7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Gagal ginjal kronik
Menurut  Tjokronegoro  dan  Utama    2004  ,  penyakit  gagal  ginjal  kronik merupakan suatu proses patofisiologi dengan etiologi  yang beragam, mengakibatkan
penurunan  fungsi  ginjal  yang  progresif,  dan  pada  umumnya  berakhir  dengan  gagal ginjal.  Selanjutnya  gagal  ginjal  adalah  suatu  keadaan  klinis  yang  ditandai  dengan
penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
B. Hemodialisis
Terapi hemodialisis adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia
seperti  air,  natrium,  kalium,  hidrogen,  urea,  kreatinin,  asam  urat,  dan  zat-zat  lain melalui  membran  semi  permeabel  sebagai  pemisah  darah  dan  cairan  dialisat  pada
ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi Setyawan, 2001. Adanya  perubahan  yang  terjadi  dalam  hidup  pada  pasien  hemodialisis  dapat
menyebabkan stress.
C. Stress
Menurut  McNerney  dalam  Grenberg  1984,  menyebutkan  bahwa  stres  sebagai reaksi  fisik,  mental  dan  kimiawi  dari  tubuh  terhadap  situasi  yang  menakutkan,
mengejutkan, membingungkan, membahayakan, dan merisaukan seseorang. Menurut  Lubis  2007  stres  menandakan  adanya  tuntutan  internal  dan  eksternal
untuk berubah atau melawan perubahan karena adanya risiko, ancaman, dan bahaya. Kuntjoro, 2009
Stres  merupakan  fakta  hidup,  tapi  cara  kita  menghadapi  stres  menentukan kemampuan  kita  untuk  mengatasi  stres  tersebut.  Individu  bereaksi  secara  berbeda
terhadap  stres  tergantung  berbagai  faktor  psikologis  seperti  bagaimana  individu memaknai peristiwa yang menimbulkan stres tersebut.  Nevid,et al, 2005
Menurut  Kuntjoro  2009  keadaan  stres  dapat  berlangsung  lambat  atau  cepat tergantung  dari  tiga  kemungkinan.  Pertama  terjadi  perubahan  ke  arah  penyesuaian
diri  sehingga  individu  menjadi  lebih  matang,  lebih  kuat,  lebih  tangguh,  dan terintegrasi. Kedua terjadi penolakan sehingga kalau ada perubahan hanya sedikit dan
justru individu akan menjadi rentan terhadap stres, sehingga cenderung  menghindar dan  bermanifestasi  dalam  berbagai  perilaku  defensif,  seperti  proyeksi,  rasionalisasi,
kompensasi  dan  sejenisnya.  Ketiga  terjadi  distress  karena  tidak  mampu  menghadapi stres yang melebihi kemampuannya untuk berubah.