2.44 1.50 Analisis Opini Masyarakat tentang Kondisi Perikanan di Kawasan

193 Keterangan: 1. Pertanian; 2. Industri Pengolahan; 3. Listrik, Gas dan Air; 4. Bangunan; 5. Perdagangan, Hotel dan Restauran; 6. Pengangkutan dan Komunikasi; 7. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; 8. Jasa-jasa. Gambar 5.5. Grafik LQ sesaat untuk komoditi unggulan di Kota Jakarta Utara pada Tahun 2003 Keterangan: 1. Pertanian; 2. Industri Pengolahan; 3. ListrikGasAir; 4. Bangunan; 5. PerdaganganHotel dan Restauran; 6. PengangkutanKomunikasi; 7. KeuanganPersewaanJasa Perusahaan; 8. Jasa-jasa. Gambar 5.6. Grafik LQ untuk komoditi unggulan di Kota Jakarta Utara pada Tahun 2000 – 2003 - 0.50

1.00 1.50

2.00 2.50

3.00 Nilai LQ 2000 Nilai LQ 2001 Nilai LQ 2002 Nilai LQ 2003 1 2 3 4 5 6 7 8 LQ 2003

1.69 2.44

0.76 0.71

0.66 1.42

0.22 0.40

0.00 0.50

1.00 1.50

2.00 2.50

3.00 1 2 3 4 5 6 7 8 LQ 2003 194

5.2.3 Distribusi dan hierarki pelayanan fasilitas sosial

Dari hasil analisis skalogram dapat disimpulkan bahwa untuk wilayah Kecamatan Penjaringan yang menjadi pusat pelayanan atau pusat pengembangan wilayah utama adalah Kelurahan Pejagalan dan Kelurahan Pluit. Di Kamal Muara, masih banyak kekurangan fasilitas sosial antara lain pelayanan kesehatan rumah bersalin dan bidan, pelayanan pendidikan SMA dan perpustakaan, dan sarana penunjang perekonomian pasar inpres, mall, swalayan, restaurant, hotel, dll.. Meskipun demikian, untuk Kecamatan Kosambi, Dadap merupakan pusat pelayanan atau pusat pengembangan, dengan total jumlah fasilitas mencapai 18 tipe fasilitas. Kondisi ini berbeda dengan Kamal Muara dimana jumlah total fasilitasnya mencapai 19 tipe namun termasuk wilayah yang masih kekurangan fasilitas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terjadi pergerakan penduduk dalam pemenuhan kebutuhan fasilitas pelayanan, dimana diperkirakan penduduk yang bermukim di wilayah Dadap atau Kamal Muara bergerak ke wilayah sekitar Kecamatan Penjaringan seperti Pejagalan dan Pluit, karena di wilayah ini fasilitas pelayanannya cukup lengkap. Data selengkapnya mengenai hasil analisis skalogram untuk wilayah Kecamatan Penjaringan dan Kecamatan Kosambi dapat dilihat pada Tabel 5.15 dan Lampiran 4 dan Lampiran 5. Jumlah tipe fasilitas yang terdapat di Desa Dadap adalah 18, hal ini menunjukkan bahwa jika dibandingkan dengan desa-desa lainnya di Kecamatan Kosambi yang jumlah total tipe fasilitasnya sebanyak 111 buah, maka Desa Dadap merupakan desa yang paling maju. Namun demikian, untuk Kelurahan Kamal Muara dengan jumlah tipe fasilitas 19 buah jika dibandingkan dengan kelurahan-kelurahan lainnya di Kecamatan Penjaringan yang jumlah total tipe fasilitasnya sebanyak 148 buah, maka Kelurahan Kamal Muara merupakan kawasan yang paling kurang maju. Dari keseluruhan gambaran tersebut dapat diamati bahwa pergerakan kemajuan pembangunan di tingkat desa dan kelurahan di kawasan Dadap-Kamal Muara bergerak mengarah ke pusat aktivitas di Ibu Kota Jakarta. Kondisi ini memang akan memicu terjadinya migrasi tenaga kerja dari tempat yang kurang ke tempat yang banyak fasilitasnya. 195 Tabel 5.15 Hierarki wilayah Kecamatan Kosambi dan Penjaringan berdasarkan analisis skalogram Jumlah Tipe Fasilitas Jumlah Unit Fasilitas Peringkat Kosambi ¾ Dadap 18 64 1 ¾ Kosambi Timur 15 32 2 ¾ Salembaran Jaya 12 39 3 ¾ Rawa Burung 11 42 4 ¾ Rawa Rengas 10 45 5 ¾ Cengklong 10 32 6 ¾ Belimbing 10 26 7 ¾ Jati Mulya 9 28 8 ¾ Kosambi Barat 8 17 9 ¾ Salembaran Jati 8 17 10 Jumlah Tipe 111 Jumlah Unit 342 Penjaringan ¾ Pejagalan 37 339 1 ¾ Pluit 34 164 2 ¾ Penjaringan 31 205 3 ¾ Kapuk Muara 27 92 4 ¾ Kamal Muara 19 45 5 Jumlah Tipe 148 Jumlah Unit 845 Untuk mengurangi tekanan dari kemungkinan terjadinya migrasi penduduk dari daerah sekitar Dadap ke ke arah wilayah DKI Jakarta yang berarti pula terjadinya pergesaran kegiatan ekonomi, maka Pemerintah Kabupaten Tangerang harus menciptakan berbagai kegiatan yang dapat memancing terjadinya pergerakan orang dan barang aktivitas ekonomi dari daerah disekitar kawasan Dadap ke wilayah Tangerang sendiri. Rencana pembangunan kawasan wisata Pantai Pasir Putih Mutiara Dadap merupakan salah satu peluang untuk terjadinya hal tersebut. Namun demikian, suatu studi kelayakan yang menyeluruh perlu dilakukan mengingat keberadaan pusat-pusat kegiatan wisata yang ada di wilayah Jakarta Utara akan sangat sulit untuk ditandingi. Pengembangan objek wisata yang terjangkau oleh masyarakat luas lebih murah, baik harga tiket masuk dan maupun harga-harga produk yang dijajakan, sarana dan prasarana transportasi yang memadai, serta objek wisata dan atraksi yang disajikan tetap menarik para wisatawan. 196

5.3 Analisis pemanfaatan lahan dan daya tampung pelabuhan perikanan di

kawasan Dadap-Kamal Muara Pengembangan suatu pelabuhan perikanan harus mempertimbangkan kondisi lahan yang tersedia di kawasan tersebut. Sebagai daerah yang terletak di perbatasan kabupatenkota dan provinsi, kawasan Dadap-Kamal Muara mempunyai tingkat perubahan pemanfaatan lahan yang sangat pesat. 5.3.1 Pemanfaatan lahan di kawasan Dadap-Kamal Muara Sebagai kawasan yang terletak di perbatasan antara Pemkot Jakarta Utara dan Kabupaten Tangerang, dinamika perencanaan pembangunan di kawasan ini sangat tinggi. Hal ini dapat diamati dari berbagai berita di media massa, mulai dari aktivitas perencanaan pembangunan Pelabuhan Kapal Riset Baruna Jaya, Pelabuhan Peti Kemas atau Kapal Barang, dan kawasan Wisata Mutiara Dadap. Dinamika perencanaan yang tinggi ini sangat dipengaruhi oleh munculnya Orde Otonomi Daerah yang telah terjadi dan melahirkan konsep desentralisasi sistem pemerintahan. Berdasarkan perjanjian kerjasama antara BPP Teknologi dan Perum Angkasa Pura II yang tertuang dalam surat No SWT 07HK.90APH-1993 dan No. 345DB- PKABPPTXII93, BBP Teknologi telah menyewa sebidang tanah seluas 6,5 hektar di pantai Muara Dadap, Desa Dadap, Kecamatan Kosambi Kabupaten Tangerang. Tanah tersebut diperuntukkan sebagai Dermaga Sandar Kapal Riset BPPT Baruna Jaya, yang awalnya berupa tanah kosong dan tidak berpenduduk. Menurut berita Media Indonesia, sejak tahun anggaran 199495, BPPT sudah mengaspal dan mengembangkan site plan dan pemagaran di lokasi tanah kosong tadi. Atas dasar itu, BPPT meminta agar pihak yang berkepentingan di kawasan itu mengetahui bahwa pembangunan dermaga sandar Armada Kapal Riset BPPT Baruna Jaya akan dilaksanakan pada tanah kosong yang sudah dipagar sejak 1994 INEKON: MI - N-250 Kejar Sertifikasi, apakabarclark.net , Rabu 29 Mei 1996 - 17:15:00. Tahun 1996, BPPT menjadi Panitia Indonesia Air Show IAS yang sempat menimbulkan issu akan menggusur tanah rakyat di Desa Gili-Dadap, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, yang terdiri dari 800 KK nelayan Republika Online 1996. Issu ini ternyata tidak benar karena pelaksanaan pergelaran 197 dirgantara IAS ’96 itu terletak di lokasi pelabuhan udara Soekarno-Hatta pada kuadran II sebelah terminal II-internasional. Konflik pemanfaatan ruang di kawasan Dadap terus berlanjut dengan dilakukannya reklamasi pengurukan kawasan pesisir dimana awalnya Pelabuhan Kapal Riset Baruna Jaya akan dibangun. Menurut juru bicara pengembang Tubagus Dudy Chumaidi yang dikutip media massa menyebutkan bahwa kawasan Dadap dipilih karena wilayah itu berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata terpadu Suara Pembaharuan Daily 2004. Dari berbagai berita di media massa dapat disimak bahwa proses reklamasi yang sedang dilakukan ternyata menuai berbagai protes dari beberapa kelompok masyarakat dan LSM {antara lain Banten Environmental Watch BEW, dan PIELS}, yang akhirnya direspon oleh anggota DPR dan DPRD setempat. Polemik terus berlanjut dan menyangkut Pemda DKI Jakarta yang tampaknya juga mempunyai kepentingan dengan kegiatan pembangunan. Salah satu berita yang dimuat berbunyi “Pemerintah Kabupaten Pemkab Tangerang tidak akan pernah dapat melakukan penutupan lokasi reklamasi Pantai Dadap, Desa Dadap, Kecamatan Kosambi, yang kini dilakukan. Pasalnya, lembaga ini diduga telah menerima retribusi pengurukan pantai yang jumlahnya mencapai ratusan juta rupiah. Menurut sumber di Tangerang, dugaaan telah dibayarkan retribusi pengurukan pantai oleh para pengembang reklamasi Pantai Dadap tersebut tertuang jelas dengan adanya Fatwa Rencana Pengarahan Lokasi dengan nomor 655.2330-DTRBIX2001 tertanggal 26 September 2001 yang ditandatangani oleh Bupati Tangerang yang kala itu masih dijabat oleh Agus Djunara. Dengan keluarnya fatwa Bupati tersebut secara otomatis si pengembang berani untuk melakukan reklamasi Pantai Dadap karena sudah ada lampu hijau. Apalagi pada saat yang bersamaan Dinas Tata Ruang dan Bangunan juga mengeluarkan surat penetapan retribusi fatwa rencana pengarahan lokasi bernomor 974330- DTRBIX2001 yang ditandatangani Kepala Dinas Tata Ruang dan Bangunan, Nanang Komara yang kini menjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Tangerang Sinar Harapan 2004b. 198 Kepala Sub Dinas Tata Ruang pada Dinas Tata Ruang dan Bangunan Pemda Tangerang Didin Samsudin menyatakan, kawasan pantai yang akan direklamasi setelah Dadap adalah Mauk, menyusul revisi Rencana Umum Tata Ruang RUTR. Dalam perubahan tata ruang tersebut pemerintah berencana menjadikan pesisir pantai utara sebagai kawasan wisata terpadu SUARA PEMBARUAN DAILY 2004b. Perubahan RUTR tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah No 5 Tahun 2002 tentang Perubahan Tata Ruang Daerah, yang merupakan implementasi Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997 tentang Perubahan Tata Ruang Nasional. Berdasarkan peraturan itu, sekitar 20 km dari 50 km total panjang pantai di Kabupaten Tangerang atau dari Dadap Kosambi hingga pantai Tanjung Kait, Kecamatan Pakuhaji untuk kawasan wisata. Luas pantai yang akan direklamasi dan dijadikan kawasan wisata terpadu sepanjang 10 km garis pantai dari laut dan satu km dari garis pantai atau sekitar 1.000 hektare. Kemelut pemanfaatan lahan yang terjadi di Desa Dadap tidak seluruhnya dimengerti oleh penduduk desa, yang terkena dampak hanyalah sebagian kecil penduduk yang memang tinggal disekitar kawasan pengembangan. Menurut informasi berbagai harian ibukota, . warga Desa Dadap, Kosambi, Kabupaten Tangerang, belum mengatahui ada proyek pengurukan laut besa-besaran di Pantai Mutiara Dadap. Mereka bahkan tak peduli aktivitas reklamasi kawasan untuk wisata bertaraf internasional tersebut. Menurut warga, proyek reklamasi silakan saja, asal warga disediakan infrastruktur sepeti tempat pelelangan ikan, pengurukan Kali Perancis, serta perbaikan jalan. Kami tak peduli. Yang penting bagi kami para nelayan bisa tetap melaut.Tempo Interaktif 2005b. Berbagai kepentingan ternyata banyak yang bermain dalam masalah proyek tersebut, sebagaimana dinyatakan oleh Kepala Desa Dadap Dames Taufik yang mengklaim bahwa tidak ada masalah dengan warganya terhadap reklamasi pantai itu. Menurut Dames, informasi kerusakan lingkungan dan penolakan warga yang berkembang selama ini dikendalikan orang luar Dadap SUARA PEMBARUAN DAILY 2004a.. Kasus pemanfaatan lahan yang juga mencuat di kawasan Dadap-Kamal Muara adalah untuk pembangunan kawasan pergudangan. Mantan para pemilik 199 tanah merasa bahwa dulu mereka terbujuk menjual lahannya kepada para investor untuk dibuat gudang, dengan harapan bahwa kelak ia dan anak-anaknya dapat ikut bekerja di kawasan pergudangan itu. Namun demikian kenyataannya pemilik gudang lebih memilih tenaga kerja dari luar Dadap yang dinilai lebih mempunyai kompetensi daripada tenaga kerja setempat Tempo interaktif 2005c. Saat ini, ratusan gudang kini sudah berdiri memenuhi 40 persen lahan di desa seluas 401 hektar itu. Sisa lahan masih akan terus berkurang karena sampai saat ini pembangunan gudang baru masih terus berlangsung. Dalam rangka mewujudkan pembangunan Kota Air Kamal Muara, Pemda DKI melakukan reklamasi pantai di daerah Kamal Muara. Aktivitas reklamasi yang telah dilakukan pengembang di wilayah DKI Jakarta akan menciptakan sebuah daerah baru seluas 2.700 hektar. Secara legal, Keputusan Presiden No 52 Tahun 1995 menetapkan, kawasan Pantai Utara Jakarta itu akan direklamasi. Reklamasi meliputi bagian perairan laut Jakarta yang diukur dari garis pantai utara Jakarta secara tegak lurus ke arah laut, sampai garis yang menghubungkan titik- titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut delapan meter. Itu artinya, garis pantai akan maju sekitar 1,5 kilometer ke utara Anonimous 1997. Selama kurun waktu 10 tahun dari tahun 1992 sampai 2002, telah terjadi perubahan pemanfaatan lahan di kawasan Dadap-Kamal Muara, sebagai mana ditunjukkan citra satelit pada Gambar 5.7. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan lahan di kawasan Dadap – Kamal Muara mengalami perubahan yang cukup drastis. Di wilayah Desa Dadap, perubahan terjadi pada luasan sawah yang menyusut sampai hanya tersisa 18,52 , tubuh air tinggal 42,85 , lahan terbuka tinggal 66,67 , dan kebun campuran tersisa 32,34 . Sementara itu, untuk wilayah urban mengalami perubahan mencolok sebesar 200 , dari 120,59 ha menjadi 242,80 ha, sedangkan di Kamal Muara hanya terjadi peningkatan sedikit dari 442,31 ha menjadi 479,95 ha dalam jangka waktu yang sama yaitu 10 tahun. Secara rinci perubahan pemanfaatan lahan dapat dilihat pada Tabel 5.16. 200 Gambar 5.7 Citra satelit landsat di lokasi penelitian, tahun 1992-2002. Citra satelit Landsat 92 Citra satelit Landsat 2002 Hasil klasifikasi Land Use Thn 1992 Sumber : Landsat 1992 Hasil klasifikasi Land Use Thn 2002 Sumber : Landsat 2002 201 Tabel 5.16 Data penggunaan lahan di kawasan Dadap dan Kamal Muara dari antara tahun 1992-2002 m 2 No VARIABEL DADAP KAMAL MUARA 1992 2002 1992 2002 1. Tambak 357.611,3 376.432,9 5.665.316,3 5.175.953,5 Perubahan + 5,30 - 8,64 2. Sawah 621.114,4 37.643,3 658.757,7 301.146,4 Perubahan - 94,00 - 54,29 3. Tubuh air 131.751,5 56.464,9 150.573,2 357.611,3 Perubahan - 57,00 + 137,50 4. Lahan terbuka 282.324,7 188.216,5 18.821,6 37.643,3 Perubahan - 33 + 100, 00 5. Urban 1.204.585,5 2.427.992,7 4.423.087,5 4.799.520,5 Perubahan + 101,56 + 8,5 6. Kebun campuran 508.184,5 18.821,7 508.184,5 150.573,2 Perubahan - 96 - 70,37 7. Rumputsemak 18.821,6 621.114,4 Perubahan + 3.200 8. Hutan 18.821,6 Perubahan + 18.821,6 Keterangan: tubuh air adalah perairan di wilayah daratan danau, sungai, rawa, genangan, dll. Khusus untuk rawa, jika berasosiasi dengan yang lain dapat dipisah, seperti rawa gambut, rawa bakau, dll.. Dari Tabel 5.16 tersebut menunjukkan bahwa selain terjadinya perubahan wilayah urban selama kurun waktu sepuluh tahun, perubahan lainnya adalah pertambahan luasan rumputsemak hanya terjadi di wilayah Kamal Muara, yaitu dari 1,88 ha menjadi 62,11 ha. Konversi lahan yang juga signifikan adalah terbentuknya kawasan hutan yang merupakan ekses dari dibangunnya perumahan real estate Pondok Indah Kapuk, yang pengembangannya dilanjutkan sampai ke kawasan Kamal Muara. Pada saat pembangunan kawasan real estate ini, dilakukan reklamasi penimbunan kawasan pantai. Awalnya, luas tanah daratnya sebesar 105 ha sedang sisanya berupa sawah seluas 453 ha dan rawaempang seluas 495 ha. Kelurahan Kamal Muara memiliki lahan dengan status milik negara, lahan milik adat, dan sebagian dari lahan tersebut dikuasai oleh swasta PT Mandara Permai dan BPL Pluit. Perubahan status hak kepemilikan lahan di Kelurahan Kamal Muara terjadi antar tahun 1999 sampai dengan 2000 BPS Jakut 2000. Status hak milik tahun 1998 tercatat seluas 547,60 ha dan turun drastis menjadi 287 ha tahun 1999. Hal ini disebabkan belum adanya sertifikat pada tanah seluas 584 ha, seluas 9,90 ha 202 tahun 1998 mencapai 505,40 ha, dan yang berstatus hak pakai HP seluas 8 ha sebelumnya tidak tercatat. Data selengkapnya tentang status lahan di Kelurahan Kamal Muara dicantumkan dalam Tabel 5.17. Tabel 5.17 Status lahan di Kelurahan Kamal Muara antara tahun 1997-2000 STATUS LAHAN TAHUN SENSUS 1997 1998 1999 2000 Hak milik 547,60 547,60 287,00 287,00 HGB 505,40 505,40 9,90 9,90 HP 0,00 0,00 8,00 8,00 Belum bersertifikat 0,00 0,00 584,00 584,00 Jumlah 1.053,00 1.053,00 1.053,00 1.053,00 Sumber: BPS Jakut 2001 Peruntukan lahan di Kelurahan Kamal Muara secara garis besar terdiri dari pruntukan perumahan, industri, kantor dan gudang, taman, pertanian, lahan tidur, dan lain-lain. Data selengkapnya tercantum dalam Tabel 5.18. Tabel 5.18. Data peruntukan lahan di Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan dari tahun 1995-2000 ha PERUNTUKAN TAHUN SENSUS 1995 1996 1997 1998 1999 2000 Perumahan 84,70 84,70 244,93 263,25 84,25 96,03 Industri 195,00 195,00 290,94 421,20 142,16 142,16 Kantorgudang 0,76 0,76 91,93 105,30 55,81 55,81 Taman 0,76 0,76 249,98 52,65 10,53 10,53 Pertanian 769,49 769,49 0,00 0,00 0,00 73,71 Lainnya - - 175,22 210,60 760,27 221,13 Jumlah 1.053,00 1.053,00 1.053,00 1.053,00 1.053,00 1.053,00 Sumber: BPS Jakut 2001 Dari Tabel 5.18 tampak bahwa perubahan yang cukup mencolok adalah pada lahan pertanian yang turun sangat drastis pada tahun 1997 sampai tercatat tidak ada sisanya selama tiga tahun berturut-turut. Tahun 2000 lahan pertanian baru tercatat lagti seluas 73,71 ha. Perubahan lahan pertanian ini dapat diidentifikasi sebagian digunakan untuk lahan perumahan, industri, kantorgudang, 203 dan peruntukan lainnya. Data perubahan jumlah bangunan di Kelurahan Kamal Muara tercantum dalam Tabel 5.19. Tabel 5.19. Data perubahan jumlah bangunan di Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan dari tahun 1993-2001 unit JENIS BANGUNAN TAHUN SENSUS 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 Permanen 137 137 140 - 254 263 425 425 425 Semi permanen 207 207 211 - 286 481 593 593 593 Darurat, dll 305 305 280 - 141 180 237 237 237 Jumlah 649 649 631 - 681 924 1.255 1.255 1.255 Sumber: BPS Jakut 2001 Dari Tabel 5.19 tampak bahwa pertambahan bangunan permanen dan semi permanen terjadi secara nyata dari tahun 1997, dari 140 unit tahun 1995 menjadi 254, kemudian menjadi 425 tahun 1999. Untuk bangunan semi permanen, perubahan terbesar terjadi dari tahun 1997 286 unit menjadi 481 unit pada tahun 1998, dan menjadi 593 tahun 1999 serta tidak mengalami perubahan sampai tahun 2001. Untuk bangunan darurat, dari tahun 1994 mengalami penurunan dari 305 unit menjadi 280 unit tahun 1995, dan tinggal 141 unit tahun 1997. Kemudian naik lagi tahun 1999 sampai mencapai 237 unit. Ada dua kemungkinan yang dapat ditafsirkan dari perubahan jumlah bangunan darurat tersebut, yang pertama berkaitan dengan kegiatan pembangunan yang harus mendirikan bangunan darurat untuk para buruh dan peralatan; yang kedua adanya komunitas gelandangan dan pengemis yang membangunan tempat tinggal darurat. Menurut Situs Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta, hutan mangrove di Jakarta diantaranya terdapat dalam kawasan hutan dan pulau-pulau di Kepulauan Seribu dan kawasan hutan di DKI Jakarta sebagaimana tercantum dalam Tabel 5.20. Kawasan hutan mangrove yang terluas terdapat di Hutan Wisata Kamal Muara seluas 99,80 ha, yang kedua di pesisir Pulau Rambut yang merupakan Suaka Margasatwa seluas 45,00 ha, sedangkan di Hutan Lindung Angke Muara Kapuk terdapat ekosistem mangrove seluas 44,76 ha. 204 Tabel 5.20. Distribusi hutan mangrove di wilayah Jakarta No NAMA LUAS ha 1. Hutan Lindung Angke Muara Kapuk 44,76 2. Hutan Wisata Kamal Muara 99,80 3. Suaka Marga Satwa Muara Angke 25,02 4. Suaka Margasatwa Pulau Rambut 45,00 5. Cagar AlamPulau Bokor 18,00 6. Cagar Alam Pulau Penjaliran Barat 19,85 7. Cagar Alam Pulau Penjaliran Timur 19,65 8. Hutan dengan tujuan istimewa: ¾ Pembibitan ¾ Jalan Tol dan Jalur Hijau ¾ Transmisi PLN ¾ Cengkareng Drain 10,51 95,50 23,70 28,39 Jumlah 430,18 Sumber: Diperhut 2005 Untuk Kecamatan Penjaringan, persentase distribusi pemanfaatan lahan di setiap kelurahan pada tahun 2003 menunjukkan cukup besarnya lahan tidur di Kelurahan Kamal Muara, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 5.21. Tabel 5.21 Persentase penggunaan tanah di Kecamatan Penjaringan tahun 2003 No. Kelurahan Persentase Luas Tanah Yang Digunakan 1 2 3 4 5 6 7 8 1. Kamal Muara 8,00 17,40 6,90 1,00 0,00 58,70 8,00 100 2. Kapuk Muara 36,18 21,65 9,23 0,00 0,00 28,14 4,80 100 3. Pejagalan 74,83 17,64 3,40 0,20 0,00 0,00 3,93 100 4. Pluit 50,12 0,00 29,73 0,00 0,00 0,00 20,15 100 5. Penjaringan 56,00 28,00 5,00 0,00 0,00 0,00 11,00 100 Kec. Penjaringan 45,02 16,94 10,85 0,24 0,00 17,37 9,58 100 Sumber: BPS Jakut 2004 Keterangan: 1 Perumahan; 2 Industri; 3 Kantor dan Gudang; 4 Taman; 5 Pertanian; 6 Lahan Tidur; 7 Lainnya; 8 Jumlah Dari Tabel 5.21 tampak bahwa persentase luas tanah yang digunakan untuk sektor pertanian di Kelurahan Kamal Muara adalah yang paling tinggi. Namun demikian, lahan ini sebenarnya sebagian besar digunakan untuk aktivitas perikanan, baik untuk aktivitas pra dan pasca penangkapan ikan maupun budidaya ikan air tawar, karena sektor pertanian masih mencakup perikanan. 205 Sebagaimana tampak dari hasil citra satelit yang diambil tahun 1992 dan 2002 dan tercantum pada Gambar 5.7, telah terjadi perubahan yang sangat siginifikan dari tataguna lahan di kawasan penelitian. Hal ini juga ditunjukkan oleh hasil analisis terhadap citra satelit ini yang memperlihatkan bahwa selama jangka waktu sepuluh tahun dari 1992-2002 terjadi peningkatan mencolok dari luasan wilayah urban pemukiman lihat Tabel 5.16. Hal tersebut menunjukkan bahwa selama kurun waktu sepuluh tahun, perubahan yang paling signifikan terjadi di kawasan Dadap-Kamal Muara adalah peningkatan wilayah urban di Dadap sebesar 101,56 , pertambahan luasan semak dan tanah terlantar sebesar 3.200 . Konversi lahan yang juga signifikan adalah terbentuknya kawasan hutan yang merupakan ekses dari dibangunnya perumahan real estate Pondok Indah Kapuk, yang pengembangannya dilanjutkan sampai ke kawasan Muara Kamal. Aktivitas reklamasi penimbunan kawasan pantai yang dilakukan pada saat pembangunan kawasan real estate ini kemudian dihijaukan dengan tanaman mangrove yang sekaligus juga membuat fasilitas marina, tempat mendaratnya kapal-kapal pesiar yacht. Sebagaimana dinyatakan oleh Kepala Sub Dinas Tata Ruang pada Dinas Tata Ruang dan Bangunan Pemda Tangerang Didin Samsudin, kawasan pantai yang akan direklamasi setelah Dadap adalah Mauk, menyusul revisi Rencana Umum Tata Ruang RUTR tersebut yang tertuang dalam Peraturan Daerah No 5 Tahun 2002 tentang Perubahan Tata Ruang Daerah Suara Pembaharuan Daily 2004a. Sehingga sudah jelas bahwa penetapan kawasan pesisir sepanjang 20 km dari 50 km total panjang pantai di Kabupaten Tangerang atau dari Dadap Kosambi hingga pantai Tanjung Kait, Kecamatan Pakuhaji adalah untuk kawasan wisata dengan aktivitas reklamasi yang akan dilakukan sepanjang 10 km dan satu km dari garis pantai atau sekitar 1.000 hektare. Alasan dilakukannya revisi RUTR tersebut karena terjadinya perubahan fungsi lahan secara besar-besaran di kawasan tersebut akibat eksploitasi lahan untuk tambak dan abrasi pantai, hal ini didasarkan foto udara tahun 2002, dimana kawasan tersebut sudah rusak dan sulit untuk dipulihkan kembali karena kerusakannya sudah sejauh 600 meter dari bibir pantai. Akibat abrasinya, lahan di kawasan tersebut tidak lagi produktif dan penataan ulang lahan dalam bentuk penanggulangan abrasi sia-sia. Lahan di sana sudah 206 tidak bisa diperbaiki lagi kecuali dengan reklamasi karena lahan yang terkena abrasi sudah mencapai puluhan ribu hektar, katanya. Pemanfaatan lahan di Kelurahan Kamal Muara relatif lebih tenang dan teratur dan tidak lagi terdengar ada gejolak. Hal ini dimungkinkan karena telah mapannya RUTR melalui Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 6 Tahun 1999. Dalam Pola Peruntukan Lahan, pemanfaatan ruang kawasan Pantura Jakarta Ditetapkan dalam 3 sub-kawasan: 1 Sub-kawasan barat Sub-kawasan barat terdiri dari Kecamatan Penjaringan dan Pademangan direncanakan akan menampung penduduk sebesar 737.300 jiwa dengan kepadatan sekitar 112 jiwaHa pada tahun 2010. 2 Sub-kawasan tengah Sub-kawasan tengah terdiri dari Kecamatan Tanjung Priok direncanakan akan menampung penduduk sebesar 452.600 jiwa dengan kepadatan sekitar 128ha pada tahun 2010. 3 Sub-kawasan timur Sub-kawasan timur terdiri dari Kecamatan Koja dan Cilincing direncanakan akan menampung penduduk sebesar 670.000 jiwa dengan kepadatan sekitar 204 jiwaha pada tahun 2010. Konflik rencana reklamasi yang akan dilakukan Penda DKI belum terlalu parah terjadi di tingkat grassroot, tetapi masih ditataran para politisi dan pemerhati lingkungan, sebagaimana disampaikan dalam Sub-bab 5.1 di atas. Langkah yang sama perlu juga dilakukan oleh Pemkot Jakarta Utara, yaitu membuka rencana reklamasi Pantura tersebut secara luas, untuk dilakukan kajian secara ilmiah oleh berbagai fihak yang bersifat netral. Cukup banyak kebijakan yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta yang semula dianggap kontroversial dan mendapat tentangan dari berbagai pihak tetapi kemudian dianggap suatu keberhasilan setelah hasil positif dicapainya; sebagai contoh adalah Program Pemagaran Kawasan Monumen Nasional. Setelah menunjukkan hasil yang baik, maka banyak pihak secara tidak langsung mengucapkan terimakasih kepada 207 Pemda DKI, karena Monas yang ada sekarang tampak lebih rindang, lebih bersih, indah dan menyenangkan untuk dikunjungi. Menurut Beatley et al . 1999, dalam perancangan perkotaan dan perlindungan pusat kegiatan masyarakat upaya untuk melindungi karakter dan nuansa masyarakat pesisir merupakan isu yang penting di banyak tempat. Banyak wilayah pesisir memiliki bangunan bersejarah dan sumberdaya lain yang berharga untuk dilindungi. Perlindungan ini dilaksanakan antara lain dengan melembagakan evaluasi ulang dari proses perencanaan tata kota. Dalam kegiatan pembangunan kini, terdapat kecenderungan baru yaitu timbulnya semangat tradisionalisme, antara lain dengan membuat bangunan publik serta ruang umum taman menjadi pusat ruang kota, memperjelas orientasi bagi pejalan kaki, dan berbagai kepentingan umum lainnya. Mengacu pada Perda Khusus Ibukota Jakarta No. 6 Tahun 1999, dalam Pola Peruntukan Lahan, pemanfaatan ruang kawasan Pantura Jakarta, Kamal Muara termasuk Sub-kawasan barat yang terdiri dari Kecamatan Penjaringan dan Pademangan yang direncanakan akan menampung penduduk sebesar 737.300 jiwa dengan kepadatan sekitar 112 jiwaha pada tahun 2010. Jika dilihat jumlah penduduk Kecamatan Penjaringan tahun 2003 yang tingkat kepadatannya mencapai 7.974 orang per km 2 atau sebesar 79,74 orang per ha, maka dapat diduga sebelum tahun 2010 target 112 jiwa tersebut sudah akan tercapai. Untuk kawasan Kamal Muara yang merupakan bagian wilayah Jakarta Utara, berdasarkan Perda No. 6 tahun 1999 tentang RUTR Pasal 8, sesuai dengan karakteristik fisik dan perkembangannya, termasuk WP Wilayah Pengembangan Pantai Utara WP-PU, dengan kebijakan meliputi: 1 Pantai Lama: 1 Meningkatkan dan melestarikan kualitas lingkungan Jakarta Utara; 2 Mempertahankan permukiman nelayan; 3 Mengembangkan fungsi pelabuhan dan perniagaan. 2 Pantai Baru: melalui pengembangan reklamasi yang terpisah secara fisik dari pantai lama dengan kegiatan utama jasa dan perdagangan berskala internasional, perumahan, pelabuhan serta pariwisata. 208 Mengingat sudah jelas tertera dalam RUTR dan revisinya, maka setiap aktivitas pembangunan yang akan dilaksanakan di kawasan Pantura DKI Jakarta, sudah saatnya dilakukan secara terbuka dan transparan serta dengan jangka waktu sosialisasi yang cukup. Sehingga keberhasilan setiap program pembangunan di DKI Jakarta dengan semua kendala yang dihadapinya dapat menjadi contoh bagi daerah lain. Menurut informasi dari Urban Poor Consortium UPC, 2005, Mega Proyek Reklamasi Pantai Utara Jakarta 2003-2020 dilatar belakangi oleh letak Indonesia di persimpangan antara Asia dan Australia. Jakarta sebagai ibukota negara merupakan salah satu kota yang perkembangannya cukup pesat di Asia Tenggara. Oleh karena itu, Pemerintah DKI Jakarta memutuskan untuk membentuk satu rencana khusus yang terfokus pada pembangunan daerah pantai utara kota yang disebut: the Jakarta Waterfront Development Program. Pembangunan Kota Pantai Jakarta direncanakan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 52 Tahun 1995. Program ini meliputi: 1 Reklamasi 2.700 Ha di sebelah utara Kota Jakarta, 2.500 ha untuk penataan kembali kawasan pantairevitalisasi 2 Reklamasi meliputi bagian perairan laut yang diukur dari garis pantai Utara Jakarta secara tegak lurus ke arah laut sehingga mencakup garis yang menghubungkan titik titik terluar dengan kedalaman laut 8 meter. Panjang garis pantai Utara Jakarta adalah 32 km. Tujuan dari pembangunan the Jakarta Waterfront ini adalah: 1 Merevitalisasi kota tua 2 Mengembangkan jantung kota yang baru di Jakarta 3 Menyediakan standar pengembangan kelas dunia 4 Membuka kesempatan terhadap pembangunan berskala besar 5 Menciptakan level baru untuk efisiensi yang terorganisasi 6 Membentuk kondisi kehidupan masyarakat yang lebih baik 209 7 Mengembangkan lahan baru untuk kegiatan bisnis, industri, pemukiman dan rekreasi. Rencana yang cukup ambisius tersebut sebenarnya masuk akal jika dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh Pemerintah Singapura yang telah mereklamasi sebagian kawasan pesisirnya dengan menggunakan material urukan yang berasal dari beberapa daerah di Indonesia. Hanya saja, keterbukaan dan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan akan sangat menentukan keberhasilan program ini serta seberapa besar dampak yang akan ditimbulkannya, baik bagi pemerintah DKI Jakarta maupun masyarakat disekitarnya. Pengelolaan wilayah pelabuhan di Dadap dan Kamal Muara secara resmi masih ditangani oleh Dinas Perikanan masing-masing kabupatenkota khusus untuk kawasan sekitar pelabuhannya. Pengelolaan kawasan di luar wilayah pelabuhan tentu saja tergantung pada siapa pemilik lahan tersebut yang juga harus berdasarkan pada peraturan yang tersedia, baik yang berkaitan dengan tata ruangnya maupun aturan pengembangannya.

5.3.2 Analisis daya tampung pelabuhan perikanan di kawasan Dadap-

Kamal Muara Untuk mengkaji daya tampung pelabuhan perikanan yang terdapat di kawasan Dadap-Kamal Muara, diperlukan data yang menyangkut keduan PPITPI tersebut. Sebagian besar data sudah disampaikan dalam Bab 4. 1 Prasarana dan sarana Prasarana yang diperlukan dalam suatu pelabuhan perikanan antara lain mencakup: alur masuk kapal, kolam pelabuhan, pelindung gelombang, darmaga tempat bersandar, tempat bongkar muat barang, sumber energi listrik, bahan bakar minyak, jalur komunikasi dan transportasi, dan sumber air bersih. Sedangkan sarana pelabuhan dapat berupa: tempat menambat kapal, bengkel mesin, unit perbaikan bodi kapal dan alat tangkap, tempat sampah dan unit pengolahan limbah, tempat lelang ikan, perumahan nelayan, dll. 210 Kondisi PPITPI Kamal Muara jauh lebih baik jika dibandingkan dengan TPI Dadap. Bagaimanapun, di PPITPI Kamal Muara sudah terdapat darmaga dan kolam pelabuhan, serta tempat bongkar muat ikan yang akan dilelang, sementara di TPI Dadap belum ada, meskipun bangunan koperasi masih berdiri dan bagian depan yang diperuntukan bagi kegiatan lelang masih tetap tidak digunakan karena perahu yang berlabuh jauh jaraknya. 2 Pasokan ikan Pasokan ikan yang datang ke kawasan Dadap-Kamal Muara berasal dari kapal yang berlabuh di sepanjang Kali Perancis dan di PPITPI Kamal Muara. Meskipun TPI Dadap sudah tidak berfungsi, tetapi pendaratan ikan dari kapalperahu nelayan yang berukuran kecil dibawah 5 GT tetap dilakukan. Tidak ada proses lelang, pedagang yang akan membeli langsung berhubungan dengan nakhoda kapal. Di TPI Kamal Muara, lelang tetap berlangsung mulai jam 04 pagi sampai jam tujuh atau delapan, tergantung jumlah ikan yang didaratkan. Sebagian besar ikan diborong oleh para pedagang besar yang membawa mobil sebagai alat angkut, sementara pedagang kecil mengangkut ikan dengan menggunakan beca, sepeda, atau gerobak dorong. Pedagang besar memasok kebutuhan supermarket atau untuk dikirim ke Muara Angke. Kegiatan pemasaran ikan di TPI Kamal Muara tidak hanya berupa pelelangan ikan hasil tangkapan nelayan, tetapi juga pasar eceran, baik untuk ikan yang didaratkan nelayan lokal, dibawa oleh pedagang dari Muara Angke, atau dijajakan oleh para pedagang ikan yang menampung hasil tambak atau hasil tangkapan dari perairan umum. Sehingga tidak mengherankan jika di pasar ini dapat ditemui udang sungai yang masih hidup. Pola distribusi ikan yang berasal dari kawasan Dadap-Kamal Muara dapat dilihat pada Gambar 5.8. Dari Gambar 5.8 di atas dapat dilihat bahwa distribusi ikan yang didaratkan di kawasan Dadap sebagian besar didistribusikan ke pasar lokal 70 , sementara ikan yang dilelang di TPI Kamal Muara hanya 15 untuk pasar lokal, sisanya 70 masuk ke pasar 211 elit mal di Jakarta. Hal ini menunjukkan bahwa potensi pasar Jakarta selalu terbuka untuk ikan-ikan yang didaratkan di kawasan tersebut. Dari keseluruhan ikan yang didaratkan di kawasan Dadap-Kamal Muara, hanya sekitar 20 yang masuk ke Pasar Kabupaten Tangerang. Gambar 5.8 Pola distribusi ikan yang berasal dari kawasan Dadap- Kamal Muara 3 Dukungan logistik pelabuhan perikanan Perkembangan suatu pelabuhan perikanan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas pendukung yang diperlukan untuk kegiatan penangkapan, bongkar muat hasil tangkapan dan bekal operasi penangkapan, serta penyediaan bahan dan fasilitas perbaikan kapal dan alat penangkapan. Secara garis besar, kondisi logistik yang ada di sekitar TPI Dadap dan Kamal Muara dicantumkan dalam Tabel 5.22. Sebagaimana tercantum dalam Tabel 5.22, ketersediaan fasilitas logistik yang berkaitan dengan kegiatan perikanan relatif tersedia. Meskipun demikian, permasalahan tidak selalu terletak di sana, tetapi pada kemampuan daya beli nelayan untuk mendapatkan fasilitas tersebut. Sebagai contoh, fasilitas BBM tersedia cukup, meskipun jarak SPBU relatif jauh sekitar 2 km. Karena tidak tersedianya SPBU khusus di TPI, maka Pasar lokal Dadap Pasar lokal Kamal Muara Pasar Kabupaten Tangerang Pasar elit Jakarta TPI Dadap TPI Kamal Muara 5 5 15 70 10 10 65 212 nelayan harus membeli lewat tangan kedua baik eceran maupun pemasok dengan harga yang lebih mahal dari harga resmi di SPBU berbeda antara Rp 400 – Rp 600 per liter solar. Dengan demikian, beban operasional nelayan menjadi lebih besar. Jalan keluar yang dilakukan sebagian nelayan adalah melakukan pengoplosan bahan bakar minyak tanah dengan oli, dengan perbandingan satu liter oli mesin untuk 70 liter minyak tanah. Penggunaan bahan bakar yang tidak sesuai dengan kebutuhannya ini tentu saja akan berakibat negatif pada daya tahan mesin; serta juga pada keselamatan operasional penangkapan secara keseluruhan. Tabel 5.22 Daftar fasilitas logistik kegiatan perikanan disekitar TPI Dadap dan Kamal Muara No FASILITAS TINGKAT KETERSEDIAAN JARAK DARI m TPI DADAP TPI KAMAL MUARA 1 Air bersih Cukup 1 1 2 BBM Cukup 1 1 3 Toko peralatan penangkapan ikan Cukup 50 25 4 Depo es Cukup 50 25 5 Toko bahan makanan Cukup 10 10 6 Bengkel mesin kapal Tidak ada - - 7 Montir mesin kapal Cukup 1 1 8 Dok kapalperahu Cukup 9 Pasar umum Cukup 1.000 2.500 10 Penjual ikan Cukup 25 10 Dari Tabel 5.22 tersebut diperoleh kenyataan bahwa setiap faktor input yang berpengaruh pada kegiatan penangkapan ikan di sekitar perairan Pulau Jawa tersedia dengan cukup dan mudah diupayakan pada saat diperlukan. Namun demikian, masalah sebenarnya adalah kurangnya hasil tangkapan yang diperoleh jika dibandingkan dengan modal yang dikeluarkan untuk operasi penangkapan. Hal ini terjadi disebabkan oleh beberapa hal: • kawasan perairan pantai utara sudah mengalami keadaan tangkap lebih overfishing, sehingga kelompok ikan sudah ditemukan; 213 • kondisi perairan tepi di pantai utara Pulau Jawa umumnya sudah tercemar, sehingga kelompok ikan akan menjauh untuk mencari habitat yang baru yang sesuai dengan persyaratan hidupnya; • semakin menjauhnya gerombolan ikan dari kawasan pesisir mengakibatkan diperlukannya biaya operasional penangkapan yang lebih besar, karena harus mencari sumberdaya ikan ke tempat yang lebih jauh dan dalam jangka waktu yang l.ebih lama 4 Akses transportasi Lokasi TPI Dadap dan TPI Kamal Muara relatif dekat dengan jalan TOL Jakarta Bandara Sukarno Hatta, masuk simpang Rawa Bokor atau simpang Kamal Muara-Dadap dan Kapuk-Pluit-Kota. Melalui Jalan Kamal, TPI Dadap berjarak hanya 6,8 km km dari jalan TOL Pintu Cengkareng, sementara jarak TPI Kamal Muara ke simpang Kamal Muara-Dadap hanya berjarak 1 km. Jarak tersebut dapat ditempuh dalam waktu 10 mnt. Jalan masuk beraspal mempunyai lebar 6 m, sedangkan kepadatan kendaraan rata-rata 628 mobil per jam. Kemacetan kadang-kadang juga terjadi pada pagi dan sore hari, yang sebagian besar disebabkan oleh tidak teraturnya kendaran umum berhenti di tengah jalan saat menaikan dan menurunkan penumpang, kondisi jalan yang rusak, dan saat jam kerja pabrik selesai. Dari kondisi jalan termasuk kualitas jalan, lebar, tingkat kemacetan dan sarana transportasi dapat disimpulkan bahwa akses transportasi tidak ada masalah dari dan ke TPI Dadap dan TPI Kamal Muara. Jika ada barang dan permintaan, maka dukungan transportasi mudah disediakan. Meskipun demikian, banyaknya kendaraan truk yang berukuran besar dengan muatan yang berat serta kualitas jalan yang kurang baik telah menyebabkan kondisi menjadi cepat mengalami kerusakan. Salah satu isu yang sekarang sedang berkembang di lokasi adalah dirasa perlu adanya trotoir di ruas Jalan Perancis dan ruas Jalan Dadap-Kamal ke arah Kosambi, agar orang dapat berjalan dengan tenang. Trotoir sudah 214 dibangun di ruas Jalan Dadap-Kamal ke arah timur, meskipun cukup banyak dipenuhi oleh para pedagang kaki lima.

5.3.3 Analisis model kelimpahan kapal ikan yang dapat dipindahkan dari

PPITPI Dadap dan PPITPI Muara Angke ke PPITPI Kamal Muara Salah satu parameter yang dijadikan ukuran pada suatu pelabuhan perikanan adalah kapasitasnya, baik menyangkut berapa jumlah kapal yang dapat berlabuh, jumlah kapal yang dapat ditangani untuk dibongkar muatannya per satuan waktu per jam, per hari, atau per minggu, dan juga jumlah kapal yang dapat dipasok dengan kebutuhan bahan dan alat yang diperlukan untuk kegiatan penangkapan. 1 Kapasitas PPITPI Kamal Muara dan PPITPI Dadap Di PPITPI Dadap, kapal ikan tidak dapat berlabuh di tepi sungai dekat TPI. Selain karena TPI sudah tidak beroperasi lagi, juga pendangkalan sungai telah menyebabkan kapal tidak dapat mendekati daratan tempat TPI Dadap berada. Kapal ikan dapat berlabuh di sepanjang tepi sungai dengan syarat kedalaman alurnya dapat dilalui kapal tersebut. Namun demikian, pada saat sekarang ini, sedimentasi di muara sungai telah menyebabkan terjadinya pendangkalan sehingga kapal yang dapat memasuki alur sungai menjadi terbatas, kecuali jika sedang terjadi pasang naikair laut. Hal ini juga menyebabkan kapal ikan lebih suka untuk berlabuh di tepi pantai, untuk mencegahnya terjebak dan terdampar di dalam sungai sehingga tidak dapat keluar. Kondisi di PPITPI Kamal Muara jauh lebih baik. Jalur masuk ke kolam pelabuhan secara rutin 1 kali per tahun sampai tahun 2005 dikeruk untuk mengangkat lumpur yang mengendap di dasarnya. Namun demikian, kolam pelabuhan juga banyak digunakan oleh kapal ikan untuk docking, baik karena kerusakan mesin maupun perbaikan body, sehingga kapasitas tampung kolam pelabuhannya berkurang. Faktor lain yang juga berkaitan dengan kapasitas pelabuhan adalah jalan masuknya. Untuk PPITPI Dadap, dua jalur jalan mengapit Kali Perancis, 215 sehingga pada dasarnya bongkar muat barang dapat dilakukan dari kedua tepi sungai. Kapal-kapal ikan yang mendaratkan hasil tangkapannya di Kali Perancis sebagian besar merupakan kapal pengangkut kerang hijau. Di PPITPI Kamal Muara, hanya satu sisi tepi sungai yang dapat dilalui kendaraan. Jadi pada waktu ada kendaraan yang sedang melakukan bongkar muat barang, maka arus lalulintas sedikit terganggu karena lebar jalan hanya sebesar 6 meter. Panjang jalan di tepi kolam pelabuhan yang dapat digunakan untuk melakukan bongkar muat sepanjang 250 meter. Dengan demikian, pada saat proses bongkar muat hasil tangkap atau bekal operasi penangkapan ikan, hanya satu sisi jalan juga yang dapat digunakan. Untuk meningkatkan kapasitas bongkar muat barang dari dan ke kapal ikan, diperlukan pengadaan fasilitas yang lebih banyak dan baik. Fasilitas- fasilitas tersebut antara lain: • pipa air bersih dengan banyak kran sehingga satu waktu yang sama dapat memenuhi kebutuhan kapal sekaligus; • es balok dengan kualitas yang cukup; • SPBU sistempenyaluran bahan bakar umum tersedia khusus untuk kapal ikan, sehingga harga bahan bakar tidak lebih tinggi dari patokan harga eceran; • Unit perbaikan body dan mesin kapal serta alat tangkap, diperlukan khusus di areal tertentu agar tidak sembarang kapal dapat melakukan perbaikan di kolam pelabuhan; • Fasilitas pengerukan alur masuk dan kolam pelabuhan, dengan tersedianya prasarana ini kondisi kedalaman pelabuhan dapat dijaga secara rutin; • Fasilitas istirahat bagi awak kapal yang memadai, sehingga setiap operasi penangkapan dapat dipersiapkan sebaik mungkin untuk menjamin keberhasilan penangkapan secara optimum. 2 Peluang pemanfaatan kapasitas TPI Muara Angke Sebagaimana dijelaskan dalam Bab 4, saat ini terjadi kelebihan kapasitas TPI Muara Angke yang mencapai 63 , atau sebanyak 315 kapal ikan yang 216 harus ditata ulang. Tanpa memperhitungkan jumlah kapal yang tidak dapat beroperasi karena kenaikan harga bahan bakar, maka untuk mencapai efisiensi penanganan kapal oleh TPI Muara Angke, dengan asumsi deviasi sebesar 5 , maka jumlah kapal yang harus dialihkan adalah {315 – 5 x 315} = 299 unit angka dibulatkan. Untuk mengalihkan kapal tersebut ke TPI Kamal Muara, maka harus dilakukan rehabilitasi fasilitas pelabuhan, sebagaimana tercantum dalam Tabel 5.23. Tabel 5.23 Daftar fasilitas yang perlu dikembangkan di TPI Kamal Muara untuk menampung kelebihan kapasitas TPI Muara Angke KEBUTUHAN PRASARANA JUMLAH KAPASITAS A Pabrik es 1 unit 7.000-8.000 balok B Cool roomchill room 5 unit 750 ton C Cold storage 1 unit 1.000 ton D Cool box 2.000 200 ton E Air bersih 3.395 m 3 bln 5.000 m 3 bln F Sentra pengolahan tradisional UKM 250 unit 50 ton G Saranaperalatan pengolahan 7 unit 5 ton H Gudang garam 5 unit 15 tonhari I Kontainer 18 unit 432 ton Sumber: Disnakanlut 2005 Untuk melakukan analisis terhadap pengelolaan kelebihan kapasitas daya tampung kapal di TPI Muara Angke, beberapa asumsi harus ditentukan, yaitu: 1 kelebihan kapal yang mendarat sebanyak 299 unit per bulan 2 semua kapal merupakan kapal ikan jenis purse seine 3 semua kapal aktif beroperasi pada waktunya Untuk membuat model pergerakan kapal ikan dari TPI Muara Angke dan TPI Dadap ke TPI Kamal Muara, dibuat suatu matrik pergerakan atribut dari ke tiga TPI yang terlibat dalam sistem dicantumkan pada Tabel 5.24. Dari Tabel 5.24 tampak bahwa jika kelebihan kapasitas kapal ikan dari TPI Muara Angke dapat 217 dialihkan ke TPI Kamal Muara, maka bilamana pengalihan itu dilaksanakan, diperlukan pembangunan TPI Kamal Muara dan TPI Dadap untuk pengadaan fasilitas-fasilitas tersebut. Penurunan jumlah kapal yang berlabuh di TPI Muara Angke diduga akan membawa dampak sebagai berikut: 1 Penurunan jumlah hasil retribusi lelang; 2 Penurunan jumlah pendapatan dari ongkos sandar kapal di kolam pelabuhan; 3 Penurunan volume perdagangan sarana dan prasarana penangkapan ikan, seperti bahan bakar, es, air PAM, dan perbekalan ransum. Tabel 5.24. Pergerakan atribut TPI Dadap, TPI Kamal Muara, dan TPI Muara Angke ATRIBUT TPI MUARA ANGKE TPI KAMAL MUARA TPI DADAP 1 Tersedia 1 Kapal ikan 2 Nelayan 3 Bahan bakar 4 Es 5 Cold storage 6 Komplek pengolahan 7 Bengkeldok 8 toko peralatan tangkap 9 kebersihan lingkungan 10 keamananketertiban 11 Retribusi 12 Land rent 13 Lowongan kerja 14 Pengerukan Kolam pelabuhan dan alurnya 15 Restoran seafood 2 Perencanaan 1 Taman Wisata Pasir Putih Mutiara Dadap 2 Kapal Baruna Jaya 3 GOR Kamal Muara 4 Water front city 5 Pelabuhan peti kemas Keterangan: = keluarpindah = dibangun = mengalami kenaikan 218 Untuk membandingkan kondisi awal dan kondisi prediksi TPI Kamal Muara setelah terjadinya pemindahan kapal ikan yang berlebihan, maka dibuat suatu nilai konversi dari variabel-variabel yang terkait dengan pengembangan suatu pelabuhan perikanan. Nilai konversi dari variabel tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.25. Tabel 5.25 Nilai konversi variabel sarana dan prasarana pelabuhan perikanan di Kamal Muara kapasitas pelabuhan untuk sebanyak 500 unit kapal berukuran 50 GT perubahan dari total bobot kapal 2.310 GT ke 25.000 GT 1 No PRASARANA SARANA PPI UKURAN IDEAL k- IDEAL FAKTA k-FAKTA realitas ideal 1. Lebar alur masuk 3 m 60 0,0024 35 0,015 0,0014 2. Panjang darmaga sandar 4 m 400 0,016 50 0,022 0,002 3. Luas kolam pelabuhan darmaga 2 m 2 24.000 0,896 1.750 0,76 0,07 4. Kedalaman kolam 5 m 5 0,0002 1 0,00043 0,00004 5. Volume kolam m 3 120.000 4,8 1.312,5 0,57 0,053 6. Frekuensi keruk perth 2 1 1 7. Volume keruk m 3 96.000 3,84 0 0 0 8. Air bersih 6 bulan m 3 3.250 0,13 1.000 0,433 0,04 9. BBM 7 per bulanton 1.000 0,004 300 0,13 0,012 10. Oli per bulan 8 ton 8,75 0,0038 0,8 0,00035 0,000032 11. R. pelelangan 9 m 2 1.375 0,055 75 0,032 0,003 12. Ruang perbaikan alat tangkap ikan 10 m 2 1.375 0,055 60 0,026 0,0024 13. Dokbengkelan 11 m 2 5.400 0,216 100 0,043 0,004 14. Es balok 12 bulan 125.000 5 15.000 6,49 0,6 15. Cold storage 13 ton 1.250 0,05 - - - 16. R.penanganan 14 m 2 1.375 0,055 75 0,032 0,003 17. R pengolahan 14 m 2 1.375 0,055 75 0,032 0,003 Keterangan: k = faktor konversi per GT kapal ikan Beberapa asumsi yang diambil adalah: 1 kapal yang akan ditampung sebanyak 500 unit yang masing-masing berukuran 50 GT, sebagaimana kapasitas awal TPI Muara Angke. Dimensi lebar kapal maksimal 6 m, panjang kapal maksimal 30 m, dan tinggi 2 m Mahdi, 2005. Kapasitas awal TPI Kamal Muara adalah 15 unit kapal ukuran 10 GT lihat Tabel 4.16, kenyataannya jumlah 219 kapal yang berlabuh di TPI Kamal Muara sebanyak 1.076 buah dengan ukuran 10 GT dan 21 unit dengan ukuran 5-10 GT. Diasumsikan bahwa ke 1.076 kapal mempunyai GT rata-rata sebesar 20 GT dan yang 21 unit sebesar 7,5 GT, maka GT total semua kapal yang berlabuh di TPI Kamal Muara adalah sebesar 2.310 GT angka dibulatkan. 2 panjang darmaga = d = {n.L + n-1 15,0 + 50,0} m; lebar = 2 B + 30,0 ~ 40,0 m; dimana n = jumlah kapal yang akan ditampung di darmaga, L = panjang kapal, dan B = lebar Murdiyanto, 2002; panjang Kali Kamal yang dapat dimanfaatkan untuk darmaga sepanjang 400 m, jadi lebar kolam pelabuhan sebesar {2 x 6 + 40} m = 52 m, atau jika menghitung panjang kapal maka lebar kolam pelabuhan minimal dua kali panjang kapal, yaitu sebesar 56 m. 3 = 8-10 kali lebar kapal Murdiyanto, 2002 4 = panjang Kali Kamal yang diasumsikan dapat dikembangkan menjadi tempat darmaga bongkar 5 = menurut Murdiyanto 2002 kedalaman kolam pelabuhan sebesar {jarak lunas kapal dari dasar kolam 0,8 ~ 1,0 + tinggi draft kapal 2 m + beda pasang tertinggi dan terendah 1,16-0,4+ jarak antara dek kapal dengan lantai darmaga 0,5 ~ 1,5} m = 1,0 + 2 + 1,12 + 1,5 m = 4,62 m, dibulatkan 5 m 6 = kebutuhan air bersih setiap kapal dengan 30 orang ABK untuk beroperasi selama 20 hari per trip adalah 20 x 30 x 5 liter = 3 m 3 , untuk kebutuhan penanganan ikan di tempat pelelangan 100 liter per ton ikan. Jumlah kapal yang pergi melaut sebanyak 50 , dengan volume hasil tangkap per kapal sebanyak 10 ton ikan. Jadi kebutuhan air per bulan = 50 x 500 x 13 m 3 = 3.250 m 3 7 = jumlah BBM per trip 4.000 liter per kapal, jadi untuk 250 kapal per bulan = 1 jt liter 8 = kebutuhan oli rata-rata per kapal per trip = 35 liter, jadi untuk 250 kapal per bulan = 8.750 liter 9 = menurut Murdiyanto 2002, luas gedung pelelangan diperhitungkan berdasarkan rumus S = NPR α; dimana S = luas gedung pelelangan; N = jumlah produksi per hari {250 x 10 ton25 hari} = 100 ton; P = faktor daya tampung ruang terhadap produksi, rata-rata sebesar 11 tonm 2 ; α = rasio antara ruang lelang dan gedung pelelangan 0,4; R = frekuensi pelangan per hari 2 kali per hari. Sehingga luas gedung pelelangan yang diperlukan seluas 1.375 m 2 10 = ruang perbaikan alat penangkapan ikan, diasumsikan sebesar ruang pelelangan, yaitu 1.375 m 2 11 = ruang bengkel workshop dan dockyard diperhitungkan berdasarkan pada laporan Kurniawati 2005 bahwa kapal purse seine rata-rata melakukan docking sebanyak 2,28 kali setahun selama masing-masing 5,82 hari. Dengan jumlah kapal yang ditampung sebanyak 500 kapal, maka jumlah dock yang diperlukan mengikuti rumus Nnlt, dimana N = jumlah kapal; n = frekuensi perbaikan per hari; l = lama hari docking; dan t = lama hari kerja per tahun, diasumsikan 300 hari kerja. Jadi jumlah dock yang perlu dibangun harus mempunyai kapasitas untuk 22,12 unit kapal, dibulatkan sebanyak 22. Dengan asumsi dimensi kapal sebagaimana tercantum dalam point 1 di atas, ditambah jarak antara kapal yang didocking sebesar 2 m, maka luas keseluruhan dock sekitar 5.400 m 2 . 12 = jumlah es balok yang digunakan dalam satu trip diasumsikan sebanyak 500 balok 40 kg 220 13 = diasumsikan 50 dari ikan hasil tangkap bermutu baik dan perlu disimpan di cold storage, sehingga kapasitas cold storage yang tersedia harus sebesar = 50 x 250 kapal x 10 ton = 1.250 ton. Rumus perhitungan GT kapal berdasarkan Kepmen DKP No 102003 GT = a + b0,353; dimana a = volume ruang tertutup di bawah dek; b = volume ruang tertutup di atas dek. Model matematika dari hubungan antara jumlah kapal yang dipindah dari TPI Muara Angke ke TPI Kamal Muara dengan pembangunan ketersediaan fasilitas pelabuhan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: Y i = k i .X Dimana: X = bobot kapal dalam GT, untuk kapal ukuran 50 GT Y = fasilitas pelabuhan di TPI Kamal Muara i = 1, 2, 3, ...., n, faktor fasilitas pelabuhan yang berubah oleh bobot kapal. Dengan menggunakan program visual basic, maka model perubahan fasilitas pelabuhan dikaitkan dengan jumlah kapal yang dipindah dapat dilihat pada Tabel 5.26. Tabel 5.26 Model perubahan jumlah kapal yang pindah dan fasilitas pelabuhan yang perlu ditingkatkan No PRASARANA SARANA PPI NILAI IDEAL DARI PRASARANASARANA PPI KAMAL MUARA BERDASARKAN TOTAL BOBOT KAPAL YANG HARUS DIPINDAH 2.500 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 1. Lebar alur masuk 3 m 35,21 37,96 43,47 48,98 54,49 60 2. Panjang darmaga sandar 4 m 92,60 126,7 5 195,0 6 263,3 76 331,6 9 400 3. Luas kolam pelabuhan darmaga 2 m 2 1.936, 32 4.387, 84 9.290, 88 14.19 3,92 19.09 6,96 24.00 4. Kedalaman kolam 5 m 1,03 1,47 2,26 3,24 4,12 5 5. Volume kolam m 3 2.306, 36 15.38 3,43 41.53 7,57 67.69 1,71 93.845, 86 120.0 00 221 Lanjutan Tabel 5.26 2.500 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 6. Frekuensi keruk perth 1,01 1,12 1,34 1,56 1,78 2 7. Volume keruk m 3 803,8 8 11.38 1,23 32.53 5,92 53.69 0,61 74.845, 31 96.00 8. Air bersih 6 bulan m 3 1.018, 841 1.266, 75 1.762, 56 2.258, 37 2.754,1 9 3.250 9. BBM 7 per bulanton 305,8 6 382,9 9 537,2 4 691,49 845,75 1.000 10. Oli per bulan 8 ton 0,87 1,74 3,49 5,25 7,00 8,75 11. R. pelelangan 9 m 2 85,89 229,1 2 515,5 9 882,0 6 1.088,5 3 1.375 12. Ruang perbaikan alat tangkap ikan 10 m 2 71,01 215,9 505,6 7 795,4 5 1.085,2 3 1.375 13. Dokbengkelan 11 m 2 144,3 8 728,3 4 1.896, 25 3.064, 17 4.232, 09 5.400 14. Es balok 12 bulan 15.92 1,11 28.04 0,99 52.28 0,74 76.52 0,49 100.7 60,24 125.0 00 15. Cold storage 13 ton 10,47 148,1 9 423,6 5 699,1 974,5 5 1.250 16. R.penanganan 14 m 2 85,89 229,1 2 515,5 9 802,0 6 1.088, 53 1.375 17. R pengolahan 14 m 2 85,89 229,1 2 515,5 9 802,0 6 1.088, 53 1.375 Besarnya nilai penurunan akibat dialihkannya ke 299 unit kapal ikan tersebut dapat dihitung sebagaimana tercantum dalam Tabel 5.27. Tabel 5.27 Besaran jumlah ikan dan nilai retribusi yang diperkirakan dapat diperoleh dari operasional 299 unit kapal ikan di TPI Muara Angke data diolah dari Tabel 4.10, Tabel 4..11 dan Tabel 4.12. PARAMETER 2002 2003 2004 1 Total produksi ikan lokal 8.472.920 8.162.744 8.109.187 2. Nilai retribusi lelang dari total produksi ikan lokal x Rp 1.000 1.235.685,14 1.615.307,18 1.693.584,92 3. Jumlah kapal ikan yang tambat labuh 3.262 3.081 3.527 4. Nilai rata-rata retribusi per kapal ikan 378.812 524.280 480.177 5. Perkiraan nilai retribusi dari 299 kapal ikan 108.340.232 149.944.080 137.330.622 222 Dari Tabel 5.27 di atas dapat dilihat bahwa untuk jumlah kapal ikan sebanyak 286 unit, diperkirakan akan dihasilkan nilai retribusi sebesar Rp 137,33 juta rupiah per tahun untuk tahun 2004. Nilai retribusi bulanannya berarti sebesar Rp 11,44 juta. Secara teoritis, nilai retribusi ini tidak akan hilang dari kas keuangan daerah Kota Jakarta Utara, karena perpindahan tempat pendaratan kapal dari TPI Muara Angke ke TPI Kamal Muara masih ada dalam suatu wilayah administrasi. Tetapi dampak ikutan dari proses pembangunan TPI Kamal Muara dan pemindahan kelebihan kapasitas tampung TPI Muara Angke tersebut dapat memancing kegiatan ekonomi yang lebih besar. Prediksi perubahan jumlah kapal di TPI Muara Angke, TPI Kamal Muara, dan TPI Dadap menggunakan Stella dapat dilihat pada Gambar 5.9. 10:19 AM Sat, Apr 29, 2006 Page 1 2006.00 2007.00 2008.00 2009.00 2010.00 2011.00 Years 1: 1: 1: 2: 2: 2: 3: 3: 3: 4: 4: 4: 5: 5: 5: 15000 30000 45000 454 1204 1954 15000 30000 10000 20000 100 250 400 1: kplTPI Muara AÉ 2: TPI Dadap 3: TPI Kamal Muara 4: kplpindahdrMA 5: jmlkpl pindahDdÉ 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 Gambar 5.9 Kurva laju perubahan keseimbangan jumlah kapal di TPI Muara Angke, TPI Kamal Muara, dan TPI Dadap dalam skenario optimasi TPI Kamal Muara Dari Gambar 5.9 tampak bahwa perubahan jumlah kapal di TPI Muara Angke akan terjadi secara drastis dalam kurun waktu satu tahun pertama, dari jumlah 815 sekarang ini sampai kembali ke kapasitas awal yang direncanakan sebanyak 500 kapal. Jika dijadwalkan pemindahan kelebihan kapal ikan tersebut berlangsung selama lima tahun, maka pada tahun pertama dapat dipindah sebanyak 2942 GT, dan secara tetap dapat dipindah sebanyak ini pada tahun-tahun 223 berikutnya. Bentuk kurva pindah kapal dan kapal yang tersisa mempunyai bentuk yang relatif sama. Hanya saja pada tahun pertama tersebut, pemindahan kapal sebenarnya dapat dilakukan tuntas, hanya saja tergantung pada peningkatan prasarana dan sarana pelabuhan sesuai dengan yang direncanakan. Sementara itu, pola perubahan jumlah kapal yang dipindahkan dari TPI Dadap dan jumlah yang tersisa bentuknya sama. Model Stella yang dapat dibuat untuk menggambarkan sistem tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.10, sedangkan persamaannya dicantumkan dalam Lampiran 6. Gambar 5.10 Model kualitatif perpindahan sebagian armada penangkapan ikan ke TPI Kamal Muara 224 Salah satu causal loop dari model ini yang diprediksikan dapat terbentuk dicantumkan dalam Gambar 5.11. Gambar 5.11 Causal loop yang diasumsikan dapat terjadi pada proses pindah kapal ikan dan investasi fasilitas pelabuhan Dari Gambar 5.11 tampak bahwa bilamana dilakukan pemindahan sebagian kapal ikan dari PPI Muara Angke dan PPI Dadap ke PPI Kamal Muara, maka yang akan terjadi adalah: 1 Pemda DKI Jakarta harus meningkatkan fasilitas fisik yang berkaitan dengan operasional PPI Kamal Muara; 2 Peningkatan jumlah kapal ikan yang disertai oleh terpenuhinya prasarana dan sarana serta fasilitas operasional penangkapan ikan dan penanganan hasil tangkapnya akan menghasilkan peningkatan produksi hasil tangkap; selain itu, fasilitas pelelangan dan pemasaran ikan akan meningkatkan volume ikan yang diperjualbelikan; 3 Dampak langsung dari peningkatan volume produksi dan pemasaran ikan akan secara otomatis meningkatkan nilai retribusi ke PEMDA DKI Jakarta; 4 Berbarengan dengan hal tersebut, perkembangan kegiatan wisata bahari yang direncanakan di PPI Dadap juga akan menyerap hasil tangkapan ikan dari PPITPI Kamal Muara, baik oleh restoran seafood, para pengolah produk diversifikasi ikan, maupun pedagang eceran ikan; + + + + + + + + PPITPI KAMAL MUARA PPITPI MUARA ANGKE PPITPI DADAP PEMDA DKI PEMBANGUNAN FASILITAS PPITPI PRODUKSI IKAN PEMDA TANGERANG PROGRAM WISATA BAHARI + + 225 5 Peningkatan aktivitas wisata bahari di Dadap yang melibatkan nelayan pemandu, secara otomatis akan menyebabkan timbulnya efek ganda, baik yang berkaitan langsung dengan kegiatan wisata bahari tersebut, seperti: penyediaan umpan, peralatan pancing, maupun yang tidak langsung seperti souvenir, sarana parkir, keamanan, rumah makan, dll. 6 Berkembangnya kegiatan ekonomi di Dadap secara otomatis harus juga dapat meningkatkan PAD Kabupaten Tangerang. Jumlah kapal ikan di TPI Kamal Muara meningkat secara tajam setelah tahun pertama. Hal ini terjadi karena adanya kapal yang masuk dari TPI Muara Angke dan TPI Dadap. Bentuk kurva yang menaiki tajam sampai akhir tahun kedua diduga karena jumlah unit kapal sebenarnya lebih banyak dari yang tercatat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya proses penyesuaian diri antara jumlah kala dengan ketersediaan fasilitas yang tersedia. Artinya persiapan pengembangan fasilitas di TPI Kamal Muara memang memerlukan waktu yang cukup lama sebelum siap untuk menampung kapal-kapal pindahan tersebut. Pertambahan jumlah kapal di TPI Kamal Muara sebagaimana tampak dalam Gambar 5.9 terjadi secara gradual dalam jangka waktu 5 tahun tersebut, dimana total jumlahnya adalah sebanyak 25.000 GT. Namun demikian, mengingat saat ini jumlah kapal sebenarnya 2.000 kapal dengan ukuran berat berbeda, maka beberapa strategi pengelolaan kapal penangkap ikan yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut: 1 Berkurangnya sumberdaya ikan di perairan pantai mengharuskan dilakukannya kerjasama kelompok nelayan untuk membentuk suatu unit armada penangkapan ikan yang lebih besar, baik dari ukuran kapal dan alat penangkapnya maupun daya jangkaunya ke fishing ground. 2 Relokasi dan kapal-kapal ikan yang berukuran kecil, baik ke daerah-daerah lain yang memiliki sumberdaya ikan di perairan pantai yang masih baik, maupu dialih-fungsikan untuk aktivitas lain yang masih berkaitan dengan keahlian nelayan, antara lain: kapal pemandu wisata pesisir, untuk layaran, untuk sport fishing, dan juga untuk transportasi antar pulau. 226 3 Melakukan peremajaan kapal ikan yang sudah tidak layak lagi untuk digunakan, dengan berlakunya persyaratan ukuran kapal sebesar 50 GT. 4 Mengembangan fasilitas pelabuhan TPI Kamal Muara sesuai dengan kapasitas yang direncanakan. 5 Membentuk suatu lembaga pengelolaan terpadu diantara Dinas Teknis terkait di Kabupaten Tangerang dan di Kota Jakarta Utara. Data perubahan keseimbangan jumlah kapal di TPI Muara Angke, TPI Kamal Muara, dan TPI Dadap dalam skenario optimasi TPI Kamal Muara selengkapnya dicantumkan dalam Tabel 5.28. Tabel 5.28. Data pola perubahan keseimbangan jumlah kapal dalam GT di TPI Muara Angke, TPI Kamal Muara, dan TPI Dadap dalam skenario optimasi TPI Kamal Muara dari tahun 2006-2011 Tahun Jml kapal di TPI Dadap Jml kapal di TPI Kamal Muara Jml Kpl TPI Muara Angke Jml kpl pindah dari TPI Dadap Kplp indah dr TPI MA 2006 1.954 50 40.750 391 2.492 2007 1.563 15.391 25.800 313 2.492 2008 1.251 18.195 23.308 250 2.492 2009 1.000 20.938 20.816 200 2.492 2010 800 23.630 18.324 160 2.492 2011 640 26.282 15.832 Catatan: nilai dibulatkan. Dari Tabel 5.28 tampak bahwa meskipun direncanakan untuk memindahkan jumlah kapal dari TPI Muara Angke dan TPI Dadap dalam persentase yang sama untuk tiap tahun selama jangka waktu lima tahun, namun hasil analisis Stella menunjukkan bahwa perubahan jumlah kapal yang terjadi pada tahun 2011 tidak sebesar yang direncanakan. Pada tahun 2006 menunjukkan data awal yang ada di setiap TPI, kemudian sudah mulau terjadi proses pindah sebagian kapal dari Muara Angke dan Dadap. Pada akhir tahun 2007, TPI Dadap akan menisakan jumlah kapal sebanyak 640 GT, dari yang direncanakan sampai jumlah 500 GT, sementara di TPI Kamal Muara jumlahnya mencapai 26.282 GT. 227 Hal ini mungkin terjadi karena adanya perkembangan yang tidak linier dari pembangunan fasilitas, baik yang diperlukan oleh TPI Kamal Muara, maupun fasilitas pengembangan yang dilakukan di TPI Dadap.

5.4 Skenario pengembangan dan pengelolaan pelabuhan perikanan di

kawasan TPI Dadap dan TPI Kamal Muara

5.4.1 Penentuan lokasi pelabuhan perikanan

Menurut Kramadibrata 2002, pelabuhan adalah tempat berlabuhnya kapal- kapal yang diharapkan merupakan suatu tempat yang terlindung dari gangguan laut, sehingga bongkar muat dapat dilaksakan untuk menjamin keamanan barang. Suatu lokasi di pantai dapat memenuhi persyaratan ini dengan kedalaman air dan besaran kolam yang cukup untuk ukuran tertentu, sehingga hanya dibutuhkan adanya suatu dermaga wharf tempat ditambatkannya suatu perahu. Pelabuhan seperti ini disebut pelabuhan alam. Tipe tempat lain yang dibentuk dan diperuntukan bagi berlabuhnya kapal adalah pelabuhan buatan, dimana alur masuh dan kolam pelabuhan, dan pemecah gelombang harus dibangun secara penuh. Diantara kedua tipe pelabuhan ini ada juga yang termasuk pelabuhan semi alam. Mengacu pada definisi yang tercantum dalam International Maritime Dictionary , Murdiyanto 2004 membuat padanan untuk istilah harbour dengan bandar, yaitu suatu pelabuhan alam yang tidak selalu memiliki fasilitas buatan. Istilah port dipadankan dengan pelabuhan, dalam arti pelabuhan buatan. Dubrocard dan Thoron 1998 menyatakan bahwa suatu pelabuhan dapat digambarkan sebagai suatu tempat dimana berlangsung mekanisme transportasi barang-barang yang berasal dari daratan menjadi barang-barang yang berasal dari laut, dan sebaliknya. Pelabuhan menawarkan dua macam pelayanan, yaitu pelayanan kapalnya dan pelayanan muatannya. Pelayanan yang diberikan oleh pelabuhan didasarkan pada hasil dari pengalaman dalam jangka waktu yang lama. Dalam kaitannya dengan kapal ikan, terjadinya antrian akan sangat mempengaruhi nilai dari muatannya tersebut, terkait dengan proses lelang Dubrocard dan Thoron 1998. Hal ini tidak hanya waktu tunggu yang penting tetapi lebih pada harga ikan yang dapat dicapai saat lelang . Artinya, jika ikan 228 yang dibongkar tersebut menambah jumlah ikan yang sudah ada di pelelangan, dikhawatirkan akan terjadi penurunan harga karena kelebihan pasokan di pasar. Pelabuhan Perikanan Dadap dan Kamal Muara, jika dilihat dari bentuk fisik dan tataletaknya bukanlah suatu pelabuhan yang ideal yang sejak awal secara resmi direncanakan untuk dibuka oleh pemerintah meskipun kemudian beberapa fasilitas pendukung dibangun di sekitarnya. Karena kondisi muara sungai di kedua daerah tersebut relatif dangkal dan laju sedimentasi cukup besar. Fungsi pelabuhan ini berkembang lebih disebabkan oleh kebutuhan terhadap suatu tempat bersandarnya kapal-kapal ikan yang memerlukan tempat berlindung dari ombak dan angin. Menurut Guckian 1974, suatu lokasi akan memerlukan pembangunan fasilitas pelabuhan jika: 1 Ada kegiatan peluncuran kapalperahu ke suatu perairan; 2 Ada proses gerakan kapal melalui suatu alur yang dangkal yang berbahaya, seperti pantai berkarang, arus kencang, bars, surf, dll; 3 Diperlukan suatu prasarana penambatan berthage dan berlabuh anchorage kapalperahu yang aman untuk terapung afloat; 4 Diperlukan suatu penanganan ikan hasil tangkap, baik dari perahu ke darat maupun ke kapalperahu lainnya. 5 Ada kegiatan perbaikan perahu dan suplai kebutuhan awak kapal, seperti peralatan tangkap, bahan bakar, air, es, dan bahan lainnya; 6 Ada kegiatan penanganan dan pengolahan ikan di pantai; 7 Ada kegiatan pemeliharaan dan perbaikan kapalperahu di dermaga pelabuhan, atau di pantai. Guckian 1974 menambahkan bahwa pembangunan fasilitas di suatu pelabuhan harus ditentukan pada dua faktor, yaitu: ukuran dan tipe kapal yang akan digunakan; dan aktivitas khusus yang memerlukan pelayanan khusus pula. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam suatu pembangunan pelabuhan, keterlibatan arsitek kelautan, teknik sipil, master penangkapan, spesialis industri perikanan, ahli ekonomi, dan sosiologi. Menurut Dubrocard dan Thoron 1998, suatu kapal ikan yang berlabuh di sebuah pelabuhan sudah harus mempunyai pertimbangan tentang adanya biaya 229 tunggu. Mereka mempertimbangkan waktu pelayanan bongkar muat menjadi penentu utama kualitas pelayanan pelabuhan yang disediakan. Kualitas pelayanan ini diukur dengan keterlambatannya the delay, yang ditentukan oleh kapasitas pelabuhan dan permintaan untuk mendapatkan pelayanan pelabuhan tersebut. Untuk kasus TPI Dadap dan TPI Kamal Muara, pelayanan yang dilakukan oleh pelabuhan sebenarnya hampir tidak ada. Hal ini tampak karena setiap kapal ikan melakukan bongkar muat sendiri, baik untuk ikan hasil penangkapannya, maupun untuk pemuatan ransum dan keperluan operasi penangkapan. Untuk kegiatan servis mesin dan kapal juga dilakukan oleh awak kapal sendiri, tidak mengandalkan bengkel khusus, kecuali jika terjadi kerusakan mesin yang relatif parah sehingga memerlukan montir yang lebih akhli. Oleh karena itu, belum diperlukan sistem analisis khusus untuk membahas teori antrian di TPI Kamal Muara. Menurut Kramadibrata 2002 dan Murdiyanto 2002, kelengkapan fasilitas dalam suatu pelabuhan perikanan haruslah mencakup dua unsur utama, yaitu: 1 Fasilitas pokok basic facilities, yang mencakup: a. fasilitas perlindungan protective facilities, berfungsi untuk melindungi kapal dari pengaruh buruk yang diakibatkan oleh kondisi oseanografis seperti gelombang, arus, pasang, aliran pasir, erosi, luapan air di muara sungai, dsb. Fasilitas ini dapat berupa breakwater , groin, tembok laut, atau bangunan maritim lainnya; b. fasilitas tambat mooring facilities, digunakan untuk kapal bertambat, bongkar muat ikan, berlabuh, dan saat menganggur idle berthing . Fasilitas ini dapat berupa dermaga pendaratan, mooring quays , bollards piers, dan slipways; c. fasilitas perairan pelabuhan water side facilities, berguna untuk pintu masuk pelabuhan dan manuver kapal di areal pelabuhan dan untuk kapal berlabuh anchorage. Fasilitas dapat berbentuk alur atau kanal pelayaran atau kolam pelabuhan. 2 Fasilitas fungsional terdiri dari berbagai fasilitas yang berfungsi untuk melayani berbagai kebutuhan lainnya di areal pelabuhan tersebut, seperti 230 bantuan navigasi, layanan transportasi, layanan suplai kebutuhan bahan bakar minyak dan pelumas, tempat penanganan dan pengolahan ikan, fisilitas darat untuk perbaikan jaring, perbengkelan untuk perbaikan dan pemeliharaan kapal, layanan kebutuhan air bersih dan perbekalan melaut makanan, sarana penangkapan, dsb, instalasi pengolahan limbah dan saluran pembuangannya, layanan komunikasi, layanan kesejahteraan sosial bagi nelayan dan umum, dlsb.

5.4.2 Kelayakan teknis pelabuhan perikanan

Untuk membangun suatu pelabuhan diperlukan suatu proses perencanaan yang komprehensif menyeluruh, baik dari aspek teknis-biofisik, ekonomi, maupun sosial. Keseluruhan proses tersebut tercakup dalam studi kelayakan dan kajian amdalnya. Proses pembangunan fisik pelabuhannya sendiri dapat dilakukan dengan cepat asalkan dananya tersedia. Namun demikian, hal ini belum menjamin suatu pelabuhan akan dapat berkembang dengan baik, jika faktor-faktor lain yang berkaitan dengan kegiatan perikanan tidak diteliti dengan cermat. Banyak kasus program pembangunan pelabuhan yang dilakukan oleh pemerintah tidak dapat dimanfaatkan sama sekali, atau dapat dimanfaatkan tetapi jauh dibawah kapasitas optimal. Temuan lapangan dari Program Pembangunan dan Peningkatan Sarana Pelabuhan Perikanan di Indonesia tahun 1998-2000 diperoleh data ternyata beberapa pelabuhan perikanan tersebut ada yang sudah rusak sebelum difungsikan, baik hancur karena arealnya tergerus abrasi atau tidak dapat difungsikan karena sudah cukup jauh dari tepi pantai. Kasus lain lagi ada pelabuhan yang tidak dipakai karena nelayan tidak ada yang mau mendaratkan kapalnya, baik karena tidak ada pembeli, tidak dilengkapi fasilitas kegiatan perikanan yang memadai, maupun karena faktor keamanan berlabuh yang kurang sempurna. Penyebab terjadinya semua kegagalan tersebut adalah faktor perencanaan yang tidak baik dan tidak terpadu, serta faktor pengawasan pelaksanaan pembangunan pelabuhan tersebut yang sangat lemah. Secara teknis, PPITPI Dadap sudah kurang layak lagi untuk dijadikan pangkalan pendaratan ikan, mengacu pada ketentuan Peraturan Menteri Kelautan 231 dan Perikanan No. PER.16MEN2006 tanggal 23 Juni 2006 tentang Pelabuhan Perikanan DKP 2006 dan Lubis 2002 tentang fungsi pelabuhan perikanan, yaitu dalam hal berikut: 1 Tidak lengkapnya fasilitas-fasilitas yang ada di PPITPI Dadap, baik fasilitas pokok, yang meliputi: 1 pelindung seperti breakwater, revetment, dan groin ; 2 tempat tambat seperti dermaga dan jetty; 3 perairan seperti kolam, dan alur pelayaran; 4 penghubung seperti jalan, drainase, gorong- gorong, jembatan; dan 5 lahan pelabuhan perikanan.; fasilitas fungsional yang terdiri dari: 1 tempat pelelangan ikan sebagai tempat pemasaran hasil perikanan tidak difungsikan lagi; 2 tidak ada sistem navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telepon, internet, SSB, rambu-rambu, lampu suar, dan menara pengawas; 3 kurangnya suplai air bersih, es, listrik; 4 pemeliharaan kapal dan alat penangkap ikan seperti dockslipway, bengkel dan tempat perbaikan jaring dilakukan oleh dan ditempat nelayan sendiri; 5 tempat penanganan dan pengolahan hasil perikanan tidak tersedia, demikian juga laboratorium pembinaan mutu; 6 tidak berfungsinya perkantoran untuk administrasi pelabuhan; 7 belum tersedianya alat transportasi ikan dan bahan perbekalan penangkapan; serta 8 belum adanya TPA tempat pengolahan limbah seperti instalasi pengolah air limbah IPAL. 2 Tidak tersedianya fasilitas penunjang, seperti: 1 balai pertemuan nelayan; 2 tempat pengelolaan pelabuhan, seperti mess operator, pos jaga, dan pos pelayanan terpadu; 3 fasilitas sosial dan umum, seperti tempat peribadatan, dan MCK; 4 kios IPTEK; serta 5 tempat penyelenggaraan tugas pemerintahan seperti keselamatan pelayaran, K3, bea dan cukai, keimigrasian, pengawas perikanan, kesehatan masyarakat, dan karantina ikan. Ketiadaan fasilitas yang tersedia menyebabkan fungsi pelabuhan perikanan sebagaimana yang dinyatakan oleh Lubis 2002, tidak dapat dijalankan semua, baik yang berdasarkan pendekatan kepentingan maupun pendekatan aktivitas. Fungsi yang dapat berjalan hanya fungsi pemasaran yang juga tidak dilakukan di TPI. 232 Untuk kasus PPITPI Kamal Muara, kondisinya jauh lebih baik. Di sini hampir semua fungsi pelabuhan dan tempat pelelangan ikan masih berfungsi meskipun belum sempurna. Sebagai contoh: 1 Fasilitas pokok belum lengkap, seperti tidak tersedia breakwater sebagai pelindung dari gelombang dan arus; 2 Fasilitas fungsional belum lengkap dan belum difungsikan optimal, seperti: 1 TPI tidak lagi digunakan sebagai tempat pelelangan; pelelangan ikan malah dilakukan di jalan di depan TPI; 2 belum lengkapnya sistem navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telepon, internet, SSB, rambu- rambu, lampu suar, dan menara pengawas; 3 kurangnya suplai air bersih, es, listrik; 4 tempat pemeliharaan kapal dan alat penangkap ikan dilakukan di sekitar kolam pelabuhan oleh dan ditempat nelayan sendiri; 5 tempat penanganan dan pengolahan hasil perikanan tidak tersedia, dan hanya dilakukan di tempatrumah masing-masing pedagangpengolah; 6 tidak tersedia laboratorium pembinaan mutu; serta 7 belum adanya TPA tempat pengolahan limbah seperti instalasi pengolah air limbah IPAL. 3 Fasilitas penunjang belum lengkap, seperti: 1 kios IPTEK; serta 2 tempat penyelenggaraan tugas pemerintahan seperti keselamatan pelayaran, keimigrasian, pengawas perikanan, kesehatan masyarakat, dan karantina ikan. Ketiadaan fasilitas yang tersedia tersebut memang tampaknya belum diperlukan untuk pelabuhan perikanan yang berukuran kecil dan skala usahanya hanya tingkat lokal saja. Jadi di PPITPI Kamal Muara fungsi pelabuhan perikanan yang dapat dijalankan jika mengacu kepada Lubis 2002, meliputi: 1 fungsi jasa; 2 fungsi pendaratan dan pembongkaran; serta 3 fungsi pemasaran.

5.4.3 Aspek kelembagaan pelabuhan perikanan

Keberhasilan suatu aktivitas pembangunan, sangat dipengaruhi oleh aspek kelembagaan yang merupakan sebuah kerangka pengelolaan yang efektif. Analisis kelembagaan mencakup aspek peran dan tanggungjawab dari berbagai 233 badan. Bilamana perlu dapat dilakukan revisi, sehingga pada suatu sisi yurisdiksi yang tumpang tindih atau yang berselisih dapat diminimumkan, dan pada sisi lain tidak ada isu penting yang tidak ditangani oleh suatu badan yang bertanggungjawab. Oleh karena itu, sebagaimana dicantumkan dalam Tatalaksana Perikanan yang Bertanggungjawab Code of Conduct for Responsible Fisheries, CCRF , sebuah mekanisme kelembagaan bagi pengelolaan pesisir terpadu akan menjamin hal berikut: pertama, ditetapkan tanggungjawab secara sektoral yang tepat; kedua, ditetapkan tatanan-tatanan pengkoordinasianpengintegrasian yang tepat; dan ketiga, badan-badan pada semua tingkat tetap terus diberi informasi menyangkut kebijakan kawasan pesisir untuk menjamin pertalian dalam pelaksanaan kebijakan FAO 1996. Mengamati perkembangunan kegiatan pembangunan di wilayah DKI Jakarta melalui hasil evaluasi pilot proyek Teluk Jakarta setelah tiga tahun pelaksanaan, UNESCO-CSI berkesimpulan bahwa perlu peningkatan dan pengembangan pilot proyek tersebut Nur et al 1999. Menurut Nur et al 1999, pada saat itu sebuah proyek sedang dirumuskan, yaitu Environmental governance and wise practices for tropical coastal mega-cities: Sustainable human development of the Jakarta Metropolitan Area. Proyek ini akan berfungsi sebagi sebuah forum koordinasi dari proyek-proyek yang berkaitan dengan peningkatan kualitas lingkungan hidup di Kawasan Metropolitan Jakarta, garis begar kegiatan adalah sebagai berikut: 1 Menggalakkan partisipasi masyarakat dalam peningkatan kualitas lingkungan hidup dengan mendorong partisipasi masyarakat dan LSM dalam pembangunan masyarakat berkelanjutan; 2 Mengintegrasikan kegiatan peningkatan kualitas kawasan pesisir sebagai salah satu bagian dari program permbangunan pemerintah pusat dan daerah, merumuskan kebijaksanaan lingkungan hidup dan system pemantauan, analisis and desiminasi hasil lapangan; dan 3 Meningkatkan kesadaran sektor swasta para pengelola kawasan pariwisata dan kawasan industri akan pentingnya arti dari pelertarian lingkungan hidup. Program kegiatan disusun berdasarkan analisa ruang dari permasalahan, misalnya : untuk mengurangi tekanan masyarakat terhadap sumberdaya pesisir yang disebabkan oleh tata cara penangkapan ikan yang tidak berwawasan lingkungan pemakaian bom ataupun racun maka kita akan cari 234 alternatif kegiatan ekonomi baru bagi masyarakat setempat yang sifatnya tidak merusak lingkungan; dan untuk menurunkan polusi perairan Teluk Jakarta oleh pestisida dan pupuk maka kita akan memperkenalkan dan membimbing petani yang berada di hulu di Kabupaten Bogor dan Purwakarta, terletak sekitar 70 hingga 90 km dari pantai untuk melakukan praktek pertanian berwawasan lingkungan. Adanya Badan Kerja Sama Pembangunan BKSP Jabodetabekjur, merupakan suatu titik awal yang baik untuk melakukan pengelolaan suatu wilayah yang terletak diperbatasan, sebagaimana Dadap dan Kamal Muara. Informasi dari Sekretarian BKSP Jabodetabekjur menyebutkan bahwa koordinasi sudah berjalan baik, meskipun ternyata diperlukan waktu yang lebih banyak untuk sampai pada tingkat implementasi di lapangan. Nur et al 1999 menyatakan bahwa permasalahan lingkungan hidup di Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu tidak dapat dipecahkan hanya pada tingkat lokal, melainkan dibutuhkan pemecahan persoalan yang skalanya regional, yaitu Kawasan Metropolitan Jakarta. Hingga saat ini belum ada satu pun Badan Pemerintah yang berhasil menangani pembangunan dan pengelolaan Kawasan Jakarta Metropolitan DKI Jakarta dan beberapa Dati II di Jawa Barat secara keseluruhan. Pada prinsipnya, Badan Kerjasama Pembangunan Jabotabek BKSP adalah satu-satunya badan yang bertanggung jawab atas koordinasi inter-regional dan inter-sectoral baik antara pemerintah pusat dan instansi-instansi lain yang terlibat dalam pembangunan Jabotabek. Pada saat ini, BKSP menghadapi beberapa persolan untuk melaksanakan tugas ini, persoalan yang dihadapi antara lain: 1 tidak ada dana khusus yang diperuntukkan bagi kegiatan BKSP; 2 kegiatan BKSP bertumpang tindih dengan beberapa lembaga pemerintah lainnya, teurama Bappeda Tkt. I DKI Jakarta dan Jawa Barat; 3 peran BKSP dalam perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan dan penyususnan anggaran pembangunan Jabotabek tidak begitu jelas; dan 4 tidak ada petunjuk pelaksanaan pembangunan di Jabotabek. Singkatnya BKSP tidak memiliki alat untuk mengkoordinaksikan dan mengintegrasikan program pembangunan di Jabotabek. Setelah mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi BKSP, ditarik kesimpulan bahwa Pemerintah Pusat dan Daerah perlu memberikan dukungan kepada lembaga ini berupa penjelesan 235 statusnya, dukungan politik dan pendanaan agar dapat menjalankan tugas dan fungsi dengan baik. Selain persoalan-persoalan di atas, beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya keterlambatan fungsi BKSP Jabodetabekjur adalah: 1 Hasil rapat koordinasi diantara anggota di dalam BKSP Jabodetabekjur masih memerlukan waktu pembahasan di daerah masing-masing, kecepatan proses pembahasan tersebut juga tidak sama. 2 Setelah adanya era otonomi daerah ini, birokrasi pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pemerintah daerah lain harus melalui proses pembahasan di kalangan DPRD. 3 Masih adanya perbedaan persepsi dikalangan tokoh-tokoh masyarakat tentang konsep “Jakarta Megapolitan”. Khusus untuk poin 3 di atas, beberapa tokoh masyarakat Jawa Barat berbeda pendapat tentang konsep pembentukan Jakarta Megapolitan. Sengketa dan rencana pencaplokan wilayah Jawa Barat oleh DKI Jakarta ternyata bukan terjadi saat ini saja. Menurut Prof. Dr. H. Ateng Syafrudin, S.H {mantan Sekretaris Eksekutif Badan Kerja Sama Pembangunan Jakarta Bogor Tangerang Bekasi Jabotabek}, wacana seperti itu sudah pernah dilontarkan DKI Jakarta sejak 1974, saat Gubernur DKI dipegang Ali Sadikin. Namun ide tersebut ditentang keras Gubernur Jawa Barat saat itu, Solihin G.P. Anonimous 2006b. Sejalan dengan perkembangan jaman, ternyata ide serupa yang kembali dilontarkan oleh Gubernur DKI Jakarta sekarang, Sutiyoso, justru mendapat sambutan positif dari beberapa tokoh Jawa Barat. Sesepuh Jawa Barat, Tjetje Hidayat Padmadinata, berpendapat bahwa tidak seharusnya warga Jawa Barat bereaksi secara berlebihan over reaction dalam menanggapi konsep Jakarta Megapolitan. Pemikiran secara tenang dan cerdas adalah yang seharusnya dilakukan. Konsep Megapolitan baru dikemukakan secara sepihak oleh Sutiyoso hingga perlu lebih dicermati untuk melihat permasalahan secara menyeluruh. Tjetje mengemukakan, konsep kawasan Megapolitan sebagai upaya membangun ibu kota, dilakukan dengan merevisi UU No. 34 Tahun 1999 tentang pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. Kalau saja konsep Megapolitan hanya untuk daerah ibu 236 kota, maka sebenarnya Jakarta tidak cocok sebagai ibu kota RI. Siapa bilang ibu kota negara harus besar? Menurut Tjetje sebagaimana dikutif dari PIKIRAN RAKYAT, beberapa negara besar lain seperti Amerika Serikat dan Australia, yang menunjukkan bahwa tak selamanya ibu kota negara adalah kota besar. Ibu kota negara seharusnya berada di tempat yang tenang sebagai tempat berpikir untuk para negarawan. Bukan penuh hiruk pikuk. Konsep ibu kota yang seharusnya tenang dan hening itu, bahkan telah dikemukakan Presiden RI Soekarno tahun 1950-1960. Menurut Tjetje, saat itu Soekarno pernah mengusulkan kota Palangkaraya Kalimantan Tengah sebagai ibu kota RI, bukan Jakarta Anonimous 2006b. Terhambatnya kinerja BKSP Jabodetabekjur mungkin pula ada kesan negatif terhadapnya. Sebagaimana disampaikan oleh Atje, pembentukan BKPS Jabotabek saat itu telah menarik banyak pejabat yang melamar untuk masuk di dalamnya. Tapi, sayang dalam perkembangannya, lembaga itu malah dijadikan tempat pembuangan pejabat-pejabat bermasalah. Ateng menyayangkan, lembaga yang dirintisnya itu hanya jadi tempat pembuangan. Dia ingin lembaga itu memiliki posisi yang penting karena kinerjanya. Satu hal lagi yang menjadi penghambat kinerja tersebut adalah karena pemerintah pusat, ternyata tidak mau mengakui lembaga itu sebagai lembaga struktural, sehingga para pejabatnya tidak bisa naik pangkat. BKP Jabotabek hanya menjadi lembaga temporer, sehingga para pegawai tidak bisa naik pangkat. Prof. Ateng Syafrudin berpendapat, penanganan persoalan di perbatasan wilayah DKI Jakarta dengan Jawa Barat dan Banten, tidak akan berjalan jika konsepnya perluasan wilayah. Persoalan hanya bisa diatasi jika konsepnya adalah kerja sama antara tiga pemerintah provinsi, dengan keterlibatan pemerintah pusat. Pusat harus memberikan atensi tinggi, Anonimous 2006b. Selama ini, lembaga resmi yang ditunjuk oleh Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Tangerang untuk mengelola kegiatan perikanan di PPITPI Dadap adalah KUD Mina Bahari. Namun demikian, setelah meninggalnya ketua KUD tersebut tahun 1997, informasi dari nelayan menyebutkan bahwa TPI Dadap tidak lagi berfungsi sebagai tempat pelelangan ikan. Sama sekali tidak ada 237 aktivitas yang berkaitan dengan perikanan, gedung TPI juga menunjukkan sebagai tempat yang sudah lama tidak dihuni. Untuk mengaktifkan kembali pengelolaan PPITPI Dadap sesuai dengan aktivitas yang direkomendasikan, maka lembaga pengelolanya haruslah berupa kantor bersama, dimana terdapat wakil-wakil dari instansi-instansi yang berkaitan dengan aktivitas tersebut. Aktivitas-aktivitas tersebut meliputi:perikanan yang mengarah pada wisata sport fishing, perhubungan, penelitian, perdagangan, dan pariwisata. Untuk PPITPI Kamal Muara, setelah dilakukan rehabilitasi sesuai dengan kapasitas yang akan diembannya, maka pengelolaannya diharapan dipegang oleh UPT Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan, sebagaimana yang sekarang berlaku di TPI Muara Baru dan TPI Muara Angke. Hal ini perlu dilakukan semata-mata untuk meningkatkan efisiensi dan koordinasi secara profesional diantara pelabuhan-pelabuhan perikanan besar yang ada di DKI Jakarta. Rekomendasi kelembagaan pengelola TPI di Dadap dan Kamal Muara dicantumkan dalam Tabel 5.29. Tabel 5.29 Aspek kelembagaan pengelola TPI Dadap dan Kamal Muara No AKTIVITAS INSTANSI PPITPI DADAP PPITPI KAMAL MUARA 1 Koordinasi pembangunan BKSP Jabodetaberkjur √ √ 2 Perikanan tangkap Dinas Perikanan-Kelautan - √ 3 Perikanan wisata Dinas Pariwisata √ - 4 Wisata pantai Dinas Pariwisata √ - 5 Kapal penelitian LIPIBPPT √ - 6 Kapal pesiar Dinas Pariwisata √ - 7 Seafood restorant Dinas Perindag √ √ 8 Kapal petikemas Dinas Perindag √ - 9 Kepelabuhanan Syahbandar √ - 10 Pindah baranghewan Dinas Karantina √ - 11 Migrasi Dinas Imigrasi √ - 12. Pajak Dinas Bea cukai √ - 238 Dalam bentuk diagram, kelembagaan yang diusulkan untuk dibentuk dalam rangka pengelolaan kawasan Dadap dan Kamal Muara dicantumkan dalam Gambar 5.12. Catatan: 1 = Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, Gubernur Banten 2 = BupatiWalikota 3 = Sekretaris 4 = Sekretariat 5 = SUB BAGIAN TATA RUANG PERTANAHAN 6 = BAGIAN PEREKONOMIAN 7 = BAGIAN PEMERINTAHAN DAN KESRA 8 = BAGIAN UMUM 9 = SUB BAGIAN PERMUKIMAN, SARANA PRASARANA 10 = SUB BAGIAN SUMBER DAYA AIR, KEBERSIHAN LINGKUNGAN HIDUP 11 = SUB BAGIAN TRANSPORTASI PERHUBUNGAN 12 = SUB BAGIAN AGRIBISNIS, KOPERASI USAHA KECIL MENENGAH 13 = SUB BAGIAN INDUSTRI, PERDAGANGAN, PERTAMBANGAN INVESTASI 14 = SUB BAGIAN KEPENDUDUKAN, KETENTRAMAN KETERTIBAN 15 = SUB BAGIAN KESEHATAN PENDIDIKAN 16 = SUB BAGIAN SOSIAL TENAGA KERJA 17 = SUB BAGIAN 18 = PROGRAM DAN KEUANGAN 19 = SUB BAGIAN RUMAH TANGGA PERLENGKAPAN 20 = SUB BAGIAN TATA USAHA KEPEGAWAIAN Gambar 5.12 Diagram hierarki pengelolaan kawasan Dadap-Kamal Muara. Gambar 5.12 menunjukkan suatu skenario perlu dibentuknya lembaga pengelola PPITPI Dadap-PPITPI Kamal Muara, khususnya pada masa proses pemindahan kapal dan pembangunan fasilitas di kedua PPITPI tersebut. KANTOR BERSAMA LIPIBPPT PENGELOLA PPITPI DADAP PENGELOLA PPITPI KAMAL MUARA 239 Lembaga khusus ini disebut Kantor Bersama berfungsi untuk mengakomodasikan dan mengkoordinasikan semua kepentingan dari setiap institusi yang berkaitan dengan kedua PPITPI tersebut. Keberadaan BKSP Jabodetabekjur dapat lebih mempercepat terlaksananya pengelolaan wilayah Dadap-Kamal Muara secara terpadu, mengingat sudah lengkapnya bagian-bagian dalam BKSP yang dapat mengakomodasi setiap kegiatan yang akan direncanakan dan yang sudah dilakukan di kawasan tersebut. Tugas Kantor bersama ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1 Menterjemahkan semua kebijakan yang ditetapkan oleh Pemda Kabupaten Tangerang dan Pemkot Jakarta Utara melalui dinas-dinas teknis terkait; 2 Menjalankan program kerja di kedua PPITPI tersebut; 3 Melaporkan semua perkembangan yang terjadi selama tahun anggaran yang sudah lewat kepada atasan-atasannya, dengan tembusan kepada Bupati Tangeran dan Walikota Jakarta Utara; 4 Ikut secara aktif dalam diskusi pleno yang diselenggarakan oleh semua instansi terkait dari kedua pemerintah daerah tersebut, untuk mengklarifikasikan semua perencanaan dan pelaksanaan program yang sudah berjalan serta untuk penyusunan dan perbaikan program selanjutnya; Dalam Tatalaksana Perikanan yang Bertanggungjawab Code of Conduct for Responsible Fisheries, CCRF sudah dinyatakan bahwa diperlukan sebuah kerangka legislatif yang mengesahkan lembaga pengelolaan pesisir serta kegiatan yang dilakukannya. Sifat yang tepat dari peraturan dan perundangan di setiap negara tergantung pada ruang lingkup dan kesenjangan dalam peraturan dan perundangan yang ada. Tambahan pula, pengalaman suatu negara tidak mesti secara langsung bisa dipindahkan ke lain negara, sekalipun negara itu memiliki kesamaan latar belakang sosial, politik, ekonomi dan budaya FAO 1996. Dalam pengelolaan kawasan pesisir, salah satu dari fungsi kelembagaan dan hukum yang paling penting adalah memastikan adanya suatu mekanisme untuk penyelesaian sengketa. Berhubung sumber daya pesisir semakin langka. Perlu di pertimbangkan bagaimana menyelesaikan tuntutan yang bersaing diantara sektor- sektor, baik yang ada di masa kini maupun masa depan FAO 1996. 240

5.5 Analisis Opini Masyarakat tentang Kondisi Perikanan di Kawasan

Dadap-Kamal Muara Hasil identifikasi aktivitas perikanan yang berasal dari responden menunjukkan bahwa kondisi unit penangkapan di kawasan Dadap-Kamal Muara adalah sebagaimana dicantumkan dalam Tabel 5.30. Hasil pengolahan data komunitas lokal dengan survey pro dicantumkan pada Lampiran 7. Tabel 5.30. Rangkuman kondisi sarana perikanan di kawasan Dadap-Kamal Muara berdasarkan responden nelayan SARANA PERIKANAN JENIS ALAT SPESIFIKASI Alat tangkap Jaring rampus ¾ Mesh size 2”, 10 pis, bahan snar, lebar 4 m. ¾ Waring: mesh size 0,1”, 10 ral, bahan plastik Jaring kampung ¾ Mesh size 2”, 10 pis, bahan snar keras, dengan lebar 4 m ¾ Waring: mesh size 0,1”, 10 ral, bahan plastik Jaring klitik mesh size 4’, 5 pis, snar Perbaikan jaring: 2 kali per tahun, 1 kali per minggu, 4 kali per minggu Tenaga perbaikan jaring ABK, tenaga khusus Kapalperahu Dimensi 6 x 1,5 x 0,5 m3 Bobot, 100-200 kg; bahan kayu Mesin Kecepatan Dongfeng 11 hp, 2 knot Honda 5 hp, 1 knot Bahan Kayu Dimensi 10 x 1,7 x 0,8 m3 Bobot 400 kg Pemeliharaan 6 bulan sekali Mesin penggerak Merk Dongfeng 21 hp,kecepatan sekitar 2 knot per jam Perbaikan mesin 6 kali per tahun 4 kali per tahun 2 kali per tahun 1 kali per tahun Montir sendiri beserta ABK, Bengkel khusus Dari Tabel 5.30 tampak bahwa sebagian besar responden adalah berstatus nelayan jaring rampus dan jaring kampung dengan rata-rata panjang 10 m per pis 241 dan jumlah jaring per unit sebanyak 10 pis lembar. Bahan jaring adalah snar nilon, dimana frekuensi perbaikan yang dilakukan bervariasi antara harian sampai per enam bulanan, tergantung pada tingkat kerusakan dan frekuensi penggunaannya. Tenaga kerja yang memperbaiki jaring umumnya dilakukan oleh ABK sendiri, atau tenaga khusus yang diupah untuk pekerjaan tersebut. Upah perbaikan jaring juga bervariasi tergantung tingkat kerusakan yang dialami. Kapal yang digunakan nelayan untuk pergi melaut semuanya terbuat dari kayu, dengan dimensi antara 6-10 m, lebar antara 1,6-1,7 m, dan tinggi antara 0,5- 0,8 m. Bobot ditaksir antara 100-200 kg. Pemeliharaan dan perbaikan kapal dilakukan rata-rata setiap tahun dua kali. Mesin penggerak yang digunakan umumnya buatan Cina merek Dongfeng yang berbahan bakar solar dan bensin serta buatan Jepang merek Honda, dengan tenaga berkekuatan antara 5-21 hp dan berbahan bakar bensin. Perbaikan mesin dilakukan antara setiap dua bulan sampai satu tahun sekali, tergantung pada merek mesin kapal yang digunakan. Secara umum, mesin buatan cina memerlukan perawatan mesin yang lebih sering dibandingkan dengan mesin buatan Jepang. Operasi penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan yang menjadi responden penelitian ini umumnya hanya di sekitar perairan Kepulauan Seribu, khususnya di sekitar Pulau Bidadari, Pulau Rambut, Pulau Untung Jawa, dan Pulau Bokor, atau ke areal dimana perjalanan antara 2 sampai 8 jam dari TPI, tergantung kekuatan motor penggerak perahunya. Biaya yang dikeluarkan oleh nelayan setiap kali melakukan penangkapan ikan dapat dilihat dari Tabel 5.31. Tabel 5.31. Rangkuman biaya operasi penangkapan ikan per trip di kawasan Dadap-Kamal Muara berdasarkan responden nelayan tahun 2004 LOKASI PENANGKAPAN JENIS VOLUME BIAYA Rp Perairan Kep. Seribu BBM-solar 5-90 liter per trip 25.000-450.000 BBM-bensin 5-20 liter per trip 25.000-100.000 Es balok: ¼ - 2 balok 3.500-14.000 Makanan 30.000-125.000 Kisaran biaya operasional per kapal ikan 83.500-689.000 242 Rata-rata biaya operasional per kapal ikan 386.250 Nelayan yang beroperasi pulang hari tersebut ada yang berangkat mulai jam 02 dini hari, kemudian ada yang berangkat jam 04 subuh 63,3 , kemudian ada juga yang berangkat jam 07 atau jam 08 pagi. Sebagian besar nelayan tersebut pulang melaut sekitar jam 17 73,3 , sebagian lagi ada yang sudah pulang jam 11 pagi. Kegiatan penangkapan ikan umunya dilakukan sebanyak 20 kali per bulan. Sebagian besar nelayan berpendapat bahwa musim ikan puncaknya terjadi antara bulan Juli sampai Oktober, musim biasa dari Februari sampai Juni, dan bulan-bulan sisanya merupakan musim paceklik. Selama aktivitas penangkapan, nelayan Dadap-Kamal Muara seringkali bertemu dengan nelayan lain yang umumnya berasal dari Indramayu. Alat tangkap yang digunakan para nelayan Indramayu tersebut juga berupa baik jaring cincing, gill-net, maupun jaering udang dan pancing. Sebagian besar nelayan responden melakukan pendaratan perahunya di Muara Angke 66,7 dan Kamal Muara 63,3 . Hanya dua responden yang kadang-kadang mendaratkan ikannya di Muara Baru. Alasan nelayan untuk mendaratkan ikannya di Muara Angke dan muara Baru disebabkan oleh layaknya TPI Dadap untuk tempat pendaratan ikan, karena selain fasilitas yang kurang memadai juga karena pendangkalan alur sungai. Nelayan ternyata juga kadang-kadang menjual ikannya di tengah laut 73,3 . Ada beberapa alasan yang dikemukakan nelayan, antara lain: pemilik kapal tidak mengetahui 70,0 , harga jual lebih baik 66,7 . Selain menjual sendiri, nelayan kadang-kadang juga mnitipkannya pada sesama nelayan di tengah laut untuk dijualkan 66,7 . Kebijakan Pemda Kabupaten Tangerang melalui RTRW Kabupaten Tangerang tahun 2000 menetapkan bahwa areal pertambakan yang ada di Kecamatan Kosambi, Teluk Naga, dan Paku Haji akan direlokasi ke Kecamatan Mauk dan Kecamatan Kronjo. Namun demikian, tahun 2000 tersebut dalam perencanaannya juga menyatakan bahwa di muara Kali Perancis akan dibangun TPI. Namun demikian dengan keluarnya Peraturan Daerah No 5 Tahun 2002 tentang Perubahan Tata Ruang Daerah, maka prioritas pembangunan kawasan Dadap tidak lagi ditujukan untuk mengembangkan perikanan tetapi sudah pada 243 persiapan pengembangan kawasan wisata. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah program yang direncanakan dan dilaksanakan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan yang hanya sedikit sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 5.32. Tabel 5.32. Kegiatan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang Tahun Anggaran 2003. No. NAMA KEGIATAN BIAYA x Rp 1.000 SUMBER DANA 1. Optimalisasi Tempat Pelelangan Ikan TPI Lontar di Kecamatan Kemiri 125.000 DAU 2. Rehabilitasi Saluran Tambak 485.000 DAU 3. Peningkatan Sarana Pelelangan Ikan TPI 300.000 DAU 4. Master Plan Pelabuhan Cituis 750.000 PAD 5. Optimalisasi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan 300.000 DAU 6. Pembangunan Pasar Ikan Higienis PPHLT 450.000 DAU 7. Penerapan Teknologi Perikanan dan Pengembangan Perikanan Darat 475.000 DAU 8. Peningkatan Kinerja Penyuluh Perikanan dan Kelautan Melalui Peningkatan Operasional Penyuluh 75.000 DAU 9. Peningkatan Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya 400.000 DAU 10. Pengembangan Perikanan Tangkap Melalui Armada Penangkapan Skala Kecil 600.000 DAU 11. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir PEMP 965.238 APBN 12. Dana Pendamping PEMP 100.000 DDLPBB Sebagaimana juga dengan aspek lingkungan, semua penduduk yang menjadi responden penelitian ini menganggap bahwa aktivitas perikanan TPI Dadap dan TPI Kamal Muara berhubungan erat dengan kondisi lingkungan tempat mereka tinggal. Penduduk secara bulat 100 berpendapat bahwa kondisi lingkungan di sekitar TPI tersebut menyebabkan timbulnya aspek sosial yang berdampak buruk bagi anak-anak kenakalan remaja, prostitusi, perjudian, perkelahian, dll. Dampak lainnya yang dirasakan oleh penduduk adalah masalah keamanan lingkungan yang rawan sebanyak 35,7 ; dan gangguan transportasi 14,3 . 244 Penduduk berpendapat bahwa pemecahan masalah lingkungan dapat dilakukan dengan cara pengerukan sungai 92,9 dan pembenahan lingkungan 14,3 . Pembenahan lingkungan dilaksanakan secara konkrit dengan perbaikan lingkungan 50,0 , penataan lingkungan perumahan 28,6 , dan beberapa aktivitas lainnya 21,4 seperti penyuluhan, penataan lingkungan oleh Pemda, serta kerja sama pemerintah dan masyarakat. Sementara itu, untuk mengatasi masalah kerawanan sosial, penduduk mengusulkan untuk menghilangkan minuman keras 40,0 , menghilangkan WTS 40,0 , keamanan terpadu 40,0 ; dan melaksanakan siskamling terpadu 20,0 . Cara mengatasi permasalahan keamanan lingkungan yang rawan diusulkan dengan cara tindakan pemberantasan pelacuran dan perjudian 57,1 , alih profesi 50,0 , serta tindakan lainnya seperti pendekatan sosial dan keagamaan, serta memberantas perdagangan minuman keras 21,4 . Untuk mengatasi permasalahan transportasi hasil perikanan yang terganggu penduduk mengusulkan secara bulat bahwa alat angkutan harus merapat ke TPI 100,0 . Nelayan yang tinggal di sekitar TPI Dadap dan Kamal Muara tidak hanya apatis menghadapi kesulitan hidup sehari-hari yang dihadapinya, tetapi juga berharap adanya peningkatan taraf hidup nelayan 60 . Sebagian kecil dari mereka 6,7 menginginkan adanya upaya untuk meningkatkan taraf hidupnya, tanpa merinci apa bagaimana peningkatan taraf hidup itu dapat terjadi. Namun demikian, beberapa upaya perbaikan yang diduga dapat meningkatkan taraf hidup nelayan dan keluarganya menurut mereka adalah: 1 TPIPPI tidak jauh dari AUP, ada harapan bahwa mahasiswa dapat lebih berperan aktif dalam menanggulangi permasalahan dalam kehidupan nelayan sehari-hari; 2 TPIPPI diatur sesuai dengan kondisi wilayahnya masing-masing, untuk kawasan Dadap dan Kamal Muara diharapkan adanya koordinasi dari Dinas Perikanan setempat untuk melakukan distribusi bongkar muat kapal dari TPI yang padat ke yang kosong, sehingga kegiatan ekonomi primer dan sekunder dapat tetap berjalan; . 3 Adanya kesinambungan generasi nelayan, masih terdapat keinginan sebagian besar nelayan untuk menjadikan anak yang mereka miliki ikut 245 menjadi nelayan dan membantu menopang kehidupan sehari-hari yang semakin sulit ini; 4 Pemusnahan alat tangkap trawl, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa para nelayan tradisional masih harus berebut ikan dengan lawan yang tidak sepadan, sehingga semakin terpuruk karena lingkungan perairan yang buruk menyebabkan kelompok ikan semakin jauh dari pantai ditambah kemampuan armada perikanan dan modal yang terbatas; 5 Menindaklanjuti aspirasi nelayan, dari pengalaman ternyata banyak sekali aspirasi nelayan yang tidak ditindaklanjuti tanpa alasan yang jelas; 6 Pengerukan Kali Perancis dan Kali Kamal sudah diajukan nelayan beberapa tahun yang lalu, dan sejak itu sudah menjadi aspirasi nelayan namun tidak ada program pengerukan yang tuntas. Keberadaan TPI Dadap dan Kamal Muara yang relatif berdekatan tersebut juga mengundang komentar responden. Sebanyak 71,4 tetap menginginkan adanya pemisahan kedua TPIPPI sesuai UU. Hanya sebanyak 14,3 menyatakan bahwa hal tersebut tergantung masing-masing wilayah, mau digabung atau mau tetap dipisah. Sebanyak 14,3 lainnya memberikan beberapa pendapat yaitu: 1 setiap keputusan yang berkaitan dengan TPI sebaiknya melibatkan nelayan dan penduduk lokal; 2 prospek TPI masih bagus tetapi perlu menggunakan tenaga profesional; 3 sungai sudah tidak layak, sering banjir saat pasang atau hujan, sehingga perahu tidak bisa mendarat. Responden juga berpendapat bahwa kedua TPI yang berdekatan tersebut sangat merugikan 100 , dengan alasan tidak sesuai UU OTDA 78,6 ; menimbukan dampak sosial 71,4 ; dan menyatakan perlu adanya otonomi masing-masing wilayah. 14,3 . Sementara itu berkaitan dengan isu bahwa di kawasan Dadap akan dibangun pelabuhan peti kemas, maka seluruh responden 100 berpendapat bahwa lebih baik menggabungkan kedua TPI Dadap dan Kamal Muara menjadi satu Pelabuhan Perikanan Terpadu PPI untuk wilayah Jakarta-Tangerang, sehingga limpahan kepadatan antrian kapal untuk bongkar muat yang terjadi di TPI Muara Angke dapat dipindahkan ke Kamal Muara. Sebagian dari responden juga ada yang tetap bersikukuh untuk menggunakan TPI Dadap sebagai tempat berlabuh. Responden juga berpendapat bahwa ada 246 kemungkinan terjadinya kecemburuan sosial diantara kedua komunitas nelayan yang bertetangga tersebut 85,7 . Sebagai upaya untuk ikut urun rembuk dalam rangka memperbaiki taraf hidupnya, nelayan dan penduduk lainnya memberikan beberapa saran, sebagaimana tercantum dalam Tabel 5.33. Tabel 5.33. Rangkuman saran penduduk responden nelayan berkaitan dengan aktivitas perikanan di kawasan Dadap-Kamal Muara. KELOMPOK PENDUDUK TARGET SARAN SARAN 1 2 3 4 Nelayan tangkap Pedagang BBM PemerintahPertamin a Fasilitas BBM di sekitar TPI 66,7 Ada kerjasama antara Pertamina dengan KUD 56,7 BBM langsung dari Pertamina supaya murah 13,3 Pengusaha bahanalat penangkapan ikan harga terjangkau nelayan 66,7 tersedia sesuai kebutuhan 56,7 bisa beli ke DKP 46,7 di lokasi berdekatan dengan muara TPI 10,0 Pemerintah pengerukan alur kapal 63,3 hentikan penggunaan trawl sejenisnya 60,0 TPI pindah ke barat sungai 40,0 lainnya TPIPPI layak pakai, mudah merapat, ada lelang, dekat TPI 6,7 Nelayan budidaya Pemerintah harga kerang memadai 63,3 lainnya pemasaran dekat TPI; 6,7 Pengolah ikan Pemerintah bantuan peralatan pengasinan, bak fiberglass 56,7 lokasi penjemuran 56,7 bantuan permodalan dan peralatan 53,3 bantuan peralatan 6,7 Fasilitas pengolahan dekat dengan TPI 6,7 247 Lanjutan Tabel 5.33 1 2 3 4 Pedagang ikan Pemerintah kurangnya pedagang karena tak adanya TPI yang memadai 60,0 Permodalan 6,7 lainnya pasar ikan yang higienis di masing-masing wilayah, harga bersaing dengan pedagang luar, dekat TPI 10,0 Penduduk komunitas lokal Pemerintah pembenahan pemukiman nelayan 60,0 lainnya setuju pembangunan PPITPI dekat dengan pemukiman nelayan, dekat TPI 10,0 Pengelola pelabuhan DKP 63,3 instansi terkait 63,3 KUD 63,3 Syahbandar 63,3 lainnya peningkatan kondisi pelabuhan agar mudah didarati nelayan dekat TPI; 6,7 Pengusaha dok atau bengkel lokasi di bantaran muara Kali Perancis dekat TPI 70,0 Pengusaha pabrik es Tersedia cold storagepabrik es di muara Kali Perancis 70,0 lainnya perlu pedagang es eceran agar harga murah 3,3 Saran untuk Pemda TangerangPemkot Jakarta Utara peningkatan taraf hidup nelayan 60,0 Lainnya: ¾ TPIPPI tidak jauh dari AUP ¾ kesinambungan generasi nelayan ¾ pemusnahan trawl sejenisnya ¾ menindaklanjuti aspirasi nelayan 6,7 Pemda Provinsi BantenDKI Jakarta PPITPI diatur sesuai masing-masing wilayah 60,0 lainnya tingkatkan taraf hidup nelayan sejajar dengan profesi lainnya di Banten; pengerukan Kali Perancis; DKI: Kamal Muara, TPI tetap di Muara Angke 6,7 248 Dari Tabel 5.33 tampak bahwa sebagian besar nelayan 66,7-70,0 berkeinginan agar Pemerintah membangun fasilitas pengadaan BBM, perbaikan kapal dock, pabrik es dan cold storage di sekitar TPI, tentu saja dengan harga yang terjangkau., selain itu ada aktivitas rutin pengerukan alur Kali Kamal dan Kali Perancis. Hal lain yang menjadi perhatian masyarakat adalah adanya keterpaduan pengelolaan TPI Dadap dan Kamal Muara, antara Dinas Perikanan, KUD, dan syahbandar. Dalam menghadapi berbagai permasalahan masyarakat nelayan di kawasan tempat tinggalnya tersebut, masyarakat menyatakan berbagai pendapatnya yang ditujukan kepada Pemda Kabupaten Tangerang dan Pemkot Jakarta Utara serta Pemda Provinsi Banten dan DKI Jakarta, sebagaimana tercantum dalam Tabel 5.34. Tabel 5.34 Pendapat Masyarakat Lokal tentang Masalah Perikanan No. Pendapat Persentase 1. Peningkatan taraf hidup nelayan 60 2. ¾ TPIPPI tidak jauh dari AUP ¾ Adanya kesinambungan generasi nelayan ¾ Pemusnahan alat tangkap trawl ¾ Menindaklanjuti aspirasi nelayan ¾ Pengerukan Kali Dadap dan Kamal Muara ¾ TPI tetap di Muara Angke 6,7 3. ¾ Tidak menjawab 33,3 Hasil analisis data respon penduduk terhadap kondisi lingkungan disekitar kawasan Dadap dan Kamal Muara menunjukkan bahwa permasalahan yang dihadapi masyarakat adalah: 1 polusi lingkungan semua reponden; 2 kekumuhan lingkungan pemukiman semua reponden; 3 dampak sosial dari kekumuhan kenakalan remaja, prostitusi, perjudian, perkelahian, dll. semua reponden; 4 keamanan lingkungan 35,7 dari responden; 5 terganggunya transportasi darat 14,3 dari responden; serta masalah-masalah lainnya 50 dari responden, antara lain adanya debu pada musim kemarau dan lumpur pada musim hujan. 249 Hasil observasi tersebut menunjukkan bahwa semua responden setuju masalah paling besar yang mereka hadapi di kawasan Dadap – Kamal Muara adalah: polusi lingkungan, kekumuhan lingkungan pemukiman, dan dampak sosial dari kekumuhan kenakalan remaja, prostitusi, perjudian, perkelahian, dll.. Timbulnya masalah tersebut diduga disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1 Tidak jalannya fungsi pemerintah dalam pelayanan kepada masyarakat yang berkaitan dengan pemeliharaan lingkungan fisik dan sosial 2 Belum sempurnanya kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan dan ketertiban lingkungan fisik dan sosial 3 Kurangnya prasarana dan sarana pembersihan dan ketertiban lingkungan 4 Adanya aktivitas proyek yang mempersulit upaya pembersihan dan ketertiban lingkungan Bilamana ditelusuri, hal ini tampaknya merupakan dampak negatif dari aktivitas pembangunan yang kurang matang direncanakan dan disosialisasikan sudah mulai dirasakan oleh masyarakat. Sosialisasi program pembangunan yang dilakukan secara terbuka dan waktu yang cukup akan memberikan beberapa keuntungan, yaitu: 1 Masyarakat lebih cepat mengetahui secara langsung tentang akan adanya suatu aktivitas pembangunan; 2 Setiap individu dalam masyarakat dapat melakukan analisis tentang posisinya, apakah aktivitas proyek tersebut akan berpengaruh secara langsung atau tidak pada kehidupannya, baik secara pribadi atau kelompok; 3 Masyarakat dapat melakukan konsultasi kepada berbagai pihak yang bersikap netral apakah proyek tersebut akan memberikan dampak positif atau negatif pada mereka, baik dalam jangka pendek maupun panjang; 4 Karena keputusan yang diambil masyarakat baik secara individu maupun kelompok adalah didasarkan pada keputusan yang matang sehingga dapat dijadikan dasar yang kuat bagi Pemda dan pengembang bilamana terjadi sengketa dikemudian hari. Responden yang dimintai pendapatnya tentang beberapa hal yang berkaitan dengan sejarah rencana berbagai kegiatan di kawasan Dadap 250 menyatakan bahwa seluruhnya 100 pernah mendengar tentang rencana pembangunan Pelabuhan Kapal Riset Baruna Jaya. Namun demikian, ternyata informasi tersebut tidak ada kelanjutannya Berkaitan dengan rencana Pemda Kabupaten Tangerang untuk pembangunan Pelabuhan Peti Kemas di bekas TPI Dadap, sebagian besar responden menyatakan tidak setuju 92,9 , dan hanya 7,1 yang menyatakan setuju. Alasan penolakan yang dismpaikan responden adalah: 1 masih adanya nelayan yang tinggal di areal TPI 92,9 ; 2 kalau TPI sudah tidak layak dipindahkan ke sebelah barat sungai 71,4 . Pendapat yang lainnya menyatakan setuju 14,3 adalah menyetujuinya dengan alasan dapat memajukan Desa Dadap, meskipun kalauTPI dipindah harus dengan kesepakatan KUD dan nelayan. Jika seandainya Pelabuhan Peti Kemas Dadap itu tetap dibangun, maka pendapat responden adalah: 1 seluruhnya 100,0 bersepakat untuk tetap tinggal di tempat sekarang, baik tetap pada pekerjaan sekarang atau akan mencari kerja lain. Namun demikian, sebagian kecil 38,5 dari responden tersebut juga menyatakan akan pindah ke tempat lain agar tetap dapat menekuni pekerjaan yang sekarang, yaitu di lokasi tempat akan dibangun TPI. Contoh kasus yang menarik dikemukakan oleh Ellsworth et al. 1997 yang melakukan penelitian di Pantai Timur Kanada untuk Program Aksi Pesisir Atlantik ACAP, the Atlantic Coastal Action Program. Karena Pemerintah Kanada merasa tidak akan mampu untuk melakukan semua kegiatan yang ditujukan untuk mencapai kondisi ekosistem yang berkelanjutan, maka penduduk yang tinggal di kawasan pesisir perlu berperan serta. Penduduk diberdayakan untuk mengambil tanggungjawab sebagai bagian dari pemeliharaan lingkungan. Agar tujuan ini tercapai, diperlukan adanya informasi yang akurat dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengemban peran tersebut. Ellsworth et al. 1997 menyebutkan adanya beberapa persyaratan untuk mencapai keberhasilan dalam suatu program yang melibatkan masyarakat pesisir, yaitu: 1 Adanya dukungan publik 2 Memiliki kelayakan secara ekonomi 3 Secara ilmiah dapat dipertahankan berdasarkan rencana pengelolaan lingkungan yang komprehensif 251 4 Didasarkan pada informasi yang akurat dan dapat diakses serta informasi ekosistem yang dapat dimengerti. Untuk itu Pemerintah Kanada melalui Departemen Lingkungannya menyediakan beberapa perangkat tools yang dapat digunakan oleh penduduk untuk berperan serta Ellsworth et al. 1997, yaitu: 1 Panduan perencanaan pesisir berbasis masyarakat 2 Profil lingkungan penduduk 3 Aplikasi GIS berbasis komunitas 4 Hasil identifikasi dan evaluasi opsi-opsi remedial 5 Buku pegangan tentang ekonomi lingkungan 6 Electronic network-linking initiatives 7 Akses pada pertukaran limbah dan network lainnya. Jika diperhitungkan sejak mulai dikenalnya program pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu ICZM = integrated coastal zone management sekitar tahun 1992, maka di Indonesia minimal di beberapa daerah yang sudah lama melakukan kajian potensi sumberdaya peisisir dan lautan seharusnya sudah mampu untuk melaksanakannya secara penuh. Daerah-daerah tersebut antara lain: DKI Jakarta, Bali, Pulau Lombok, Batam, dll. Hambatan utama sulitnya implementasi ICZM di Indonesia adalah lemahnya koordinasi perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan, ego sektoral, serta penegakan hukum yang belum sempurna. Selain itu, pola pikir aparat pemerintah dan masyarakat yang terpaku pada sistem keproyekan juga menyebabkan kurang berhasilnya aspek keberlanjutan suatu program pembangunan; padahal sebagaimana dinyatakan oleh Pickave et al. 2004, ICZM secara umum dikenal sebagai perangkat yang paling efektif untuk menggabungkan suatu upaya konservasi dengan pemanfaatan berkelanjutan suatu sumberdaya pesisir dan lautan dalam suatu perencanaan wilayah pesisir. Belajar dari berbagai pengalaman yang terjadi selama ini, maka keterpaduan pengelolaan kegiatan perikanan sangat perlu dilakukan di Indonesia. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari pengelolaan perikanan terpadu ini antara lain: 252 1 Tercapainya efisiensi waktu pengadaan bahan baku baik berupa peralatan untuk kegiatan penangkapan dan budidaya ikan, maupun untuk kegiatan pasca panen; 2 Tercapainya efisiensi pemasaran bahan baku dan produk yang dihasilkan oleh kegiatan industri pasca panen; 3 Pengelolaan limbah yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan perikanan tersebut lebih mudah karena keterbatasan kawasan yang dikelola serta pengelolaan limbah dapat dilakukan secara terpadu; 4 Kemudahan memperoleh tanaga kerja yang berpengetahuan dalam bidang perikanan; 5 Karena kawasan industri perikanan terpadu ini dapat dibangun terpisah dari kawasan pemukiman penduduk sekitarnya, maka keamanan lingkungan lebih mudah untuk ditanggulangi, baik secara swakarsa maupun dengan memanfaatkan tenaga keamanan resmi pihak kepolisian. Selain dari berbagai keuntungan yang dapat diperoleh, beberapa kerugian juga mungkin timbul dengan dilakukannya keterpaduan pengelolaan perikanan ini, seperti: 1 Jika terjadi malapetaka di suatu bagiankawasan, kemungkinan bagian yang lain pun akan terkena dampaknya seperti polusi lingkungan, banjir, kebakaran, dll.; 2 Aspek sosial politik akan cepat menjalar dari satu bagian ke bagian lainnya seperti pemogokan karyawan, dll.; Dalam suatu kawasan pesisir, keterpaduan kegiatan perikanan terdiri dari berbagai komponen, seperti: 1 Sumberdaya alam, yang mencakup sumberdaya perairan ketersediaan berbagai jenis ikan dalam jarak yang terjangkau secara fisik dan ekonomi dan sumberdaya lahan untuk lokasi kegiatan perikanan terpadu dan lokasi budidaya ikan; 2 Perikanan tangkap, yang mencakup unit-unit pelabuhan perikanan, perbekalan alat tangkap, bahan bakar, bahan makanan, berbagai peralatan pembantu, dll., perbengkelan galangan kapal dan bengkel mesin, , dll.; 253 3 Pasca panen, yang mencakup unit-unit penanganan dan pengolahan ikan, pabrik es, cold storage, perbekalan {alat penanganan dan pengolahan, bahan bakar, bahan tambahan makanan, perbengkelan bengkel mesin pengolahan, berbagai peralatan pembantu, dll.}, laboratorium analisis mutu bahan baku dan produk yang dihasilkan; 4 Budidaya, yang mencakup unit-unit pembenihan hatchery, pembesaran, pakan, instalasi pengatur air kelimpahan dan kualitas, laboratorium analisis penyakit ikan dan baku mutu air, dll.; 5 Perkantoran, yang mencakup unit-unit pemasaran, promosi, keamanan, kesyahbandaran, dll. 6 Prasarana dan sarana transportasi; 7 Prasarana dan sarana tenaga listrik dan air serta BBM; 8 Masyarakat sekitar, sebagai sumber tenaga kerja baik bagi kegiatan penangkapan, budidaya, dan pasca panen serta pemasaran. 254 Sebagaimana tercantum dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kabupaten Tangerang Dinas Tata Ruang dan Bangunan 2001, penetapan Dadap sebagai daerah wisata yang mencakup aktivitas: 1 wisata keluarga: 1 waterfront , meliputi dermaga nelayan, tempat pelelangan ikan, pasar ikan, dan pasar sayur 2 daerah komersial, meliputi restoran, penginapan, play ground dan tempat olah raga terbuka, taman-taman, serta tempat parkir. 2 Wisata lahan pertanian dan tambak 3 Pembenahan kegiatan-kegiatan hiburan 4 Pembukaan gerbang tol Jakarta-Cengkareng ke arah Dadap 5 Perbaikan jalur jalan 6 Pengadaan air bersih 7 Pengadaan jaringan infrastruktur Disamping rencana-rencana sektor pariwisata tersebut di atas, kebijakan sektor perhubungan Dinas Tata Ruang dan Bangunan 2001 adalah: 1 Pembangunan fasilitas pergudangan di Kecamatan Kosambi dan pelabuhan peti kemas di sekitar muara Kali Perancis; 2 Membangun Dermaga Wisata Bahari di kawasan Wisata Tanjung Pasir. Sektor perikanan dan kelautan juga mempunyai beberapa rencana di kawasan pantura tersebut, yakni: 1 Relokasi kawasan pertambakan dari Kecamatan Kosambi, Teluk Naga, dan Paku Haji, ke Kecamatan Mauk dan Kronjo; 2 Membangun TPI dan pelabuhan nelayan di muara Kali Perancis. Sesuai dengan hasil analisis ketergantungan daerah perikanan dan kenyataan di lapangan sejak tahun 1997 sampai saat ini, maka diusulkan untuk dilakukan revisi terhadap Rencana-rencana Induk Dinas Pariwisata, Dinas Perhubungan, dan Dinas Perikanan, dengan alasan untuk meningkatkan efisiensi aktivitas perikanan di kawasan Dadap-Kamal Muara, maka semua aktivitas 255 perikanan yang berlangsung di TPI Dadap perlu dipindahkan ke TPI Kamal Muara. Alasan utama pemindahan aktivitas perikanan ini adalah: 1 Jarak kedua TPI ini terlalu dekat, yaitu hanya 700 m lewat laut; 2 TPI Dadap sudah tidak aktif lagi sejak Ketua KUD Mina Bahari meninggal tahun 1997; 3 Kali Perancis sudah sangat dangkal sehingga kapal ikan hanya dapat masuk pada saat laut pasang; 4 Adanya rencana pembangunan kawasan wisata Pantai Mutiara, darmaga Kapal Riset Baruna Jaya, kapal pesiar yacht, dan kapal peti kemas; 5 Alih fungsi TPI Dadap menjadi pelabuhan yang mengkoordinasikan kapal penelitian Baruna Jaya, kapal peti kemas, kapal pesiar, kapal angkutan ke dan dari Kepulauan Seribu, serta perahu-perahu nelayan yang berubah fungsi menjadi perahu untuk wisata air. Pembangunan kembali TPI Kamal Muara harus mencakup berbagai fasilitas prasarana dan sarana pelabuhan perikanan. Secara lengkap fasilitas yang pelu dibangun dapat dilihat pada Tabel 5.27. Dari Tabel 5.27 tersebut tampak bahwa untuk mencapai kondisi ideal yang diinginkan, kegiatan pembangunan di kedua TPI tersebut juga perlu dikoordinasikan dengan baik oleh para perencana pembangunan dari kedua Pemda terkait Pemkot Jakarta Utara dengan Pemda Kabupaten Tangerang. Hal ini untuk mencegah terjadinya pemborosan sumberdaya akibat pembangunan prasarana dan sarana yang tumpang tindih dan tidak perlu dilakukan di areal yang secara fungsional kurang diperlukan. Selain itu, suatu kerjasama yang saling melengkapi dalam hal penyediaan prasarana dan sarana pembangunan di kawasan tersebut akan memberikan keuntungan optimal bagi kedua belah pihak. Konsep pembangunan kawasan pesisir terpadu benar-benar harus diterapkan di kawasan perbatasan ini, dengan mengedepankan prinsip saling mendapat keuntungan win-win solution. Tidak perlu dikembangkan suatu kegiatan yang sama di kedua kawasan perbatasan tersebut tetapi yang lebih baik adalah kegiatan yang saling mendukung dan saling mengisi. Tabel 5.27. Daftar fasilitas pelabuhan yang perlu dibangun di TPI Dadap dan TPI Kamal Muara setelah rencana penataan. 256 No FASILITAS DIMENSI TPI Dadap TPI Kamal Muara 1 Kapasitas awal - 15 motor tempel 2. Beban sekarang jumlah unit kapal 5 GT = 55 unit 5-7 GT = 227 unit 7-20 = 6 unit 10 GT = 1.097 5-10 GT= 21 unit 3. Kapasitas yang direncanakan Dapat menampung Kapal Riset Baruna Jaya 300 GT, kapal peti kemas, dan kapal pesiar 500 kapal ikan dengan rata-rata bobot 50 GT. 4. Pengerukan kolam pelabuhan dan jalur pelayaran kedalaman minimal 7 m kedalaman minimal 5 m 5. Pembangunan darmaga sandar 176 m 2 176 m 2 Pembangunan kolam pelabuhan 24.000 m 2 24.000 m 2 6. Tempat pelelangan ikan - 1.375 m 2 7. Tempat penanganan ikan - 1.375 m 2 8. Tempat pengecerpengolah ikan - 340 m 2 9. Pembangunan pabrik es - 1 unit, kap, 4.000 balok per 24 jam 10. Pembangunan cold storage - 1 unit, kap. 1.250 ton 11. Pembangunan SPBU 1 unit, kap. 40 ton per hari 1 unit, kap. 40 ton per hari 12. Bengkeldok 1 unit 5.400 m 2 13. Gudang alat perikanan 1 unit 5 unit 14. Pujaseri 24 unit 24 unit 15. Pos jaga 2 unit 1 unit Dalam dunia nyata, koordinasi pembangunan tidaklah semudah apa yang ditulis para ahli. Ego sektoral, tambahan penghasilan, kebanggaan diri dan kelompok berkaitan dengan prestasi kerja sangat mempengaruhi mulus tidaknya suatu koordinasi. Di Indonesia, agak sulit untuk mendapatkan suatu perencanaan terpadu yang benar-benar mulus. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut: 1 Setiap kegiatan di unit kerja pemerintah baik pusat maupun daerah selalu diharapkan akan mendapatkan tambahan penghasilan bagi orang-orang yang terlibat didalamnya. Oleh karena itu, KKN korupsi, kolusi, dan nepotisme, termasuk juga gratifikasi sulit diberantas; 257 2 Moral pegawai yang lebih mengedapankan kepentingan pribadi dan kelompoknya dibandingkan dengan hasil akhir yang harus dicapai dari kegiatan tersebut. Hal ini mengakibatkan kualitas pekerjaan yang dilakukan sangat rendah, karena mengharapkan kegiatan yang sama diwaktu yang akan datang; 3 Sanksi hukum yang belum benar-benar ditegakkan secara adil dan merata tidak melakukan tebang pilih. Hal ini terjadi karena juga aparat hukum dan aparat keamanan belum benar-benar bekerja bersih; 4 Keteladanan pimpinan yang berkaitan dengan hidup jujur, sederhana, dan bersih, masih belum umum dan kurang diekspose oleh media massa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, beberapa hal dapat dilakukan antara lain: 1 Menaikan gaji pegawai sampai pada tingkat dimana pegawai pada semua tingkatan tidak lagi memikirkan untuk mencari tambahan penghasilan untuk mencukupi kebutuhan primer termasuk biaya pemeliharaan kesehatan dan pendidikan anak; 2 Setiap pekerjaan dan tugas yang dilakukan di kantor adalah suatu kewajiban bagi pegawai tersebut dan tidak akan mendapatkan tambahan penghasilan. Dia bertanggungjawab terhadap aspek adminstrasi dan kualitas pekerjaan tersebut. 3 Penghargaan pemerintah kepada pegawai harus didasarkan pada kejujuran dan prestasi kerja yang berlandaskan kelestarian lingkungan, tidak hanya didasarkan pada nilai uang semata; 4 Pemerintah harus menerapkan sanksi hukum secara adil dan merata. Beberapa kegiatan pembangunan yang dapat dikerjasamakan diantara Pemkot Jakarta Utara dengan Pemda Kabupaten Tangerang antara lain dapat dilihat pada Tabel 5.28. Tabel 5.28 Beberapa kegiatan pembangunan yang berkaitan dengan perikanan yang dapat dikerjasamakan diantara Pemkot Jakarta Utara dengan Pemda Kabupaten Tangerang di kawasan Dadap-Kamal Muara No AKTIVITAS PEMDA KAB. TANGERANG PEMKOT JAKARTA UTARA 258 1. Perikanan • Instalasi air bersih • pabrik es • mesin penghancur es • coldstorage • memfungsikan gudang untuk produk-produk perikanan • mengganti fungsi TPI Dadap menjadi pelabuhan wisata pantai dan laut • pengerukan dasar Kali Perancis secara reguler • Melakukan penataan lokasi budidaya kerang hijau • Pembangunan fasilitas PPI Kamal Muara • perumahan nelayan • bengkel mesin dan dock • tempat perbaikan alat tangkap • rumah sakit • pengerukan dasar Kali Kamal secara reguler 259 Lanjutan Tabel 5.28 No AKTIVITAS PEMDA KAB. TANGERANG PEMKOT JAKARTA UTARA 2. Wisata laut • Pendidikan pemandu wisata • menyediakan perahu untuk kegiatan wisata • rumah makan restoran seafood • wismahotel untuk wisatawan • toko peralatan wisata laut • Penyiapan objek wisata laut • sarana keselamatan wisata laut • menyiapkan objek wisata mangrove, 3. Prasarana dan Sarana penangkapan Galangan kapal kayu dan fiber glass, Toko peralatan tangkap, SPBU khusus 4. Kawasan konservasi • melakukan koordinasi dengan kecamatan lain yang memiliki kawasan konservasi yang memungkinkan untuk menjadi objek wisata alam: Pulau Cangkir Kec. Kronjo, Tanjung Kait Kec. Sukajadi, Tanjung Burung dan Tanjung Pasir Kec. Teluk Naga, ArukanMuara dan Salembaran Jati Kec. Kosambi. • Menyiapkan kawasan mangrove sebagai daerah konservasi • memelihara areal- areal konservasi laut

5.4 Manajemen kawasan sekitar