Penyesuaian Diri Penderita Komplikasi Diabetes Mellitus Setelah Amputasi

e. Memiliki hubungan antar pribadi yang baik

Setiap orang pasti tidak ingin hidup sendiri, karena itu individu mencari kepuasan dengan berhubungan dengan orang lain dan menghabiskan banyak waktu bersama dengan orang lain. Tingkat keterlibatan setiap orang dengan orang lain bervariasi, dimulai dari orang-orang yang biasa dikenal seperti tetangga, teman. Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik menyukai dan menghormati orang lain serta memberikan kegembiraan dengan membuat orang lain nyaman dengan keberadaannya.

C. Penyesuaian Diri Penderita Komplikasi Diabetes Mellitus Setelah Amputasi

Diabetes merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering ditemukan pada abad ke 21 ini Tandra, 2007. Diabetes disebut juga dengan istilah diabetes mellitus. Diabetes mellitus merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif Johnson, 1998. Diabetes termasuk penyakit yang serius dan dapat menyerang siapa saja. Menurut Tandra 2007 siapa pun bisa terkena penyakit ini, kaya atau miskin, tua atau muda, pria atau wanita. Beberapa diantara penderita diabetes baru mengetahui sakit yang ia derita ketika ia sudah mengalami komplikasi. Universitas Sumatera Utara Ketidaktahuan ini disebabkan karena kebanyakan penyakit diabetes terus berlangsung tanpa keluhan sampai beberapa tahun dan disebabkan karena minimnya informasi yang diperoleh masyarakat tentang penyakit diabetes itu sendiri. Tandra 2007 mengemukakan bahwa selama bertahun-tahun penderita hidup dengan diabetes dan dapat memungkinkan munculnya berbagai kerusakan atau komplikasi pada penderitanya. Lebih rumit lagi diabetes tidak menyerang satu alat tubuh saja, tetapi dapat menyerang beberapa alat tubuh sekaligus dan dapat menyebabkan terjadinya komplikasi yang dapat diidap bersamaan dalam satu tubuh Ranakusuma, 1987. Diabetes merupakan suatu penyakit yang memiliki komplikasi menyebabkan terjadinya penyakit lain yang kronis. Salah satu komplikasinya adalah neuropathy kerusakan saraf. Tandra 2007 mengatakan bahwa neuropathy kerusakan saraf merupakan komplikasi diabetes yang paling sering terjadi. Hal ini biasanya terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. Apabila glukosa darah berhasil diturunkan menjadi normal, terkadang perbaikan saraf bisa terjadi. Namun bila dalam jangka yang lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi normal maka akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati diabetik diabetic neuropathy. Neuropati diabetik dapat mengakibatkan saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim atau terlambat Universitas Sumatera Utara kirim. Tergantung dari berat ringannya kerusakan saraf dan saraf mana yang terkena Tandra, 2007. Tandra 2007 menambahkan bahwa kerusakan saraf sensoris atau perasa yang paling berbahaya adalah rasa tebal di kaki. Hal ini dikarenakan tidak adanya rasa nyeri dan penderita tidak tahu bahwa ada infeksi. Misalnya, bila kaki terinjak benda tajam atau ukuran sepatu terlalu kecil dapat membuat penderita tidak bisa merasakan apa-apa. Mungkin ada goresan kecil, luka, atau bisa jadi infeksi. Itu sebabnya neuropati, terutama jika kaki terasa tebal, sangat berisiko mengakibatkan munculnya ulkus borok kaki, yang disebut neuropathic foot ulcer. Bila tidak diobati dengan baik, bisa timbul infeksi, yang lama kelamaan bisa menjalar ke tulang dan terjadi osteomielitis infeksi dan kerusakan tulang. Amputasi diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan pilihan terakhir manakala organ tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh penderita secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain. Amputasi yang sering terjadi adalah pada bagian kaki. Biasanya terjadi pada jari kaki, kaki bagian paha ke bawah, dan kaki bagian lutut ke bawah Hariwijaya Sutanto, 2007. Dapat dibayangkan sepasang kaki yang indah, yang berfungsi untuk berjalan, harus diamputasi. Bukan hanya estetika yang hilang, melainkan rasa percaya diri pun bisa terkubur karena tubuh sudah menjadi cacat. Frankl dalam Hasibuan, 2009 menyatakan bahwa menderita cacat sudah pasti menyebabkan stres dan menimbulkan perasaan-perasaan kecewa, tertekan, Universitas Sumatera Utara susah, sedih, cemas, marah, malu, terhina, rendah diri, putus asa, hampa, dan tidak bermakna serta penghayatan-penghayatan yang tidak menyenangkan lainnya. Seorang penderita diabetes yang telah diamputasi mengaku, kondisinya yang tidak bisa berjalan dan selalu menyusahkan orang membuatnya malu dan merasa tidak berguna, namun ia menyadari bahwa ia tidak boleh berlama-lama seperti ini. Ia sadar ia harus menerima kenyataan fisiknya, namun ia mengatakan bahwa semuanya membutuhkan waktu dalam Hasibuan, 2009. Semua penghayatan penderita diabetes setelah diamputasi di atas tentu saja bervariasi pengaruhnya pada individu yang satu dengan individu yang lainnya. Hal itu tergantung pada seberapa baik proses penyesuaian yang mereka lakukan. Penyesuaian diri merupakan proses yang akan terjadi ketika individu mengalami perubahan dalam kehidupannya, begitu juga dengan penderita diabetes yang mengalami cacat akibat suatu penyakit komplikasi diabetes. Penderita diabetes akan mengalami perubahan dalam hidupnya. Perubahan dalam kehidupan akan memunculkan berbagai masalah yang kalau tidak diselesaikan akan memunculkan keputusasaan dan krisis psikologis lainnya Holmes Holmes, dalam Irmayanti, 2008. Keputusasaan dan krisis psikologis yang dialami penderita komplikasi diabetes yang kakinya diamputasi akan menjadi suatu pengalaman hidup yang traumatis, sehingga akan membuat penderita diabetes melakukan penyesuaian diri terhadap pengalaman tersebut. Kubler-Ross dalam Santrock, 1997 menyatakan, dalam melakukan penyesuaian diri terhadap pengalaman hidup yang traumatis, individu akan melalui beberapa tahapan. Individu yang mengalami suatu Universitas Sumatera Utara pengalaman hidup yang traumatis, awalnya ia akan mengalami denial, yaitu suatu tahap yang di dalamnya individu secara sadar ataupun tidak, menolak realita yang ada. Tahap selanjutnya adalah anger, tahap yang didalamnya individu yang mengalami kemarahan terhadap fakta yang terjadi. Kemarahan ini dapat ditujukan kepada siapa saja, apakah dirinya sendiri, orang-orang sekitar yang dekat dengannya, dan bahkan Tuhan. Tahap selanjutnya adalah bargaining. Dimana pada tahap ini individu mencoba untuk melakukan tawar-menawar dan negosiasi untuk berkompromi dengan kenyataan. Selanjutnya individu akan mengalami tahap depression. Tahap ini ditandai dengan adanya kesedihan dan ketakutan yang mendalam, hadirnya perasaan akan adanya ketidakpastian, dan adanya penyesalan. Individu yang memasuki tahap ini sebenarnya sudah mulai menerima kenyataan yang ada, dan rasa sedih yang timbul sesungguhnya adalah usaha untuk memisahkan diri dari orang-orang yang dicintai. Tahap terakhir adalah acceptance. Tahap ini ditandai dengan adanya penerimaan terhadap kenyataan secara objektif. Menurut Schneiders 1964 penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustrasi, konflik-konflik serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada. Selama rentang kehidupan, manusia akan selalu mengalami perubahan. Penyesuaian diri yang efektif terukur dari seberapa baik seseorang mengatasi Universitas Sumatera Utara perubahan dalam hidupnya. Menurut Haber dan Runyon 1984, penyesuaian diri yang efektif adalah menerima keterbatasan-keterbatasan yang tidak bisa berubah dan secara aktif memodifikasi keterbatasan yang masih bisa diubah. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

A. Penelitian Kualitatif

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk menggali dan mendapatkan gambaran yang luas serta mendalam berkaitan dengan penyesuaian diri penderita komplikasi diabetes mellitus setelah amputasi. Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 2006 mendefinisikan metode penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini juga digunakan untuk menggambarkan dan menjawab pernyataan seputar subjek penelitian beserta konteksnya. Peneliti berharap dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, peneliti dapat mendapatkan gambaran mengenai apa saja fakor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri dan karakteristik penyesuaian diri penderita komplikasi diabetes mellitus setelah amputasi. Sejalan dengan definisi tersebut Kirk dan Miller dalam Moleong, 2006 mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia, baik dalam kawasannya maupun dalam istilahnya. Menurut Moleong 2006 penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara keseluruhan, dan dengan cara deskripsi Universitas Sumatera Utara