemampuan support-system lingkungannya - analog dengan menteri negara urusan percepatan Indonesia bagian timur. Upaya pemerintah pusat
saat ini dalam menghadapi fenomena Jabar-DKI adalah memfasilitasi kebersamaan kedua provinsi tersebut agar ekosistem di kedua daerah tersebut
dalam jangka panjang tetap mampu menyangga kehidupan umat manusia yang tertib, damai dan bersahabat.
Pergeseran paradigma
Konsep dan paradigma pemerintahan sekarang sudah bergeser, dari kekuasaan ke pelayanan. Sejalan dengan itu, maka terjadi pula pergeseran konsep dari
pembangunan daerah ke pembangunan wilayah. Dalam pembangunan wilayah itu, utamanya antara lain adalah pemanfaatan tata ruang dengan cara
mengintegrasikan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan dan keberlanjutan umat manusia. Kendalanya adalah perilaku
birokrasi kita masih keukeuh saja mempertahankan cara-cara lama yaitu paradigma kekuasaan.
Hal inilah yang merupakan masalah satu sumber konflik yang terjadi di berbagai daerah sekarang. Di mana masih kentalnya kesenjangan antara gagasan perubahan
dengan praktik pemerintahan di lapangan, sebagaimana tampak dari pernyataan
304
dan tanggapan reaksi atas isu megapolitannya Gubernur DKI Sutiyoso. Hakikat pelayanan itu yang utama adalah kesejahteraan dan keadilan bagi semua, yang
tidak lagi berorientasi pada batas-batas administratif daerah, borderless. Dalam kasus Jabar - DKI, agaknya dialog adalah salah satu instrumen yang harus
dikedepankan. Oleh karena itu, cara terbaik untuk membangun keadilan dan kesejahteraan bagi semua di kedua daerah tersebut adalah membina pengertian
dan kerja sama, bukan saling meniadakan, trade off. Kedua pemerintah duduk bersama, menyusun program dan anggaran bersama serta melaksanakan bersama-
sama dengan melibatkan seluruh stakeholders agar kedua daerah itu tetap eksis menyangga kelangsungan hidup umat manusia.
Penulis, dosen senior dan Ketua LPM Unpad Bandung
305
| View Thread | Return to Index | Read Prev Msg | Read Next Msg |
Wise Coastal Practices for Sustainable Human Development Forum A regional approach to environmental quality management Jakarta-Indonesia
+Bahasa Indonesia http:www.csiwisepractices.org?read=73
Posted By: Yoslan Nur Date: Wednesday, 4 August 1999, at 7:01 p.m.
Bahasa Indonesia
Key words: community involvement, inter-agency coordination, public sector awareness.
DESCRIPTION: Based on the result of an evaluation of the Jakarta Bay pilot project, UNESCO-CSI considers that the project needs to be extended and
improved. A new project has been determined Environmental governance and wise management practice for tropical coastal mega-cities: sustainable human
development of Jakarta Metropolitan Area. It is a coordination forum on sustainable human development of the Jakarta Metropolitan Area. The main aims
of the activities are to:
1 promote greater community involvement in coastal environmental quality development, encouraging local communities and NGOs participating in Jakarta
Metropolitan Area sustainable human development;
306
2 integrate coastal quality improvement as one of the local governments programmes, establishing an enabling policy environment and a system to
monitor, analyse, and disseminate the results of field activities; and
3 develop private sector awareness industrial zone and resort managers in environmental development.
The programme activities were determined as a result of the analysis of spatial problems. For example: to reduce the pressure on coastal marine resources in
Jakarta Bay and Kepulauan Seribu, we have to find an alternative economic activity for the local community. Similarly to reduce the pollution of Jakarta Bay
by pesticides and fertilizers and to diminish sedimentation by eroded soil, we have to introduce an environmentally sound farming system in the upstream area in
District of Bogor and Purwakarta, situated around 70 - 90 km from the coast.
STATUS: The project has yet to be implemented.
DISCUSSION
LONG-TERM BENEFIT: The multi-dimensional and inter-sectoral approach should allow for long-term sustainable human development while providing
immediate benefit for the local communities.
CAPACITY BUILDING: The activities provide improved management capabilities and education for stakeholder groups as well as knowledge and efforts
to protect the coastal marine environment. UNESCO will form partnerships with the government, the private sector, NGOs, local communities and other donors to
demonstrate innovative approaches for managing small islands and coastal areas
307
with an emphasis on local community participation, and more efficient and sustainable use of coastal resources.
Activities with society local community: Training for locally-based groups on: 1 integrated conservation and development of coastal regions and small islands
and 2 social empowerment through development of their own potentiality by improvement of working techniques, skill development in management,
entrepreneurship to expand livelihood options; and womens participation in economic and environmental development.
Activities with local Government: Some training activities and technical assistance on environmental management are projected for local government staff.
Activities with the private sector: Training in industrial zones for resort area managers on sustainable human development and the dangers of pollution for the
environment.
INSTITUTIONAL STRENGTHENING: The pilot project experience has revealed that the environmental problems of Jakarta Bay and Kepulauan Seribu
cannot be resolved on a local level, and that a regional solution is required. There is neither an effective management authority nor a central agency to plan for the
whole JMA or to coordinate sectoral planning in Jakarta City and West Java. Theoretically, the Coordination Body for Jabotabek Development Badan
Kerjasama Pembangunan or BKSP Jabotabek, should be a mechanism for inter- regional coordination and inter-sectoral integration, as well as bottom-up and top-
down program coordination. At present, the agency has some constraints on its ability to do so: 1 there are almost no resources nor enforcement basis available
for BKSP; 2 some agencies, notably the Jakarta and West Java Provincial Planning Agency Bappeda Tingkat I overlap and duplicate the BKSP,s
responsibilities; 3 the role of BKSP in planning, programming and budgeting for
308
Jabotabek development is not specifically defined; and 4 there is a lack of operational guidelines for Jabotabek plan implementation. BKSP has no tools to
coordinate and integrate interregional and intersectional development programmes in the JMA. Having identified the BKSPs weaknesses, it is obvious that the
function and role of this agency needs to be strengthened by giving it a clear status, political and financial support from central and local governments DKI
Jakarta and West Java Provinces.
SUSTAINABILITY: The project will ensure sustainability of the ecosystem for the future generation. 5 years after the projects termination 2000-2005 the
system installed will continue to function when the technical assistance finishes.
TRANSFERABILITY: The project of Environmental governance and wise management practice for tropical coastal mega-cities: sustainable human
development of Jakarta Metropolitan Area is transferable to the others tropical coastal mega-cities, with some adaptation e.g. institution, development policies,
culture, etc.
CONSENSUS BUILDING: The activity should benefit the stakeholder groups, and provide indirect and long-term benefit for the private sector.
PARTICIPATORY PROCESS: The project will strengthen networks and cooperation between governments, scientific institutions, universities, NGOs and
communities for policy analysis, implementation and monitoring. Indicators of success will include the following: 1 strengthened networks for environmental
policy and law reform, as measured by the number of working groups dealing with policy implementation including universities and NGOs established in tropical
coastal megacity management; 2 increased participation by women in coastal management, as measured by the number of women in workshops, seminars, and
training programmes; and 3 improved information sharing on environmental
309
issues, as measured by a the number of environmental coastal newsletters produced, b the number of coastal management seminars held annually, and
other publications and exhibitions.
EFFECTIVE AND EFFICIENT COMMUNICATION PROCESS: A multidirectional communication process involving dialogue, consultation and
discussion is planned in this project, e.g. an annual workshop for the principle stakeholders, community learning centre, brochures, result of development
process, etc.
STRENGTHENING LOCAL IDENTITIES-DECENTRALIZATION: The development programmes in JMA are mostly central government oriented in
implementation, whereas the involvement of the community and local government is very limited. An effort towards decentralization of the development plan,
programmes, and realization are needed. The project has planned to improve the efficiency of the Coordination Body for Jabotabek Development and local
governments involvement in the improvement of the quality of life and of the environment.
PUBLIC POLICY: In terms of public policies, technical assistance will be given to central government and local governments in land use planning, evaluation of
environmental standards and norms of quality coastal resource management guidelines and political instruments for the protection of the environment.
REGIONAL DIMENSION: The project design is based on the perception that the Jakarta Bay and Kepulauan Seribu is ecologically part of the Jakarta Metropolitan
Area and on the assumption that environmental degradation in this area is caused by environmental governance.
310
EVALUATION: The success achieved in the overall strategic objective will be measured by: 1 improvement of environmental quality in the Jakarta
Metropolitan Area, particularly the seawater quality in Jakarta Bay; 2 the number of local communities actively participating in environmental planning,
implementation and management; 3 the number of NGOs strengthened to promote improved coastal Jakarta Metropolitan Area environmental quality; and
4 the number of partnerships among the local governments, the private sector, and communities for locals and regional environmental impact planning and
monitoring that have been strengthened.
PENDEKATAN REGIONAL DALAM PENGELOLAAN MUTU LINGKUNGAN HIDUPTELUK JAKARTA-INDONESIA
DESKRIPSI. Berdasarkan hasil evaluasi proyek pilot Teluk Jakarta setelah tiga tahun pelaksanaan, UNESCO-CSI berkesimpulan bahwa perlu peningkatan dan
pengembangan pilot proyek tersebut. Dalam rangka itu sebuah proyek sedang dirumuskan, Environmental governance and wise practices for tropical coastal
mega-cities: Sustainable human development of the Jakarta Metropolitan Area. Proyek ini akan berfungsebagi sebuah forum koordinasi dari proyek-proyek yang
berkaitan dengan peningkatan kualitas lingkungan hidup di Kawasan Metropolitan Jakarta, garis begar kegiatan adalah sebagai berikut: 1 Menggalakkan partisipasi
masyarakat dalam peningkatan kualitas lingkungan hidup dengan mendorong partisipasi masyarakat dan LSM dalam pembangunan masyarakat berkelanjutan;
2 Mengintegrasikan kegiatan peningkatan kualitas kawasan pesisir sebagai salah satu bagian dari program permbangunan pemerintah pusat dan daerah,
merumuskan kebijaksanaan lingkungan hidup dan system pemantauan, analisis and desiminasi hasil lapangan; dan 3 Meningkatkan kesadaran sektor swasta
para pengelola kawasan pariwisata dan kawasan industri akan pentingnya arti dari pelertarian lingkungan hidup. Program kegiatan disusun berdasarkan analisa
311
ruang dari permasalahan, misalnya : untuk mengurangi tekanan masyarakat terhadap sumberdaya pesisir yang disebabkan oleh tata cara penangkapan ikan
yang tidak berwawasan lingkungan pemakaian bom ataupun racun maka kita akan cari alternatif kegiatan ekonomi baru bagi masyarakat setempat yang sifatnya
tidak merusak lingkungan; dan untuk menurunkan polusi perairan Teluk Jakarta oleh pestisida dan pupuk maka kita akan memperkenalkan dan membimbing
petani yang berada di hulu di Kabupaten Bogor dan Purwakarta, terletak sekitar 70 hingga 90 km dari pantai untuk melakukan praktek pertanian berwawasan
lingkungan.
MANFAAT JANGKA PANJANG. Pendekatan multi-dimensi and intersectoral akan memungkinkan terlaksanannya pembangunan masyarakat berkelanjutan
tanpa mengabaikan manfaan langsung dari proyek tersebut terhadap masyarakat pelakunya.
PENINGKATAN KEMAMPUAN. Peningkatan kemampuan pengelolaan kawasan pesisir bagi para pelaku yang terlibat merupakan bagain dari proyek ini.
UNESCO dengan bekerjasama dengan Pemda, sektor swasta, LSM, masayarakat dan para donator lainnya akan memperkenalkan pendekatan baru dalam mengelola
kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, melalui partisipasi masyarakat dengan cara yang lebih efisien untuk menjaga kelestarian sumberdaya pesisir.
- Masyarakat. Pelatihan bagi masyarakat tentang: 1 konservasi dan pembangunan terintegrasi di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil; 2
pemberdayaan masyarakat melalui pembangunan berdasarkan potensi ekonomi yang mereka miliki dengan bantuan peningkatan teknologi, keahlian managerial,
kewiraswastaan untuk memperbaiki perekonomian keluarga, peningkatan partisipasi wanita dalam perekonomian dan pembangunan berkelanjutan.
312
- Pemerintah daerah. Pelatihan dan bantuan teknik dalam pengelolaan lingkungan hidup akan diberikan kepada staf Pemda.
- Sektor swasta. Pelatihan bagi pengelola kawasan pariwisata dan kawasan industri dalam rangka meningkatkan kepedulian mereka terhadap pentingnya arti
pemeliharaan kualitas lingkungan hidup dan membekali mereka dengan keterampilan mengelola limbah yang di produksi kawasan pariwisata dan kawasan
industri.
PEMBANGUNAN KELEMBAGAAN. Berdasarkan pengalaman proyek pilot, permasalahan lingkungan hidup di Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu tidak
dapat dipecahkan hanya pada tingkat lokal, melainkan kita butuh pemecahan persoalan yang skalanya regional, Kawasan Metropolitan Jakarta. Hingga saat ini
belum ada satu pun Badan Pemerintah yang berhasil menangani pembangunan dan pengelolaan Kawasan Jakarta Metropolitan DKI Jakarta dan beberap[a Dati II di
Jawa Barat secara keseluruhan. Pada prinsipnya, Badan Kerjasama Pembangunan Jabotabek BKSP adalah satu-satunya badan yang bertanggung jawab atas
koordinasi inter-regional dan inter-sectoral baik antara pemerintah pusat dan instansi-instansi lain yang terlibat dalam pembangunan Jabotabek. Pada saat ini,
BKSP menghadapi beberapa persolan untuk melaksanakan tugas ini, persoalan yang dihadapi anatara lain: 1 tidak ada dana khusus yang diperuntukkan bagi
kegiatan BKSP; 2 kegiatan BKSP bertumpang tindih dengan beberapa lembaga pemerintah lainnya, teurama Bappeda Tkt. I DKI Jakarta dan Jawa Barat; 3
peran BKSP dalam perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan dan penyususnan anggaran pembangunan Jabotabek tidak begitu jelas; dan 4 tidak ada petunjuk
pelaksanaan pembangunan di Jabotabek. Singkatnya BKSP tidak memiliki alat untuk mengkoordinaksikan dan mengintegrasikan program pembangunan di
Jabotabek. Setelah mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi BKSP, ditarik kesimpulan bahwa Pemerintah Pusat dan Daerah perlu memberikan dukungan
kepada lembaga ini berupa penjelesan statusnya, dukungan politik dan pendanaan agar dapat menjalankan tugas dan fungsi dengan baik.
313
KEBERLANJUTAN. Proyek ini bermaksud untuk berkontribusi dalam pelestarian lingkungan hidup agar tetap dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang. Pada
akhir 5 tahun pelaksanaan proyek, 2000-2005, diharapkan sistem yang sudah dibangun akan tetap berjalan secara mandiri meskipun bantuan teknik dari
UNESCO sudah dihentikan.
TRANSFERABILITAS. Proyek Environmental governance and wise practices for tropical coastal mega-cities: Sustainable human development of the Jakarta
Metropolitan Area dapat dengan mudah diterakpan di mega-city tropis lainnya, tentu sebelumnya harus dilakukan beberap adaptasi seperti kelembagaan,
kebijaksanaan pembangunan, budaya, dsb.
PARTISIPASI MASYARAKAT. Proyek ini akan memperkuat jaringan kerja antara Pemerintah Pusat dan Daerah, lembaga-lembaga penelitian, universitas,
LSM dan masyarakat dalam rang perumusan kebijasanaan, pelaksanaan dan pemantauan. Kriteria keberhasilan dari proyek akan dinilai dari : 1 keeratan
kerjasama dalam perumusan peraturan dan kebijaksanaan lingkungan hidup dapat diukur dari jumlah kelompok kerja yang terlibat dalam kegiatan ini;
2peningkatan partisipasi wanita dalam pengelolaan kawasan pesisir dapat dinilai dari jumlah wanita yang berpartisipasi dalam rapat-rapat kerja, seminar, program
pelatihan; 3 peningkatan penyebaran informasi di bidang lingkungan hidup dapat dinilai dari a jumlah newsletter yang diterbitkan, b jumlah seminar, rapat kerja
ataupun pertemuan-pertemuan tentang lingkungan hidup; dan publikasi lainnya seperti pameran, dsb.
EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI PROSES KOMUNIKASI. Komunikasi multi arah yang mencakup dialog, konsultasi dan diskusi akan digalakkan dalam proyek
ini melalui : Rapat Kerja tahunan antara para pelaku pembangunan, pusat penduidikan masyarakat, publikasi, brosur, laporan etc.
314
DESENTRALISASI. Program-program pembangunan di Jabotabek sebagian besar adalah proyek Pemerintah Pusat, dimana peranan masyarakat dan Pemda
sangat terbatas. Proyek ini menggalakan usaha desentralisasi perencanaan, penyusunan program, dan realisasi pembangunan. Peranan BKSP dan Pemda
perlu diperkuat unutuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan tingkat hidup dari masyarakat setempat.
KEBIJASANAAN PEMERINTAH. Akan diberikan bantuan teknik terhadap beberapa instansi Pemerintah Pusat dan daerah dalam hal: penataan ruang,
evaluasi standar dan norma-norma lingkungan hidup di kawasan pesisir dan mempersiapkan kebijakaan pemerintaha pusat dan daerah dalam pelestarian
lingkungan hidup.
DIMENSI REGIONAL. Rancangan proyek didasarkan atas persepsi bahwa Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu secara ekologis merupakan bagain yang tak
terpisahkan dara Kawasan Metropolitan Jakarta; dan didasarkan juga atas asumsi bahwa perusakan lingkungfan hidup di kawasan ini berasal dari permasalahan
pengelolaan.
EVALUASI. Keberhasilan proyek akan diukur dengan kriteria sebagai berikut : 1 peningkatan kualitas lingkungan hidup di Kawasan Metropolitan Jakarta,
khususnya kualitas air di Teluk Jakarta; 2 jumlah masyarakat yang secara aktif berpartisipasi dalam perencaan, pelaksanaan dan pengelolaan lingkungan hidup;
3 jumlah LSM yang terlibat dalam usaha peningkatan kualitas lingkungan hidup di Kawasan Metropolitan Jakarta; dan 4 jumlah kerjasama antara pemda dengan
pihak swasta dan masyarakat dalam perencanaan dan pemantauan lingkungan hidup.
Messages in This Thread
315
A regional approach to environmental quality management Jakarta-Indonesia +Bahasa Indonesia
Yoslan Nur Bay Management
Ian Dutton How societal thinking shapes attitudes to resource exploitation
Indonesia.+Bahasa Indonesia Boedhihartono and Nurlini Kasri
Assessing the way society views natural resources Indonesia and Russia Ian Dutton and Michael Shilin
SEND YOUR REACTIONRESPONSES TO THE MODERATOR. | View Thread | Return to Index | Read Prev Msg | Read Next Msg |
6. SIMPULAN DAN
SARAN
6.1 Simpulan