Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Peternak Sapi Potong Intensif dan Tradisional di Kecamatan Pantai Cermin dan Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Serdang Bedagai

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PETANI PETERNAK SAPI POTONG INTENSIF DAN TRADISIONAL DI KECAMATAN PANTAI CERMIN DAN KECAMATAN SERBA JADI KABUPATEN

SERDANG BEDAGAI

TESIS

Oleh

MUHAMMAD SAMIN

097039016/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PETANI PETERNAK SAPI POTONG INTENSIF DAN

TRADISIONAL DI KECAMATAN PANTAI CERMIN DAN KECAMATAN SERBA JADI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUHAMMAD SAMIN

097039016/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Peternak Sapi Potong Intensif dan Tradisional di Kecamatan Pantai Cermin dan Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Serdang Bedagai

Nama : Muhammad Samin

NIM : 097039016

Program Studi : Magister Agribisnis

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS Ketua

Sri Fajar Ayu, SP, MM,DBA Anggota

Ketua Program Studi, Dekan


(4)

Telah diuji dan dinyatakan

LULUS

di depan Tim Penguji pada

Kamis, 19 Januari 2012

Tim Penguji

Ketua

: Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS

Anggota

: 1. Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA

2. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS


(5)

LEMBARAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PETANI PETERNAK SAPI POTONG INTENSIF DAN TRADISIONAL DI KECAMATAN PANTAI CERMIN DAN KECAMATAN SERBA JADI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun

sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan

secara benar dan jelas.

Medan, Januari 2012

Yang membuat Pernyataan

Muhammad Samin NIM. 097039016/MAG


(6)

ABSTRAK

Muhammad Samin, NIM 097039016. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Peternak Sapi Potong Intensif dan Tradisional di Kecamatan Pantai Cermin dan Kecamatan Serba Jadi”. Dibimbing oleh :

Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS. dan Sri Fajar Ayu, SP, MM,DBA.

Pendapatan petani peternak secara intensif maupun tradisional sangat menentukan dalam analisis usaha ternak. Analisis usaha ternak sering digunakan untuk optimalisasi produksi sehingga dapat dilihat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Dalam peternakan secara intensif maupun tradisional faktor-faktor produksi lebih berhubungan dengan aspek sumber daya seperti tenaga kerja serta modal. Selain itu juga ada faktor-faktor lain seperti bibit dan pakan yang menunjang produksi. Semua faktor produksi akan berpengaruh pada pendapatan usaha petani ternak.

Tujuan penelitian dilakukan untuk menganalisis perbedaan pendapatan petani peternak sapi potong secara intensif dan secara tradisional; dan menganalisis pengaruh bibit, pakan dan tenaga kerja terhadap pendapatan petani peternak sapi potong di Kecamatan Pantai Cermin dan Serba Jadi Kabupaten Serdang Bedagai.

Metode penelitian dengan menggunakan analisis uji beda rata-rata.dan analisis regresi berganda. Variabel indenpenden yang diteliti biaya bibit, biaya pakan, dan biaya tenaga kerja. Variabel dependent adalah pendapatan peternak sapi potong. Sampel renponden yang digunakan sebanyak 60 orang yang terdiri dari 30 orang peternak sapi potong secara intensif dan 30 orang peternak sapi potong secara tradisional.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pendapatan petani peternak sapi potong secara intensif lebih tinggi dari pada petani peternak sapi potong secara tradisional. Dari hasil analisis regresi, dapat diketahui bahwa secara simultan faktor biaya bibit, biaya pakan, dan biaya tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani peternak sapi potong. Secara parsial factor biaya bibit dan biaya pakan yang berpengaruh nyata sedangkan biaya tenaga kerja tidak berpengaruh nyata. Faktor yang memiliki pengaruh yang lebih baik terhadap pendapatan petani peternak sapi potong tradisional adalah faktor biaya bibit sedangkan peternak sapi potong secara intensif adalah faktor biaya pakan.

Kata Kunci : pendapatan, peternak sapi potong intensif, peternak sapi potong Tradisional, biaya bibit, biaya pakan, biaya tenaga kerja


(7)

ABSTRACT

Muhammad Samin, NIM 097039016. "Analysis of Factors Affecting Beef Cattle Farmers Income Farmers in the District Traditional Intensive and Coastal Mirror and District Serba Jadi". Supervised by: Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS. and

Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA.

Incomes of farmers and traditional farmers intensely crucial in the analysis of livestock enterprises. Analysis of livestock enterprises is often used for optimization of production so that it can be efficient use of production factors. In intensive livestock production as well as more traditional factors relate to aspects of resources such as labor and capital. In addition there are also other factors such as seed and feed production support. All of these factors will affect the production of business income of livestock farmers

Purpose of the study was conducted to analyze differences in the income of farmers in intensive cattle ranchers and traditional, and analyze the influence of seed, feed and labor to the income of breeders of beef cattle farmers in the district of Coastal Mirror and Serba Jadi Bedagai Serdang.

Research methods using different test analysis of mean rata.dan multiple regression analysis. Variables studied indenpenden cost of seed, feed costs, and labor costs. Dependent variable is the income of breeders of beef cattle. Renponden samples are used as many as 60 people consisting of 30 people in intensive beef cattle farmers and cattle ranchers 30 people in traditional ways.

The study concludes that the incomes of farmers in intensive cattle ranchers higher than in beef cattle farmers are traditionally farmers. From the results of regression analysis, it is known that simultaneous factor cost of seed, feed costs, and labor costs significantly affect farmers' income breeders of beef cattle. Partial factor for the cost of seed and feed costs that significantly affect the cost of labor while no significant effect. Factors that have a better effect on the income of farmers traditional cattle ranchers is the cost factor, while the seeds of intensive beef cattle breeders are feed cost factor.

Keywords: income, intensive cattle ranchers, traditionally cattle ranchers, the cost of seed, feed costs, labor costs


(8)

RIWAYAT HIDUP

Muhammad Samin lahir di Medan, 07 Mei 1969, dari pasangan

Amiruddin Tarigan dengan (Almh) Zam-zam, dan merupakan anak ketiga dari

delapan bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Dasar tahun 1982 di SD Negeri 101740

Medan. Pada tahun 1985 menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat

Pertama pada SMP Swasta Pesantren Islam Indonesia, Medan dan tahun 1988

menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SPP SNAKMA

Muhammadiyah Medan. Kemudian pada tahun 2000 menyelesaikan Sarjana (S1)

di Universitas Panca Budi, Medan.

Tahun 2009 mengikuti pendidikan dalam bidang studi Magister Agribisnis


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat

rahmat dan hidayah-Nya tesis ini dapat terselesaikan. Tesis yang berjudul

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Peternak

Sapi Potong Intensif dan Tradisional di Kecamatan Pantai Cermin dan Kecamatan Serba Jadi” merupakan syarat dalam memperoleh gelar Magister

Sains pada Program Studi Magister Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara.

Tesis ini merupakan sebuah karya yang mendapat dukungan dan bantuan

dari berbagai pihak, oleh karena itu tidak lupa penyusun sampaikan ucapan terima

kasih yang tulus kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS., selaku Ketua

Komisi Pembimbing dan Ibu Sri Fajar Ayu, SP, MM.DBA., selaku Anggota

Komisi Pembimbing yang telah memberi saran, dukungan, pengetahuan dan

bimbingan kepada penyusun hingga tesis ini selesai.

Pada kesempatan ini penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara.

2. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS. selaku Ketua Program Studi Magister Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, sekaligus Dosen Penguji

yang telah memberikan masukan demi kesempurnaan Tesis ini.

3. Ir. Diana Chalil, MSi. PhD. selaku Sekretaris Program Studi Magister


(10)

4. Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec. selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan masukan demi kesempurnaan Tesis ini.

5. Seluruh Dosen Program Studi Magister Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara atas segala keikhlasannya dalam memberikan

ilmu pengetahuan dan pengalamannya.

6. Seluruh mahasiswa Magister Agribisnis Angkatan 2009 dan staf administrasi

atas keakrabannya, bantuan dan kerjasama yang telah diberikan selama ini.

7. Ayahanda Amiruddin Tarigan dan Ibunda (Almh) Zam-zam yang telah

membesarkan, mendidik dan membimbing penulis hingga dewasa.

8. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada isteri tercinta

Askamaini, SP. yang selama ini dengan penuh kesabaran telah memberi

dukungan dan semangat kepada penyusun..

Penyusun menyadari bahwa tesis yang dikerjakan ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan sehat, saran dan

masukan dari semua pihak. Akhir kata, semoga hasil penelitian ini dapat

bermanfaat bagi semua kalangan.

Medan, Februari 2012 Penulis


(11)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Penelitian Terdahulu ... 8

2.2. Landasan Teori ... 11

2.3. Kerangka Konseptual ... 17

2.4. Hipotesis Penelitian ... 18

III. METODE PENELITIAN ... 20

3.1. Metode Pemilihan Lokasi ... 20

3.2. Metode Penentuan Sampel ... 21

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 21

3.4. Metode Analisis Data ... 22

3.5. Definisi dan Batasan Operasional ... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Serdang Bedagai ... 28

4.2. Hasil penelitian ... 34

4.2.1. Karakteristik Responden Peternak Sapi Potong ... 34

4.2.2. Deskripsi Statistik Data Penelitian Peternak Sapi Potong Intensif dan Tradisional ... 37


(12)

4.2.4. Rata-rata Penerimaan, Pengeluaran dan Pendapatan .. 46

4.2.5. Uji Pendapatan Peternak Sapi Potong Secara Intensif dan Tradisional ... 47

4.2.6. Pengaruh Bibit, Pakan dan Tenaga Kerja terhadap Pendapatan ... 49

4.3. Pembahasan ... 62

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

5.1. Kesimpulan ... 67

5.2. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69


(13)

DAFTAR TABEL

No Judul Hal

1.1. Konsumsi Daging Perkapita Sumatera Utara Tahun

2002-2006 (Kg/KPT/Tahun) ……….. 2

3.1. Banyaknya Ternak Sapi Potong di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010 ………. 20

4.1 Luas Wilayah dan Rasio terhadap Luas Kabupaten Serdang Bedagai Menurut Kecamatan Tahun 2009 ………... 29

4.2 Banyaknya Penduduk per Kecamatan Menurut Jenis Kelamin Di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2009 ………... 30

4.3 Luas Wilayah, Jumlah penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan du Kabupaten Serdang Bedagai pada Tahun 2009 ……….. 31

4.4 Jumlah Populasi Ternak Sapi Potong di Kabupaten Serdang Bedagai ………. 32

4.5 Jumlah Populasi Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pantai Cermin Berdasarkan Desa Tahun 2010 ……… 33

4.6 Jumlah Populasi Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pantai Cermin Berdasarkan Desa Tahun 2010 ……… 34

4.7. Komposisi Umur Responden Peternak Sapi Potong ………… 35

4.8. Komposisi Tingkat pendidikan Responden Peternak Sapi Potong ………... 35

4.9 Komposisi Pengalaman Beternak Responden Peternak Sapi Potong ………... 36

4.10 Komposisi Jumlah Ternak Responden Peternak Sapi Potong………... 37 4.11. Deskriptif Statistik Biaya Bibit (Rp) ……… 38

4.12. Deskriptif Statistik Biaya Pakan (Rp) ………... 40

4.13. Deskriptif Statistik Biaya Tenaga Kerjat (Rp) ………. 41


(14)

4.15. Rata-rata Jumlah Pemakaian Tenaga Kerja per Tahun ………. 45

4.16. Rata-rata Jumlah Pembelian Ransum dan Konsentrat per

Tahun ……… 45

4.17. Rata-rata Pendapatan Total, Pengeluaran dan Pendapatan

Bersih Petani Peternak Sapi Potong Secara Intensif dan

Tradisional (Rp) ……… 46

4.18. Hasil Uji Beda Perhitungan Pendapatan Bersih Per Ekor

Peternak Sapi Potong Secara Intensif dan Peternak Sapi

Potong Secara Tradisional (Rp) ……… 47

4.19 Hasil Uji Multikolinearitas ………... 51

4.20 Hasil Analisis Regresi Berganda Peternak Sapi Potong

Intensif ……….. 53

4.21 Hasil Analisis Regresi Berganda Peternak Sapi Potong

Tradisional ……… 56

4.22. Hasil Analisis Regresi Berganda Peternak Sapi Potong


(15)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

2.1.

4.1.

4.2.

Kerangka Konseptual Penelitian ………...

Normal P-Plot of Regression Standardized Residual ………...

Grafik Scatterplots ……….

18

49


(16)

ABSTRAK

Muhammad Samin, NIM 097039016. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Peternak Sapi Potong Intensif dan Tradisional di Kecamatan Pantai Cermin dan Kecamatan Serba Jadi”. Dibimbing oleh :

Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS. dan Sri Fajar Ayu, SP, MM,DBA.

Pendapatan petani peternak secara intensif maupun tradisional sangat menentukan dalam analisis usaha ternak. Analisis usaha ternak sering digunakan untuk optimalisasi produksi sehingga dapat dilihat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Dalam peternakan secara intensif maupun tradisional faktor-faktor produksi lebih berhubungan dengan aspek sumber daya seperti tenaga kerja serta modal. Selain itu juga ada faktor-faktor lain seperti bibit dan pakan yang menunjang produksi. Semua faktor produksi akan berpengaruh pada pendapatan usaha petani ternak.

Tujuan penelitian dilakukan untuk menganalisis perbedaan pendapatan petani peternak sapi potong secara intensif dan secara tradisional; dan menganalisis pengaruh bibit, pakan dan tenaga kerja terhadap pendapatan petani peternak sapi potong di Kecamatan Pantai Cermin dan Serba Jadi Kabupaten Serdang Bedagai.

Metode penelitian dengan menggunakan analisis uji beda rata-rata.dan analisis regresi berganda. Variabel indenpenden yang diteliti biaya bibit, biaya pakan, dan biaya tenaga kerja. Variabel dependent adalah pendapatan peternak sapi potong. Sampel renponden yang digunakan sebanyak 60 orang yang terdiri dari 30 orang peternak sapi potong secara intensif dan 30 orang peternak sapi potong secara tradisional.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pendapatan petani peternak sapi potong secara intensif lebih tinggi dari pada petani peternak sapi potong secara tradisional. Dari hasil analisis regresi, dapat diketahui bahwa secara simultan faktor biaya bibit, biaya pakan, dan biaya tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani peternak sapi potong. Secara parsial factor biaya bibit dan biaya pakan yang berpengaruh nyata sedangkan biaya tenaga kerja tidak berpengaruh nyata. Faktor yang memiliki pengaruh yang lebih baik terhadap pendapatan petani peternak sapi potong tradisional adalah faktor biaya bibit sedangkan peternak sapi potong secara intensif adalah faktor biaya pakan.

Kata Kunci : pendapatan, peternak sapi potong intensif, peternak sapi potong Tradisional, biaya bibit, biaya pakan, biaya tenaga kerja


(17)

ABSTRACT

Muhammad Samin, NIM 097039016. "Analysis of Factors Affecting Beef Cattle Farmers Income Farmers in the District Traditional Intensive and Coastal Mirror and District Serba Jadi". Supervised by: Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS. and

Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA.

Incomes of farmers and traditional farmers intensely crucial in the analysis of livestock enterprises. Analysis of livestock enterprises is often used for optimization of production so that it can be efficient use of production factors. In intensive livestock production as well as more traditional factors relate to aspects of resources such as labor and capital. In addition there are also other factors such as seed and feed production support. All of these factors will affect the production of business income of livestock farmers

Purpose of the study was conducted to analyze differences in the income of farmers in intensive cattle ranchers and traditional, and analyze the influence of seed, feed and labor to the income of breeders of beef cattle farmers in the district of Coastal Mirror and Serba Jadi Bedagai Serdang.

Research methods using different test analysis of mean rata.dan multiple regression analysis. Variables studied indenpenden cost of seed, feed costs, and labor costs. Dependent variable is the income of breeders of beef cattle. Renponden samples are used as many as 60 people consisting of 30 people in intensive beef cattle farmers and cattle ranchers 30 people in traditional ways.

The study concludes that the incomes of farmers in intensive cattle ranchers higher than in beef cattle farmers are traditionally farmers. From the results of regression analysis, it is known that simultaneous factor cost of seed, feed costs, and labor costs significantly affect farmers' income breeders of beef cattle. Partial factor for the cost of seed and feed costs that significantly affect the cost of labor while no significant effect. Factors that have a better effect on the income of farmers traditional cattle ranchers is the cost factor, while the seeds of intensive beef cattle breeders are feed cost factor.

Keywords: income, intensive cattle ranchers, traditionally cattle ranchers, the cost of seed, feed costs, labor costs


(18)

I.

PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang

Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan

serta meratakan taraf hidup rakyat. Untuk mencapai tujuan tersebut, sub sektor

peternakan meletakkan salah satu prioritas utamanya pada pengembangan usaha

ternak sapi potong.

Peternakan di Indonesia sejak zaman kemerdekaan sampai saat ini sudah

semakin berkembang dan telah mencapai kemajuan yang cukup pesat.

Perkembangan ke arah komersial sudah ditata sejak puluhan tahun yang lalu,

bahkan pada saat ini peternakan di Indonesia sudah banyak yang berskala industri.

Apabila perkembangan ini tidak diimbangi dengan pengelolaan yang baik,

produksi ternak yang dihasilkan tidak akan sesuai dengan harapan, bahkan

peternak bisa mengalami kerugian.

Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan, namun

peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang

memadai. Pada tahun 2006, tingkat konsumsi daging sapi diperkirakan 399.660

ton, atau setara dengan 1,70−2 juta ekor sapi potong (Tempo, 2 008), sementara

produksi hanya 288.430 ton. Untuk mengantisipasinya, pemerintah melakukan

impor daging sapi dan sapi bakalan untuk digemukkan (Priyanti et al., 1998). Sapi

bakalan adalah bibit sapi untuk calon induk. Pemerintah memproyeksikan tingkat

konsumsi daging pada tahun 2010 sebesar 2,72kg/kapita/tahun sehingga

kebutuhan daging dalam negeri mencapai 654.400 ton dan rata-rata tingkat


(19)

Pemenuhan kebutuhan protein hewani yang tinggi dan kesadaran

masyarakat dalam pemenuhan gizi, ternyata telah meningkatkan permintaan akan

daging. Ada beberapa alternatif daging yang dapat memenuhi kebutuhan akan

protein hewani. Hal ini dapat dilihat dari jumlah konsumsi daging masyrakat

Sumatera Utara Per Kapita sebagai berikut:

Tabel 1.1. Konsumsi Daging Perkapita Sumatera Utara Tahun 2002-2006 (Kg/KPT/Tahun)

No Sumber Tahun

2002 2003 2004 2005 2006

1 Sapi Potong 0,58 0,58 0,58 0,81 0,82

2 Kerbau 0,59 0,6 0,56 0,56 0,57

3 Kuda 0 0 0,06 0,1 0,01

4 Kambing 0,21 0,21 0,17 0,23 0,19

5 Domba 0,06 0,06 0,06 0,06 0,09

6 Babi 1,56 1,6 2,31 2,05 2,2

7 Ayam Buras 2,1 2,11 2,15 1,97 1,78

8 Ayam Petelur 0,72 0,71 0,69 0,3 0,21

9 Ayam Pedaging 3,06 3,11 3,71 0,45 3,17

10 Itik 0,1 0,1 0,1 0,08 0,07

Jumlah 8,97 9,06 10,39 9,52 9,11

Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara, (2007)

Tabel 1.1. menunjukkan bahwa daging ayam pedaging, ayam buras dan babi merupakan jenis daging dengan jumlah konsumsi per Kapita terbesar. Secara umum konsumsi untuk semua jenis daging di propinsi Sumatera Utara setiap tahunnya meningkat. Peningkatan permintaan ini ternyata juga dapat diikuti oleh peningkatan jumlah produksi daging dari setiap jenis daging. Sehingga secara umum Sumatera Utara tidak pernah kekurangan daging. Keadaan ini menyebabkan angka impor daging sangat kecil, kecuali daging sapi potong. Menurut Dinas Peternakan Propinsi Sumatera Utara kita masih harus mengimpor daging sapi potong dari Australia sekitar 7790 ekor setiap tahunnya.


(20)

Populasi sapi potong pada tahun 2007 tercatat 11,366 juta ekor (Direktorat

Jenderal Peternakan, 2007). Laju peningkatan populasi sapi potong relatif lamban,

yaitu 4,23% pada tahun 2007 (Direktorat Jenderal Peternakan, 2007). Kondisi

tersebut menyebabkan sumbangan sapi potong terhadap produksi daging nasional

rendah (Mersyah, 2005) sehingga terjadi kesenjangan yang makin lebar antara

permintaan dan penawaran (Setiyono, 2007).

Usaha ternak sapi potong merupakan salah satu bagian kegiatan usahatani

yang banyak dilakukan oleh petani ternak di Kabupaten Serdang Bedagai.

Serdang Bedagai merupakan salah satu sentra produksi peternakan sapi potong di

Sumatera Utara. Usaha ternak sapi potong digolongkan memberikan peluang

agribisnis dan kesempatan kerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan

peternak dan juga sebagai tabungan bagi pemiliknya.

Kabupaten Serdang Bedagai merupakan daerah yang memiliki potensi

cukup besar untuk pengembangan agribisnis peternakan. Di kabupaten ini

pengembangan agribisnis peternakan sebenarnya dapat memberikan peluang

kerja, mulai dari penyediaan sarana produksi, produksi, pasca panen dan

pengolahan maupun pemasaran. Akan tetapi potensi yang dimiliki tersebut masih

sebagian kecil yang dapat dikembangkan karena keterbatasan yang dimiliki oleh

pelaku agribisnis peternakan baik keterbatasan ilmu, keterampilan, modal maupun

teknologi dan bisnis.

Pengembangan agribisnis peternakan di Kabupaten Serdang Bedagai

cukup tinggi namun belum dikembangkan secara optimal. Pengembangan yang


(21)

Pertumbuhan ternak sapi di Serdang Bedagai pada tahun 2007 mencapai

150% dibanding tahun 2006, yakni dari 10.542 ekor menjadi 25.316 ekor. Salah

satu kecamatan penghasil ternak sapi terbesar di Kabupaten Serdang Bedagai,

adalah Kecamatan Pantai Cermin. Pada tahun 2009 di Kecamatan Pantai Cermin

jumlah ternak sapi mencapai 5.221 ekor. Jumlah ini mengalami peningkatan

dibanding tahun 2008 sebanyak 2.743 ekor atau 100 %. Kecamatan lain yang

menghasilkan ternak sapi yang banyak adalah Kecamatan Serbajadi. Populasi

ternak sapi di Kecamatan Serbajadi pada tahun 2009 adalah sebanyak 1.445 ekor.

Jumlah ini mengalami peningkatan dibanding tahun 2008 yaitu sebanyak 1.100

ekor atau 31,36 %.

Pola pemeliharaan peternakan sapi potong biasanya dilakukan secara

tradisional dan intensif. Usaha secara tradisional dijalankan dengan ketrampilan

sederhana dan menggunakan bibit lokal dalam jumlah dan mutu yang relatif

terbatas. Sapi digembalakan di padang umum, di pinggir jalan dan sawah, di

pinggir sungai atau di tegalan sendiri. Usaha secara intensif dijalankan oleh

golongan ekonomi yang mempunyai kemampuan dalam segi modal, sarana

produksi dengan teknologi yang agak modern. Semua tenaga kerja dibayar dan

makanan ternak terutama dibeli dari luar dalam jumlah yang besar.

Pendapatan petani peternak secara intensif maupun tradisional sangat

menentukan dalam analisis usaha ternak. Analisis usaha ternak sering digunakan

untuk optimalisasi produksi sehingga dapat dilihat efisiensi penggunaan

faktor-faktor produksi. Faktor produksi peternakan secara intensif maupun tradisional

lebih berhubungan dengan aspek sumber daya seperti tenaga kerja serta modal.


(22)

manajemen yang menunjang produksi. Semua faktor produksi akan berpengaruh

pada pendapatan usaha petani ternak. Produksi yang terus meningkat ditentukan

oleh tersedianya teknologi maju yang lebih baik, penyediaan sarana dan

prasarana, perbaikan sistem pemasaran dan harga serta keuntungan usaha yang

lebih menarik.

Arifin (2004), mengemukakan bahwa agrobisnis berbasis peternakan

adalah salah satu fenomena yang tumbuh pesat ketika basis lahan menjadi

terbatas. Tuntutan sistem usaha tani terpadu pun menjadi semakin rasional seiring

dengan tuntutan efisiensi dan efektifitas penggunaan lahan, tenaga kerja, modal

dan faktor produksi lain yang amat terbatas.

Mengembangkan peternakan secara intensif atau tradisional merupakan

pilihan mengingat besarnya kontribusi daging sapi potong di dua kecamatan

tersebut terhadap permintaan daging sapi di Kabupaten Serdang Bedagai, maka

perlu adanya penelitian. Bagaimana pengaruh factor-faktor terhadap pendapatan

peternak. Bagaimana perbedaan pendapatan peternak secara tradisional dengan

intensif. Masalah ini belum dapat dipecahkan/belum diketahui. Dengan demikian

maka dalam penelitian ini akan dianalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

pendapatan petani peternak sapi potong tradisional dan intensif di Kecamatan


(23)

1.2.Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas diperoleh perumusan masalah, yaitu

sebagai berikut :

1. Bagaimana perbedaan pendapatan petani peternak sapi potong secara intensif

dan secara tradisional di Kecamatan Pantai Cermin dan Serba Jadi Kabupaten

Serdang Bedagai ?

2. Bagaimana pengaruh bibit, pakan, dan tenaga kerja terhadap pendapatan

petani peternak sapi potong di Kecamatan Pantai Cermin dan Serba Jadi

Kabupaten Serdang Bedagai ?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas diperoleh tujuan penelitian, yaitu

untuk :

1. Menganalisis perbedaan pendapatan petani peternak sapi potong secara

intensif dan secara tradisional di Kecamatan Pantai Cermin dan Serba Jadi

Kabupaten Serdang Bedagai ?

2. Menganalisis pengaruh bibit, pakan, dan tenaga kerja terhadap pendapatan

petani peternak sapi potong di Kecamatan Pantai Cermin dan Serba Jadi

Kabupaten Serdang Bedagai?

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat petani dan pihak swasta yang terlibat

langsung dalam peternakan sapi potong untuk dapat lebih baik dalam


(24)

2. Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang agribisnis.

Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat bagi para penelitian lain yang


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Parwati (2003) dalam penelitiannya Pendapatan dan Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Produksi Usaha Ternak Kambing dengan Laserpunktur. Penelitian

bertujuan untuk mengetahui perbedaan biaya produksi, pendapatan dan

pendapatan dari bisnis peternakan kambing dengan dan tanpa laserpunctur dan

factor-faktor produksi yang mempengaruhi peternakan kambing. Data primer

berasal dari 60 peternak kambing, 36 dari mereka menggunakan teknologi

laserpunctur, dan lainnya 24 tidak. Untuk menguji perbedaan antara responden

kedua kelompok digunakan statistik t-test. Pendapatan peternakan kambing

dipengaruhi oleh jumlah kambing, harga benih, penjualan benih, HMT,

konsentrat, umur induk kambing, upah dan ukuran. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa tingkat pendapatan peternak kambing dengan penggunaan teknologi

laserpuncture adalah lebih tinggi dibandingkan yang tidak menggunakan.

Sedangkan teknologi untuk mamassa pemanasan harga konsentrat, harga benih

telah mempengaruhi produksi kambing.

Putranto (2006) dalam penelitiannya “Analisis Keuntungan Usaha

Peternakan Sapi Perah Rakyat di Jawa Tengah”. Penelitian ini dilakukan untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keuntungan dari usaha

peternakan sapi perah rakyat dan mempelajari hubungan output dan input dari

usaha peternakan di Kabupaten Boyolali, Kabupaten Semarang dan Kota

Semarang Jawa Tengah. Sistem usaha peternakan sapi perah yang diteliti adalah


(26)

sapi laktasi, efisiensi usaha peternakan sapi perah ini bisa diketahui dari output

yang dihasilkan dan juga dari identifikasi keuntungan

Rata-rata keuntungan total per unit sapi perah per laktasi adalah strata I Rp

2,408 juta, strata II Rp 2,505 juta, strata III Rp 2,994 juta dan strata IV Rp 2,869

juta Dari perhitungan skala usaha ditemui kondisi dimana pada strata III dalam

keadaan increasing return to scale , sedang dari perhitungan efisiensi ekonomi

diperoleh hasil bahwa kondisi peternakan sapi perah di Jawa Tengah berada pada

keadaan belum atau tidak efisien, demikian juga dari perhitungan keuntungan

maksimal diperoleh hasil bahwa keuntungan maksimal belum tercapai.

Kesimpulan pokok dari hasil penelitian ini adalah usaha peternakan sapi perah

masih membutuhkan usaha-usaha utuk meningkatkan efsiensi dan performa

pengolahan susu pada tingkat peternak dan koperasi.

Priyanto (2008) dalam penelitiaanya “Target Kelayakan Skala Usaha

Ternak Domba Pola Pembibitan Mendukung Pendapatan Petani di Perdesaan”.

Usaha ternak domba di pedesaan masih dikelola sebagai usaha campuran dengan

manejemen masih berbasis sumberdaya lokal yang tersedia di lokasi, dan

merupakan alternatif biaya rendah (low external input). Pengaturan produksi

dalam mendukung kinerja pendapatan peternak secara kontinue belum dilakukan,

khususnya dalam menentukan skala usaha. Penelitian target kelayakan skala usaha

dilakukan terhadap 20 peternak domba (survey terstruktur) untuk mengetahui

kinerja usahaternak dan faktor-faktor penentu yang diduga berpengaruh terhadap

skala usaha.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa skala usaha terrnak model


(27)

induk 2,31 ekor/peternak, dan rataan penjualan sebanyak 3,05 ekor/tahun, serta

kinerja ekonomi sebesar Rp.776.315,-/peternak/tahun. Hasil analisis faktor-faktor

yang diduga berpengaruh terhadap skala usahaternak adalah jumlah induk yang

dipelihara sangat nyata berpengaruh (P<0,01) dalam meningkatkan skala usaha.

Demikian pula jumlah anggota keluarga, harga jual domba, luas lahan, dan total

pendapatan rumahtangga juga positif sebagai penentu rekomendasi

pengembangan skala usahaternak. Sebaliknya pendapatan usaha pertanian

(hortikultura) merupakan usaha kompetitif terhadap pengembangan skala usaha,

kaitannya dengan pengalokasian tenaga kerja keluarga dalam usahatani di

pedesaan. Rekomendasi target penjualan 1 ekor anak/bulan, disarankan peternak

memelihara sebesar 9,08 ekor induk, dengan kapasitas skala usaha mencapai

23,80 ekor, yang mampu memberikan pendapatan usaha ternak mencapai

Rp.254.421,-/peternak/bulan. Peternak sangat berminat untuk mengembangkan

skala usaha, tetapi kendala modal usaha masih dominan.

Saleh, dkk (2006) dalam penelitiannya “Analisis Pendapatan Peternak Sapi

Potong di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang”. Penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan

Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang. Metode penelitian yang digunakan

adalah metode survey dengan unit analisis keluarga yang memelihara ternak sapi

potong. Metode penarikan sampel yang digunakan adalah propotional stratified

random sampling yaitu dengan cara memilih 3 buah desa berdasarkan populasi

ternak sapinya, yaitu desa Buluh Cina (populasi tertinggi), desa Tandem Hilir 1

(populasi sedang), dan desa Hamparan Perak (populasi rendah). Sampel dalam


(28)

peternak, masing-masing dari desa Buluh Cina (31 peternak), desa Tandem Hilir I

(16 peternak), dan desa Hamparan Perak (2 peternak). Parameter yang diamati

meliputi : pendapatan, skala usaha (jumlah ternak), umur peternak, tingkat

pendidikan, pengalaman peternak, jumlah tangungan keluarga, motivasi beternak,

dan jumlah tenaga kerja yang mempengaruhi pendapatan peternak sapi potong di

Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan hasil

penelitian diperoleh bahwa skala usaha (jumlah ternak sapi), motivasi beternak

berpengaruh sangat nyata terhadap pendapatan peternak sapi potong. Sedangkan

umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah tanggungan

keluarga, dan jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan

peternak sapi potong.

2.2. Landasan Teori

Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis – jenis hewan ternak yang

dipelihara manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan

kebutuhan manusia lainnya. Ternak sapi menghasilkan sekitar 50 % kebutuhan

daging di dunia, 95 % kebutuhan susu, dan kulitnya menghasilkan sekitar 85 %

kebutuhan kulit untuk sepatu. Sapi potong adalah salah satu genus dari famili

Bovidae. Ternak atau hewan – hewan lainnya yang termasuk famili ini adalah

bison, banteng (bibos), kerbau (babalus), kerbau Afrika (Syncherus), dan anoa

(Zainal, 2002).

Sapi potong asli Indonesia adalah sapi potong yang sejak dahulu kala

sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal adalah sapi potong yang asalnya

dari luar Indonesia, tetapi sudah berkembang biak dan dibudidayakan lama sekali


(29)

Indonesia hanya sapi Bali (Bos Sondaicus), sedangkan yang termasuk sapi lokal

adalah sapi Madura dan sapi Sumba Ongole (SO) (Anonimous, 2010).

Memelihara sapi sangat menguntungkan, karena tidak hanya menghasilkan

daging atau susu, tetapi juga menghasilkan pupuk kandang dan sebagai potensi

tenaga kerja. Sapi potong sebagai penghasil daging, persentase karkas (bagian

yang dapat dimakan) cukup tinggi, yaitu berkisar antara 45% - 55% yang dapat

dijual pada umur 4-5 tahun (Rianto dan Purbowati, 2006).

Dilihat dari pola pemeliharaannya peternakan di Indonesia dapat dibagi

menjadi tiga kelompok (Mubyarto, 1977), yaitu:

a. Peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan yang tradisional.

Ketrampilan sederhana dan menggunakan bibit lokal dalam jumlah dan

mutu yang relative terbatas. Ternak pemakan rumput digembalakan di padang

umum, di pinggir jalan dan sawah, di pinggir sungai atau di tegalan sendiri. Kalau

siang hari diberi minum dan dimandikan seperlunya sebelumnya dimasukkan ke

dalam kandang. Pemeliharaan dengan cara ini dilakukan setiap hari dan

dikerjakan oleh anggota keluarga peternak.Tujuan utama ialah sebagai hewan

kerja dalam membajak sawah/tegalan, hewan penrik gerobak atau pemgamgkut

beban sedang kotorannya dipakai sebagai pupuk.

b. Peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan yang semi komersil.

Ketrampilan yang mereka miliki dapat dikatakan lumayan.Penggunaan

bibit unggul, obat – obatan dan makanan penguat cenderung meningkat, walaupun

lamban.Jumlah ternak yang dimiliki 2 – 5 ekor ternak besar dan 5 – 100 ekor

ternak kecil terutama ayam.Bahan makanan berupa ikutan panen seperti bekatul,


(30)

keluarga sendiri. Tujuan utama dari memelihara ternak untuk menambah

pendapatan keluarga dan konsumsi sendiri.

c. Peternak komersil.

Usaha ini dijalankan oleh golongan ekonomi yang mempunyai

kemampuan dalam segi modal, sarana produksi dengan teknologi yang agak

modern.Semua tenaga kerja dibayar dan makanan ternak terutama dibeli dari luar

dalam jumlah yang besar. Tujuan utamanya adalah mengejar keuntungan

sebanyak–banyaknya. Biaya produksi ditekan serendah mungkin agar dapat

menguasai pasar.

Teori produksi merupakan analisa mengenai bagaimana seharusnya

seorang pengusaha atau produsen, dalam teknologi tertentu memilih dan

mengkombinasikan berbagai macam faktor produksi untuk menghasilkan

sejumlah produk tertentu, seefisien mungkin (Sudarman, 1989 )

Produksi adalah suatu proses pengubahan faktor produksi atau input

menjadi output sehingga nilai barang tersebut bertambah Penentuan kombinasi

faktor – faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi sangatlah penting

agar proses produksi yang dilaksanakan dapat efisien dan hasil produksi yang

didapat menjadi optimal. Input pada suatu proses produksi terdiri dari tanah,

tenaga kerja, kapital dan bahan baku, jadi input adalah barang atau jasa yang

digunakan sebagai masukan pada suatu proses produksi sedangkan yang dimaksud

dengan output adalah barang dan jasa yang dihasilkan dari suatu proses produksi.

Produksi adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan manfaat dengan cara

mengkombinasikan faktor – faktor produksi: capital, tenaga kerja, teknologi,


(31)

teknologi yang dimiliki untuk mengkombinasikan berbagai input guna

menghasilkan output.

Fungsi produksi merupakan hubungan teknis antara faktor produksi

dengan hasil produksi. Fungsi produksi menunjukkan bahwa jumlah barang yang

diproduksi tergantung pada jumlah faktor produksi yang digunakan.

Fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut :

Q = f (K, L, R, T)

Keterangan :

Q = output

K = kapital / modal

L = labour / tenaga kerja

R = resuources / sumber daya

T = teknologi

Dari persamaan tersebut berarti bahwa besar kecilnya tingkat produksi

suatu barang tergantung kepada jumlah modal, jumlah tenaga kerja, jumlah

kekayaan alam dan tingkat produksi yang digunakan. Jumlah produksi yang

berbeda – beda tentunya memerlukan faktor produksi yang berbeda pula. Tetapi

ada juga bahwa jumlah produksi yang tidak sama akan dihasilkan oleh faktor

produksi yang dianggap tetap, biasanya adalah faktor produksi seperti modal,

mesin, peralatannya serta bangunan perusahaan. Sedangkan faktor produksi yang

mengalami perubahan adalah tenaga kerja. Berkaitan dengan periode produksi,

situasi produksi dimana perusahaan tidak dapat mengubah outputnya disebut

jangka waktu yang sangat pendek sedangkan situasi produksi dimana output dapat


(32)

input tetap dan sebagian lagi faktor produksinya dapat dirubah atau input variabel

disebut produksi jangka pendek dan produksi jangka panjang yaitu suatu produksi

tidak hanya output dapat berubah tetapi mungkin semua input dapat diubah dan

hanya teknologi dasar produksi yang tidak mengalami perubahan.

Modal adalah sebagai hasil produksi yang digunakan untuk memproduksi

lebih lanjut. Dalam perkembangan kemudian ternyata pengertian modal mulai

bersifat “non physical oriented” , dimana pengertian modal ditekankan pada nilai,

daya beli atau kekuasaan memakai atau menggunakan yang terkandung dalam

barang –barang modal (Riyanto, 1989).

Modal yang dapat digunakan berulang kali disebut modal tetap. Misalnya

bajak, makin hari makin habis kengunaannya setelah jangka waktu tertentu harus

digantikan dengan yang baru. Lain halnya dengan faktor produksi yang sifatnya

variabel yang hanya sekali pakai dan harus disediakan yang baru setiap akan

dibutuhkan. Mengingat modal dan faktor produksi lain yang dimiliki petani

jumlahnya terbatas, maka petani diharapkan dapat menggunakan sumber-sumber

tersebut sedemikian rupa sehingga diperolah hasil yang maksimal.

Pendapatan adalah hasil produksi total yang diperoleh dalam satu kali

musim tanam dikalikan dengan angka persatuan produk pada saat panen. Sektor

produksi membeli hasil produksi dengan harga yang berlaku pada pasar faktor

produksi. Harga juga ditentukan oleh tarik menarik antara permintaan dan

penawaran.

Pendapatan dalam ilmu ekonomi didefinisikan sebagai hasil berupa uang

atau hal materi lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa manusia


(33)

anggota rumah tangga dalam bentuk uang atau natura yang diperoleh baik sebagai

gaji atau upah usaha rumah tangga atau sumber lain. (Samuelson dan Nordheus,

1995). Kondisi seseorang dapat diukur dengan menggunakan konsep pendapatan

yang menunjukkan jumlah seluruh uang yang diterima oleh seseorang atau rumah

tangga selama jangka waktu tertentu. (Samuelson dan Nordhaus, 1995).

Dalam hal ini pendapatan juga bisa diartikan sebagai pendapatan bersih

seseorang baik berupa uang atau natura. Secara umum pendapatan dapat

digolongkan menjadi 3, yaitu :

1. Gaji dan upah

Suatu imbalan yang diperoleh seseorang setelah melakukan suatu

pekerjaan untuk orang lain, perusahaan swasta atau pemerintah.

2. Pendapatan dari kekayaan

Pendapatan dari usaha sendiri. Merupakan nilai total produksi dikurangi

dengan biaya yang dikeluarkan baik dalam bentuk uang atau lainnya, tenaga kerja

keluarga dan nilai sewa kapital untuk sendiri tidak diperhitungkan

3. Pendapatan dari sumber lain

Dalam hal ini pendapatan yang diperoleh tanpa mencurahkan tenaga kerja

antara lain penerimaan dari pemerintah, asuransi pengangguran, menyewa aset,

bunga bank serta sumbangan dalam bentuk lain. Tingkat pendapatan (income

level) adalah tingkat hidup yang dapat dinikmati oleh seorang individu atau

keluarga yang didasarkan atas penghasilan mereka atau sumber-sumber

pendatapan lain. (Samuelson dan Nordhaus, 1995).

Setiap faktor produksi yang terdapat dalam perekonomian adalah dimiliki


(34)

dan sebagai balas jasanya mereka akan memperoleh pendapatan. Tenaga kerja

mendapat gaji dan upah, tanah memperoleh sewa, modal memperoleh bunga dan

keahlian keusahawanan memperoleh keuntungan. Pendapatan yang diperoleh

masing – masing jenis faktor produksi tersebut tergantung kepada harga dan

jumlah masing – masing faktor produksi yang digunakan. Jumlah pendapatan

yang diperoleh berbagai faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan

sesuatu barang adalah sama dengan harga dari barang tersebut. (Sukirno, 1996).

2.3. Kerangka Konseptual

Peternak sapi potong merupakan orang yang mengusahakan ternak sapi

mulai dari pemeliharaan bibit hingga sapi tersebut siap untuk dijual. Salah satu

faktor yang mempengaruhi peningkatan produktivitas sapi potong adalah sistem

pemeliharaan usaha ternak yang digunakan oleh peternak. Pemeliharaan secara

intensif akan memberikan pendapatan petani peternak sapi potong lebih banyak

dibanding secara tradisional.

Pendapatan petani peternak secara intensif maupun tradisional sangat

ditentukkan dalam mengelola analisis usaha ternak. Analisis usaha ternak sering

digunakan untuk optimalisasi produksi sehingga dapat dilihat efisiensi

penggunaan faktor-faktor produksi. Dalam peternakan secara intensif maupun

tradisional faktor produksi lebih berhubungan dengan aspek sumber daya seperti

tenaga kerja serta modal. Selain itu juga ada faktor-faktor lain seperti bibit, pakan,

pemasaran dan manajemen yang menunjang produksi. Semua faktor produksi

akan berpengaruh pada pendapatan usaha petani ternak. Produksi yang terus

meningkat tidak hanya ditentukan oleh tersedianya teknologi maju yang lebih


(35)

prasarana, perbaikan sistem pemasaran dan harga serta keuntungan usaha yang

lebih menarik.

Bagi para petani peternak, bibit dan pakan yang baik sangat berpengaruh

terhadap hasil penjualan sapi potong, hasil penjualan yang besar maka akan baik

pula pengaruhnya terhadap pendapatan yang diperoleh, sehingga diperkirakan

bahwa usaha ternak sapi potong tersebut dapat memberikan kontibusi atau

pemasukan yang cukup besar terhadap pendapatan keluarga. Kerangka konseptual

pemikiran disajikan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian

2.4. Hipotesis Penelitian

Sebagai pedoman dalam pelaksanaan penelitian ini disusun hipotesis

sebagai berikut :

1. Petani peternak sapi potong secara intensif memiliki pendapatan yang lebih

besar dan berbeda secara signifikan dibanding petani peternak secara

tradisional di Kecamatan Pantai Cermin dan Serba Jadi di Kabupaten Serdang

Bedagai.

Bibit

Pakan Tenaga

Pendapatan Petani Peternak Sapi Potong

Peternak Intensif Peternak Tradisional


(36)

2. Bibit, pakan, dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani

peternak sapi potong di Kecamatan Pantai Cermin dan Serba Jadi Kabupaten


(37)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Pemilihan Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pantai Cermin dan Serba Jadi

Kabupaten Serdang Bedagai. Lokasi penelitian ini dipilih dengan metode

purposive sampling yaitu metode penentuan lokasi penelitian secara sengaja,

dengan alasan Kecamatan Pantai Cermin dan Serba Jadi merupakan sentra

peternak sapi potong secara intensif dan tradisional terbesar di Kabupaten Serdang

Bedagai.

Tabel 3.1. Banyaknya Ternak Sapi Potong di Kabupaten Serdang Bedagai

No Kecamatan Sapi Potong (ekor)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Kotarih Silinda Bintang Bayu Dolok Masihul Serba Jadi Sipispis Dolok Merawan Tebing Tinggi Tebing Syahbandar Bandar Khalifah Tanjung Beringin Sei Rampah Sei Bamban Teluk Mengkudu Perbaungan Pegajahan Pantai Cermin 189 201 1.328 5.233 1.564 3.895 3.493 2.710 1.378 806 287 1.420 866 725 4.057 3.405 5.620

Jumlah 37.177


(38)

3.2. Metode Penentuan Sampel

Sampel responden ditetapkan mengikuti pendapat Roscoe (Sugiyono,

2003), yang menyatakan berapapun jumlah populasinya, dalam penelitian sosial

ukuran sampel yang layak digunakan adalah antara 30 sampai 500 orang.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menetapkan anggota sampel

penelitian sebanyak 60 orang petani peternak sapi potong, dengan alasan : 1) telah

melebihi ambang batas kriteria Roscoe, yakni batasan minimal 30 orang; 2)

mengingat masyarakat yang akan diteliti adalah homogen, dilihat dari wilayah

administratif, serta pekerjaan yang mereka tekuni berhubungan dengan usaha

ternak sapi potong. Dengan demikian penetapan anggota sampel sebanyak 60

orang dianggap telah representatif.

Distribusi sampel responden berdasarkan kecamatan ditetapkan secara

proporsional sebanyak 30 orang petani peternak sapi potong pada kecamatan yang

menjadi objek penelitian, pengambilan sampel dilakukan secara purposive

sampling.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh langsung dari petani peternak sapi potong dengan

menggunakan metode wawancara melalui pengisian daftar pertanyaan (kuisioner).

Data sekunder yaitu data yang diambil dari instansi terkait yaitu banyaknya ternak


(39)

3.4. Metode Analisis Data

Untuk menguji hipotesis pertama mengetahui pendapatan/keuntungan petani peternak sapi potong secara intensif dan tradisional menggunakan rumus sebagai berikut :

π

= TR – TC Keterangan :

π

= Pendapatan/Keuntungan TR = Total Revenue (Penerimaan) TC = Total Cost (biaya total)

Untuk menguji adanya perbedaan pendapatan petani peternak sapi potong intensif dengan petani peternak sapi potong tradisional digunakan rumus :

XA – XB

thit = --- S2(1/nA +1/nB)

S2= (nA –1) S2A + (nB – 1 ) S2 B / (nA + nB – 2 )

ttabel = t { ( nA + nB – 2 ) ; α}, jika variansnya homogen

t tabel = t { (nA –1) atau (nB – 1 ) ; α}, jika variansnya tidak homogen

Keterangan :

XA = Rata –rata pendapatan petani peternak sapi potong secara intensif

XB = Rata –rata pendapatan petani peternak sapi potong secara tradisional

n

A = Jumlah sampel dari petani peternak sapi potong secara intensif

n

B = Jumlah sampel dari petani peternak sapi potong secara tradisional

S

2A = Variance dari XA


(40)

Keputusan :

Jika t hitung ≤ t tabel , maka gagal tolak Ho Jika t hitung > t tabel, maka tolak Ho

Bila Ho diterima (gagal ditolak) artinya bahwa nilai pengamatan dari petani

peternak sapi potong secara intensif tidak berbeda dengan nilai pengamatan

petani peternak sapi potong secara tradisional. Dengan kata lain bahwa dengan

pemeliharaan secara intensif itu tidak berpengaruh nyata, sebaliknya bila Ho

ditolak, maka hal itu berarti dengan adanya pemeliharaan secara intensif

memberikan pengaruh yang nyata.

Untuk menjawab hipotesis penelitian kedua dilakukan dengan uji regresi

berganda, yaitu :

Y = a + bX1 + bX2 + bX3

dimana :

+ µ

Y = Pendapatan Petani Peternak Sapi Potong (Rp/tahun)

X1

X

= Biaya Bibit (Rp/tahun)

2 X

= Biaya Pakan (Rp/tahun)

3

a = konstanta

= Biaya Tenaga kerja (Rp/tahun)

b = koefisien variabel

µ = Error

3.4.1. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

Ada beberapa permasalahan yang bisa terjadi dalam model regresi linier,


(41)

ditentukan, bahkan dapat menyesatkan kesimpulan yang diambil dari persamaan

yang terbentuk. Untuk itu perlu dilakukan uji penyimpangan asumsi klasik yang

terdiri dari :

1. Uji Normalitas

Uji normalitas untuk mengetahui normal tidaknya distribusi faktor gangguan

(residual) . Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi

normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Analisis

grafik adalah dengan grafik histogram dan melihat normal probability plot

yaitu dengan membandingkan distribusi kumulatif dengan distribusi normal.

Sedangkan uji statistik dilakukan dengan melihat nilai kurtosis dan skewnes.

2. Uji Multikolinieritas

Interpretasi dari persamaan regresi linier secara implisit bergantung pada

asumsi bahwa variabel-variabel bebas dalam persamaan tersebut tidak

saling berkorelasi. Jika dalam sebuah persamaan terdapat multikolinieritas,

maka akan menimbulkan beberapa akibat, untuk itu perlu dideteksi

multikolinieritas dengan besaran-besaran regresi yang didapat, yakni :

a. Variasi besar (dari taksiran OLS)

b. Interval kepercayaan lebar (karena variasi besar maka standar error

besar, sehingga interval kepercayaan lebar)

c. Uji-t tidak signifikan. Suatu variabel bebas yang signifikan baik

secara subtansi maupun secara statistik jika dibuat regresi sederhana,

bisa tidak signifikan karena variasi besar akibat kolinieritas. Bila

standar error terlalu besar, maka besar pula kemungkinan taksiran


(42)

d. R2

e. Terkadang nilai taksiran koefisien yang didapat akan mempunyai

nilai yang tidak sesuai dengan substansi, sehingga tidak menyesatkan

interpretasi.

tinggi tetapi tidak banyak variabel yang signifikan dari uji-t.

3. Uji Heterokedastsitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi

ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang

lain. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak

terjadi heterokedastisitas. Uji heterokedastisitas dilakukan dengan melihat

ada tidaknya pola tertentu pada grafik Scatterplot antara SRESID dan

ZPRED. Dasar analisisnya dapat dilihat :

a) Jika titik-titik yang membentuk pola yang teratur (bergelombang,

melebar kemudian memyempit) maka mengidentifikasikan telah terjadi

heterokedastisitas.

b) Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di

bawah angka nol pada sumbu y maka tidak terjadi heterokedastisitas.

3.4.2. Uji Kesesuaian

Suatu masalah yang erat hubungannya dengan penaksiran koefisien regresi

adalah kesesuaian (goodness of fit) regresi sample secara keseluruhan. Kebaikan

sesuai diukur dengan koefisien determinasi R2, yang mengatakan proporsi variasi

variabel tidak bebas yang dijelaskan oleh variabel yang menjelaskan. R2 ini

mempunyai jangkauan antara 0 dan 1, semakin dekat ke 1 maka semakin baik


(43)

Pengujian satistik dilakukan dengan menggunakan uji-t (t-test) dan uji-F

(F-test) serta perhitungan nilai koefisien determinasi R2. Uji-t dimaksud untuk

mengetahui signifikansi statistik koefisien regresi secara parsial. Sedangkan uji-F

dimaksudkan untuk mengetahui signikasi statistik koefisien regresi secara

bersama. Koefisien determinasi R2

a). Jika F-hitung < F-tabel, maka H0 gagal ditolak artinya variabel independen

yang diuji secara simultan tidak mempengaruhi variabel dependen, dengan kata

lain variable independen tidak signifikan pada tingkat kepercayaan α tertentu. bertujuan untuk melihat kekuatan variabel

bebas menjelaskan variabel tidak bebas.

b). Jika F-hitung > F-tabel, maka H0 gagal diterima artinya, variabel independen

yang diuji secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen, dengan kata

lain variabel independen signifikan pada tingkat kepercayaan α tertentu.

c). Jika t-hitung < t-tabel, maka H0 gagal ditolak artinya variabel independen yang

diuji secara parsial tidak mempengaruhi variabel dependen, dengan kata lain

variable independen tidak signifikan pada tingkat kepercayaan α tertentu.

d). Jika t-hitung > t-tabel, maka H0 gagal diterima artinya, variabel independen

yang diuji secara parsial berpengaruh terhadap variabel dependen, dengan kata

lain variabel independen signifikan pada tingkat kepercayaan α tertentu.

Penghitungan di atas dilakukan sepenuhnya dengan bantuan software computer

SPSS Versi 16.

3.5. Definisi dan Batasan Operasional

Definisi variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Produksi sapi potong adalah produksi sapi potong yang diperoleh peternak sapi


(44)

2. Penerimaan adalah jumlah produksi dalam setahun dikalikan harga jual yang sedang berlaku sebelum dikurangi biaya operasional usaha (Rupiah/tahun). 3. Biaya total adalah jumlah biaya petani peternak sapi potong yang dikeluarkan

dalam usaha ternak sapi potong seperti biaya bibit, biaya pakan, dan biaya tenaga kerja.(Rp/tahun).

4. Keuntungan petani peternak sapi potong adalah pendapatan bersih atau besarnya rata–rata pendapatan yang diterima oleh petani peternak sapi potong setelah dikurangi dengan total biaya operasional usaha (Rp/tahun)

5. Biaya Bibit adalah biaya bibit yang dikeluarkan dalam usaha ternak sapi potong oleh peternak (Rp/tahun).

6. Biaya Pakan adalah biaya pakan yang dikeluarkan dalam usaha ternak sapi potong oleh peternak (Rp/tahun).

7. Biaya Tenaga kerja adalah biaya tenaga kerja yang dikeluarkan dalam usaha ternak sapi potong oleh peternak (Rp/tahun).


(45)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Serdang Bedagai 4.1.1. Kondisi Geografis dan Demografis

Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu kabupaten yang berada

di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Serdang

Bedagai terletak pada posisi 2°57” Lintang Utara, 3°16”99°27” Bujur Timur

dengan ketinggian berkisar 0-500 meter di atas permukaan laut.

Kabupaten Serdang Bedagai memiliki area seluas 1.900,22 km² yang

terdiri dari 17 kecamatan dan 243 desa/kelurahan. Wilayah Kabupaten Serdang

Bedagai berbatasan :

Sebelah Utara dengan : Selat Malaka

Sebelah Selatan dengan : Kabupaten Simalungun

Sebelah Timur dengan : Kabupaten Batu Bara dan Simalungun

Sebelah Barat dengan : Kabupaten Deli Serdang

Kabupaten Serdang Bedagai memiliki iklim tropis dengan rata-rata

kelembaban udara per bulan sekitar 79%, curah hujan berkisar antara 120 sampai

dengan 331 mm perbulan dengan periodik tertinggi pada bulan September 2009,

hari hujan per bulan berkisar 8-20 hari dengan periode hari hujan yang besar pada

bulan Mei-Juni 2009. Rata-rata kecepatan angin berkisar 0,42 m/dt dengan tingkat

penguapan sekitar 3,9 mm/hari. Temperatur udara perbulan minimum 22,2° C dan


(46)

Tabel 4.1. Luas Wilayah dan Rasio terhadap Luas Kabupaten Serdang Bedagai Menurut Kecamatan Tahun 2009

No. Kecamatan Luas/Area

(Km²)

Rasio terhadap luas total (%)

1. Kotarih 78,024 4,11

2. Silinda 56,740 2,99

3. Bintang Bayu 95,586 5,03

4. Dolok Masihul 237,417 12,49

5. Serba Jadi 50.690 2,67

6. Sipispis 145.259 7,64

7. Dolok Merawan 120,600 6,35

8. Tebing Tinggi 182,291 9,59

9. Tebing Syahbandar 129,297 6,33

10. Bandar Khalipah 116,000 6,10

11. Tanjung Beringin 74,170 3,90

12. Sei Rampah 198,900 10,47

13. Sei Bamban 72,260 3,80

14. Teluk Mengkudu 66,950 3,52

15. Perbaungan 111,620 5,87

16. Pegajahan 93,120 4,90

17. Pantai Cermin 80,296 4,23

Total 1.900,220 100,00

Sumber : Kabupaten Serdang Bedagai Dalam Angka, 2010

Pada Tabel 4.1. menunjukkan bahwa luas wilayah di Kabupaten Serdang

Bedagai yang terluas adalah Kecamatan Dolok Masihul yaitu 237,417 km2

(12,49%) dan yang tersempit luas wilayahnya adalah Kecamatan Serba Jadi yaitu

50,690 km2 (2,67%). Sedangkan Kecamatan Pantai Cermin memiliki luas wilayah

80,296 km2 (4,23%).

Berdasarkan data kependudukan tahun 2009, penduduk Kabupaten

Serdang Bedagai telah mencapai 605.630 jiwa dengan komposisi jumlah

penduduk laki-laki 305.479 jiwa dan perempuan 300.151 jiwa. Jumlah rumah

tangga mencapai 146.009 RT dan rata-rata penduduk per rumah tangga sebanyak

4 orang. Ditinjau dari segi penyebaran penduduk, jumlah penduduk terbesar ada di


(47)

seluruh penduduk Kabupaten Serdang Bedagai. Jumlah penduduk terendah ada di

Kecamatan Kotarih yaitu sebesar 8.304 jiwa atau 1,37 persen. Lebih lanjut dapat

dilihat pada Tabel 4.2. di bawah ini.

Tabel 4.2. Banyaknya Penduduk Per Kecamatan Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2009

No. Kecamatan Jlh

Rumah Tangga (RT) Laki-Laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Rasio Jenis Kelamin Jumlah (jiwa)

1. Kotarih 2.617 4.216 4.088 103,14 8.304

2. Silinda 3.007 4.843 4.697 103,09 9.540

3. Bintang Bayu 3.856 6.225 6.037 103,11 12.262

4. Dolok Masihul 12.123

25.225

25.639 98,39 50.864

5. Serba Jadi 5.143

10.735

10.859 98,86 21.594

6. Sipispis 8.504

16.412

16.171 101,49 32.583

7. Dolok Merawan 4.751

8.927

8.756 101,96 17.683

8. Tebing Tinggi 10.587

23.432

22.916 102,25 46.348

9. Tebing

Syahbandar

7.629

16.886

16.515 102,25 33.401

10. Bandar Khalipah 5.861 12.541 12.852 97,58 25.393

11. Tanjung Beringin 8.124 18.267 17.799 102,63 36.066

12. Sei Rampah 14.993 31.859 31.272 101,87 63.131

13. Sei Bamban 10.077 20.911 20.594 101,54 41.505

14. Teluk Mengkudu 10.014 21.040 20.264 103,83 41.304

15. Perbaungan 23.091 49.179 47.852 102,77 97.031

16. Pegajahan 6.621 14.099 13.718 102,78 27.817

17. Pantai Cermin 9.011 20.682 20.122 102,78 40.804

Total 146.009 305.47

9

300.151 1.730,3

2

605.630

Sumber : Kabupaten Serdang Bedagai Dalam Angka, 2010

Pada Tabel 4.2. menunjukkan bahwa Kecamatan Serba Jadi memiliki

jumlah penduduk 21.594 jiwa dan 5.143 rumah tangga (RT). Kecamatan Pantai

Cermin memiliki jumlah penduduk 40.804 jiwa dan 9.011 rumah tangga (RT).


(48)

Perbaungan yaitu sebesar 869 jiwa/km², disusul Kecamatan Teluk Mengkudu 617

jiwa/km². Sedangkan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah adalah

Kecamatan Kotarih 106 jiwa/km² dan Kecamatan Bintang Bayu 128 jiwa/km².

Lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 4.3. di bawah ini.

Tabel 4.3. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai pada Tahun 2009

No. Kecamatan Luas/Area

(Km²)

Jumlah Penduduk

(jiwa)

Kepadatan penduduk (jiwa/km2)

1. Kotarih 78,024 8.304 106

2. Silinda 56,740 9.540 168

3. Bintang Bayu 95,586 12.262 128

4. Dolok Masihul 237,417 50.864 214

5. Serba Jadi 50.690 21.594 426

6. Sipispis 145.259 32.583 224

7. Dolok Merawan 120,600 17.683 147

8. Tebing Tinggi 182,291 46.348 254

9. Tebing Syahbandar 129,297 33.401 258

10. Bandar Khalipah 116,000 25.393 219

11. Tanjung Beringin 74,170 36.066 486

12. Sei Rampah 198,900 63.131 317

13. Sei Bamban 72,260 41.505 574

14. Teluk Mengkudu 66,950 41.304 617

15. Perbaungan 11,620 97.031 869

16. Pegajahan 93,120 27.817 299

17. Pantai Cermin 80,296 40.804 508

Total 1.900,220 605.630 319

Sumber : Kabupaten Serdang Bedagai Dalam Angka, 2010

Pada Tabel 4.3. menunjukkan bahwa Kecamatan Serba Jadi memiliki

kepadatan penduduk 426 jiwa/km2, sedangkan Kecamatan Pantai Cermin


(49)

4.1.2. Ternak Sapi Potong

Jumlah ternak sapi potong di Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2010

disajikan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Jumlah Populasi Ternak Sapi Potong di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010

No Kecamatan Sapi Potong (ekor)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Kotarih Silinda Bintang Bayu Dolok Masihul Serba Jadi Sipispis Dolok Merawan Tebing Tinggi Tebing Syahbandar Bandar Khalifah Tanjung Beringin Sei Rampah Sei Bamban Teluk Mengkudu Perbaungan Pegajahan Pantai Cermin 189 201 1.328 5.233 1.564 3.895 3.493 2.710 1.378 806 287 1.420 866 725 4.057 3.405 5.620

Jumlah 37.177

Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai, 2011

Pada Tabel 4.4. dapat dilihat Kecamatan Pantai Cermin (5.620 ekor),

Kecamatan Dolok Masihul (5.233 ekor), dan Kecamatan Perbauangan (4.057

ekor) merupakan daerah yang memiliki jumlah populasi ternak sapi potong

terbesar di Kabupaten Serdang Bedagai, dan umumnya mengelola ternak sapi

potong secara intensif. Kecamatan Serba Jadi (1.564 ekor) merupakan daerah

terbesar kedelapan di Kabupaten Serdang Bedagai dalam mengelola ternak sapi


(50)

Jumlah populasi ternak sapi potong per desa di Kecamatan Pantai Cermin

dan Kecamatan Serba Jadi disajikan pada Tabel 4.5. dan Tabel 4.6.

Tabel 4.5. Jumlah Populasi Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pantai Cermin berdasarkan Desa Tahun 2010

No. Desa Sapi Potong

1 Pantai Cermin Kanan 159

2 Pantai Cermin Kiri 155

3 Kota Pari 2237

4 Celawan 675

5 Besar II Terjun 310

6 Sementara 139

7 Kuala Lama 177

8 Ara Payung 294

9 Lubuk Saban 132

10 Naga Kisar 249

11 Pematang Kasih 188

12 Ujung Rambung 673

Jumlah 5.620

Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai, 2011

Pada Tabel 4.5. dapat dilihat bahwa Desa Kota Pari merupakan desa yang

memiliki jumlah ternak sapi potong terbesar dalam mengelola ternak sapi potong

di Kecamatan Pantai Cermin yaitu sebanyak 2.237 ekor, sedangkan yang terkecil

dalam mengelola ternak sapi potong adalah di Desa Lubuk Saban yaitu sebanyak

132 ekor.

Kecamatan Serba Jadi yang memiliki jumlah ternak sapi potong terbesar

adalah di Desa Pulau Gambar yaitu 567 ekor, sedangkan yang terkecil dalam

mengelola ternak sapi potong adalah di Desa Bah Sidua-dua yaitu sebanyak 19


(51)

Tabel 4.6. Jumlah Populasi Ternak Sapi Potong di Kecamatan Serba Jadi berdasarkan Desa Tahun 2010

Desa Sapi Potong

Pulau Gambar 567

Pulau Tagor 93

Tambak Cekur 27

Tanjung Harap 172

Serba Jadi 77

Manggis 11

Kelapa Bejohom 210

Kuala Bali 83

Karang Tengah 239

Bah Sidua-dua 19

Jumlah 1.564

Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai, 2011

4.2. Hasil Penelitian

4.2.1. Karakteristik Responden Peternak Sapi Potong

Peternak sapi potong yang menjadi responden penelitian ini sebanyak 60

orang yang terdiri dari 30 orang peternak sapi potong intensif dan 30 orang

peternak sapi potong tradisional. Gambaran umum responden meliputi umur, lama

tingkat pendidikan, dan pengalaman beternak sapi sebagaimana diuraikan berikut

ini.

4.2.1.1. Umur

Komposisi umur responden peternak sapi potong antara 27 tahun sampai

dengan 62 tahun, yang disajikan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Komposisi Umur Responden Peternak Sapi Potong

No Umur (Tahun)

Intensif Tradisional

Jumlah (Orang)

Persen (%)

Jumlah (Orang)

Persen (%)

1 27-37 3 10,00 7 23,33

2 38-48 20 66,67 16 53,34

3 ≥ 49 7 23,33 7 23,33

Total 30 100,00 30 100,00


(52)

Tabel 4.7 menunjukkan 66,67 % responden peternak sapi potong intensif

dan 53,34% peternak sapi potong tradisional berumur 38–48 tahun, hal ini

menunjukkan bahwa umur responden terdiri dari masyarakat yang cukup

produkstif dalam mengelola sapi potong.

4.2.1.2. Tingkat Pendidikan

Komposisi responden berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Komposisi Tingkat Pendidikan Responden Peternak Sapi Potong

No Pendidikan

Intensif Tradisional

Jumlah (Orang)

Persen (%)

Jumlah (Orang)

Persen (%)

1 SD Sederajat 10 33,33 9 30,00

2 SMP Sederajat 15 50,00 10 33,33

3 SMA Sederajat 5 16,67 11 36,67

Total 30 100,00 30 100,00

Sumber : Data Primer Diolah, 2011

Tabel 4.8 menunjukkan 50,00 % responden peternak sapi potong intensif

dan 33,33% peternak sapi potong tradisional berpendidikan SMP sederajat, hal

ini menunjukkan bahwa pendidikan responden terdiri dari masyarakat yang

berpendidikan menengah pertama dan cukup memiliki pengetahuan dalam

mengelola sapi potong.

4.2.1.3. Pengalaman Beternak

Komposisi responden menunjukkan pengalaman beternak sapi potong

antara 3 sampai 35 tahun. Pengalaman beternak peternak sapi potong disajikan


(53)

Tabel 4.9. Komposisi Pengalaman Beternak Responden Peternak Sapi Potong

No Pengalaman Beternak (Tahun)

Intensif Tradisional Jumlah

(Orang)

Persen (%)

Jumlah (Orang)

Persen (%)

1 3 – 10 12 40,00 13 43,33

2 11 – 20 15 50,00 10 33,34

3 21 – 30 2 6,67 6 20,00

4 ≥ 31 1 3,33 1 3,33

Total 30 100,00 30 100,00

Sumber : Data Primer Diolah, 2011

Tabel 4.9 menunjukkan 50,00 % responden peternak sapi potong intensif

memiliki pengalaman beternak sapi potong antara 11–20 tahun. Peternak sapi

potong tradisional memiliki pengalaman beternak sapi potong antara 3-10 tahun

sebanyak 43,33% responden, hal ini menunjukkan bahwa pengalaman beternak

sapi potong responden terdiri dari masyarakat yang telah memiliki kematangan

dan pengalaman dalam mengelola sapi potong.

4.2.1.4. Jumlah Ternak

Komposisi responden menunjukkan jumlah ternak sapi potong antara 2

sampai 55 ekor. Jumlah ternak peternak sapi potong disajikan pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10. Komposisi Jumlah Ternak Responden Peternak Sapi Potong

No Jumlah Ternak

(Ekor)

Intensif Tradisional

Jumlah (Orang)

Persen (%)

Jumlah (Orang)

Persen (%)

1 2 – 5 16 53,34 26 86,67

2 6 – 10 10 33,33 4 13,33

3 ≥ 11 4 13,33 0 0,00

Total 30 100,00 30 100,00


(54)

Tabel 4.10. menunjukkan 53,34 % responden peternak sapi potong intensif

dan 86,67% responden peternak sapi potong tradisional memiliki jumlah ternak

sapi potong antara 2 - 5 ekor.

4.2.2. Deskripsi Statistik Data Penelitian Peternak Sapi Potong Intensif dan Tradisional

Berdasarkan data penelitian yang diperoleh deskriptif statistik data

penelitian peternak sapi potong intensif dan peternak sapi potong tradisional. Dari

data deskriptif statistik data penelitian diperoleh data hasil yang mencakup n

(banyaknya data yang diperoleh), rata-rata (mean), nilai tengah (median), nilai

yang sering keluar (mode) standar deviasi (simpangan baku), nilai minimum, dan

nilai maksimum atas variable-variabel penelitian. Varaibel-variabel tersebut

meliputi biaya bibit, biaya pakan, biaya tenaga kerja, dan pendapatan, yang

diuraikan berikut ini :

4.2.2.1. Biaya Bibit

Berdasarkan masing-masing 30 (tiga puluh) data sampel responden

peternak sapi potong intensif dan peternak sapi potong tradisional yang diperoleh

maka data statistik yang dapat diuraikan atas variabel biaya bibit adalah sebagai


(55)

Tabel 4.11. Deskriptif Statistik Biaya Bibit (Rp)

Biaya Bibit Peternak Intensif

Biaya Bibit Peternak Tradisional

N Valid 30 30

Missing 0 0

Mean (rata-rata) 31321666.6667 18841666.6667

Median (nilai tengah) 28825000.0000 19750000.0000

Mode (biaya yang sering keluar) 30000000.00 20000000.00

Std. Deviation (simpangan baku) 14934591.20190 8722860.20924

Range (jarak) 60000000.00 31750000.00

Minimum (biaya terendah) 10000000.00 8000000.00

Maximum (biaya tertinggi) 70000000.00 39750000.00

Sumber : Data Primer diolah, 2011

Pada Tabel 4.11. dapat diketahui bahwa rata-rata (mean) biaya bibit

peternak sapi potong intensif adalah Rp. 31.321.666,67. Sedangkan nilai tengah

(median) biaya bibit peternak sapi potong intensif adalah sebesar Rp. 28.825.000

yang menunjukkan bahwa 50% biaya bibit peternak sapi potong intensif adalah

Rp. 28.825.000 keatas dan sisanya sebesar 50% adalah Rp. 28.825.000 kebawah,

dimana biaya bibit peternak sapi potong intensif yang paling banyak dikeluarkan

(mode) adalah Rp. 30.000.000. Sedangkan standar deviasi sebesar Rp.

14.934.591,20. Nilai biaya bibit peternak sapi potong intensif terendah yang

dikeluarkan adalah Rp. 10.000.000 dan nilai biaya bibit peternak sapi potong

intensif tertinggi yang dikeluarkan adalah Rp. 70.000.000, sehingga jarak (range)

antara nilai maksimum biaya bibit peternak sapi potong intensif dengan nilai

minimum biaya bibit peternak sapi potong intensif adalah sebesar Rp. 60.000.000.

Rata-rata (mean) biaya bibit peternak sapi potong tradisional adalah Rp.

18.841.666,67. Sedangkan nilai tengah (median) biaya bibit peternak sapi potong

tradisional adalah sebesar Rp. 19.750.000 yang menunjukkan bahwa 50% biaya


(56)

sebesar 50% adalah Rp. 19.750.000 kebawah, dimana biaya bibit peternak sapi

potong tradisional yang paling banyak dikeluarkan (mode) adalah Rp.

20.000.000. Sedangkan standar deviasi sebesar Rp. 8.722.860,21. Nilai biaya bibit

peternak sapi potong tradisional terendah yang dikeluarkan adalah Rp. 8.000.000

dan nilai biaya bibit peternak sapi potong tradisional tertinggi yang dikeluarkan

adalah Rp. 39.750.000, sehingga jarak (range) antara nilai maksimum biaya bibit

peternak sapi potong tradisional dengan nilai minimum biaya bibit peternak sapi

potong tradisional adalah sebesar Rp. 31.750.000.

4.2.2.2. Biaya Pakan

Berdasarkan masaing-masing 30 (tiga puluh) data sampel responden

peternak sapi potong intensif dan peternak sapi potong tradisional yang diperoleh

maka data statistik yang dapat diuraikan atas variabel biaya pakan adalah sebagai

berikut :

Tabel 4.12. Deskriptif Statistik Biaya Pakan (Rp) Biaya Pakan Peternak Intensif

Biaya Pakan Peternak Tradisional

N Valid 30 30

Missing 0 0

Mean (rata-rata) 14043000.0000 225333.3333

Median (nilai tengah) 11500000.0000 175000.0000

Mode (biaya yang banyak

keluar) 11400000.00(a) 200000.00

Std. Deviation (simpangan

baku) 5939736.38101 256390.50675

Range (jarak) 24330000.00 1310000.00

Minimum (biaya terendah) 4250000.00 50000.00

Maximum (biaya tertinggi) 28580000.00 1360000.00


(57)

Pada Tabel 4.12 dapat diketahui bahwa rata-rata (mean) biaya pakan

peternak sapi potong intensif adalah Rp. 14.043.000. Sedangkan nilai tengah

(median) biaya pakan peternak sapi potong intensif adalah sebesar Rp. 11.500.000

yang menunjukkan bahwa 50% biaya pakan peternak sapi potong intensif adalah

Rp. 11.500.000 keatas dan sisanya sebesar 50% adalah Rp. 11.500.000 kebawah,

dimana biaya pakan peternak sapi potong intensif yang paling banyak dikeluarkan

(mode) adalah Rp. 11.400.000. Sedangkan standar deviasi sebesar Rp.

5.939.736,38. Nilai biaya pakan peternak sapi potong intensif terendah yang

dikeluarkan adalah Rp. 4.250.000 dan nilai biaya pakan peternak sapi potong

intensif tertinggi yang dikeluarkan adalah Rp. 28.580.000, sehingga jarak (range)

antara nilai maksimum biaya pakan peternak sapi potong intensif dengan nilai

minimum biaya pakan peternak sapi potong intensif adalah sebesar Rp.

24.330.000.

Rata-rata (mean) biaya pakan peternak sapi potong tradisional adalah Rp.

225.333. Sedangkan nilai tengah (median) biaya pakan peternak sapi potong

tradisional adalah sebesar Rp. 175.000 yang menunjukkan bahwa 50% biaya

pakan peternak sapi potong tradisional adalah Rp. 175.000 keatas dan sisanya

sebesar 50% adalah Rp. 175.000 kebawah, dimana biaya pakan peternak sapi

potong tradisional yang paling banyak dikeluarkan (mode) adalah Rp. 200.000.

Sedangkan standar deviasi sebesar Rp. 256.390,51. Nilai biaya pakan peternak

sapi potong tradisional terendah yang dikeluarkan adalah Rp. 50.000 dan nilai

biaya pakan peternak sapi potong tradisional tertinggi yang dikeluarkan adalah


(58)

peternak sapi potong tradisional dengan nilai minimum biaya pakan peternak sapi

potong tradisional adalah sebesar Rp. 1.310.000.

4.2.2.3. Biaya Tenaga Kerja

Berdasarkan masing-masing 30 (tiga puluh) data sampel responden

peternak sapi potong intensif dan peternak sapi potong tradisional yang diperoleh

maka data statistik yang dapat diuraikan atas variabel biaya tenaga kerja adalah

sebagai berikut :

Tabel 4.13. Deskriptif Statistik Biaya Tenaga Kerja (Rp)

Biaya Tenaga Kerja Peternak Intensif

Biaya Tenaga Kerja Peternak Tradisional

N Valid 30 30

Missing 0 0

Mean (rata-rata) 12829833.3333 2702000.0000

Median (nilai tengah) 10500000.0000 2750000.0000

Mode (biaya yang sering keluar) 10500000.00 2750000.00

Std. Deviation (simpangan baku) 6383006.32922 1073834.25164

Range (jarak) 28105000.00 4840000.00

Minimum (biaya terendah) 1095000.00 1460000.00

Maximum (biaya tertinggi) 29200000.00 6300000.00

Sumber : Data Primer diolah, 2011

Pada Tabel 4.13. dapat diketahui bahwa rata-rata (mean) biaya tenaga

kerja peternak sapi potong intensif adalah Rp. 12.829.833,33. Sedangkan nilai

tengah (median) biaya tenaga kerja peternak sapi potong intensif adalah sebesar

Rp. 10.500.000 yang menunjukkan bahwa 50% biaya tenaga kerja peternak sapi

potong intensif adalah Rp. 10.500.000 keatas dan sisanya sebesar 50% adalah Rp.

10.500.000 kebawah, dimana biaya tenaga kerja peternak sapi potong intensif

yang paling banyak dikeluarkan (mode) adalah Rp. 10.500.000. Sedangkan


(1)

Lampiran 5. Uji Asumsi Klasik

Uji Normalitas

Statistics

N Valid 60

Missing 0

Mean 43487000.0000

Median 38000000.0000

Mode 47500000.00

Std. Deviation 31429033.72976

Skewness 2.331

Std. Error of Skewness 1.309

Kurtosis 2.576

Std. Error of Kurtosis 1.608

Sum 2609220000.00

0.00.20.40.60.81.0

Observed Cum Prob

0.0

0.20.4

0.60.8

1.0

Expected Cum Prob

Dependent Variable: Pendapatan Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual


(2)

Uji Multikolinearitas

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

Biaya Bibit .282 3.544

Biaya Pakan .191 5.236

Biaya Tenaga Kerja .120 8.368

a Dependent Variable: Pendapatan

Uji Heteroskedastisitas

-2-1Regression Standardized Predicted Value01234

-2

0

2

4

6

8

Regressi

on Student

ized R

esidual

Dependent Variable: Pendapatan Scatterplot


(3)

Lampiran 6. Hasil Analisis Perbedaan Pendapatan Peternak Sapi Potong Secara

Intensif dan Tradisional

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 P.Intensif 2338906.8000 30 1318778.37681 240774.88844

P.Tradisional 541540.6000 30 180750.80180 33000.43048

N Correlation Sig.

Pair 1 P.Intensif &

P.Tradisional 30 .079 .679

Paired Differences t df

Sig. (2-tailed

)

Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 P.Intensif

- P.Tradisio nal

1797366.20000 1316925.35353 240436.57423 1305618.19134 2289114.20866

7. 47 5


(4)

Lampiran 7. Hasil Analisis Regresi Berganda Faktor-faktor yang mempengaruhi

Petani Peternak Intensif

Variables Entered/Removed(b)

Model Variables Entered

Variables

Removed Method

1

Biaya Tenaga Kerja, Biaya Pakan, Biaya Bibit(a)

. Enter

a All requested variables entered. b Dependent Variable: Pendapatan

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .968(a) .938 .931 9006024.294

71 a Predictors: (Constant), Biaya Tenaga Kerja, Biaya Pakan, Biaya Bibit

ANOVA(b)

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 31886646353147640.000 3 10628882117715870.000 131.0

45 .000(a

)

Residual 2108820313519037.000 26 81108473596886.000

Total 33995466666666670.000 29

a Predictors: (Constant), Biaya Tenaga Kerja, Biaya Pakan, Biaya Bibit b Dependent Variable: Pendapatan

Coefficients(a)

Model Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -13464788.389 4332201.930 -3.108 .005

Biaya Bibit 1.035 .347 .451 2.979 .006

Biaya Pakan 2.044 .571 .355 3.577 .001

Biaya Tenaga Kerja 1.130 .624 .211 1.809 .082


(5)

Lampiran 8. Hasil Analisis Regresi Berganda Faktor-faktor yang mempengaruhi

Petani

Peternak Tradisional

Variables Entered/Removed(b)

Model Variables Entered

Variables

Removed Method

1

Biaya Tenaga Kerja, Biaya Pakan, Biaya Bibit(a)

. Enter

a All requested variables entered. b Dependent Variable: Pendapatan

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .998(a) .995 .995 798031.2115

6 a Predictors: (Constant), Biaya Tenaga Kerja, Biaya Pakan, Biaya Bibit

ANOVA(b)

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 3406095837486535.000 3 1135365279162178.000 1782.77

2 .000(a)

Residual 16558199180130.980 26 636853814620.422

Total 3422654036666666.000 29

a Predictors: (Constant), Biaya Tenaga Kerja, Biaya Pakan, Biaya Bibit b Dependent Variable: Pendapatan

Coefficients(a)

Model Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 814967.654 415653.639 1.961 .061

Biaya Bibit 1.138 .050 .914 22.713 .000

Biaya Pakan 1.754 .588 .041 2.985 .006

Biaya Tenaga

Kerja .812 .407 .080 1.993 .057


(6)

Lampiran 9. Hasil Analisis Regresi Berganda Faktor-faktor yang mempengaruhi

Petani

Peternak Intensif dan Tradisional

Variables Entered/Removed(b)

Model Variables Entered

Variables

Removed Method

1

Biaya Tenaga Kerja, Biaya

Bibit, Biaya Pakan(a) . Enter

a All requested variables entered. b Dependent Variable: Pendapatan

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .977(a) .954 .951 6931308.181

15 a Predictors: (Constant), Biaya Tenaga Kerja, Biaya Bibit, Biaya Pakan

ANOVA(b)

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression

55588855656284700.000 3 18529618552094920.000 385.688 .000(a

)

Residual 2690409853715231.000 56 48043033102057.600

Total 58279265510000000.000 59

a Predictors: (Constant), Biaya Tenaga Kerja, Biaya Bibit, Biaya Pakan b Dependent Variable: Pendapatan

Coefficients(a)

Model Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -4362773.013 2016425.981 -2.164 .035

Biaya Bibit 1.373 .124 .597 11.041 .000

Biaya Pakan 1.166 .254 .301 4.585 .000

Biaya Tenaga Kerja .656 .382 .143 1.717 .092