Perkembangan Perlindungan Konsumen di Indonesia

29

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DI INDONESIA.

A. Perkembangan Perlindungan Konsumen di Indonesia

Kepentingan-kepentingan konsumen telah lama menjadi perhatian, yang secara tegas telah dikemukakan pada tahun 1962 oleh Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy yang menyampaikan pesan di depan Kongres tentang pentingnya kedudukan konsumen di dalam masyarakat. 23 Peristiwa berikutnya yang merupakan perhatian atas kepentingan konsumen, secara tegas telah ditetapkan dalam putusan Sidang Umum PBB pada sidang ke-106 tanggal 9 April 1985. Resolusi PBB tentang Perlindungan Konsumen Resolusi 39248 telah menegaskan enam kepentingan konsumen, yaitu sebagai berikut. 24 1. Perlindungan konsumen dari bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya. 2. Promosi dan perlindungan pada kepentingan ekonomi konsumen. 3. Tersedianya informasi yang mencukupi sehingga memungkinkan dilakukannya pilihan sesuai kehendak. 4. Pendidikan konsumen. 5. Tersedianya cara-cara ganti rugi yang efektif. 23 Mariam Darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahan Bandung : Alumni, 1981 hal. 47. 24 Az. Nasution “Sekilas Hukum Perlindungan Konsumen”, Majalah Hukum dan Pembangunan, Fakultas Hukum UI, No. 6 tahun ke XVI, Desember 1986. hal. 57. Universitas Sumatera Utara 30 6. Kebebasan membentuk organisasi konsumen dan diberinya kesempatan kepada mereka untuk menyatakan pendapat sejak saat proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kepentingan konsumen. Pada masa kini, kecenderungan untuk memperluas ruang lingkup Hukum Perlindungan Konsumen telah dilakukan oleh The Economic Law Procurement System Project ELIPS, yang mengemukakan 9 materi rumusan hukum perlindungan konsumen, yakni : 25 1. Ketidaksetaraan dalam kekuatan tawar-menawar; 2. Kebebasan berkontrak versus keadilan dalam berkontrak; 3. Persyaratan untuk memberikan informasi kepada konsumen, yang meliputi hukum pengumuman yang umum dan hukum tentang keuangan; 4. Peraturan tentang perilakutindakan penjual, yang meliputi petunjuk, arahan yang salah dan kelicikan dalam perdagangan; 5. Peraturan tentang mutu produk, yang meliputi garansi dan keamanan produk; 6. Akses terhadap kredit pelaporan, kredit, nondiskriminasi; 7. Batas-batas hak mengakhiri masa jaminan; 8. Peraturan tentang harga; 9. Pembetulan; Gerakan perlindungan konsumen internasional juga telah memiliki wadah yang cukup berwibawa, yang disebut Internasional Organization of Consumers Unions 25 Ibid, hal. 11. Universitas Sumatera Utara 31 IOCU. Setiap tanggal 15 Maret organisasi ini menjadikan sebagai hari Hak Konsumen sedunia. 26 Untuk menjamin dan melindungi kepentingan konsumen atas produk- produk barang yang dibeli, sebelum Undang-Undang Perlindungan Konsumen lahir, peraturan perUndang-Undangan yang mengaturnya adalah sebagai berikut : 27 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata, Kitab Undang- Undang Hukum Dagang KUHD yang merupakan produk peninggalan penjajahan Belanda, tetapi telah menjadi pedoman dalam menyelesaiakan kasus-kasus untuk melindungi konsumen yang mengalami kerugian atas cacatnya barang yang dibelinya. 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang. Penerbitan Undang-Undang ini dimaksudkan untuk menguasai dan mengatur barang-barang apapun yang diperdagangkan di Indonesia. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1964 tentang Standar Industri. Peraturan Pemerintah ini merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961. Salah satu tujuan dari standar itu adalah meningkatkan mutu dan hasil industri. 4. Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 81MKSK21974 tentang Pengesahan Standar Cara-Cara Analisis dan Syarat-Syarat Mutu Bahan Baku dan Hasil Industri. 26 Imelda Martinelli, “Tiga Isu Penting Dalam Transaksi Konsumen”, Era Hukum No. 11Th 31997, hal.66. 27 Sutedi, op cit, hal. 4-5. Universitas Sumatera Utara 32 Di Indonesia masalah perlindungan konsumen baru mulai terdengar pada tahun 1970-an. Ini terutama ditandai dengan lahirnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI bulan Mei 1973. Secara teoritis , pada awalnya Yayasan ini berkaitan dengan rasa mawas diri terhadap promosi untuk memperlancar barang-barang dalam negeri. Atas desakan suara-suara dari masyarakat, kegiatan promosi ini harus diimbangi dengan langkah-langkah pengawasan, agar masyarakat tidak dirugikan dan kualitasnya terjamin. Adanya keinginan dan desakan masyarakat untuk melindungi dirinya dari barang yang rendah mutunya telah memacu untuk memikirkan secara sungguh-sungguh usaha untuk melindungi konsumen ini, dan mulailah gerakan untuk merealisasikan cita- cita itu. Ketika itu, gagasan perlindungan konsumen disampaikan secara luas kepada masyarakat melalui berbagai kegiatan advokasi konsumen, seperti pendidikan, penelitian, pengujian, pengaduan, dan publikasi media konsumen. Ketika YLKI berdiri, kondisi politik Indonesia masih dibayang-bayangi dengan kampanye penggunaan produk dalam negeri. Namun, seiring perkembangan waktu, gerakan perlindungan konsumen seperti yang dilakukan YLKI dilakukan melalui koridor resmi, yaitu bagaimana memberikan bantuan hukum kepada masyarakat atau konsumen. Setelah itu , sejak dekade 1980-an, gerakan atau perjuangan untuk mewujudkan sebuah Undang-Undang tentang perlindungan konsumen UUPK dilakukan selama bertahun-tahun. Pada masa Orde Baru, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat DPR tidak memiliki greget besar untuk mewujudkannya Universitas Sumatera Utara 33 karena terbukti pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen RUUPK selalu ditunda. Baru pada era reformasi, keinginan terwujudnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen bisa terpenuhi. Pada masa pemerintahan BJ. Habibie, tepatnya pada tanggal 20 April 1999, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen disahkan secara resmi menjadi Undang- Undang Perlindungan Konsumen. Dengan adanya UUPK, jaminan atas perlindungan hak-hak konsumen di Indonesia diharapkan bisa terpenuhi dengan baik. Masalah perlindungan konsumen kemudian ditempatkan dalam koridor suatu sistem hukum perlindungan konsumen, yang merupakan bagian dari sistem hukum nasional. Untuk hadirnya suatu Undang-Undnag tentang Perlindungan Konsumen yang terdiri atas 15 bab dan 65 Pasal, ternyata dibutuhkan waktu tidak kurang dari 25 tahun sejak gagasan awal tentang Undang-Undang ini dikumandangkantahun 1975 sampai dengan tahun 2000. Tak dapat disangkal, sebagai hasil kerja buatan manusia, terdapat beberapa hal yang kurang lengkap atau kurang sempurna dari Undang-Undang ini selanjutnya merupakan tugas Badan Perlindungan Konsumen Nasional BPKN. Sekalipun demikian, ia merupakan suatu kebutuhan seluruh rakyat Indonesia yang kesemuanya adalah konsumen pemakai, pengguna danatau pemanfaat barang danatau jasa konsumen. Apalagi pikiran globalisasi telah melanda dunia. Keternukaan pasar saat ini dan kedudukan konsumen yang Universitas Sumatera Utara 34 lebih lemah dibanding dengan pelaku usaha, maka kebutuhan perlindungan konsumen tersebut merupakan suatu “conditio sine qua non” 28 . 29 Dalam penjelasan Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa peranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya, sebab perlindungan konsumen dapat mendorong iklim berusaha yang sehat, serta lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang danatau jasa yang berkualitas. Dalam aktivitas kegiatan usaha, kepentingan-kepentingan konsumen itu lahir karena adanya peranan konsumen yang telah memberikan sumbangan besar kepada pengusaha sebagai penyedia dan produk. Konsumen juga telah memberikan sumbangan besar kepada pelaku usaha dari barang –barang dan jasa yang dibelinya, yang merupakan pihak yang menentukan dalam pemupukan modal yang diperlukan oleh pengusaha untuk mengembangkan usahanya, dan pada akhirnya konsumen menjadi penentu dalam menggerakkan roda perekonomian. Hukum perlindungan konsumen sangat berpengaruh dalam era globalisasi yang kehidupan masyarakatnya semakin maju baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun teknologi. Dalam setiap kemajuan tersebut terdapat berbagai permasalahan yang beraneka ragam dan kompleks. Mengingat sedemikian 28 “Setiap fakta atau peristiwa merupakan suatu hal yang tidak dapat ditiadakan tanpa meniadakan kerugian itu sendiri, sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa tanpa kenyataanfakta termaksud, kerugian tidak akan terjadi”, sumber Hukum Asuransi Perusahaan Asuransi, Sri Rejeki Hartono, Sinar Grafika, Jakarta, 1997,http:kamushukum.com., diakses pada tanggal 16 Januari 2011. 29 Ibid, hal. 6. Universitas Sumatera Utara 35 kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan konsumen di dalam masyarakat maka dilakukanlah berbagai upaya hukum guna memberikan solusi dalam setiap permasalahan tersebut,oeh karena itu dibuatlah hukum perlindungan konsumen. Pelanggan merupakan konsumen dari jasa pelayanan telekomunikasi, perlindungan konsumen baginya merupakan suatu tuntutan yang tidak boleh diabaikan begitu saja. Dalam dunia komunikasi, pihak pelanggan merupakan unsur yang sangat berperan sekali, mati hidupnya dunia komunikasi bersandar pada kepercayaan dari pihak masyarakat atau pelanggan. 30 Kegiatan penyediaan produk oleh pengusaha dan penggunaan produk oleh konsumen, dalam berbagai kemungkinan bentuk hukumnya , dijalankan oleh subjek hukum pengusaha, baik swasta maupun Badan Usaha Milik Negara BUMN, dan subjek hukum konsumen. Hubungan hukum tersebut tentu saja harus diatur oleh peraturan perUndang-Undangan agar konsumen dapat dilindungi hak-hak dan kepentingannya. Untuk menarik minat konsumen dalam membeli produknya, para penyedia layanan provider telekomunikasi membuat berbagai cara dan strategi demi terpenuhinya target produksi dari perusahaan, yang juga memberikan keuntungan yang signifikan agar dapat menguasai pasar. Dengan berdasar hal tersebut, para provider telekomunikasi menjadi lebih profit oriented dalam menjalankan bisnisnya dan mulai menerobos etika maupun koridor-koridor periklanan. Iklan sudah berkembang dari aktifitas bisnis kecil-kecilan hingga didominasi bisnis raksasa, ketika pendapatan iklan telah mencapai 100 milyar dolar, atau 2 30 Indah Suri Oliviarni “Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap pelanggan Sambungan Telekomunikasi di PT. Telkom Riau Daratan.” http:www.researchgate.net, di akses pada tanggal 10 Mei 2011. Universitas Sumatera Utara 36 persen dari produk nasional bruto AS, eksekutif periklanan yang terdahulu, melihat kembali pada praktik-praktik mereka dan mengakui bahwa satu-satunya nilai riil dari profesi adalah menimbun uang. 31 Di Indonesia, dalam kuartal pertama tahun 2009, pembelanjaan iklan telah mencapai ratusan milyar. Sector industri telekomunikasi, tercatat menghabiskan uang sebanyak Rp.253 miliar untuk belanja iklan di media televisi pada kuartal tahun 2009. Hal tersebut mencerminkan bahwa, iklan merupakan sebuah pengeluaran yang sangat besar bagi para perusahaan demi mencari keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Keluhan terhadap layanan telekomunikasi menduduki peringkat tertinggi untuk tahun 2010, disusul disusul industri perbankan, perumahan, listrik dan transportasi. Ini harus menjadi perhatian karena per tahun, peringkat keluhan terhadap jasa layanan telekomunikasi terus meningkat yaitu, keenam di 2008, keempat di 2009 dan pertama di 2010. Menkominfo sendiri pernah memberikan langkah-langkah untuk menjadi “Konsumen Telkom Yang Cerdas”, jika terjadi gangguan layanan telekomunikasi adalah: 1. Menghubungi layanan konsumen operator yang digunakan dengan berbagai saluran yang disediakan. 2. Jika keluhan belum terlayani, pengguna bisa menghubungi lembaga konsumen seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI, dan lainnya, untuk mengadvokasi keluhan tersebut. 31 Val E. Limburg, Electronic Media Etics- Etika Media Elektronik, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008, hal. 217. Universitas Sumatera Utara 37 3. Jika masih belum puas, tidak ada larangan untuk menuliskannya ke media massa, sosial media, atau media lainnya sebagai pengingat. 4. Hubungi layanan pengaduan yang dimiliki oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia BRTI, baik melalui situs resmi mereka, SMS melalui nomor telepon 08158930000, atau melalui email ke pengaduanbrti.or.id. Sejatinya di negara ini, konsumen telekomunikasi belum mendapatkan perlindungan yang optimal atas penggunaan jasa layanan telekomunikasi. Beberapa regulasi yang ada tidak serta merta menguatkan implementasi di lapangan tentang penegakan hukum yang berlaku. Konsumen atau pelanggan selama ini masih dijadikan obyek bukan subyek.

B. Pengertian dan Cakupan Hukum Perlindungan Konsumen.