Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

58

BAB III TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN

MENURUT UU NO. 8 TAHUN 1999 tentang PERLINDUNGAN KONSUMEN.

A. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Produsen atau dikenal sebagai Pelaku Usaha memiliki hak dan kewajiban, demikian pula pembeli sebagai konsumen juga memiliki hak dan kewajiban yang dapat kita lihat dalam Undang-Undang nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen UUPK. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK yaitu: 1. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang danatau jasa yang diperdagangkan, maksudnya bahwa kedua belah pihak dalam menjual dan membeli barang danatau jasa tidak merasa dirugikan karena nilai tukar untuk mendapatkan barang tersebut sesuai dengan kondisi yang diterimanya. 2. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik, maksudnya bahwa pelaku usaha dapat menuntut konsumen secara hukum jika konsumen tersebut bermaksud merugikan atau meniru terhadap barang danatau jasa yang telah beredar dalam lingkungan masyarakat. Universitas Sumatera Utara 59 3. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen, maksudnya bahwa jika terjadi selisih paham antara konsumen dan pelaku usaha maka dapat diselesaikan dengan ketentuan yang telah diatur dalam perjanjian yang telah disepakati. 4. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang danatau jasa yang diperdagangkan, maksudnya bahwa jika terjadi kesalahan atau ketidak cocokan konsumen dalam menggunakan barang danatau jasa karena tidak diikuti dengan petunjuk yang telah diberikan dengan kata lain bahwa barang danatau jasa tidak bermasalah maka pelaku usaha berhak mendapatkan pemulihan nama baik terhadap barang atau jasa. 5. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perUndang-Undangan lainnya, maksudnya bahwa pelaku usaha dalam mengeluarkan produk harus sesuai dengan ketentuan ketentuan yang ditetapkan oleh instansi terkait atau yang berwenang dalam menetapkan aturan terhadap barang danatau jasa yang akan diterima dalam lingkungan masyarakat. Hak pelaku usaha untuk menerima pembayaran sesuai kondisi dan nilai tukar barang danatau jasa yang diperdagangkan, menunjukkan bahwa pelaku usaha tidak dapat menuntut lebih banyak jika kondisi barang danatau jasa yang diberikannya kepada konsumen tidak atau kurang memadai menurut harga yang berlaku pada umumnya atas barang danatau jasa yang sama. Dalam praktek yang biasa terjadi, suatu barang danatau jasa yang kualitasnya lebih rendah daripada Universitas Sumatera Utara 60 barang yang serupa, maka para pihak menyepakati harga yang lebih murah. Dengan demikian yang dipentingkan dalam hal ini adalah harga yang wajar. Menyangkut hak pelaku usaha yang tersebut pada huruf b, c, dan d, sesungguhnya merupakan hak-hak yang lebih banyak berhubungan dengan pihak aparat pemerintah danatau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen pengadilan dalam tugasnya melakukan penyelesaian sengketa. Melalui hak-hak tersebut diharapkan perlindungan konsumen secara berlebihan hingga mengabaikan kepentingan pelaku usaha dapat dihindari. Satu-satunya yang berhubungan dengan kewajiban konsumen atas hak-hak pelaku usaha yang disebutkan pada huruf b, c, dan d tersebut adalah kewajiban konsumen mengikuti upaya penyelesaian sengketa sebagaimana diuraikan sebelumnya. Selain hak, pelaku usaha juga mempunyai kewajiban yang diatur di dalam Pasal 7 UUPK, yaitu : 1. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, maksudnya bahwa pelaku usaha dalam mengeluarkan produk barang danatau jasa tidak bertujuan mengeruk keuntungan tinggi tanpa mempertimbangkan nilai jual yang sesungguhnya. 2. memberi informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan, maksudnya bahwa pelaku usaha dalam memberikan penjelasan terhadap produk barang danatau jasa sebaiknya mudah dimengerti dan dipahami oleh masyarakat awam sekalipun. Universitas Sumatera Utara 61 3. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, maksudnya bahwa pelaku usaha tidak ada perbedaan dalam memberikan informasi atau layanan kepada konsumen atau tanpa ada perlakuan khusus terhadap pelanggan baru ataupun pelanggan lama dalam menyampaikan informasi terhadap barang yang dikeluarkan oleh pelaku usaha. 4. menjamin mutu barang danatau jasa yang diproduksi danatau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standard mutu barang danatau jasa yang berlaku, maksudnya bahwa pelaku usaha dalam membuat produk barang danatau jasa harus sesuai dengan standard mutu yang ditetapkan oleh lembaga konsumen yang disesuaikan terhadap produk barang danatau jasa yang dihasilkan. 5. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, danatau mencoba barang danatau jasa tertentu serta memberi jaminan danatau garansi atas barang yang dibuat danatau yang diperdagangkan, maksudnya bahwa pelaku usaha memberi kesempatan kepada konsumen untuk mencoba setiap produk yang akan dijadikan hak milik tanpa harus membeli secara langsung sebelum melihat kualitas dari produk barangjasa. 6. memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan, maksudnya bahwa pelaku usaha berhak memberikan ganti rugi kepada konsumen jika barang danatau jasa yang digunakan akibat kesalahan atau kegagalan produk tersebut. Universitas Sumatera Utara 62 7. memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian apabila barang danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian, maksudnya bahwa pelaku usaha berhak untuk memberikan nilai lebih terutama dalam memberikan ganti rugi kepada konsumen jika barang yang dibelinya tidak sesuai dengan kesepakatan yang dibuat. Kewajiban pelaku usaha beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan tentang iktikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat 3 BW, bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Sedangkan Arrest H. R. di negeri Belanda memberikan peranan tertinggi terhadap iktikad baik dalam tahap pra perjanjian, bahkan kesesatan ditempatkan di bawah asas iktikad baik, bukan lagi pada teori kehendak. Begitu pentingnya iktikad baik tersebut, sehingga dalam perundingan-perundingan atau perjanjian antara para pihak, kedua belah pihak akan berhadapan dalam suatu hubungan hukum khusus yang dikuasai oleh iktikad baik dan hubungan khusus ini membawa akibat lebih lanjut bahwa kedua belah pihak itu harus bertindak dengan mengingat kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain. Bagi masing-masing calon pihak dalam perjanjian terhadap suatu kewajiban mengadakan penyelidikan dalam batas-batas yang wajar terhadap pihak lawan sebelum menandatangani kontrak, atau masing-masing pihak harus menaruh perhatian yang cukup dalam menutup kontrak yang berkaitan dengan iktikad baik. 51 51 J. M. Van Dunne dan van der Burght, Gr, Perbuatan Melawan Hukum, Dewan Kerja Sama Ilmu Hukum Belanda Dengan Indonesia, Proyek Hukum Perdata, Ujungpandang, 1988., hal. 15. Universitas Sumatera Utara 63 Di Jerman, Mahkamah Agung mempertimbangkan bahwa apabila ditetapkan syarat-syarat umum mengenai perjanjian maka kebebasan berkontrak dianggap ada sejauh kebebasan ini mengenai isi perjanjian menurut ukurannya sendiri, yaitu berdasarkan itikad baik dengan kewajiban untuk memperhatikan kepentingan-kepentingan pihak lawan dalam perjanjian pada awal penyusunan syarat-syarat perjanjian itu. Apabila satu pihak hanya mengajukan kepentingan- kepentingan sendiri, maka ia menyalahgunakan kebebasan dalam membuat perjanjian. 52 Kedua keputusan tersebut menunjukkan bahwa iktikad baik menguasai para pihak pada periode pra perjanjian, yaitu dengan memperhatikan kepentingan- kepentingan yang wajar dari pihak lain. Putusan Pengadilan Inggris yang menyatakan bahwa apabila orang memiliki pengetahuan khusus ahli memberikan keterangan kepada pihak lain dengan maksud mempengaruhi pihak lain supaya menutup perjanjian dengannya, maka dia wajib untuk berhati-hati bahwa keterangan-keterangannya adalah benar dan dapat dipercaya, 53 juga terkait dengan iktikad baik. Asas sikap berhati-hati tersebut merupakan perkembangan asas iktikad baik. Berdasarkan asas sikap hati-hati dalam perjanjian tersebut dapat disimpulkan adanya beberapa kewajiban seperti kewajiban meneliti, kewajiban untuk memberi keterangan, kewajiban untuk membatasi kerugian, kewajiban untuk membantu perubahan-perubahan dalam pelaksanaan perjanjian, kewajiban untuk menjauhkan diri dari persaingan, kewajiban untuk memelihara mesin-mesin yang dipakai dan 52 Ibid., hal. 15-16. 53 Ibid., hal. 17. Universitas Sumatera Utara 64 sebagainya. Rumusan tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan hubungannya dengan kewajiban berhati-hati di luar perjanjian serta untuk mencegah kesalahpahaman tentangpengertian iktikad baik. 54 Tentang kewajiban kedua pelaku usaha yaitu memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan, disebabkan karena informasi disamping merupakan hak konsumen, juga karena ketiadaan informasi atau informasi yang tidak memadai dari pelaku usaha merupakan salah satu jenis cacat produk cacat informasi, yang akan sangat merugikan konsumen. Pentingnya penyampaian informasi yang benar terhadap konsumen mengenai suatu produk, agar konsumen tidak salah terhadap gambaran mengenai suatu produk tertentu. Penyampaian informasi terhadap konsumen tersebut dapat berupa representasi, peringatan, maupun yang berupa instruksi. 55

B. Tanggung Jawab Pelaku Usaha