Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional tidak dapat dipisahkan dengan pembangunan daerah, karena Negara Indonesia terdiri dari beberapa provinsi, kabupaten kota serta bagian daerah yang lebih kecil. Pembangunan daerah merupakan penjabaran dari pembangunan nasional dalam upaya untuk mencapai sasaran pembangunan sesuai dengan potensi, aspirasi, serta permasalahan pembangunan di daerah. MP Todaro 2006 mengatakan ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa, yaitu 1. Akumulasi modal, termasuk semua investasi baru dalam tanah, peralatan fisik, dan sumber daya manusia melalui perbaikan di bidang kesehatan, pendidikan, dan ketrampilan kerja. 2. Pertumbuhan penduduk yang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan angkatan kerja. 3. Kemajuan teknologi, yang secara luas, diterjemahkan sebagai cara baru untuk menyelesaikan pekerjaan. Berdasarkan ketiga faktor diatas dapat disimpulkan bahwa sumber kemajuan ekonomi bisa meliputi berbagai macam faktor, akan tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa sumber-sumber utama bagi pertumbuhan ekonomi adalah adanya investasi-investasi yang mampu memperbaiki kualitas modal atau sumber daya manusia dan fisik, yang selanjutnya berhasil meningkatkan kuantitas sumber daya produktif dan yang bisa menaikkan produktivitas seluruh sumber daya melalui penemuan-penemuan baru, inovasi dan kemajuan teknologi. Pembangunan dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu berlangsung sistemik. Beberapa daerah mencapai pertumbuhan cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. Daerah-daerah tersebut tidak mengalami kemajuan yang sama disebabkan oleh karena kurangnya sumber-sumber yang dimiliki, adanya kecenderungan peranan modal investor commit to user 2 memilih daerah perkotaan atau daerah yang telah memiliki fasilitas seperti prasarana perhubungan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, perbankan, asuransi, juga tenaga kerja yang trampil di samping itu adanya ketimpangan redistribusi pembagian pendapatan dari Pemerintah Pusat kepada daerah. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat maka diperlukan pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan distribusi pendapatan yang lebih merata. Masalah pertumbuhan ekonomi disuatu daerah tergantung kepada banyak faktor seperti salah satunya adalah kebijakan pemerintah itu sendiri, ini harus dikenali dan diidentifikasi secara tepat supaya faktor tersebut dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi. Selama periode 2006-2009 Kabupaten Boyolali mempunyai pertumbuhan rata-rata sebesar 4,37 menurut harga konstan, sedangkan target pertumbuhan di Boyolali 5, jadi pertumbuhan Kabupaten Boyolali masih berada di bawah target pertumbuhannya walaupun demikian pertumbuhannya sudah menunjukkan trend menaik positif. Pertumbuhan ekonomi dari tahun 2006-2009 mengalami kenaikan tetapi sedikit mengalami penurunan pada tahun 2007 yaitu sebesar 0,11 dan 2008 sebesar 0,04. Lebih jelasnya, tentang pertumbuhan ekonomi Kabupaten Boyolali tahun 2006 -2009 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Menurut Harga Konstan Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2009 Tahun dasar 2000 = 100 Tahun PDRB .000 Pertumbuhan 2006 3.601.225.198 4,19 2007 3.748.102.113 4,08 2008 3.899.372.585 4,04 2009 4.100.520.261 5,16 Rata-rata 3.837.305.039 4,37 Sumber : BPS Boyolali diolah 2009 Tahun 2006 nilai PDRB Kabupaten Boyolali menurut harga konstan adalah sebesar Rp. 3.601.225.198 juta atau meningkat sebesar 4,19 . Tahun 2007 nilai commit to user 3 PDRB Kabupaten Boyolali menurut harga konstan juga mengalami pertambahan menjadi sebesar Rp3.748.102,113 juta atau menurun sebesar 0,11 yaitu menjadi 4,08. Kemudian pada tahun 2008 nilai PDRB Kabupaten Boyolali menurut harga konstan adalah sebesar Rp. 3 899.372,585 juta atau turun sebesar 0,04 . Tahun 2009 nilai PDRB Kabupaten Boyolali menurut harga konstan yaitu Rp 4.100.520.261 juta atau mengalami pertumbuhan sebesar 5,16. Meier dan Rauch 2000 mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses untuk meningkatkan pendapatan perkapita riil dalam periode jangka panjang, dengan syarat sejumlah orang yang hidup dibawah garis kemiskinan mutlak tidak naik, dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana Pemerintah Daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk kemitraan antara Pemerintah Daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut. Oleh karena itu agar pembangunan ekonomi yang dijalankan dapat mengakomodasikan persoalan- persoalan yang dihadapi daerah dengan efektif dan efisien maka strategi pembangunan yang dilaksanakan harus mengacu pada karakteristik yang dimiliki daerah terutama menyangkut bagaimana mendayagunakan potensi sumber daya manusia, sumber-sumber fisik serta kelembagaan lokal baik yang formal maupun non formal. Proses akumulasi dan mobilisasi sumber-sumber, berupa akumulasi modal, ketrampilan tenaga kerja, dan sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan pemicu dalam laju pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan. Adanya heterogenitas dan beragam karakteristik suatu wilayah menyebabkan kecenderungan terjadinya ketimpangan antardaerah dan antarsektor ekonomi suatu daerah. Ketimpangan daerah dalam konteks daerah ekonomi regional, adalah konsekuensi logis dari adanya proses pembangunan dan akan berubah sejalan dengan tingkat perubahan proses pembangunan itu sendiri Leny Noviani, 2009. Pola pembangunan dan tingkat ketimpangan dalam pembangunan yang ditemui di commit to user 4 beberapa daerah tidaklah sama. Ukuran yang digunakan untuk mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah Williamson Index, apabila ketimpangan semakin mendekati 1 berarti sangat timpang dan bila ketimpangan mendekati nol berarti sangat merata. Tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan sektoral terutama selalu terkonsentrasi pada daerah-daerah yang relatif lebih maju, sementara untuk daerah yang kurang berkembang tidak menjadi wilayah kegiatan. Perbedaan perlakuan inilah yang menyebabkan timbulnya kesenjangan pembangunan antar wilayah dimana daerah maju memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sedangkan wilayah yang terbelakang mengalami perlambatan. Adanya perbedaan pertumbuhan inilah yang memicu adanya kesenjangan pendapatan antar masyarakat. Sektor yang dominan andilnya dalam PDRB kabupaten Boyolali masih pada sektor pertanian, perdagangan dan industri. Sektor pertanian didukung oleh sub sektor pertanian pangan seperti padi, jagung, ubi kayu sedangkan sub sektor peternakan meliputi sapi potong, sapi perah dan kambing, tak kalah penting sebagai penyumbang PDRB terbesar kedua yaitu dari sektor perdagangan tapi dalam hal ini di Kabupaten Boyolali terjadi ketidakmerataan pembangunan seperti penyediaan fasilitas pasar. Sebagian besar kecamatan mengalami kelebihan ketersediaan dari kebutuhan standarnya tetapi didapati kecamatan yang sama sekali tidak memiliki pasar, seperti Kecamatan Selo, Musuk, Mojosongo, Teras, dan Nogosari. Kecamatan yang memiliki ketersediaan riil tertinggi yaitu Kecamatan Wonosegoro dan Karanggede yaitu 500 atau mempunyai lima kali lipat kebutuhan yang ada. Prosentase kesenjangan ketersediaan ini signifikan jika dibandingkan Kecamatan Selo, Musuk, Mojosongo, Teras, dan Nogosari. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2. Fasilitas Perdagangan Kabupaten Boyolali Tahun 2006 No Kecamatan Jumlah Penduduk Kebutuhan Pasar Standar Ketersedian Pasar riil Ketersediaan Pasar riil 1 Selo 26.777 1 2 Ampel 68.561 2 commit to user 5 3 Cepogo 51.722 2 4 200 4 Musuk 60.150 2 5 Boyolali 58.496 2 9 450 6 Mojosongo 51.026 2 7 Teras 44.866 1 8 Sawit 33.001 1 2 200 9 Banyudono 45.086 2 6 300 10 Sambi 48.572 2 11 Ngemplak 69.686 2 5 250 12 Nogosari 60.849 2 13 Simo 43.340 1 4 400 14 Karanggede 40.807 1 5 500 15 Klego 45.385 2 3 150 16 Andong 61.213 2 6 300 17 Kemusu 46.033 2 8 400 18 Wonosegoro 53.839 2 10 500 19 Juwangi 34.772 1 4 400 Sumber :Boyolali dalam Angka Tahun 2006, BPS diolah Keterangan : Ketersediaan riil = dar asarS KebutuhanP l anPasarRii Ketersedia tan X 100 Selain ketidakmerataan dalam pembangunan fasilitas pasar masih banyak lagi ketimpangan yang lain misalnya dalam penyediaan prasarana kesehatan berupa puskesmas juga praktek dokter, dalam hal kerapatan jaringan jalan juga banyak terjadi ketidakmerataan antar kecamatan. Masyarakat masih belum puas dengan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap masing-masing daerah. Hal ini tentu saja akan dapat menimbulkan gejolak bagi daerah yang tidak puas karena adanya ketimpangan tersebut. commit to user 6 Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dirumuskan judul penelitian sebagai berikut: ANALISIS STRUKTUR PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2006-2009.

B. Perumusan Masalah