40 1. kalangan investor, yaitu pelaku usaha penyedia dana untuk membiayai
berbagai kepentingan, seperti perbankan, usaha leasing, tengkulak penyedia dana lainnya, dan sebagainya.
2. produsen, yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang danatau jasa dari barang-barang danatau jasa-jasa lain bahan baku,
bahan tambahanpenolong, dan bahan-bahan lainnya. Mereka dapat terdiri atas orang badan usaha berkaitan dengan pangan, orangusaha yang
berkaitan dengan pembuat pembuatan perumahan, orangusaha yang berkaitan dengan jasa angkutan, perasuransian, perbankan, orangusaha
yang berkaitan dengan obat-obatan, kesehatan, narkotika, dan sebagainya. 3. Distibutor, yaitu pelaku usaha yang mendistribusikan atau
memperdagangkan barang danatau jasa tersebut kepada masyarakat, seperti pedagang secara retail, pedagang kaki lima, warung, toko,
supermarket, hypermarket, rumah sakit, klinik, warung dokter, usaha angkutan darat, laut udara, kantor pengacara dan sebagainya.
C. Asas dan Tujuan Dalam Hukum Perlindungan Konsumen.
Asas perlindungan konsumen terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 2 dimana berbunyi “Perlindungan konsumen berasaskan
manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum”.Dimana yang dimaksud dengan asas-asas diatas adalah :
35
1. Asas manfaat
35
Wibowo Tunardi, Asas dan Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen,http:www. Tunardy.comasas-dan-tujuan-hukum-perlindungan-konsumen.. diakses pada tanggal 12 Januari
2011.
Universitas Sumatera Utara
41 Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak
lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya. 2. Asas keadilan
Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini
konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
3. Asas keseimbangan Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta
pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang danatau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Kelima asas yang disebutkan yang disebutkan dalam Pasal tersebut, bila diperhatikan substansinya, dapat dibagi menjadi 3 tiga asas yaitu :
Universitas Sumatera Utara
42 1. asas kemanfaatan yang didalamnya meliputi asas keamanan dan
keselamatan konsumen, 2. asas keadilan yang didalamnya meliputi asas keseimbangan, dan
3. asas kepastian hukum. Gustav Radbruch menyebut keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum
sebagai “tiga ide dasar hukum” atau “tiga nilai dasar hukum”,
36
yang berarti dapat dipersamakan dengan asas hukum. Di antara ketiga asas tersebut yang sering
menjadi sorotan utama adalah masalah keadilan, dimana Friedman menyebutkan bahwa : “In terms of law, justice will be judged as how law treats people and how
it distributes its benefits and cost,” dan dalam hubungan ini Friedman juga menyatakan bahwa “every function of law, general or specific, is allocative”.
37
Sebagai asas hukum, dengan sendirinya menempatkan asas ini yang menjadi rujukan pertama baik dalam pengaturan perUndang-Undangan maupun dalam
berbagai aktivitas yang berhubungan dengan gerakan perlindungan konsumen oleh semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum juga oleh banyak jurist menyebut sebagai tujuan hukum. Persoalannya, sebagai tujuan hukum, baik
Radbruch maupun Achmad Ali mengatakan adanya kesulitan dalam mewujudkan secara bersamaan. Achmad Ali mengatakan, kalau dikatakan tujuan hukum
sekaligus mewujudkan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum, apakah hal itu tidak menimbulkan masalah? Dalam kenyataan sering antara tujuan yang satu
36
Gustav Radbruch, Legal Philosophy, in The legal Philosophies of Lask, Radbruch, and Dabin, Translated by Kurt Wilk, Harvard University Press, Massachusetts, 1950, hal. 107. Lihat
juga Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Jakarta, Chandra Pratama, 1996, hal. 95.
37
Peter Mahmud Marzuki, The Need for the Indonesian Economic Legal Framework, dalam Jurnal Hukum Ekonomi, Edisi IX, Agustus, 1997, hal. 28.
Universitas Sumatera Utara
43 dan lainnya terjadi benturan. Dicontohkannya, dalam kasus hukum tertentu bila
hakim menginginkan putusannya “adil” menurut persepsinya, maka akibatnya sering merugikan kemanfaatan bagi masyarakat luas, demikian pula sebaliknya.
38
Dalam hubungan ini, Radbruch mengajarkan :
39
“bahwa kita harus menggunakan asas prioritas dimana prioritas pertama selalu jatuh pada keadilan, baru kemanfaatan, dan terakhir kepastian
hukum.” Achmad Ali tidak dapat menyetujui sepenuhnya pendapat Radbruch tersebut,
sebagaimana dikatakannya :
40
“Penulis sendiri sependapat untuk menganut asas prioritas, tetapi tidak dengan telah menetapkan urutan prioritas seperti apa yang diajarkan Radbruch, yakni
berturut-turut keadilan dulu baru kemanfaatan barulah terkhir kepastian hukum. Penulis sendiri menganggap hal yang lebih realistis jika menganut asas prioritas
yang kasuistis. Yang penulis maksudkan, ketiga tujuan hukum kita diprioritaskan sesuai kasus yang kita hadapi, sehingga pada kasus A mungkin prioritasnya pada
kemanfaatan, sedang untuk kasus B prioritasnya pada kepastian hukum.” Dengan demikian dapat dikatakan bahwa melalui asas prioritas yang kasuistis,
tujuan hukum untuk mencapai keadilan, kemanfaatan, atau kepastian hukum semua tergantung dari kondisi yang ada atau dihadapi di dalam setiap kasus.
Asas keseimbangan yang dikelompokkan ke dalam asas keadilan, mengingat hakikat keseimbangan yang dimaksud adalah juga keadilan bagi
kepentingan masing-masing pihak, yaitu konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah. Kepentingan pemerintah dalam hubungan ini tidak dapat dilihat
dalam hubungan transaksi dagang secara langsung menyertai pelaku usaha dan konsumen. Kepentingan pemerintah dalam rangka mewakili kepentingan publik
38
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Jakarta: Chandra Pratama, 1996, hal. 95-96.
39
Ibid., hal. 96.
40
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
44 yang kehadirannya tidak secara langsung di antara para pihak tetap melalui
berbagai pembatasan dalam bentuk kebijakan yang dituangkan dalam berbagai peraturan perUndang-Undangan.
Keseimbangan perlindungan antara pelaku usaha dan konsumen menampakkan fungsi hukum yang menurut Rescoe Pound sebagai sarana
pengendalian hidup bermasyarakat dengan menyeimbangkan kepentingan- kepentingan yang ada dalam masyarakat atau dengan kata lain sebagai sarana
control social.
41
Keseimbangan perlindungan hukum terhadap pelaku usaha dan konsumen tidak terlepas dari adanya pengaturan tentang hubungan-hubungan hukum yang
terjadi antara para pihak. Secara umum hubungan-hubungan hukum baik yang bersifat publik maupun privat dilandaskan pada prinsip-prinsip atau asas
kebebasan, persamaan dan solidaritas. Dengan prinsip atau asas kebebasan, subyek hukum bebas melakukan apa yang diinginkannya dengan dibatasi oleh
keinginan orang lain dan memelihara akan ketertiban social. Dengan prinsip atau asas kesamaan, setiap individu mempunyai kedudukan yang sama di dalam
hukum untuk melaksanakan dan meneguhkan hak-haknya. Dalam hal ini hukum memberikan perlakuan yang sama terhadap individu. Sedangkan prinsip atau asas
solidaritas sebenarnya merupakan sisi balik dari asas kebebasan. Apabila dalam prinsip atau asas kebebasan yang menonjol adalah hak, maka di dalam prinsip
atau asas solidaritas yang menonjol adalah kewajiban, dan seakan-akan setiap individu sepakat untuk tetap mempertahankan kehidupan bermasyarakat yang
41
Edgar Bodenheimer, Jurisprudence, The Method and Philosophy of Law, Harvard Universitas, Cambridge, 1962, hal. 11., dikutip dari; Peter Mahmud Marzuki, Pembaharuan
Hukum Ekonomi Indonesia, Universitas Airlangga, Surabaya, tanpa tahun, hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
45 merupakan modus survival bagi manusia. Melalui prinsip atau asas solidaritas
dikembangkan kemungkinan Negara mencampuri urusan yang sebenarnya bersifat privat dengan alasan tetap terpeliharanya kehidupan bersama.
42
Dalam hubungan inilah kepentingan pemerintah sebagaimana dimaksudkan dalam asas
keseimbangan di atas, yang sekaligus sebagai karakteristik dari apa yang dikenal dalam kajian hukum ekonomi.
Sejak masuknya paham welfare state, Negara telah ikut campur dalam perekonomian rakyatnya melalui berbagai kebijakan yang terwujud dalam bentuk
peraturan perUndang-Undangan, termasuk dalam hubungan kontraktual antara pelaku usaha dan konsumen. Pengaturan hal-hal tertentu yang berkaitan dengan
masuknya paham Negara modern melalui welfare state, kita tidak menemukan lagi pengurusan kepentingan ekonomi oleh rakyat tanpa melibatkan pemerintah
sebagai lembaga eksekutif bertanggung jawab memajukan kesejahteraan rakyatnya yang diwujudkan dalam suatu pembangunan nasional. Campur tangan
Pemerintah di Indonesia sendiri dapat diketahui dari isi pembukaan dan Pasal 33 UUD1945, serta dalam GBHN dan dalam pelaksanaanya, termasuk Undang-
Undang Perlindungan Konsumen. Dalam Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen secara jelas dapat diketahui bahwa perlindungan konsumen
diselenggarakan dalam rangka pembangunan nasional, yang menjadi tanggung jawab pemerintah.
Menyangkut asas keamanan dan keselamatan konsumen yang dikelompokkan ke dalam asas manfaat oleh karena keamanan dan keselamatan
42
J. H. P. Bellefroid, Inleiding tot de Rechtswetwenschap in Nederland, Dekker Van de Vegt, Utrecht-Nederland, 1952, hal. 13, dikutip dari; Peter Mahmud Marzuki, Eksistensi Hukum
Ekonomi, Makalah, Universitas Airlangga Surabaya, tanpa tahun, hal. 3-4.
Universitas Sumatera Utara
46 konsumen itu sendiri merupakan bagian dari manfaat penyelenggaraan
perlindungan yang diberikan kepada konsumen di samping kepentingan pelaku usaha secara keseluruhan.
Memperhatikan uraian tentang asas-asas Hukum Perlindungan Konsumen tersebut, demikian pula hubungannya dengan substansi Pasal 1 angka 1 dalam bab
sebelumnya, maka tidak dapat diragukan bidang hukum ini berada dalam lingkup kajian hukum ekonomi. Hukum ekonomi yang dimaksud, mengakomodasi dua
aspek hukum sekaligus yaitu aspek hukum publik dan aspek hukum privat perdata, dalam hubungan ini, maka hukum ekonomi mengandung berbagai asas
hukum yang bersumber dari kedua aspek hukum dimaksud. Di dalamnya mengandung nilai-nilai untuk melindungi berbagai aspek kehidupan kemanusiaan
di dalam kegiatan ekonomi. Asas-asas hukum publik antara lain; asas keseimbangan kepentingan, asas pengawasan publik, dan asas campur tangan
negara terhadap kegiatan ekonomi. Sedangkan asas-asas hukum yang bersumber dari hukum perdata dan atau hukum dagang yaitu khusus mengenai hubungan
hukum para pihak di dalam suatu kegiatan atau perjanjian tertentu atau perbuatan hukum tertentu dimana harus menhormati “hak dan kepentingan pihak lain”.
43
Oleh karena hukum ekonomi mempersoalkan hubungan antara hukum dan kegiatan-kegiatan ekonomi, maka asas lain yang juga patut mendapat perhatian
adalah asas-asas yang berlaku dalam aspek kegiatan ekonomi tersebut. Dalam kegiatan ekonomi yang sangat terkenal yaitu upaya mendapatkan keuntungan
yang sebesar-besarnya dengan biaya yang sekecil-kecilnya. Berangkat dari hal ini,
43
Sri Redjeki Hartono, menyongsong Sistem Hukum Ekonomi yang Berwawasan Asas Keseimbangan, dalam Kapita Selekta Hukum Ekonomi, Bandung, Mandar Maju, 2000, hal. 71-
72.
Universitas Sumatera Utara
47 maka dalam hukum ekonomi juga berlaku asas “maksimalisasi” dan “efisiensi”.
Melalui asas ini suatu aturan yang hendak diambil diterapkan harus mempertimbangkan sesuatu yang lebih menguntungkan secara maksimal bagi
semua pihak, demikian pula harus menghindari suatu prosedur yang panjang dalam rangka efisiensi waktu, biaya, dan tenaga.
Asas-asas hukum Perlindungan Konsumen yang dikelompokkan dalam 3 kelompok diatas yaitu asas keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Dalam
hukum ekonomi keadilan disejajarkan dengan asas keseimbangan, kemanfaatan disejajarkan dengan asas maksimalisasi, dan kepastian hukum disejajarkan dengan
asas efisiensi. Asas kepastian hukum yang disejajarkan dengan asas efisiensi karena menurut Himawan bahwa : “Hukum yang berwibawa berarti hukum yang
efisien, di bawah naungan mana seseorang dapat melaksanakan hak-haknya tanpa ketakutan dan melaksanakan kewajibannya tanpa penyimpangan.”
44
Hukum Perlindungan konsumen memiliki tujuan yang diantaranya adalah :
45
1. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
2. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang danatau jasa;
3. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
44
Himawan, Ch., Pendekatan Ekonomi terhadap Hukum Sebagai Sarana Pengembalian Wibawa Hukum, dalam Majalah Hukum dan Pembangunan. No. 5. tahun XXI, Oktober 1991,
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Hal. 435.
45
Ahmad Miru Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen,Ed. 1-4, Jakarta. PT. Grafindo Persada, 2007, hal. 33-34.
Universitas Sumatera Utara
48 4. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
5. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab
dalam berusaha; 6. meningkatkan kualitas barang danatau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang danatau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini, merupakan isi pembangunan nasional sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 sebelumnya,
karena tujuan perlindungan konsumen yang ada itu merupakan sasaran akhir yang harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan di bidang hukum perlindungan
konsumen. Achmad Ali mengatakan masing-masing Undang-Undang memiliki
tujuan khusus.
46
Hal itu juga tampak dari pengaturan Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yang mengatur tujuan khusus perlindungan konsumen,
sekaligus membedakan dengan tujuan umum sebagaimana dikemukakan berkenaan dengan ketentuan Pasal 2 di atas.
Keenam tujuan khusus perlindungan konsumen yang disebutkan di atas bila dikelompokkan ke dalam tiga tujuan hukum secara umum, maka tujuan
hukum untuk mendapatkan keadilan terlihat dalam rumusan huruf c, dan huruf e.
46
Ibid, hal. 34.
Universitas Sumatera Utara
49 sementara tujuan untuk memberikan kemanfaatan dapat terlihat dalam rumusan
huruf a, dan b, termasuk huruf c, dan d, serta huruf f. Terakhir tujuan khusus diarahkan untuk tujuan kepastian hukum terlihat dalam rumusan huruf d.
Pengelompokan ini tidak berlaku mutlak, oleh karena seperti yang dapata kita lihat dalam rumusan pada huruf a sampai dengan huruf f terdapat tujuan yang
dapat dikualifikasi sebagai tujuan ganda. Kesulitan memenuhi ketiga tujuan hukum umum sekaligus sebagaimana
dikemukakan sebelumnya, menjadikan sejumlah tujuan khusus dalam huruf a sampai dengan huruf f dari Pasal 3 tersebut hanya dapat tercapai secara maksimal,
apabila didukung oleh keseluruhan subsistem perlindungan yang diatur dalam Undang-Undang ini, tanpa mengabaikan fasilitas penunjang dan kondisi
masyarakat. Unsur masyarakat sebagaimana dikemukakan berhubungan dengan persoalan kesadaran hukum dan ketaatan hukum, yang seterusnya menetukan
efektivitas Undang-Undang Perlindungan Konsumen, sebagaimana dikemukakan oleh Achmad Ali bahwa kesadaran hukum, ketaatan hukum, dan efektivitas
perundang-undangan adalah tiga unsur yang saling berhubungan.
47
D. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen di Indonesia